PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan
diseluruh kota besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat
trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan
insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per
seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar
20-25% . Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan
tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk
menolong korban dari ancaman kematian. Canadian Study dalam laporan
penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban Trauma Unit" menyatakan bahwa
insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari seluruh trauma toraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam.
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh
korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma
yang disertai dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak
disertai trauma toraks (12.8%).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan
laulintas atau luka tembak. Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat
menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat
ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi peradarahan
dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh
karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita nampak
kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang
luka menjadi berkurang.
LBM 2
Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
SESAK NAFAS SETELAH KECELAKAAN
Seorang laki-laki umur 24 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan sesak nafas
setalah mengalami kecelakaan lalu lintas 20 menit yang lalu. Penderita ditabrak
mobil dari samping kanan saat mengendarai sepeda motor. Penderita juga
mengeluh nyeri dada bagian kanan. Penderita tampak pucat, dengan TD: 90/60
mmHg, Nadi: 110x/menit, respirasi 36x/menit, akral dingin. Dari pemeriksaan
fisik di temukan keesadaran kompas mentis, pada pemeriksaan thoraks tampak
jejas dan memar di dada kanan, pergerakan dada kanan tertinngal, suara nafas dan
fremitus melemah, perkusi hipersonor pada thoraks kanan.
2.2 TERMINOLOGI
1. Kompos mentis
2. Fremitus
3. Hipersonor
2.3 PERMASALAHAN
1. Macam-macam tingkat kesadaran
2. Interpretasi pada scenario
a. Penyebab sesak nafas dan nyeri dada di sebelah kanan
b. Penyebab pasien pucat dengan tekanan darah rendah, nadi meningkat dan
respirasi meningkat
c. Penyebab pergerakan dada kanan tertinggal dan hipersonor pada thorax
kanan
3. Pemeriksaan yang di lakukan pada pasien di scenario
4. Bantuan hidup dasar (BHD)
5. Diagnose banding
2.4 PEMBAHASAN TERMINOLOGI
LBM 2
Page 2
LBM 2
Page 3
Penurunan
oksigenasi
jaringan
ini
akan
hemoglobin
(sulfhemoglobin,
methemoglobin,
LBM 2
Page 4
membutuhkan
oksigen
yang
lebih
banyak
sehingga
idiopatik
juga
dijumpai,
walaupun
LBM 2
Page 5
bisa
terjadi
karena
RR = 36 x/menit takipneu
Mekanisme: Sesak nafas dapat timbul akibat pengembangan paru
yang tidak optimal akibat peningkatan tekanan pada paru karena
terjadi trauma, sehingga untuk memenuhi kebutuhan akan oksigen
LBM 2
Page 6
LBM 2
Page 7
pleura viseralis yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke rongga
pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara
didalam rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang
yang terbuka tadi bahkan udara ekspirasi yang mestinya dihembuskan
keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada obstruksi di
bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura
makin
lama
makin
meningkat
sehubungan
dengan
berulangnya
pernapasan.
Spontan
(3) :
LBM 2
Page 8
LBM 2
Page 9
Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.
A.
SURVEI PRIMER
Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan
sirkulasi serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah
tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :
A
LBM 2
Page 10
dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan
keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap,
penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara
kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi
sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal
dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping
tubuh.
5. Mengatur posisi penolong
Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan
bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi
atau menggerakan lutut.
dikorek
dengan
menggunakan
jari
telunjuk
yang
LBM 2
Page 11
LBM 2
Page 12
Dengan
cara
melihat
bunyi
merasakan
hembusan
korban
penolong
pasien.
harus
napas
dan
napas
Untuk
itu
mendekatkan
terbuka.
jalan
napas
Prosedur
ini
LBM 2
Mulut ke mulut
Page 13
saat
dilakukan
penolong
harus
kebocoran
menghembuskan
saat
napas
dan
juga
penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan
ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali
dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan
orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu
cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga
terjadi distensi lambung.
