Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Tubuh manusia mengandung glukosa darah atau yang sering disebut gula
darah. Glukosa darah adalah gula utama yang dihasilkan oleh tubuh yang berasal dari
makanan yang dikonsumsi. Glukosa dibawa ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah untuk menghasilkan energi ke semua sel di dalam tubuh. Glukosa dihasilkan
dari makanan yang mengandung karbohidrat yang terdiri dari monosakarida,
disakarida dan polisakarida. Karbohidrat akan dikonversikan menjadi glukosa di
dalam hati dan seterusnya berguna untuk pembentukan energi dalam tubuh. Glukosa
tersebut akan diserap oleh usus halus kemudian akan dibawa ke aliran darah dan
didistribusikan ke seluruh tubuh. Glukosa yang disimpan dalam tubuh dapat berupa
glikogen yang disimpan di dalam otot dan hati. Selain itu, glukosa juga disimpan
pada plasma dalam bentuk glukosa darah (blood glucose). Fungsi glukosa dalam
tubuh adalah sebagai bahan bakar bagi proses metabolism dan juga merupakan
sumber energi utama bagi otak.
Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70110 mg/dl. Keadaan dimana kadar gula terlalu tinggi disebut hiperglikemia,
sedangkan keadaan dimana kadar gula darah terlalu rendah disebut hipoglikemia.
Resiko hipoglikemia timbul akibat ketidaksempurnaan dari glukosa yang
distribusikan ke seluruh tubuh, sehingga faktor utama yang menyebabkan
hipoglikemia sangat tergantung dari jaringan saraf pada asupan glukosa yang
berkelanjutan. Seperti yang kita ketahui bahwa glukosa bahan bakar metabolisme
yang utama untuk otak. Oleh karena otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk
glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit, sehingga fungsi otak yang normal sangat
tergantung pada asupan glukosa dari sirkulasi.
Oleh sebab itu jika gula darah terlalu rendah maka organ pertama yang
terkena dampaknya adalah sistem saraf pusat, seperti sakit kepala akibat perubahan
aliran darah otak, konfusi, iritabilitas, kejang, dan koma. Selain itu, hipoglikemia juga

menyebabkan pengaktifan sistem saraf simpatis yang menstimulasi rasa lapar,


gelisah, berkeringat dan takikardia.
Studi yang berlangsung dari tahun 1998-2002, melibatkan 1.465 partisipan
dengan DM tipe 2 dan berusia rata-rata 65 tahun yang pernah mengalami sekali atau
lebih episode hipoglikemia, menunjukkan sebanyak 17% menderita demensia,
dibandingkan dengan 10,3% dari mereka yang tidak ada riwayat hipoglikemia. Risiko
terjadinya demensia ada 26% pada kelompok pasien yang memiliki riwayat
hipoglikemia berat sebanyak 1 kali, meningkat 15% pada pasien yang memiliki
riwayat hipoglikemia berat sebanyak 2 kali, dan menjadi 16% pada pasien yang
memiliki riwayat hipoglikemia 3 kali atau lebih.
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang
berat. Pada hipoglikemia berat (kadar glukosa darah hingga di bawah 10 mg/dl),
dapat terjadi serangan kejang bahkan dapat terjadi koma (koma hipoglikemik).
Pada sebagian besar kasus koma hipoglikemik yang ditemukan di tempat pelayanan
kesehatan umum (klinik/RS) penyebab utamanya adalah karena terapi pemberian
insulin pada pasien penderita diabetes mellitus. Pada penelitian survey yang
dilakukan oleh Department of Neurology and Neurological Sciences, and Program in
Neurosciences, Stanford University School of Medicine,terdapat setidaknya 93,2%
penyebab masuknya seseorang dengan gejala koma hipoglikemik adalah mereka yang
menderita diabetes mellitus dan telah menjalani terapi pemberian insulin pada rentang
waktu sekitar 1,5 tahunan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Hipoglikemia
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di

bawah harga normal. Hipoglikemia dianggap telah terjadi bila kadar


glukosa darah < 50 mg/ dL. Kadar glukosa plasma kira-kira 10%
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan
(whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang
relatif lebih rendah. Kadar glukosa arteri lebih tinggi dibandingkan
kadar glukosa vena, sedang kadar glukosa darah kapiler diantara
kadar arteri dan vena.
Respon regulasi non-pankreas terhadap hipoglikemia dimulai
pada kadar glukosa darah 63-65 mg% (3,5-3,6 mmol/L). Oleh sebab
itu,

dalam

konteks

terapi

diabetes,

diagnosis

hipoglikemia

ditegakkan bila kadar glukosa plasma 63 mg% (3,5 mmol/L).


Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara
abnormal rendah, yaitu di bawah 60 mg/dl atau kadar glukosa darah di bawah 80
mg/dl dengan gejala klinis. Otak merupakan organ yang sangat peka terhadap kadar
gula darah yang rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang utama
Hipoglikemia didefinisikan berdasarkan kadar glukosa serum
adalah sebagai berikut :
<50 mg / dL pada laki-laki
<45 / dL pada wanita mg
<40 / dL pada bayi dan anak-anak mg
Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi yang dapat
terjadi pada diabetes melitus, terutama karena terapi insulin. Pasien
diabetes tergantung insulin (IDDM) mungkin suatu saat akan
menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang
dibutuhkannya untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang
mengakibatkan terjadi hipoglikemia.

Harus ditekankan bahwa serangn hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering


terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen atauh bahkan kematian. Adapun batasan hipoglikemia adalah:
a. Hipoglikemi murni : ada gejala hipoglikemi, glukosa darah < 60 mg/dl
b. Reaksi hipoglikemi : gejala hipoglikemi bila gula darah turun mendadak,
misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl
c. Koma hipoglikemi : koma akibat gula darah < 30 mg/dl
d. Hipoglikemi reaktif : gejala hipoglikemi yang terjadi 3 5 jam sesudah
makan atau terjadi sebagai reaksi terhadap karbohidrat.

2.2.

Pengaturan Kadar Glukosa Darah


Peristiwa glukoneogenesis berperan penting dalam penyediaan energi bagi

kebutuhan tubuh, khususnya system saraf dan peredarah darah (eritrosit). Kegagalan
glukoneogenesis berakibat fatal yaitu terjadinya disfungsi otak yang berakibat koma
hingga kematian. Nilai norma laboratoris dari glukosa dalam darah ialah 65-110
mg/dl atau 3,6-6,1 mmol/L. Setelah penyerapan makanan kadar glukosa darah pada
manusia berkisar antara 4,5-5,5 mmol/L. Jika orang tersebut makan karbohidrat
kadarnya akan naik menjadi sekitar 6,5-7,2 mmol/L. Saat puasa kadar glukosa darah
turun berkisar 3,3-3,9 mmol/L.
Pengaturan kadar glukosa darah dilakukan melalui mekanisme metabolic dan
hormonal. Pengaturan tersebut termasuk bagian dari homeostatic. Aktivitas metabolic
yang mengatur kadar glukoda darah dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
mutu dan jumlah glikolisis dan glukoneogenesis, aktivitas enzim seperti glukokinase
dan heksokinase. Hormon penting yang memainkan peranan sentral dalam
pengaturan kadar gula darah adalah insulin. Insulin dihasilkan oelh sel-sel beta dari
pulau Langerhans pancreas dan disekresikan langsung ke dalam darah sebagai reaksi
langsung bila keadaan hiperglikemia.
Proses pelepasan insulin dari sel beta pulau Langerhans pancreas dijelaskan
sebagai berikut :
a. Glukosa dengan bebas dapat memasuki sesl-sel beta langerhans karena
adanya transporter glut 2. Glukosa kemudian disfosforilasi oleh enzim

glukokinase

yang

kadarnya

tinggi.

Konsentrasi

glukosa

darah

mempengaruhi kecepatan pembentukan ATP dari proses glikolisis,


glukoneogenesis, siklus kreb dan electron transport system di mitokondria.
b. Peningkatan produksi ATP akan menghambat pompa kalium (K+ pump)
sehingga membrane dan mendorong terjadinya eksositosis insulin.
Selanjutnya insulin dibawa darah dan mengubah glukosa yang kadarnya
tinggi menjadi glikogen.
c. Enzim yang kerjanya berlawanan dengan insulin adalah glucagon.
Glucagon dihasilkan sel-sel alfa langerhans pancreas. Sekresi hormone ini
distimulasi oleh keadaan hipoglikemia. Bila glucagon yang dibawa darah
sampai di hepar makan akan mengaktifkan kerja enzim fosforilase
sehingga mendorong terjadinya glukoneogenesis.
2.3. Penyebab Hipoglikemia
Penyebab
hipoglikemia
hiperinsulinemia
gastrektomi,

pencernaan.

pasca
Pasien

makan
yang

adalah
menjalani

gastrojejunostomi, piloroplasti atau vagotomi

dapat mengalami hipoglikemia pasca makan, mungkin karena


pengosongan lambung yang cepat dengan penyerapan singkat
glukosa serta pelepasan insulin yang berlebihan.
Penyebab Hipoglikemia Sesudah Makan (reaktif)
a. Hiperinsulinemia pencernaan
b. Intoleransi fruktosa herediter
c.

