Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan
diseluruh kota besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat
trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan
insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per
seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar
20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk
menolong korban dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan
penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit" menyatakan bahwa
insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh trauma toraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam.
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh
korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma
yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak
disertai trauma toraks (12.8%).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan
laulintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat
menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat
ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi peradarahan
dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh
karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita nampak
kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang
luka menjadi berkurang.

LBM 2

Page 1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
SESAK NAFAS SETELAH KECELAKAAN
Seorang laki-laki umur 24 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan sesak nafas
setalah mengalami kecelakaan lalu lintas 20 menit yang lalu. Penderita ditabrak
mobil dari samping kanan saat mengendarai sepeda motor. Penderita juga
mengeluh nyeri dada bagian kanan. Penderita tampak pucat, dengan TD: 90/60
mmHg, Nadi: 110x/menit, respirasi 36x/menit, akral dingin. Dari pemeriksaan
fisik di temukan keesadaran kompas mentis, pada pemeriksaan thoraks tampak
jejas dan memar di dada kanan, pergerakan dada kanan tertinngal, suara nafas dan
fremitus melemah, perkusi hipersonor pada thoraks kanan.

2.2 TERMINOLOGI
1. Kompos mentis
2. Fremitus
3. Hipersonor
2.3 PERMASALAHAN
1. Macam-macam tingkat kesadaran
2. Interpretasi pada scenario
a. Penyebab sesak nafas dan nyeri dada di sebelah kanan
b. Penyebab pasien pucat dengan tekanan darah rendah, nadi meningkat dan
respirasi meningkat
c. Penyebab pergerakan dada kanan tertinggal dan hipersonor pada thorax
kanan
3. Pemeriksaan yang di lakukan pada pasien di scenario
4. Bantuan hidup dasar (BHD)
5. Diagnose banding
2.4 PEMBAHASAN TERMINOLOGI

LBM 2

Page 2

1. Kompos mentis adalah sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun


terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa
dengan baik.
2. Fremitus adalah fibrilasi / getaran yang terjadi pada bagian tubuh, yang dapat
terdeteksi dengan cara merasakan melalui tangan atau jari ( palpasi ) atau bias
juga dengan cara di dengarkan ( auskultasi ).
3. Hipersonor adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong .
2.5 PEMBAHASAN PERMASALAHAN
1. Macam-macam tingkat kesadaran
KOMPOS MENTIS : yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya
maupun terhadap lingkungannya. pasien dapat menjawab pertanyaan
pemeriksa dengan baik.
APATIS : yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuk tak
acuh terhadap lingkungannya.
DELIRIUM : yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik
dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah,
kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
SOMNOLEN (letergia, obtundasi, hipersomnia) : yaitu keadaan
mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
SOPOR (stupor) : yaitu keadaan mengantuk yang dalam, Pasien masih
dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang
nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat
memberikan jawaban verbal yang baik.
SEMI-KOMA (koma ringan) : yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat
dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
KOMA : yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada

LBM 2

Page 3

gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.


2. Interpretasi pada skenario
a. Penyebab sesak nafas dan nyeri dada di sebelah kanan
-

Penyebab sesak nafas


1) Oksigenasi jaringan menurun.
Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat
menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen keseluruh jaringan
menurun.

Penurunan

oksigenasi

jaringan

ini

akan

meningkatkan sesak napas. Karena transportasi oksigen


tergantung dari sirkulasi darahdan kadar hemoglobin, maka
beberapa keadaans eperti perdarahan, anemia(hemolisis),
perubahan

hemoglobin

(sulfhemoglobin,

methemoglobin,

karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas.


Penyakit parenkim paru yang menimbulkan intrapulmonal
shunt, gangguan ventilasi juga mengakibatkan sesak napas.
Jadi, sesak napas dapat disebabkan penyakit-penyakit asma
bronkial, bronchitis dan kelompok penyakit pembuluh darah
paru seperti emboli, veskulitis dan hipertensi pulmonal primer

2) Kebutuhan oksigen meningkat.


Penyakit atau keadaan yang dapat tiba-tiba meningkat
kebutuhan oksigenakan member sensasi sesak napas. Misalnya,
infeksi akut takan membutuhkan oksigen lebih banyak karena
peningkatan metabolisme. Peningkatan suhu tubuh karena
bahan pirogen atau rangsang pada saraf sentral yang
menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat dan akhirnya
menimbulkan sesak napas. Begitupun dengan penyakit
tirotoksikosis, basal metabolic rate meningkat sehingga
kebutuhan oksigen juga meningkat. Aktivitas jasmani juga

LBM 2

Page 4

membutuhkan

oksigen

yang

lebih

banyak

sehingga

menimbulkan sesak napas

3) Kerja pernapasan meningkat.


Panyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru
yang menyebabkan elastisitas paru berkurang serta penyakit
yang menyebabkan penyempitan saluran napas seperti asma
bronkial,

bronchitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan

ventilasi paru menurun. Untuk mengimbangi keadaan ini dan


supaya kebutuhan oksigen juga tetapd apat dipenuhi, otot
pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan perkataan
lain kerja pernapasan ditingkatkan. Keadaan ini menimbulkan
metabolism bertambah dan akhirnya metabolit-metabolit yang
berada di dalam aliran darah juga meningkat. Metabolit yang
terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan merangsang
susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada
obesitas juga menyebabkan kerja pernapasan meningkat.
4) Rangsang pada system saraf pusat.
Penyakit yang menyerang system saraf pusat dapat
menimbulkan serangan sesak napas secara tiba-tiba. Bagaimana
terjadinya serangan ini, sampai sekarang belumjelas, seperti
pada meningitis, cerebrovascular accident dan lain-lain.
Hiperventilasi

idiopatik

juga

dijumpai,

walaupun

mekanismenya belum jelas.


5) Penyakit neuromuskuler.
Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan
gangguan pada system pernapasan terutama jika penyakit tadi
mengenai diafragma, seperti miastenia gravis danamiotropik
lateral sklerosis. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya

LBM 2

Page 5

sesak napas karena penyakit neuromuskuler ini sampai


sekarang belum jelas.
-

Penyebab nyeri dada sebelah kanan


Nyeri dada sebelah kanan

bisa

terjadi

karena

pembentukan batu empedu, kondisi tulang rusuk kanan,


pneumonia, penyakit asam refluks, sakit, dsb mungkin menyebar
dari bagian tubuh lain.. Nyeri dada dapat terasa saat tulang rusuk
rusak karena pukulan benda tumpul atau pukulan keras ke arah
dada, jatuh dari ketinggian, atau kecelakaan. Jika tulang rusuk di
sisi kanan memar, retak atau patah karena cedera, seseorang
mungkin akan mengalami rasa sakit dada sebelah kanan.
Penyebab nyeri dada sebelah kanan pada skenario disebabkan
oleh cedera karena sebelumnya penderita ditabrak mobil dari
samping kanan saat mengendarai sepeda motor, sehingga pasien
mengeluh nyeri dada bagian kanan dan terdapat memar pada
dada kanan. Seseorang yang mengalami kondisi ini harus
menahan diri dari kegiatan fisik yang berat yang dapat
memperburuk kondisinya.
b. Penyebab pasien pucat dengan tekanan darah rendah, nadi meningkat dan
respirasi meningkat
- Keluhan Sesak
Trauma dada terjadi one-way-valve (fenomena ventil), kebocoran
udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar
lagi (one-way-valve) tekanan di intrapleural meninggi
kesulitan bernafas kompensasi meningkatkan frekuensi bernafas.
-

RR = 36 x/menit takipneu
Mekanisme: Sesak nafas dapat timbul akibat pengembangan paru
yang tidak optimal akibat peningkatan tekanan pada paru karena
terjadi trauma, sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen

LBM 2

Page 6

paru melakukan kompensasi dengan cara meningkatkan frekuensi


pernapasan.
-

HR =110 x/menit, takikardi


Mekanisme: perdarahan massif kehilangan darah atau cairan
hipoperfusi arteri kompensasi untuk mencukupi kebutuhan
dengan mempercepat frekuensi jantung. Volume darah yang kurang
menyebabkan nadi terasa lemah pada perifer. Selain itu adanya
peningkatan denyut nadi merupakan usaha jantung untuk
mengimbangi peningkatan frekuensi pernapasan.

