Anda di halaman 1dari 23

1. A. Apa saja jenis-jenis demam?

Tentukan jenis demam pada kasus


tersebut!

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan
suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam
yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk
penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila
demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,
dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam
terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam


yang terjadi setiap hari.
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus
12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap


tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama
demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk
infeksi saluran nafas atas.
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada
satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau
sistem organ multipel.
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh
klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam
dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum
minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).
Relapsing fever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular
atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau
beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah
tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi
setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria


o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)


Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba
berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang
hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan
39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri
perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai JarishHerxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya
mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin
saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah
mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis,
Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue
sampai reaksi anafilaktik full-blown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan
Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan
gejala merupakan petunjuk diagnosis.
o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887,
pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien
dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH.
Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti
oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin
berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein)

Berikut adalah pola-pola demam dan penyakit yang menyertainya.


Pola Demam
Penyakit
Kontinyu
Demam tifoid, malaria falciparum
malignan
Remitten
Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Intermitten
Malaria, limfoma, endokarditis
Septik atau Hektik
Penyakit kawasaki, infeksi pyogenik
Quotidian
Malaria karena P. Vivax

Double quotidian
Relapsing atau periodik
Demam rekuren

Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile


rheumathoid arthritis, beberapa drug
fever (contoh karbamazepin)
Malaria
tertiana
atau
kuartana,
brucellosis
Familial mediterranean fever

B. bagaimana patofisiologi demam pada kasus?

. Infeksi parasit Reaksi imun (antigen-antibodi) Pirogen eksogen


Merangsang pirogen endogen (leukosit) Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF)
Memacu pelepasanasam arakidonat sintesis prostaglandin E2 Mencapai
hipotamalus set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas
tubuh dan pembentukan panas Suhu meningkat Demam

C. Hubungan riwayat pulang dari bangka 6 bulan yang lalu dengan


keluhan sekarang?
Bangka adalah daerah endemis malaria.

D. Mengapa demam baru muncul 6 hari yang lalu?


Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman
yang disebut hipnozoit.

2. A. Makna klinis demam muncul setiap hari sejak 6 hari yang lalu?
Termasuk demam intermitten

3. A. Makna klinis demam disertai menggili dan berkurang setelah keluar


keringat dingin?
Menandakan TRIAS MALARIA: Periode demam, dingin, dan menggigil
B. Bagaimana patofisiologi demam disertai menggili dan berkurang
setelah keluar keringat dingin?

Sebagai akibat dari perkembangan parasit plasmodium dalam tubuh yang


menyebabkan pemecahan eritrosit secara periodic (pecahnya skizon darah yang
telah matang dan masuknya merozoit darah kedalam aliran darah), menyebabkan
timbul demam yang naik turun. Hal ini dapat terjadi karena terjadi reaksi tubuh
ketika terjadi infeksi, yaitu dengan mengeluarkan suatu zat yang dapat
menyebabkan demam, yaitu pirogen. Pirogen dapat berupa pirogen eksogen dan
pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk
bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang
pelepasan pirogen endogen yang disebut sitokin, diantaranya interleukin-1,
interleukin-6, dan TNF (Tumor Necrosis Factor). Pirogen ini dapat merangsang
hipotalamus, yang berfungsi sebagai termostat tubuh, untuk meningkatkan sekresi
prostaglandin dan mengubah set-point temperatur di hipotalamus, yang kemudian
dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh (demam). Untuk infeksi oleh parasit
Plasmodium falciparum, demam terjadi secara berkala biasanya setiap 2 hari
sekali. Dan bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas, maka termostat ini
akan berusaha menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otototot rangka untuk berkontraksi guna menghasilkan panas tubuh. Kontraksi otototot rangka ini merupakan mekanisme dari menggigil. Dan juga karena terjadinya
proses peralihan suhu dalam tubuh dan di lingkungan , yang dimana proses ini
merupakan perubahan suhu tinggi dalam tubuh menjadi rendah, akhirnya tubuh
akan mengeluarkan panasnya dengan cara mengeluarkan sekret keringat /
berkeringat

4. A. Makna klinis sakit kepala, mual dan rasa penuh di perut?


Sakit kepala dan mual menandakan hipoksia karena tingginya CO2
pada sirkulasi ke otak yang merangsang serabut saraf.
rasa penuh di perut dikarenakan adanya hepatosplenomegali.
B. Bagaimana patofiologi sakit kepala, mual dan rasa penuh di perut?

Infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi


makrofag menskresikan IL 12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3
mengaktivasi sel mast menskresikan PAF mengaktivasi faktor
Hagemann sintesis bradikinin merangsang serabut saraf (di otak) nyeri
SAKIT KEPALA
Atau :
infeksi Plasmodium melepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi
makrofag TNF >> menstimulasi sel sel otak mengsintesis NO (Nitrit
oksida) SAKIT KEPALA

Infeksi Plasmodiummelepaskan toksin malaria (GPI) mengaktivasi


makrofag mensekresikan IL 12 mengaktivasi sel Th mensekresikan IL 3
mengaktivasi sel mast mensekresikan H2 peningkatan sekresi As.
Lambung NAUSEA

5. A. Bagaimana intepretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan


fisik?
Temperatur Axilla: 39C = Febris
Mekanisme: soal no 1 dan 2
Hepatomegali: Hepatomegali juga lazim ditemukan pada malaria. Sel
kupffer terisi dengan hemozoin coklat sampai hitam, dan sel parenkim
dengan hemosiderin kuning. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna
kecoklatan agak kelabu atau kehitaman. Pada malaria kronis terjadi
infiltrasi difus oleh sel mononukleus pada periportal yang meningkat
sejalan dengan berulangnya serangan malaria. Hepatomegali dengan
infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari syndrome pembesaran
hati di daerah tropis
Splenomegali: Limpa dapat membesar pada serangan akut. Limpa
mengalami pembesaran dan pembendungan. Pada titik ini, kapsul tipis
dan mudah robek, dan pulpa mengalir sebagian. Sesudah beberapa tahun,
kapsul menebal dan pulpa fibrotik; splenomegali menjadi ireversibel.
Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi
fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi
6. A. Bagaimana intepretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan
penunjang?
Hb rendah. Hal ini dikarenakan terjadi hemolisis darah akibat bentuk
eritrosit yang mudah hancur setelah diinvasi parasit
7. DD
Demam typhoid,
8. HTD
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti
infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara
mikroskopik atau tes diagnostic cepat.
1. Anamnesis
Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat
disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu
ke daerah endemik malaria.
Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
Riwayat sakit malaria.

Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.


Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,
dapat ditemukan keadaan di bawah ini:

Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.


Keadaan umum yang lemah.
Kejang-kejang.
Panas sangat tinggi.
Mata dan tubuh kuning.
Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
Nafas cepat (sesak napas).
Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
Telapak tangan sangat pucat.

2. Pemeriksaan Fisik
Demam (37,5oC)
Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa
Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis
sebagai berikut:

Temperature rectal 40oC.


Nadi capat dan lemah.
Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg
pada anak-anak.
Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali
permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1
tahun.
Penurunan kesadaran.
Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
Tanda-tanda dehidrasi.
Tanda-tanda anemia berat.
Sklera mata kuning.
Pembesaran limpa dan atau hepar.
Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.

3. Pemeriksaan Laboratorium
a.
Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah
tepi(13). Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:

Ada/tidaknya parasit malaria.


Spesies dan stadium Plasmodium
Kepadatan parasit
- Semi kuantitatif:

(-)

: tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB

(+)

: ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB

(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB


(+++)

: ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB

(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB


- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah
tebal atau sediaan darah tipis.

b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)


Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria,
dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
c.

Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah
beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru,
dan tes >1:20 dinyatakan positif.