Galaktosemia

d. Sesitivitas leusin
e.

Idiopatik
a. Hipoglikemia Puasa (Post absorbsi)
Hipoglikemia yang terjadi setelah absorbsi selesai, atau sekitar 2 jam atau
lebih setelah makan. Penyebab utama terjadinya hipoglikemia
puasa adalah:
5

1) kurangnya produksi glukosa


Penyebab tidak memamdainya produksi glukosa selama
puasa dapat dikelompokkan menjadi 5 kategori :4
(1) Defisiensi hormon
a. Hipohipofisissme
b. Insufiensi adrenal
c. Defiseiensi ketokolamin
d. Defisiensi glukagon
(2) Defek enzim
a. Glukosa 6- fosfatase.
b. Fosforilasi hati
c. Piruvat karboksilase.
d. Fosfoenolpiruvat karboksikinase
e. Fruktose-1,6-difosfatase
f. Glikogen sintetase
(3) Defisiensi subtrat
a. Hipoglikemia ketotik pada bayi
b. Malnutrisi berat, penyusutan otot
c. Kehamilan lanjut
(4) Penyakit hati didapat
a. Kengesti hati
b. Hepatitis berat
c. Sirosis
d. Uremia (mungkin mekanisme ganda)
e. Hipotermia
(5) Obat
a. Alkohol
b. Propanolol
c. Salisilat
2) penggunaan glukosa berlebihan
Penggunaan glukosa berlebihan
keadaan

terjadi

pada

dua

: ketika ada hiperinsulinisme dan ketika

konsentrasi insulin plasma rendah.


Hipoglikemia jenis ini terjadi oleh karena :
Obat-obatan : terutama insulin, sulfoniurea, etano, golongan quinine,

pentamidine, sulfonamide.
Penyakit kronik : gagal ginjal, gagal jantung, sepsis.
Defisiensi Hormon : kortisol, growth hormone, glucagon dan epinefrin.

Tumor non Sel Beta


Hiperinsulinisme Endogen
Gangguan pada bayi atau anak-anak
Hiperinsulinissme
Insulinoma
Insulin eksogen
Sulfonilurea
Penyakit imun dengan insulin atau antibodi reseptor insulin
Obat-obatan : kuinin pada malaria falciparum, disopiramid,

pentamidin
Renjatan endotoksik
Kadar insulin yang memadai
Tumor ekstrapankreas
Defisiensi karnitin sistemik
Defisiensi enzim oksidasi lemak
Defisiensi 3-hidroksi-3-metilglutaril-CoA liase
Kakeksia dengan penipisan lemak
b. Hipoglikemia Reaktif (Post Prandial)
Post gastrektomi
Sindrom noninsulinoma pankreatogenus hipoglikemia
Intoleransi fruktosa herediter
Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita Diabetes dan Non diabetes dengan
etiologi sebagai berikut :
a. Pada Diabetes
Overdose Insulin
Asupan Makanan berkurang
Aktivitas Berlebihan
Gagal Ginjal
Hipotiroid
b. Pada Non Diabetes
Peningkatan Produksi Insulin
Paska Aktifitas
Konsumsi Makanan rendah Kalori
Konsumsi Alkohol
Post Melahirkan
Post Gastroctomy
Penggunaan Obat-obatan