TD = 90/60 mmHg hipotensi


Mekanisme: hipoperfusi menurunkan stroke volume atau
volume sekuncup jantung menurunkan tekanan darah. Tension
pneumotoraks dengan dampak venous retrun blocking yang dapat
menurunkan BP, tekanan nadi, dan meningkatkan HR yang tentu
saja memberikan gambaran klinis lebih parah.

akral pucat dan dingin


Mekanisme : pada keadaan darurat atau pada kondisi gawat seperti
syok yang dialami pasien, tubuh akan mengkompensasi darah
fokus pada organ-organ vita, sehingga pasokan darah di perifer
berkurang. Darah yang membawa panas tubuh juga akan
mengakibatkan bagian ekstremitas jadi dingin karena pembuluh
darah menyempit dan akhirnya wajah menjadi pucat.

c. Penyebab pergerakan dada kanan tertinggal dan hipersonor pada thorax


kanan
Karena terdapat jejas dan memar pada dada sebelah kanan kemungkinan
besar mengakibatkan adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.
Udara melalui bronchus terus ke percabangannya dan menuju ke arah

LBM 2

Page 7

pleura viseralis yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga
pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara
didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang
yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan
keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di
bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura
makin

lama

makin

meningkat

sehubungan

dengan

berulangnya

pernapasan.

Terjadinya pergerakan dada sebelah kanan tertinggal akibat dari


penekanan udara yang terkumpul di rongga pleura sebelah kanan
sehingga terjadi gangguan pengembangan paru yang memiliki fistel
dengan pleura viseralis.

Terjadinya hipersonor pada dada sebelah kanan akibat dari adanya


pengumpulan udara yang terkumpul di rongga pleura sebelah
kanan akibat dari fistel dengan pleura viseralis sehingga saat
inspirasi udara akan masuk ke rongga pleura melewati fistel di
pleura viseralis tetapi saat ekspirasi udara yang menumpuk di
rongga pleura tidak keluar bahkan bisa menuju rongga pleura.
Sehingga udara yang terkumpul tadi akan menyebabkan suara
hipersonor saat perkusi.

3. Pemeriksaan yang di lakukan pada pasien di scenario


1) GCS ( Glasgow Coma Scale )
Menilai respon membuka mata (E)
(4) :

Spontan

(3) :

Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya


menekan kuku jari)
(1) :

LBM 2

Tidak ada respon

Page 8

Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)


(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi
rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada
& kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh,
dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
4. Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung
dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi
pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekuat.
Pelayanan resusitasi merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat
terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem
kardiovaskuler. Seseorang yang mengalami resusitasi dapat menimbulkan
kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 6 menit) jika tidak ditangani
secepat mungkin.

LBM 2

Page 9

Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.

Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh


tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei
primer.

A.

SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan
sirkulasi serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah
tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :
A

airway (jalan napas)

breathing (bantuan napas)

circulation (bantuan sirkulasi)

defibrilation (terapi listrik)


Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu

dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :


1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.
2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.
Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong
harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban /
pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu
korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau
Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!
3. Meminta pertolongan
4. Memperbaiki posisi korban / pasien
Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus

LBM 2

Page 10

dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan
keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap,
penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara
kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi
sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal
dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping
tubuh.
5. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan
bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi
atau menggerakan lutut.

A. (AIRWAY) Jalan Napas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan
dengan melakukan tindakan :
1. Pemeriksaan jalan napas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan
jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus
dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat
dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi
dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras
dapat

dikorek

dengan

menggunakan

jari

telunjuk

yang

dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger,


dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada
mulut korban.

LBM 2

Page 11

2. Membuka jalan napas


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otototot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah
satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh
lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu
(Head tilt chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula.
Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang
awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu,
namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan
manuver lainnya.

B. ( BREATHING ) Bantuan napas


Terdiri dari 2 tahap :
1. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.

LBM 2

Page 12

Dengan

cara

melihat

pergerakan naik turunnya dada,


mendengar

bunyi

merasakan

hembusan

korban

penolong

pasien.
harus

napas

dan
napas

Untuk

itu

mendekatkan

telinga di atas mulut dan hidung


korban / pasien, sambil tetap
mempertahankan
tetap

terbuka.

jalan

napas

Prosedur

ini

dilakukan tidak boleh melebihi


10 detik.
2. Memberikan bantuan napas.
Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat
dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke
stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara
memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu
yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,52 detik dan
volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg)
atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang.
Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup.
Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 1617%.
Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien
setelah diberikan bantuan napas.
Cara memberikan bantuan pernapasan :

LBM 2

Mulut ke mulut

Page 13

Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini


merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan udara
ke paruparu korban / pasien.
Pada

saat

dilakukan

hembusan napas dari mulut ke


mulut,

penolong

harus

mengambil napas dalam terlebih


dahulu dan mulut penolong harus
dapat menutup seluruhnya mulut
korban dengan baik agar tidak
terjadi

kebocoran

menghembuskan

saat

napas

dan

juga
penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan
ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan
orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu
cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga
terjadi distensi lambung.
Mulut ke hidung

Teknik

ini

direkomendasikan jika usaha


ventilasi dari mulut korban
tidak

memungkinkan,

misalnya pada Trismus atau


dimana

mulut

korban

mengalami luka yang berat,

LBM 2

Page 14

dan sebaliknya jika melalui


mulut ke hidung, penolong
harus menutup mulut korban /
pasien.

Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami


laringotomi
lubang

mempunyai
(stoma)

menghubungkan

yang
trakhea

langsung ke kulit. Bila pasien


mengalami
pernapasan

kesulitan
maka

harus

dilakukan ventilasi dari mulut


ke stoma.

C. (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi


Terdiri dari 2 tahapan :
1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.
Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat
ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher korban /
pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah)
penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea,
kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira
kira 12 cm, raba dengan lembut selama 510 detik.

LBM 2

Page 15

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali


memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver
tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban /
pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika
bernapas pertahankan jalan napas.
2. Melakukan bantuan sirkulasi
Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya
dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan
kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga
kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau
3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk
meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi.
Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu
telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jarijari
tangan menyentuh dinding dada korban / pasien, jarijari tangan
dapat diluruskan atau menyilang.
Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada
korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak
30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1,52 inci
(3,85 cm).
Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada
dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali
LBM 2

Page 16

melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan


untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat
melakukan kompresi. (50% Duty Cycle).
Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah
posisi tangan pada saat melepaskan kompresi.
Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan
baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien tidak terintubasi
dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4
siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan
siklus berikutnya atau tidak.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai


tekanan sistolik 6080 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah,
sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah
jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan
dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan
sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

LBM 2

Page 17

D. (DEFRIBILATION)
Defibrilation atau dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan istilah defibrilasi adalah
suatu terapi dengan memberikan
energi listrik. Hal ini dilakukan
jika

penyebab

henti

jantung

(cardiac arrest) adalah kelainan


irama

jantung

yang

disebut

dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa


sekarang ini sudah tersedia alat
untuk

defibrilasi

(defibrilator)

yang dapat digunakan oleh orang


awam yang disebut Automatic
External Defibrilation,

dimana

alat
tersebut

dapat

mengetahui korban henti jantung ini harus

dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat


tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan
defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.
5. Diagnosis banding
A. PNEUMOTHORAKS
A) Definisi

LBM 2

Page 18

Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di


dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.

B) Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b.

Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang


terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah
dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru
obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi
paru.

2. Pneumotoraks traumatik,

LBM 2

Page 19

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma,


baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya
pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke
dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks
jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat
tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari
tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi
pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan
dengan cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura.
Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan,
misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu:
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif,

LBM 2

Page 20

namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh


jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun
tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi
gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai
dengan

perubahan

tekanan

yang

disebabkan

oleh

gerakan

pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif

(4)

. Selain itu, pada saat inspirasi

mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi


mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound)
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di
dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di dalam
rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan
atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat
menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka

LBM 2

Page 21

pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:


1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada
sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian


besar paru (> 50% volume paru).

C) Penghitungan Luas Pneumotoraks


Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam
penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada
beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan luasnya kolaps
paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks,
dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai
volume kubus.
LBM 2

Page 22

Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan


diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka
rasio diameter kubus adalah :
83
______

512
=

________

103

= 50 %

1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,


ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis
horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada
garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh.

% luas pneumotoraks
=

A + B + C (cm)
x 10
3

__________________

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps
dengan luas hemitoraks (4).

LBM 2

Page 23

(L) hemitorak (L) kolaps paru


(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

D) Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita
bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih
nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6.

Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,


biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
Berat

ringannya

keadaan

penderita

tergantung

pada

tipe

pneumotoraks tersebut:
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

LBM 2

Page 24

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan


lebih berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru
yang lain serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan,
tetapi bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi
cepat dan kecil disebabkan pengisian yang kurang.
E) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b.

Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit


3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative

LBM 2

Page 25

F) Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus
pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan
tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut:
1)

Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi


jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi
apabila pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga
udara yang dihasilkan akan terjebak di mediastinum.

