Anda di halaman 1dari 11

Angka Kematian Ibu di Jawa Tengah tahun 2005 berdasarkan hasil Survey Kesehatan Daerah

sebesar 252 per 100.000 kelahiran hidup, dengan urutan penyebab terbanyak adalah perdarahan.
Khususnya perdarahan postpartum masih merupakan penyebab utama kematian ibu di negara
berkembang. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya perdarahan postpartum adalah paritas.
Untuk mengetahui masalah tersebut telah dilakukan penelitian di RSUD Sukoharjo. Penelitian ini
merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Data yang digunakan
merupakan data sekunder yang diambil di Sub bagian rekam medis kebidanan dan penyakit
kandungan RSUD Sukoharjo periode Mei 2007 sampai dengan April 2009. Sampel sejumlah 92 terdiri
dari 46 ibu yang mengalami perdarahan postpartum dan 46 ibu yang tidak mengalami perdarahan
postpartum. Hasil penelitian menyatakan bahwa 15 pasien perdarahan postpartum (32,6%) dialami
primipara dan 31 pasien perdarahan postpartum (67,4%) dialami multipara. Dari penelitian didapatkan
etiologi perdarahan postpartum terbesar adalah retensio plasenta yaitu sebanyak 19 pasien (41,3%)
kemudian laserasi traktus genetalia sebanyak 17 pasien (37%) dan atonia uteri sebanyak 10 pasien
(21,7%). Data dianalisis dengan uji Chi kuadrat dengan menggunakan SPSS 16 for Windows.
Diperoleh X² = 4,423 dan nilai p = 0,035 maka secara statistik dapat disimpulkan terdapat hubungan
yang bermakna antara perdarahan postpartum dengan paritas. Dan Ratio Prevalensi (RP) = 1,590 hal
ini berarti multipara memiliki faktor resiko 1,590 kali lebih besar untuk terkena perdarahan postpartum
dibanding primipara. Sehingga semakin tinggi paritas semakin besar resiko terjadinya perdarahan
postpartum.

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan
struktur sekitarnya, atau keduanya.1

—Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling
sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar
kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000),
separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1

—Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke
rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya
mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu
tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan
post partum.2

—Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang
spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa
plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan
post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai
penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan
tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab
perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani
da cedera pada serviks uteri.1


TINJAUAN PUSTAKA

I. PERDARAHAN POST PARTUM

Definisi

—Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah
setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan
pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.

Epidemiologi

—Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang
kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1
Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas
durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta
shingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs
dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi
kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan
untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga
yang mendekati 30 menit atau lebih.1

—Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan
derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat
mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai
terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1

Klasifikasi

—Klasifikasi perdarahan postpartum :1,4,9

• Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage)

—Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia
uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2
jam pertama

• Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)

—Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.


Etiologi

—Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :1,9

a. Etiologi perdarahan postpartum dini :

1. Atonia uteri

—Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

• Umur yang terlalu muda / tua


• Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
• Partus lama dan partus terlantar
• Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
• Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio plasenta
• Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.

3. Hematoma

—Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau
pada daerah jahitan perineum.

4. Lain-lain

—Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih
ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri

b. Etiologi perdarahan postpartum lambat :

1. Tertinggalnya sebagian plasenta


2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3. Dari luka bekas seksio sesaria

Diagnosis

—Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan


yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus,
pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada
mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk
terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9

—Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya
akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang
bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang
banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir
harus ditampung dan dicatat. 9

—Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina
dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri
setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan
abdomen dan pemeriksaan dalam. 9

—Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen
uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus
berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan
pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo.
Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan
adanya sisa-sisa plasenta.9

Pencegahan dan Penanganan

—Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah
memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi
oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk
memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.9

—Penanganan umum pada perdarahan post partum :10

• Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)


• Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
• Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di
ruang rawat gabung).
• Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
• Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
• Atasi syok
• Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan
uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL
dengan 40 tetesan permenit.
• Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir.
• Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
• Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
• Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

II. RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST)

—Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa plasenta atau
selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara manual atau di kuretase
disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika intravena.9 Perlu dibedakan antara
retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest placenta). Dimana retensio plasenta adalah
plasenta yang belum lahir seluruhnya dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan
sisa plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat
menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.5

—Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Gejala
dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus berkontraksi tetapi tinggi
fundus tidak berkurang.6

—Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena:

1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus


2. Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan

—Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika lepas sebagian
terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum
lepas dari dinding uterus bisa karena: 5

1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva)


2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desidua sampai miometrium.

—Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan
tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga, sehingga terjadi
lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.5

—Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta :9


• Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke
tempat bersalin dengan keluhan perdarahan
• Berikan antibiotika, ampisilin dosis awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral
dikombinasikan dengan metronidazol 1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x
500mg oral.
• Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase
• Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%, berikan
sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5

III. TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI

—Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah :7,8

A. PERASAT CREDE’7

—Perasat crede’ bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan ekspresi :

1. Syarat

—Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong

2. Teknik pelaksanaan

• Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari
terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan
permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik,
maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk.
perasat Crede’ tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena
dapat menimbulkan inversion uteri
• Perasat Crede’ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara
manual.

B. MANUAL PLASENTA

Indikasi

—Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala
tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan
masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit
seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan
lahir dan tali pusat putus.7

Teknik Plasenta Manual

—Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum


penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer Laktat. Anestesi
diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan diazepam 10 mg
intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri. Operator berdiri atau
duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat,
tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.8

<!--[if gte vml 1]> <![endif]-->

Gambar 1. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut

—Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati
serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi
dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut tadi.
Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu
sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam
sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada
perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.8

<!--[if gte vml 1]> <![endif]-->


Gambar 2. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus

—Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam antara
dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan tangan
seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin), sementara
tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut terdorong ke atas.
Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat dihindarkan.8

<!--[if gte vml 1]> <![endif]-->

Gambar 3. Mengeluarkan plasenta

—Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada
bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu ekplorasi
sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan kedua
tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul
intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk
mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera
di jahit.8

C. EKSPLORASI KAVUM UTERI

Indikasi

—Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap), setelah


operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk
menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada pasien yang pernah
mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.7

Teknik Pelaksanaan

—Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan
mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan
dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan
sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta secara manual. 7

IV. SYOK HEMORAGIK

Etiologi

—Syok hemoragik pada pasien obstetrik/ginekologik dapat terjadi karena perdarahan


akibat abortus, kehamilan ektopik terganggu, cedera pada pembedahan, perdarahan
antepartum, perdarahan postpartum atau koagulopati. 11

Klasifikasi

1. Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah. timbul,
penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan
kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin
(tidak selalu terjadi asidosis metabolik).
2. Syok sedang, sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan terhadap
iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5
ml/kg BB/Jam) dan asidosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik
3. Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung sudah tidak adekuat.
mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya sudah tidak dapat
mempertahankan perfusi di dalam jaringan otak dan jantung. sudah terjadi anuria,
penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada gejala hipoksia
jantung. 11
Patofisiologi

—Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang dapat bertahan
lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri normal. Pada syok
sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang hanya tahan terhadap iskemia
waktu singkat (hati, usus, dan ginjal) terjadi asidosis metabolik. Pada syok berat sudah
terjadi penurunan perfusi pada jantung dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin
terjadi pula asidosis respiratorik. 11

Gejala Klinik

1. Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah tepi


ringan, kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan merasa
dingin
2. Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik 90-100
mmHg, oliguri/ anuria. keluhan haus
3. Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60
mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun. 11

DAFTAR PUSTAKA

1. <!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL,


Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD. Uterine Leiomyomas. In : Williams
Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York : 2005.
2. <!--[endif]-->Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi
Khusus. PATH. Seattle : 2002.
3. <!--[endif]-->Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi
tanggal 21 September 2008 dari :
http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update : 1
Februari 2005].
4. <!--[endif]-->Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21
September 2008 http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].
5. <!--[endif]-->Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008
dari : www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].
6. <!--[endif]-->Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca
Persalinan.. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :
http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus 2008].
7. <!--[endif]-->Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif
Dalam Kala Uri. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP.
2002.<!--[if !supportLists]-->
8. <!--[endif]-->WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth :
Manual Removal. of Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008
dari :http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/
Manual_removal_P77_P79.html. [update : 2003].
9. <!--[endif]-->Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post
Partum. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.
10. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.
11. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok
Septik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

Anda mungkin juga menyukai