PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya pembangunan regional tidak bisa dilepaskan kaitannya
dengan pembangunan nasional, salah satu sasaran pembangunan nasional
Indonesia adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil
pembangunan, termasuk di dalamnya pemerataan pendapatan antar daerah
(wilayah). Pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama yaitu
meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat lokal, dalam
upaya
untuk
mencapai tujuan
tersebut,
pemerintah
daerah
dan
tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan
mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada
tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju.
Pengertian dan penerapan pembangunan daerah umumnya dikaitkan
dengan kebijakan ekonomi atau keputusan politik yang berhubungan dengan
alokasi secara spasial dari kebijakan pembangunan nasional secara keseluruhan.
Dengan demikian, kesepakatan-kesepakatan nasional menyangkut sistem politik
dan pemerintahan, atau aturan mendasar lainnya, sangat menentukan pengertian
dari pembangunan daerah. Atas dasar alasan itulah pandangan terhadap
pembangunan daerah dari setiap negara akan sangat beragam. Singapura, Brunei,
atau
ekonomi negara demi tercapainya cita-cita negara yang memang sudah sekian
lama ingin menjadi negara yang maju. Banyak kalangan yang sudah mencoba
untuk meneliti tentang pembangunan yang mungkin bisa terjadi di negara ini.
Adapun daerah (region) yang dimaksudkan disini adalah perdesaan dan
perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah. Karena wilayah terjadi atas
perdesaan dan kota (Jayadinata, 1992: 169). Dengan demikian ada wilayah
perdesaan (rural region) dan perkotaan (urban region) yang maing-masing
memiliki ciri-ciri tersendiri. Batasan ini sejalan dengan pengertian wilayah
menurut Suhardjo (1995: 11), bahwa wilayah dapat diartikan sebagai bagian dari
permukaan bumi yang mempunyai keseragaman atas dasar ciri-ciri tertentu, baik
yang bersifat fisik maupun sosial; misalnya iklim, topografi, jenis tanah,
kebudayaan, bahasa ras dan sebagainya. Selanjutnya dijelaskan bahwa ukuran dari
suatu wilayah sangatlah luwes, dapat hanya merupakan satu dusun ataupun satu
rukun tetangga hingga meliputi wilayah yang merupakan suatu benua, bahkan
gabungan dari benua.
Di dalam melakukan pembangunan daerah, setiap pemerintah perlu
merumuskan strategi, konsep dan perencanaan yang matang bahkan benar-benar
akurat. Kemudian diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap pembangunan
yang dilakukannya. Seiring dengan semakin pesatnya pembangunan bidang
ekonomi, maka terjadi peningkatan permintaan data dan indikator-indikator yang
menghendaki ketersediaan data sampai tingkat Kabupaten / Kota. Data dan
indikator-indikator pembangunan yang diperlukan adalah yang sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan.
Dengan
adanya
teori-teori
yang
mampu
menjadi
acuan
dalam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Pembangunan Daerah dan Pemahamannya
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan
pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah
tersebut (Lincolin Arsyad, 1999 ; Blakely E. J, 1989). Tolok ukur keberhasilan
pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan
semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antarpenduduk, antardaerah dan
antarsektor. Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang
apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada
masa sebelumnya.
Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentu akan dapat dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat luas.Indikator penting untuk mengetahui kondisi
ekonomi suatu wilayah atau daerah dalam suatu periode tertentu ditunjukkan
oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) wilayah atau daerah
tersebut.Pertumbuhan ekonomi
potensi)
daerah yang
bersangkutan. Oleh karena itu, penelitian yang mendalam tentang keadaan tiap
daerah harus dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna bagi
penentuan
perencanaan
pembangunan
daerah
yang
bersangkutan
(Arsyad,1999:109).
Kesungguhan pemerintah dalam membangun daerah ini diukur dengan
adanya suatu sistem pemerintahan yang dikenal dengan istilah Otonomi daerah.