2)

Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam


dibawah kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum.

Udara

yang

tadinya

terjebak

di

mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang


lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus oleh udara, sehingga bila

LBM 2

Page 26

jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat


mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada
depan dan belakang.
3)

Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan


tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Foto R pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan

LBM 2

Page 27

anak panah merupakan bagian paru yang kolaps

2. Analisa Gas Darah


Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan
cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara
pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

G) Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks
adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga
pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga

LBM 2

Page 28

pleura tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan


meningkat apabila diberikan tambahan O2.

Observasi dilakukan

dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam
pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infus set yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap
di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut
dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse

LBM 2

Page 29

set yang berada di dalam botol.


3)

Pipa water sealed drainage (WSD)


Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga

pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem


penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang
telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea
mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula
melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan
ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya
kateter toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya
ujung kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca
yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut.
Penghisapan

dilakukan

terus-menerus

apabila

tekanan

intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi


tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru
cepat mengembang. Apabila paru telah mengembang maksimal dan
tekanan intra pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut
dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura
kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal.

LBM 2

Page 30

3. Torakoskopi

LBM 2

Page 31

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga


toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari
lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
H) Pengobatan Tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB
paru

diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran

napas diberi antibiotik dan bronkodilator.


2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah
dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi,
seperti emfisema.
b. HEMOTORAKS
Definisi
Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura.
Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung,
atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya rongga

LBM 2

Page 32

potensial. Perdarahan kedalam rongga pleura dapat menghasilkan


cedera ekstrapleura atau intrapleura.
Epidemiologi
Untuk menentukan frekuensi populasi dengan hemotoraks secara
general cukup sulit. Hemotoraks kecil dapat dihubungkan dengan
fraktur kosta dan dapat tidak teridentifikasi atau tidak membutuhkan
penanganan. Karena penyebab terbanyak adalah dari trauma, estimasi
populasi dapat dilihat dari statistik trauma. 150.000 kematian karena
trauma terjadi setiap tahun. Pada suatu periode, anak-anak yang
mengalami trauma, 4,4% dari jumlah tersebut mengalami trauma toraks.
Mortalitas trauma toraks dengan hemopneumotoraks adalah 26,7% dan
hemotoraks adalah 57,1%. Hemotoraks non-traumatik memiliki angka
mortalitas yang lebih rendah.
Etiologi
Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks.
Hemotoraks juga dapat terjadi pada pasien dengan defek pembekuan
darah, operasi toraks atau jantung, infark pulmonal, kanker pleura
atauparu, dan tuberkulosis. Selain itu, penyebab lainnya adalah
pemasangan kateter vena sentral dan tabung torak ostomi.
Patofisiologi
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir
semua gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur
intrathoracic. Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax
diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat
respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan
darah.

LBM 2

Page 33

Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah


perdarahan dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga
750 mL pada seorang pria 70kg seharusnya tidak menyebabkan
perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada
individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syokyaitu,
takikardia, takipnea, dan penurunan tekanandarah.
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi
yang buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih
(1500-2000 mL). Karena rongga pleura seorang pria 70kg dapat
menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan exsanguinating dapat
terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah.
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura
dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma,
kelainan

LBM 2

ventilasi

dan

oksigenasi

bisa

terjadi,

terutama

jika

Page 34

berhubungan dengan luka pada dinding dada.Sebuah kumpulandarah


yang cukup besar menyebabkan pasien mengalami dyspnea dan dapat
menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang diperlukan
untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera,
dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti
yang sekunder untuk penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam
kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan respon hemodinamik
terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama.
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma,
paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan
beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap
terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang
sudah ada dengan enzim pleura dimulai.
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi
protein cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga
pleura. Tekanan osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien
osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan
transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah
hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan
gejala efusi pleura berdarah.
Dua

keadaanpatologis

yang

berhubungan

dengan

tahap

selanjutnya dari hemothorax: empiema dan fibrothorax. Empiema hasil


dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau
tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok
bakteremia dan sepsis.