2.1. Respon Fisiologis terhadap Hipoglikemia


Glukosa merupakan bahan metabolisme obligat untuk otak pada keadaan
fisiologi. Otak tidak dapat mensintesis glukosa ataupun menyimpan glukosa lebih
dari beberapa menit, sehingga otak membutuhkan glukosa yang terus menerus dan
berlanjut dari sirkulasi arteri. Jika glukosa plasma arteri turun di bawah batas
fisiologis, transport glukosa darah ke otak mengalami gangguan sehingga tidak dapat
memenuhi metabolisme energi dan fungsinya. Sehingga dengan adanya mekanisme
kontra regulator dapat menjaga dan memperbaiki keadaan hipoglikemia secara tepat.
Glukoneogenesis dibutuhkan untuk menjaga kebutuhan glukosa melalui
prekusor dari otot dan jaringan lemak ke hati dan ginjal. Otot menghasilkan lactate,
pyruvate, alanine, glutamine, dan asam amino lainnya. Trigliserida pada jaringan
lemak akan dipecah menjadi asam lemak dan gliserol. Ini merupakan prekusor
glukogenik. Asam lemak merupakan energi oksida alternatif untuk jaringan selain
dari otak.
Keseimbangan glukosa sistemik keadaan dimana konsentrasi glukosa plasma
dalam keadaan normal dipengaruhi oleh hubungan dari hormone, signal neuron, dan
efek substrat endogen yang akan meregulasi produksi glukosa dan penggunaan
glukosa oleh jaringan selain dari otak. Dalam regulasi gaktor yang paling berperan
adalah insulin. Jika level plasma menurun di bawah fisiologis pada keadaan puasa
maka sekresi insulin pancreas mengalami penurunan, kemudian terjadi peningkatan
glikogenolisis dan glokoneogenesis di hati. Penurunan level insulin juga menurunkan
penggunaan glukosa pada jaringan peripheral, menginduksi lipolisis dan proteolisis,
dengan demikina terjadi pelepasan prekusor glukoneogenik. Penurunan sekresi
insulin merupakan pertahanan pertama dalam merespon keadaan hipoglikemia.

Mekanisme kontraregulator dimana glucagon dan epinefrin merupakan dua


hormone yang disekresikan pada kejadian hipoglikemia akut. Glucagon hanya
bekerja di hati. Glucagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian
glukoneogenesis, epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis
di hati, juga menyebabkan lipolisis di jaringan jaringan lemak serta glikogenolisis dan
proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino merupakan bahan baku
(prekusor) glukoneogenesis hati.
Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan
tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang
berat, walaupun kecil hati juga menunjukkan kemampuan otoregulasi.
Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang
berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan
otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone dan kortisol
pada individu kemungkinan menimbulkan hipoglikemia yang umumnya bersifat
ringan.
Sel beta pancreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi
insulin dan turunnya kadar insulin di dalam sel beta berperan dalam sekresi glucagon
oleh sel alfa. Respon fisiologi utama terhadap hipoglikemia terjadi sesudah neuron di
VMH yang sensitive terhadap glukosa teraktivasi dan kemudian mengaktifkan system
saraf otonomik dan melepaskan hormone-hormon kontraregulator.

2.2. Gejala dan Tanda


Pada hipoglikemia akut menunjukkan gejala dan tanda hipoglikemia ditandai
dengan Triad Whipple, yaitu :
a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa plasma yang rendah
b. Kadar glukosa darah yang rendah < 3 mmol/L (55 mg/dl)
c. Kepulihan gejala stelah kelainan dikoreksi
Hipoglikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan, sedang, dan
berat.
a. Hipoglikemia Ringan
Simptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas seharihari yang nyata.
9

b. Hipoglikemia Sedang
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas
sehari-hari yang nyata.
c. Hipoglikemia Berat
Sering tidak simptomatik, karena gangguan kognitif pasien tidak mampu
mengatasi sendiri.
Jenis Hipoglikemia
Sign dan Simptom
Ringan
Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari
Penurunan glukosa (stressor) merangsang saraf
simpatis : perpirasi, tremor, takikardia,
palpitasi, gelisah
Penurunan
glukosa

merangsang

saraf

parasimpatis : lapar, mual, tekanan darah


menurun
Sedang

Dapat diatasi sendiri, mengganggu aktivitas


sehari-hari
Timbul gangguan pada SSP : headache, vertigo,
penurunan daya ingat, perubahan emosi,
pelaku irasional, penurunan fungsi rasa,
double vision.

Berat

Membutuhkan orang lain dan terapi glukosa


Disorientasi, kejang, penurunan kesadaran

Hipoglikemia juga terbagi menjadi hipoglikemia akut, subakut dan


kronik. Hipoglikemia akut adalah penurunan cepat glukosa plasma sehingga
menvapai kadar rendah. Hipoglikemia akut dapat terjadi pada penderita diabetes
ataupun tidak. Pada penderita diabetes hipoglikemia disebabkan penyerapan insulin
eksogen berlebihan. Sedangkan pada non diabetes hipoglikemia disebabkan
hipersekresi insulin reaktif. Gejalanya adalah perasaan cemas, gemetar, palpitasi,
takikardi, berkeringat, dan perasaan lapar.
10