9. WD

10.Epidemiologi

Malaria terjadi di sebagian besar daerah tropis di dumia. Plasmodium Falciparum lebih
banyak terdapat di Afrika, New Guinea, dan Haiti; Plasmodium vivax lebih umum ditemukan
di Amerika Tengah. Prevalensi kedua spesies ini rata-rata sama antara di Amerika selatan,
Negara bagian Amerika, Asia timur, dan kepulauan Oceania.

Epidemiologi malaria bersifat kompleks dan bisa sangat besar didalam area geografi yang
sempit. Secara klasik endemis didefinisikan dalam istilah of parasitemia rates atau secara
palpasi dinyatakan sebagai spleen rates pada anak-anak usia 29 tahun sebagai hipoendemik
(<10%), mesoendemic (1150%), hiperendemik (5175%), and holoendemik (>75%). Di
daerah holoendemik dan hiperendemik dimana transmisi P. falciparum sangat hebat sekali,
orang kemungkinan bisa tergigit nyamuk lebih banyak dalam sehari dan terinfeksi secara
berulang kali dalam hidupnya.
Indonesia adalah salah satu negara yang masih beresiko malaria karena sampai 2007 masih
terdapat 396 kabupaten (80 persen) endemis malaria. Pada 2008 terdapat 1,62 juta kasus
malaria klinis dan 2009 menjadi 1,14 juta kasus, selain itu jumlah penderita positif malaria
(hasil pemeriksaan mikroskop terdapat kuman malaria) pada 2008, 266 ribu kasus dan masih
199 ribu kasus pada 2009.
Pada tahun 2010, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengingatkan bahwa 424
kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota yang ada merupakan endemis malaria. Sekitar 45
persen penduduk Indonesia berisiko tertular penyakit malaria. Jumlah tersebut diperkirakan
karena masih banyaknya daerah endemis untuk malaria di Indonesia.
Menurut Menkes Siti Fadilah, daerah endemis tinggi dengan Annual Parasite Incidence
[API] lebih dari lima per seribu tersebar di provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua
Barat, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur. Sedang wilayah di provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Barat termasuk
daerah endemis sedang dengan API satu hingga lima per seribu. Hanya sebagian daerah di
Jawa, Kalimantan dan Sulawesi yang termasuk daerah endemis rendah dengan API kurang
dari satu per 1000 sementara daerah nonendemis hanya ada di DKI Jakarta, Bali dan
Kepulauan Riau

11.Faktor Risiko

12.Patofisiologi
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan.

Patogenesis

lebih

ditekankan

pada

terjadinya

peningkatan

permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena


skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya
anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan
eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin
malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit
pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. (6)
Limpa

mengalami

pembesaran

dan

pembendungan

serta

pigmentasi

sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta
peningkatan makrofag.(6)
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit

mengalami

perubahan

struktur

danmbiomolekular

sel

untuk

mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme,


diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting(8).
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi
P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu

eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga
terbentuk roset.

(4)

Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang


mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih
eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya
antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada
permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.(4,8)
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan
berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga
terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan
anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat
terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal
ginjal(9).

2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin

berasal

dari

saluran

cerna

dan

parasit

malaria

sendiri

dapat

melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin,


ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit

malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom
penyakit pernapasan pada orang dewasa (9).
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit
yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel
pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang
bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan (9).