LBM 2

Page 35

Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah
nyeri dada, napas pendek, takikardi, hipotensi, pucat, dingin, dan
takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia sampai syok.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik paru,
fototoraks, analisis cairan pleura, torasentesis, USG, dan CT scan. Pada
pemeriksaan fisik paru didapatkan tanda-tanda seperti pada efusi pleura.
Pada hemitoraks yang sakit, pergerakan akan terlihat berkurang. Perkusi
pada hemitoraks yang sakit terdengar redup dan pada auskultasi suara
napas menurun atau menghilang sama sekali.
Pada foto toraks juga tampak seperti pada efusi pleura. Pada
kasus trauma tumpul, hemotoraks sering dihubungkan dengan cedera
toraks lainnya yang dapat terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta
atau pneumotoraks.

CT scan merupakan pemeriksaan yang cukup akurat untuk


mengetahui cairan pleura atau darah, dan dapat membantu untuk
mengetahui lokasi bekuan darah. Selain itu, CT scan juga dapat
menentukan jumlah bekuan darah di rongga pleura.

LBM 2

Page 36

Pada analisis cairan pleura, setelah dilakukan aspirasi, cairan


tersebut diperiksa kadar hemoglobin atau hematokrit. Dikatakan
hemotoraks jika kadar hemoglobin atau hematokrit cairan pleura
separuh atau lebih dari kadar hemoglobin atau hematokrit darah perifer.
Tatalaksana
Tujuan terapi adalah agar pasien dalam keadaan stabil,
menghentikan perdarahan, dan mengeluarkan darah dan udara yang ada
pada rongga pleura. Pasien diberikan oksigen, memastikan airway,
breathing, dan circulation. Jika pasien hipotensi, infuse diberikan dan
dimulai resusitasi cairan yang sesuai dengan menggunakan Ringer
Lactate. Transfusi darah dapat diberikan jika dibutuhkan.
Torakostomi atau chest tube adalah terapi utama nuntuk pasien
dengan hemotoraks. Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan paru keukuran normal. Torakotomi adalah prosedur
pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika hemotoraks massif
atau terjadi perdarahan persisten. Torakotomi juga dilakukan ketika
hemotoraks parah dan chest tube tidak dapat mengontrol perdarahan.
Torakotomi dilakukan bila perdarahan > 200 ml/jam dan tidak ada
tanda-tanda perdarahan berkurang.
Fibrinolysis
LBM 2

intrapleural

digunakan

untuk

mengevakuasi
Page 37

hemotoraks residual dalam kasus dimana drainase dengan torakostomi


inisial tidak adekuat. Dosis yang digunakan adalah streptokinase
(250.000 IU) atau urokinase (100.000 IU) dalam 100 ml saline steril.
Dalam studi mengenai penggunaan fibrinolysis intrapleural dalam kasus
hemotoraks clotted traumatic, dengan memasukkan agen fibrinolysis
secara harian dalam jangka waktu 2-15 hari, memberikan hasil
penyembuhan sebanyak 92%.
Prognosis
Prognosis umum pada pasien dengan hemotoraks cukup baik.
Mortalitas berhubungan dengan berat ringannya cedera pada trauma
toraks. Empyema dapat terjadi pada 5% kasus, sedangkan fibro toraks
dapat terjadi pada 1% kasus. Prognosis jangka pendek dan jangka
panjang pada pasien dengan hemotoraks non-traumatik bergantung pada
penyebab hemotoraks.
C. FLAIL CHEST
Definisi
Adalah area toraks yang "melayang" (flail)oleh sebab adanya fraktur
iga multipel berturutan 3 iga, dan memiliki garis fraktur 2 (segmented)
pada tiap iganya. Akibatnya adalah: terbentuk area "flail" yang akan
bergerak paradoksal (kebalikan)dari gerakan mekanik pernapasan dinding
dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar
pada ekspirasi. Flail chest dapat diperburuk oleh kontusio pulmonal.
Etiologi
Flail chest berkaitan dengan trauma thorax. Biasanya sering
disebabkanoleh trauma tumpul pada thorax, misalnya akiabt kecelakaan
kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian, tindak kekerasan, atau benturan

LBM 2

Page 38

dengan energi yang besar.


Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada
biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang
melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan
terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur
costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa
dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari
kelenturan costa tersebut, seperti pada kasus kecelakaan dimana dada
terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah
depan dari angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian
yang paling lemah.
Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan
sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat
mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga
dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun
laserasi jantung.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail
Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio
paru). Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari
dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi.
Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru
menurun sebagai akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan

LBM 2

Page 39

kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan


fraktur pada costae akan menyebabkan nyeri yang sangat hebat dan akan
membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi
gerakan dinding dada. Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan
mediastinum akan selalu bergerak mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke
kanan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada venous return dari
system vena cava, pengurangan cardia output, dan penderita jatuh pada
kegagalan hemodinamik.
Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini:
1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi
dan bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi
terbanyak memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk
pada paru ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan
respirasi pendelluft.
2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paruparu di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.
3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh
adanya peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase
ini, sehingga pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.
4. Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venous return jantung.

