Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan
suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4 oC selama periode 24 jam.
Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai
normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam
yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk
penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila
demam disebabkan oleh proses infeksi.
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari,
dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam
terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.
Double quotidian
Relapsing atau periodik
Demam rekuren
2. A. Makna klinis demam muncul setiap hari sejak 6 hari yang lalu?
Termasuk demam intermitten
2. Pemeriksaan Fisik
Demam (37,5oC)
Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
Pembesaran limpa
Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis
sebagai berikut:
3. Pemeriksaan Laboratorium
a.
Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah
tepi(13). Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
(-)
(+)
Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap
malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang
bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah
beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru,
dan tes >1:20 dinyatakan positif.
9. WD
10.Epidemiologi
Malaria terjadi di sebagian besar daerah tropis di dumia. Plasmodium Falciparum lebih
banyak terdapat di Afrika, New Guinea, dan Haiti; Plasmodium vivax lebih umum ditemukan
di Amerika Tengah. Prevalensi kedua spesies ini rata-rata sama antara di Amerika selatan,
Negara bagian Amerika, Asia timur, dan kepulauan Oceania.
Epidemiologi malaria bersifat kompleks dan bisa sangat besar didalam area geografi yang
sempit. Secara klasik endemis didefinisikan dalam istilah of parasitemia rates atau secara
palpasi dinyatakan sebagai spleen rates pada anak-anak usia 29 tahun sebagai hipoendemik
(<10%), mesoendemic (1150%), hiperendemik (5175%), and holoendemik (>75%). Di
daerah holoendemik dan hiperendemik dimana transmisi P. falciparum sangat hebat sekali,
orang kemungkinan bisa tergigit nyamuk lebih banyak dalam sehari dan terinfeksi secara
berulang kali dalam hidupnya.
Indonesia adalah salah satu negara yang masih beresiko malaria karena sampai 2007 masih
terdapat 396 kabupaten (80 persen) endemis malaria. Pada 2008 terdapat 1,62 juta kasus
malaria klinis dan 2009 menjadi 1,14 juta kasus, selain itu jumlah penderita positif malaria
(hasil pemeriksaan mikroskop terdapat kuman malaria) pada 2008, 266 ribu kasus dan masih
199 ribu kasus pada 2009.
Pada tahun 2010, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengingatkan bahwa 424
kabupaten/kota dari 495 kabupaten/kota yang ada merupakan endemis malaria. Sekitar 45
persen penduduk Indonesia berisiko tertular penyakit malaria. Jumlah tersebut diperkirakan
karena masih banyaknya daerah endemis untuk malaria di Indonesia.
Menurut Menkes Siti Fadilah, daerah endemis tinggi dengan Annual Parasite Incidence
[API] lebih dari lima per seribu tersebar di provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua
Barat, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur. Sedang wilayah di provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Barat termasuk
daerah endemis sedang dengan API satu hingga lima per seribu. Hanya sebagian daerah di
Jawa, Kalimantan dan Sulawesi yang termasuk daerah endemis rendah dengan API kurang
dari satu per 1000 sementara daerah nonendemis hanya ada di DKI Jakarta, Bali dan
Kepulauan Riau
11.Faktor Risiko
12.Patofisiologi
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan
lingkungan.
Patogenesis
lebih
ditekankan
pada
terjadinya
peningkatan
mengalami
pembesaran
dan
pembendungan
serta
pigmentasi
sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag
dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta
peningkatan makrofag.(6)
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung
parasit
mengalami
perubahan
struktur
danmbiomolekular
sel
untuk
eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga
terbentuk roset.
(4)
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag
yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin
mungkin
berasal
dari
saluran
cerna
dan
parasit
malaria
sendiri
dapat
malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom
penyakit pernapasan pada orang dewasa (9).
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan
(knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan
bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit
yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga
skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel
pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang
bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan (9).
Terinfeksi P. falciparum
Liver damage
endogen (IL-1)
Iskemik &
anemik jaringan
Pembentukan
rosette, clotting, adhesi endotel oleh reseptor CD-36 & Pirogen
ICAM1 PfEMR
Sakit kepala
TNF
GFR
Threecold ren
diare
Penekanan eritropoesis
Hb 4,6 mg/dl
sinyal
ke dorsomedial
hipotalamus superior deka
Sinyal tidakRangsang
teratur ke
tonus
otot rangka
Rangsangan preoptik di anterior hipotalamus
suhu
13.Tatalaksana
. Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale
II
III
IV-XIV
Jenis
obat
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Primakui
n
1
2
(dosis tunggal)
10-14
15
th
th
3
3-4
3-4
1/8
menggunakan
tabel
dosis
Hari
Jenis
obat
1-7
Kina
1Primakui
14
n
*
: dosis diberikan per kgBB
14-14
Jenis
obat
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Klorokui
n
Primakui
n
Primakui
n
1
2
3
3-4
-
3-4
1/8
14.Preventif
Kemoprofilaksis
bertujuan
untuk
mengurangi
resiko
terinfeksi
malaria
sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemoprofilaksis ini
ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu
yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain.
Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian atau tugas dalam jangka
waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian
kelambu, kawat kassa, dan lain-lain(3).
Oleh karena P. falciparum merupakan spesies yang virulensinya cukup tinggi maka
kemoprofilaksisnya terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan
laporan tingginya tingkat resistensi P. falciparum terhadap klorokuin, maka
doksisiklin menjadi pilihan. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2
mg/kgBB selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Kemoprofilaksis untuk P. vivax
dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgBB setiap minggu. Obat tersebut
diminum 1 minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah
kembali.(3)
1
1
2
15.Komplikasi
Malaria Serebral
Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran (apatis,
disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara perlahan dalam
beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, sering disertai kejang. Penilaian
penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS.
Diperberat karena gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemi, gangguan ini dapat
terjadi karena beberapa proses patologis.
Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak.
Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan
sekuestrasi parasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan bahwa tidak ada perubahan
cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, atau cerebral metabolic rate for oxygen pada
pasien koma dibanding pasien yang telah pulih kesadarannya.
Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu >2.2
mmol/L (1.96 mg/dL) dan dapat dijadikan indikator prognostik: bila kadar laktat >6 mmol/L
memiliki prognosa yang fatal.
Biasanya disertai ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema paru. Bila terdapat >3
komplikasi organ, maka prognosa kematian >75 %.
Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya 5-10 %
disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang
disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular
akibat sekuestrasi, sitoadherendan rosseting.
Apabila berat jenis (BJ) urin <1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedang urin
yang pekat dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/L menunjukkan
dehidrasi
Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya GGA ialah
hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Dialisis merupakan pengobatan yang dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada
hiperbilirubinemia, anuria dapat berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit sudah
negatif
Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, mungkin disebabkan karena
sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskular. Ikterik karena
hemolitik sering terjadi. Ikterik yang berat karena P. falsiparum sering penderita dewasa hal
ini karena hemolisis, kerusakan hepatosit. Terdapat pula hepatomegali, hiperbilirubinemia,
penurunan kadar serum albumin dan peningkatan ringan serum transaminase dan 5
nukleotidase. Ganggguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis laktat,
gangguan metabolisme obat.
Edema Paru sering disebut Insufisiensi Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan
atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-. Penyebab lain gangguan
pernafasan (respiratory distress): 1) Kompensasi pernafasan dalam keadaan asidosis
metabolic; 2) Efek langsung dari parasit atau peningkatan tekanan intrakranial pada pusat
pernapasan di otak; 3) Infeksi sekunder pada paru-paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis
antikonvulsan (phenobarbital) menekan pusat pernafasan.
Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam
pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1) Cadangan
glukosa kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2) Gangguan absorbsi glukosa karena
berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3) Meningkatnya metabolisme glukosa di
jaringan; 4) Pemakaian glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan menggangu glukoneogenesis; 6)
Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine.
Metabolisme anaerob glukosa akan menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang akan
memperburuk prognosis malaria berat
Haemoglobinuria (Black Water Fever)
Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan akut, menggigil, demam, hemolisis
intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal. Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum
yang berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat
dan yang bukan disebabkan oleh karena defisiensi G6PD atau kekurangan G6PD yang
biasanya karena pemberian primakuin.
Malaria Algid
Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinis
keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 C, kulit tidak elastis, pucat.
Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur dan
nadi yang normal.
Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis. Pada
kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena
vasodilatasi.
Asidosis
Asidosis (bikarbonat <15meq) atau asidemia (PH <7.25), pada malaria menunjukkan
prognosis buruk. Keadaan ini dapat disebabkan: 1) Perfusi jaringan yang buruk oleh karena
hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen; 2) Produksi laktat oleh parasit;
3) Terbentuknya laktat karena aktifitas sitokin terutama TNF-, pada fase respon akut; 4)
Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu bersihan laktat; 5) Gangguan
fungsi ginjal, sehingga terganggunya ekresi asam.
Asidosis metabolik dan gangguan metabolik: pernafasan kussmaul, peningkatan asam laktat,
dan pH darah menurun (<7,25) dan penurunan bikarbonat (< 15meq).
Keadaan asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan lain
seperti hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia.
Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal
Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria falsifarum berupa keluhan tak enak
diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Kadang lebih berat berupa
billious remittent fever (gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali), ikterik, dan gagal
ginjal, malaria disentri, malaria kolera.
Hiponatremia
Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan
mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD).
Gangguan Perdarahan
Gangguan perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang. Perdarahan lebih sering
disebabkan oleh Diseminata Intravaskular Coagulasi (DIC).
16.Prognosis
1.
17.SKDI
Albie
Putra
Beby
Tria
Made
Muthia
Gina
KS
Aiman
Siva
1, 11, 4, 14, 7
2, 12, 5, 15, 8
3, 13, 6, 16, 9
4, 14, 7, 17, 10
5, 15, 8, 1, 11
6, 16, 9, 2, 12
7, 17, 10, 3, 13
8, 1, 11, 4, 14
9, 2, 12, 5, 15
10, 3, 13, 6, 16