Untuk mendukung hal itu pemerintah mengeluarkan Undang-undang 22 Nomor
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi
Undang-undang No.32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
program
memberikan
gambaran
dan
menerangkan
tentang
perbedaan
keruangan. Perbedaan antara daerah pusat (C) dan daerah pinggiran (P) dapat
dijumpai dalam beberapa skala, yaitu di dalam region, antar regions dan antar
negara (seperti : pelabuhan dan daerah pendukungnya, kota dan desa, negara maju
dan negara sedang berkembang).
Dari konsep ini kemudian berkembang menjadi beberapa pandangan
teorits mengenai perbedaan pembangunan yaitu kemajuan anatara pusat dan
pinggiran (Core-periphery), seperti teori polarisasi ekonomi dari Myrdal dan
Hirscman, teori pembangunan regional dan Friedmann dan pandangan Marxist.
Menurut Myrdal Core region adalah sebagai magnit yang dapat
memperkuat pertumbuhan ekonomi dengan sendirinya, karena adanya sebabsebab kumulatif ke arah perkembangan (Cumulative upward causation) : seperti
arus buruh dari pinggiran ke pusat ( P ke C ); tenaga trampil, modal dan barangbarang perdagangan yang secara spontan berkembang didalam ekonomi pasar
bebas untuk menunjang pertumbuhan di suatu lokasi (wilayah ) tertentu.
2. Konsep kutub-kutub pertumbuhan dan Pusat-pusat pertumbuhan
(Growth poles dan growth centres).
Konsep kutub pertumbuhan diformulasikan oleh Perroux, seorang ahli
ekonomi bangsa perancis pada tahun 1950. Kutub pertumbuhan adalah pusatpusat dalam arti keruangan yang abstral, sebagai tempat kekuatan kekuatan
sentrifugal (memencar) dan kekuatan sentripetal tertarik kearah situ. Growth poles
bukan kota atau wilayah, melainkan suatu kegiatan ekonomi yang dinamis (fima
industri) dan hubungan kegiatan ekonomi yang dinamis demikian, tercipta
didalam dan diantara sektor-sektor ekonomi.
10
11
center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah. Untuk mencapai tujuan
pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, yaitu :
a) Pembuatan bank tanah (land banking), dengan tujuan agar memiliki data
tentang tanah yang kurang optimal penggunaannya, tanah yang belum
dikembangkan,atau salah ddalam penggunaannya dan lain sebagainya.
b) Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan
untuk
12
13
pembangunan
wilayah, Dusseldorp
menawarkan dua cara, yang pertama dari atas kebawah (top down approach) yaitu
perencanaan nasional memberikan petunjuk berapa besar keuangan yang
disediakan untuk daerah, kemudian dilakukan dari bawah keatas (botton up
approuch) sebagai cara yang kedua yang dimulai dari perencanaan wilayah taraf
terendah dan berakhir dengan perencanaan nasioal.
Untuk perencanaan wilayah secara keseluruhan (regional planning) tersebut dapat
digunakan beberapa metode seperti berikut :
1. Pengembangan wialayah secara admisitratif atau secara geografis dengan
mengembangan seluruh wilayah perdesaan dan perkotaan, misalnya
14
15
dan pemusatan). Konsep ini dimulai oleh Perroux (1950), berasal dari
pengembangan industri untuk meningkatkan Grose National Product
(GNP) setelah kemunduran ekonomi setelah perang Dunia
II. Sesuai
konsep berpengaruh
satu-satunya
ini menjadi rangkaian kegiatan yang berlokasi di sekitar kegiatan penggerak yang
16
17
18
pandangan
Friedmann,
penduduk
perdesaan
dapat
19
20
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya pembangunan regional tidak bisa dilepaskan kaitannya
dengan pembangunan nasional, salah satu sasaran pembangunan nasional
Indonesia adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil
22
23
3.2 Saran-saran
Saran
dari
penulis,
sebaiknya
kita
sama-sama
memperhatikan
untuk
daerah
seperti
yang
diharapkan,
karena
tanpa
24