LBM 2

Page 40

.
Gerakan Paradoksal pada Flail Chest

LBM 2

Page 41

Mekanisme Flail Chest

A. Manifestasi Klinis
1. Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding
dada.
2. Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam,
ekspirasi ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.

LBM 2

Page 42

3. Sesak nafas
4. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
5. Takikardi
6. Sianosis
7. Pasien menunjukkan trauma hebat
8. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,
ekstremitas).
B. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah
waktu kejadian, tempat kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan
penderita selama dalam perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat
trauma yang mengenai dinding dada.
a. Gejala: nyeri dada, sesak nafas
b. Riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada
2. Pemeriksaan fisik

LBM 2

Page 43

a. Airway
-

Look benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring,
fraktur trakea

Listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor

Feel

b. Breathing
-

Look pergerakan dinding dada asimetris, warna kulit, memar,


deformitas, gerakan paradoksal, pasien terlihat nyeri saat bernafas, pasien
menahan dadanya dan bernafas pendek, adanya tanda-tanda insufisiensi
pernafasan berupa nafas cepat

Listen vesikular paru, suara jantung, suara tambahan

Feel krepitasi, nyeri tekan, jika terjadi komplikasi berupa pneumotoraks


didapatkan

perkusi

hipersonor,

jika

terjadi

komplikasi

berupa

hematothoraks didapatkan perkusi redup


c. Circulation
-

Tingkat kesadaran

Warna kulit

Tanda-tanda laserasi

Perlukaan eksternal

d. Disability
-

Tingkat kesadaran

Respon pupil

Tanda-tanda lateralisasi

Tingkat cedera spinal

e. Exposure
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen standar

LBM 2

Page 44

Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat menentukan jumlah dan


tipe costae yang fraktur.

Pada pemeriksaan foto thoraks pasien dewasa dengan trauma tumpul toraks,
adanya gambaran hematotoraks, pneumothoraks atau kontusio pulmo
menunjukkan hubungan yang kuat dengan gambaran fraktur costa.

Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada costa,
maka pada daerah cedera harus dipasang strapping/ balut tekan yang kuat
selama 2-3 minggu.

Gambaran flail chest pada foto rontgen


b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
Dapat ditemukan pada pemeriksaan lab yang berupa analisa gas darah
dengan penurunan PO2.
d. Pulse oksimetri
C. Penatalaksanaan
1. Primary Survey
a. Airway dengan control servikal
Penilaian
1) Perhatikan patensi
airway (inspeksi,
LBM 2

Manajemen
1) Lakukan chin lift dan
atau jaw thrust
Page 45

auskultasi, palpasi)

dengan kontrol

2) Penilaian akan adanya

servikal in-line

obstruksi

immobilisasi
2) Bersihkan airway dari
benda asing.
3) Memasang airway

definitif intubasi
endotrakeal
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian
1) Buka leher dan dada

Manajemen
1) Menempatkan os

penderita, dengan

dengan posisi

tetap memperhatikan

terlentang atau

kontrol servikal in-

dekubitus sehingga

line immobilisasi

segmen yang

2) Tentukan laju dan


dalamnya pernapasan
3) Inspeksi dan palpasi

mengambang tadi
terletak menempel
pada tempat tidur.

leher dan thoraks

2) Pemberian ventilasi

untuk mengenali

adekuat, oksigen

kemungkinan terdapat

dilembabkan.

deviasi trakhea,

3) Kontrol Nyeri dan

ekspansi thoraks

membantu

simetris atau tidak,

pengembangan dada:

pemakaian otot-otot

a. Pemberian analgesia

tambahan dan tanda-

Morphine Sulfate,

tanda cedera lainnya.