Proses fagositosis oleh makrofag


Kunjungan ke tempat endemik malara
Sklera ikterik
Penurunan kesadaran (GCS) & kejang

Terinfeksi P. falciparum

Liver damage

endogen (IL-1)
Iskemik &
anemik jaringan
Pembentukan
rosette, clotting, adhesi endotel oleh reseptor CD-36 & Pirogen
ICAM1 PfEMR
Sakit kepala

Rangsangan ke endotel hipotalam


tan plasma Hb, methemalbumin, hemobilirubin
Pembentukan No, TNF
Hemolisis RBC, clotting
Produksi prostaglandin
Renal filter damageAnemia hemolitik

TNF

Merozoit ke mukosa usus


Termostat

GFR
Threecold ren

diare

Penekanan eritropoesis
Hb 4,6 mg/dl

Kompensasi peningkatan produksi RBC

Konjungtiva palpebra anemis


berwarna seperti kopi (hemoglobinuria)
Lesu
Nyeri tulang & sendi
Kompensasi peningkatan RR & HR

sinyal
ke dorsomedial
hipotalamus superior deka
Sinyal tidakRangsang
teratur ke
tonus
otot rangka
Rangsangan preoptik di anterior hipotalamus
suhu

Berkeringat (trias malaria)

13.Tatalaksana
. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale

Lini pertama: Klorokuin+Primakuin


Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria
vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium
aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh
hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit (3).
Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25
mg/kgBB/hr (selama 14 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sesuai
dengan tabel.
Tabel 4. Pengobatan Malaria vivax dan Malaria ovale
Hari

II

III

IV-XIV

Jenis
obat
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Primakui
n

Jumlah tablet menurut kelompok umur


0-1 bln
2-11
1-4 th
5-9 th
bln

1
2

(dosis tunggal)
10-14
15
th
th
3
3-4

3-4

1/8

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian


obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat)
dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh (3). Pengobatan
tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat: (3)
Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau
Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau
timbul kembali setelah hari ke-14.
Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari
ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).
Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin

Lini kedua: Kina+Primakuin


Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB
(selama 14 hari).
Dosis obat juga dapat ditaksir dengan
berdasarkan golongan umur sebagai berikut:

menggunakan

tabel

dosis

Tabel 5. Pengobatan Malaria vivax Resisten Klorokuin


Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-1
2-11
1-4 th 5-9 th 10-14
15 th
bln
bln
th
*
*
3x
3x1
3x2
3x3

Hari

Jenis
obat
1-7
Kina
1Primakui
14
n
*
: dosis diberikan per kgBB

Pengobatan malaria vivax yang relaps


Sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin yang
ditingkatkan. Dosis klorokuin diberikan 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis
total 25 mg/kgBB dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari. Dosis obat juga dapat ditaksir dengan menggunakan tabel dosis
berdasarkan golongan umur(3).

Tabel 6. Pengobatan Malaria vivax yang Relaps


Hari

14-14

Jenis
obat
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Primakui
n

Jumlah tablet menurut kelompok golongan umur


0-1 bln
2-11
1-4 th
5-9 th
10-14
15
bln
th
th

1
2
3
3-4
-

3-4

1/8

14.Preventif

Kemoprofilaksis

bertujuan

untuk

mengurangi

resiko

terinfeksi

malaria

sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu

yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3).
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka
kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan
laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka
doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax
dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut
diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah
kembali.(3)

Tabel Dosis Pengobatan Pencegahan Dengan Klorokuin


Golongan umur (thn)
<1
1-4
5-9
10-14
>14

Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal, 1x/minggu)

1
1
2

15.Komplikasi

Malaria Serebral
Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran (apatis,
disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara perlahan dalam
beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, sering disertai kejang. Penilaian
penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS.