Hipoglikemia subakut dan kronik adalah penurunan glukosa plasma


secara relative lambat. Hipoglikemia ini merupakan akibat dari hiperinsulinemia
ataupun gangguan metabolic fungsi hati. Gejalanya yaitu perasaan kacau progresif,
tingkah laku tidak wajar, rasa lelah, dan mengantuk. Dapat timbul kejang dan koma
bila pasien tidak makan.
Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari 2 fase, yaitu ;
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus sehingga
hormone epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan
karena pada fase ini pasien masih sadar.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,
karena itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan
respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepaskan epinefrin dari
kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan
gula dari cadangan tubuh tetapi juga menyebabkan gejala yang menyerupai
serangan kecemasan (berkeringat, gelisah, gemetar, pingsan, jantung berdebardebar, rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan berkurangnya
glukosa ke otak dan menyebabkan ousing, bingung, lelah, lemah, perilaku
yang tidak biasa, tidak mampu berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang,
hingga koma. Hipoglikemia yang berlangsung lama bias menyebabkan
kerusakan otak yang permanen. Gejala yang menyerupai kecemasan maupun
gangguan fungsi otak bias terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba.

2.3.

Terapi Hipoglikemia
Tata laksana hipoglikemia meliputi pemberian glukosa oral, glukosa

intravena, dan monitoring kadar gula darah. Terapi berbeda pada pasien sadar dan
tidak sadar. Pada stadium permulaan (pasien sadar) berikan gula murni 30 gram (2
sendok makan) atau sirup/permen atau gula murni (bukan pemanis pengganti gula
atau gula diet), atau bisa juga memberikan makanan yang mengandung karbohidrat.

11

Pantau gukosa sewaktu tiap 1-2 jam. Pada stadium lanjut (pasien tidak sadar), berikan
larutan dextrose 40% sebanyak 2 flakon bolus intra vena, dan berikan infuse dextrose
10 %, dan pantau gula darah sewaktu.

Kadar Glukosa (mg/dl)


Terapi Hipoglikemia
< 30 mg/dl
Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 3 flacon
30-60 mg/dl
Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 2 flacon
60-100 mg/dl
Injeksi IV Dex 40 % (25 cc) bolus 1 flacon
Follow Up :
1. Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit setelah injeksi
2. Sesudah bolus, setelah 30 menit dapat diberikan 1 flakon lagi
sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar kurang lebih 120 mg/dl

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1.KESIMPULAN

12

Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah di


bawah harga normal. Hipoglikemia dianggap telah terjadi bila kadar
glukosa darah < 50 mg/ dL. Kadar glukosa plasma kira-kira 10%
lebih tinggi dibandingkan dengan kadar glukosa darah keseluruhan
(whole blood) karena eritrosit mengandung kadar glukosa yang
relatif lebih rendah dan merupakan kasus emergensi dalam bidang
endokrin

2.SARAN
Untuk memudahkan pemberian tindakan dalam keadaan darurat secara cepat
dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur tetap/protokol yang dapat digunakan
setiap hari.
Penanganan hipoglikemi harus dilakukan secara cepat dan tepat sesuai gejala
yang muncul, untuk menghindari terjadinya komplikasi yang menimbulkan
kerusakan dari saraf dan sel otak.

DAFTAR PUSTAKA

13

Cryer P. 2008. Glucose homeostasis and hypoglycemia. In: Kronenberg H,


Melmed S, Polonsky K, Larsen P , eds.Williams textbook of endocrinology, 11th ed.
Philadelphia:Saunders, an imprint of Elsevier, Inc.; 15031533
Guettier JM, Gorden P . 2006. Hypoglycemia. Endocrinol Metab Clin North
Am 35:753766
Cryer PE .2007. Hypoglycemia, functional brain failure, and brain death.
J Clin Invest 117:868870
Park-Wyllie LY, Juurlink DN, Kopp A, Shah BR, Stukel TA, Stumpo C,
Dresser L, Low DE, Mamdani MM .2006. Outpatient gatifloxacin therapy and
dysglycemia in older adults. N Engl J Med 354:13521361
Service GJ, Thompson GB, Service FJ, Andrews JC, Collazo-Clavell ML,
Lloyd RV.2005. Hyperinsulinemic hypoglycemia with nesidioblastosis after
gastric-bypass surgery. N Engl J Med 353:249254

14

Anda mungkin juga menyukai