Hidrokodon atau

4) Perkusi thoraks untuk

kodein yang

menentukan redup
LBM 2

Page 46

atau hipersonor
5) Auskultasi thoraks
bilateral

dikombinasi dengan
aspirin atau
asetaminofen setiap 4
jam.
b. Blok nervus
interkostalis dapat
digunakan untuk
mengatasi nyeri berat
akibat fraktur costae
4) Stabilisasi area flail
chest.
a. Ventilator
b. Stabilisasi sementara
dengan menggunakan
towl-clip traction,
atau pemasangan firm
strapping
c. Pada pasien dengan
flail chest tidak
dibenarkan
melakukan tindakan
fiksasi pada daerah
flail secara eksterna,
seperti melakukan
splint/bandage yang
melingkari dada, oleh
karena akan
mengurangi gerakan
mekanik pernapasan

LBM 2

Page 47

secara keseluruhan.
5) Pemasangan WSD

sebagai
profilaksis/preventif
pada semua pasien
yang dipasang
ventilator.
c. Circulation dengan control perdarahan
Penilaian
1) Mengetahui sumber
perdarahan eksternal

pada sumber

yang fatal

perdarahan eksternal

2) Mengetahui sumber
perdarahan internal
3) Periksa nadi:

(balut & tekan)


2) Pasang kateter IV 2
jalur ukuran besar

kecepatan, kualitas,

sekaligus mengambil

keteraturan, pulsus

sampel darah untuk

paradoksus. Tidak

pemeriksaan rutin,

diketemukannya

kimia darah, golongan

pulsasi dari arteri

darah dan cross-match

besar merupakan

serta Analisis Gas

pertanda

Darah (BGA).

diperlukannya

3) Beri cairan kristaloid

resusitasi masif

1-2 liter yang sudah

segera.

dihangatkan dengan

4) Periksa warna kulit,

tetesan cepat. Klo os

kenali tanda-tanda

tidak syok, pemberian

sianosis.

cairan IV harus lebih

5) Periksa tekanan darah


LBM 2

Manajemen
1) Penekanan langsung

berhati-hati.
Page 48

4) Pemasangan kateter
urin untuk monitoring
indeks perfusi
jaringan.
d. Disability
-

Menilai tingkat kesadaran memakai GCS

Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi.

e. Exposure/environment
-

Buka pakaian penderita

Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang
cukup hangat.

2. Tambahan Primary Survey


a. Pasang monitor EKG
b. Kateter urin dan lambung
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
d. Pulse oksimetri
e. Pemeriksaan rontgen standar
f. Lab darah
3. Resusitasi fungsi vital dan reevaluasi
a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta
awasi tanda-tanda syok.
4. Secondary Survey
a. Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
b. Pemeriksaan fisik

LBM 2

Kepala dan maksilofasial

Vertebra servikal dan leher

Page 49

Thorax

Abdomen

Perineum

Musculoskeletal

Neurologis

Reevaluasi penderita

5. Terapi Definitif
a. Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan
operatif
b. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
-

Bersamaan dengan Torakotomi karena sebab lain (contoh: hematotoraks


masif, dsb)

Gagal/sulit weaning ventilator

Menghindari prolong ICU stay (indikasi relatif)

Menghindari prolong hospital stay (indikasi relatif)

Menghindari cacat permanen

c. Tindakan operasi adalah dengan fiksasi fraktur iga sehingga tidak


didapatkan lagi area "flail"
6. Rujuk
a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih
memungkinkan untuk dirujuk.
b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita
selama perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan
yang dituju.
D. Komplikasi
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya
ineffective air movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio

LBM 2

Page 50

paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan
tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan
mekanik pernapasan secara keseluruhan.
E. Prognosis
Selama ini, pasien dengan flail chest dilaporkan memiliki angka mortalitas
sebesar 5-10% jika pasien sampai di RS dalam keadaan masih hidup. Pasien
yang tidak memerlukan ventilasi mekanis mempunyai statistic yang lebih
baik

dan

secara

keseluruhan

mortalitas

akan

meningkat

dengan

meningkatnya skor keparahan luka, umur, dan jumlah costa yang


mengalami fraktur.

BAB III
PENUTUP

LBM 2

Page 51

3.1 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Aru w. sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing.
Jakarta

LBM 2

Page 52

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume 2 Edisi 6. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi . Jakarta : EGC Guyton,


Arthur C. & Hall, John E.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC

Guyton, N Hall.2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Sudoyo, W Aru, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Ed 4th. Pusat
penerbitan FKUI : Jakarta.

Guyton, Arthur C. 1997. Fisiologi Manusia dan Mekanismenya terhadap


Penyakit. EGC Penerbit Buku kedokteran. Jakarta.

Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :


Airlangga University Press; 2009. p. 162-179

LBM 2

Page 53

Anda mungkin juga menyukai