Diperberat karena gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemi, gangguan ini dapat
terjadi karena beberapa proses patologis.
Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak.
Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan
sekuestrasi parasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan bahwa tidak ada perubahan
cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, atau cerebral metabolic rate for oxygen pada
pasien koma dibanding pasien yang telah pulih kesadarannya.
Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu >2.2
mmol/L (1.96 mg/dL) dan dapat dijadikan indikator prognostik: bila kadar laktat >6 mmol/L
memiliki prognosa yang fatal.
Biasanya disertai ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema paru. Bila terdapat >3
komplikasi organ, maka prognosa kematian >75 %.
Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya 5-10 %
disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang
disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular
akibat sekuestrasi, sitoadherendan rosseting.
Apabila berat jenis (BJ) urin <1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedang urin
yang pekat dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/L menunjukkan
dehidrasi
Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya GGA ialah
hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Dialisis merupakan pengobatan yang dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada
hiperbilirubinemia, anuria dapat berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit sudah
negatif
Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, mungkin disebabkan karena
sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskular. Ikterik karena
hemolitik sering terjadi. Ikterik yang berat karena P. falsiparum sering penderita dewasa hal
ini karena hemolisis, kerusakan hepatosit. Terdapat pula hepatomegali, hiperbilirubinemia,
penurunan kadar serum albumin dan peningkatan ringan serum transaminase dan 5
nukleotidase. Ganggguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis laktat,
gangguan metabolisme obat.
Edema Paru sering disebut Insufisiensi Paru

Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan
atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-. Penyebab lain gangguan
pernafasan (respiratory distress): 1) Kompensasi pernafasan dalam keadaan asidosis
metabolic; 2) Efek langsung dari parasit atau peningkatan tekanan intrakranial pada pusat
pernapasan di otak; 3) Infeksi sekunder pada paru-paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis
antikonvulsan (phenobarbital) menekan pusat pernafasan.
Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam
pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1) Cadangan
glukosa kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2) Gangguan absorbsi glukosa karena
berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3) Meningkatnya metabolisme glukosa di
jaringan; 4) Pemakaian glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan menggangu glukoneogenesis; 6)
Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine.
Metabolisme anaerob glukosa akan menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang akan
memperburuk prognosis malaria berat
Haemoglobinuria (Black Water Fever)
Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan akut, menggigil, demam, hemolisis
intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal. Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum
yang berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat
dan yang bukan disebabkan oleh karena defisiensi G6PD atau kekurangan G6PD yang
biasanya karena pemberian primakuin.
Malaria Algid
Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinis
keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 C, kulit tidak elastis, pucat.
Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur dan
nadi yang normal.
Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis. Pada
kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena
vasodilatasi.
Asidosis
Asidosis (bikarbonat <15meq) atau asidemia (PH <7.25), pada malaria menunjukkan
prognosis buruk. Keadaan ini dapat disebabkan: 1) Perfusi jaringan yang buruk oleh karena
hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen; 2) Produksi laktat oleh parasit;
3) Terbentuknya laktat karena aktifitas sitokin terutama TNF-, pada fase respon akut; 4)

Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu bersihan laktat; 5) Gangguan
fungsi ginjal, sehingga terganggunya ekresi asam.
Asidosis metabolik dan gangguan metabolik: pernafasan kussmaul, peningkatan asam laktat,
dan pH darah menurun (<7,25) dan penurunan bikarbonat (< 15meq).
Keadaan asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan lain
seperti hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia.
Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal
Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria falsifarum berupa keluhan tak enak
diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Kadang lebih berat berupa
billious remittent fever (gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali), ikterik, dan gagal
ginjal, malaria disentri, malaria kolera.
Hiponatremia
Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan
mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD).
Gangguan Perdarahan
Gangguan perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang. Perdarahan lebih sering
disebabkan oleh Diseminata Intravaskular Coagulasi (DIC).

16.Prognosis

1.

Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis


serta pengobatan(3).
2.
Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat
sampai 50%.
3.
Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik
daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ (3).
Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/L, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/L, maka mortalitas >1%.
Kepadatan parasit >500.000/L, maka mortalitas >5%.

17.SKDI

Albie
Putra
Beby
Tria
Made
Muthia
Gina
KS
Aiman
Siva

1, 11, 4, 14, 7
2, 12, 5, 15, 8
3, 13, 6, 16, 9
4, 14, 7, 17, 10
5, 15, 8, 1, 11
6, 16, 9, 2, 12
7, 17, 10, 3, 13
8, 1, 11, 4, 14
9, 2, 12, 5, 15
10, 3, 13, 6, 16

Anda mungkin juga menyukai