Mulut ke hidung
Teknik
ini
memungkinkan,
mulut
korban
LBM 2
Page 14
Mulut ke Stoma
mempunyai
(stoma)
menghubungkan
yang
trakhea
kesulitan
maka
harus
LBM 2
Page 15
Page 16
LBM 2
Page 17
D. (DEFRIBILATION)
Defibrilation atau dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan
dengan istilah defibrilasi adalah
suatu terapi dengan memberikan
energi listrik. Hal ini dilakukan
jika
penyebab
henti
jantung
jantung
yang
disebut
defibrilasi
(defibrilator)
dimana
alat
tersebut
dapat
LBM 2
Page 18
B) Klasifikasi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b.
2. Pneumotoraks traumatik,
LBM 2
Page 19
LBM 2
Page 20
perubahan
tekanan
yang
disebabkan
oleh
gerakan
pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif
(4)
LBM 2
Page 21
Page 22
512
=
________
103
= 50 %
1000
% luas pneumotoraks
=
A + B + C (cm)
x 10
3
__________________
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps
dengan luas hemitoraks (4).
LBM 2
Page 23
D) Gejala klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita
bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih
nyeri pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6.
ringannya
keadaan
penderita
tergantung
pada
tipe
pneumotoraks tersebut:
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
LBM 2
Page 24
LBM 2
Page 25
F) Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto rntgen kasus
pneumotoraks antara lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru
yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler
sesuai dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio
opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan
kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu
berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang
sehat, kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan
tekanan intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut:
1)
2)
Udara
yang
tadinya
terjebak
di
LBM 2
Page 26
LBM 2
Page 27
G) Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks
adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga
pleura telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga
LBM 2
Page 28
Observasi dilakukan
dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam
pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk
pneumotoraks tertutup dan terbuka.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara:
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga
pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infus set yang berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan
jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap
di dinding toraks sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut
dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat
dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse
LBM 2
Page 29
dilakukan
terus-menerus
apabila
tekanan
LBM 2
Page 30
3. Torakoskopi
LBM 2
Page 31
LBM 2
Page 32
LBM 2
Page 33
LBM 2
ventilasi
dan
oksigenasi
bisa
terjadi,
terutama
jika
Page 34
keadaanpatologis
yang
berhubungan
dengan
tahap
LBM 2
Page 35
Manifestasi klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah
nyeri dada, napas pendek, takikardi, hipotensi, pucat, dingin, dan
takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia sampai syok.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik paru,
fototoraks, analisis cairan pleura, torasentesis, USG, dan CT scan. Pada
pemeriksaan fisik paru didapatkan tanda-tanda seperti pada efusi pleura.
Pada hemitoraks yang sakit, pergerakan akan terlihat berkurang. Perkusi
pada hemitoraks yang sakit terdengar redup dan pada auskultasi suara
napas menurun atau menghilang sama sekali.
Pada foto toraks juga tampak seperti pada efusi pleura. Pada
kasus trauma tumpul, hemotoraks sering dihubungkan dengan cedera
toraks lainnya yang dapat terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta
atau pneumotoraks.
LBM 2
Page 36
intrapleural
digunakan
untuk
mengevakuasi
Page 37
LBM 2
Page 38
LBM 2
Page 39
LBM 2
Page 40
.
Gerakan Paradoksal pada Flail Chest
LBM 2
Page 41
A. Manifestasi Klinis
1. Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding
dada.
2. Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam,
ekspirasi ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator.
LBM 2
Page 42
3. Sesak nafas
4. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
5. Takikardi
6. Sianosis
7. Pasien menunjukkan trauma hebat
8. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen,
ekstremitas).
B. Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap dan cepat, yang perlu ditanyakan adalah
waktu kejadian, tempat kejadian, mekanisme trauma, bagaimana keadaan
penderita selama dalam perjalanan. Pada anamnesis didapatkan riwayat
trauma yang mengenai dinding dada.
a. Gejala: nyeri dada, sesak nafas
b. Riwayat benturan yang keras yang mengenai dinding dada
2. Pemeriksaan fisik
LBM 2
Page 43
a. Airway
-
Look benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring,
fraktur trakea
Feel
b. Breathing
-
perkusi
hipersonor,
jika
terjadi
komplikasi
berupa
Tingkat kesadaran
Warna kulit
Tanda-tanda laserasi
Perlukaan eksternal
d. Disability
-
Tingkat kesadaran
Respon pupil
Tanda-tanda lateralisasi
e. Exposure
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen standar
LBM 2
Page 44
Pada pemeriksaan foto thoraks pasien dewasa dengan trauma tumpul toraks,
adanya gambaran hematotoraks, pneumothoraks atau kontusio pulmo
menunjukkan hubungan yang kuat dengan gambaran fraktur costa.
Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada costa,
maka pada daerah cedera harus dipasang strapping/ balut tekan yang kuat
selama 2-3 minggu.
Manajemen
1) Lakukan chin lift dan
atau jaw thrust
Page 45
auskultasi, palpasi)
dengan kontrol
servikal in-line
obstruksi
immobilisasi
2) Bersihkan airway dari
benda asing.
3) Memasang airway
definitif intubasi
endotrakeal
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian
1) Buka leher dan dada
Manajemen
1) Menempatkan os
penderita, dengan
dengan posisi
tetap memperhatikan
terlentang atau
dekubitus sehingga
line immobilisasi
segmen yang
mengambang tadi
terletak menempel
pada tempat tidur.
2) Pemberian ventilasi
untuk mengenali
adekuat, oksigen
kemungkinan terdapat
dilembabkan.
deviasi trakhea,
ekspansi thoraks
membantu
pengembangan dada:
pemakaian otot-otot
a. Pemberian analgesia
Morphine Sulfate,
Hidrokodon atau
kodein yang
menentukan redup
LBM 2
Page 46
atau hipersonor
5) Auskultasi thoraks
bilateral
dikombinasi dengan
aspirin atau
asetaminofen setiap 4
jam.
b. Blok nervus
interkostalis dapat
digunakan untuk
mengatasi nyeri berat
akibat fraktur costae
4) Stabilisasi area flail
chest.
a. Ventilator
b. Stabilisasi sementara
dengan menggunakan
towl-clip traction,
atau pemasangan firm
strapping
c. Pada pasien dengan
flail chest tidak
dibenarkan
melakukan tindakan
fiksasi pada daerah
flail secara eksterna,
seperti melakukan
splint/bandage yang
melingkari dada, oleh
karena akan
mengurangi gerakan
mekanik pernapasan
LBM 2
Page 47
secara keseluruhan.
5) Pemasangan WSD
sebagai
profilaksis/preventif
pada semua pasien
yang dipasang
ventilator.
c. Circulation dengan control perdarahan
Penilaian
1) Mengetahui sumber
perdarahan eksternal
pada sumber
yang fatal
perdarahan eksternal
2) Mengetahui sumber
perdarahan internal
3) Periksa nadi:
kecepatan, kualitas,
sekaligus mengambil
keteraturan, pulsus
paradoksus. Tidak
pemeriksaan rutin,
diketemukannya
besar merupakan
pertanda
Darah (BGA).
diperlukannya
resusitasi masif
segera.
dihangatkan dengan
kenali tanda-tanda
sianosis.
Manajemen
1) Penekanan langsung
berhati-hati.
Page 48
4) Pemasangan kateter
urin untuk monitoring
indeks perfusi
jaringan.
d. Disability
-
Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tandatanda lateralisasi.
e. Exposure/environment
-
Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang
cukup hangat.
LBM 2
Page 49
Thorax
Abdomen
Perineum
Musculoskeletal
Neurologis
Reevaluasi penderita
5. Terapi Definitif
a. Fiksasi internal dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan
operatif
b. Indikasi Operasi (stabilisasi) pada flail chest:
-
LBM 2
Page 50
paru, dan nyeri. Pada pasien dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan
tindakan fiksasi pada daerah flail secara eksterna, seperti melakukan
splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan mengurangi gerakan
mekanik pernapasan secara keseluruhan.
E. Prognosis
Selama ini, pasien dengan flail chest dilaporkan memiliki angka mortalitas
sebesar 5-10% jika pasien sampai di RS dalam keadaan masih hidup. Pasien
yang tidak memerlukan ventilasi mekanis mempunyai statistic yang lebih
baik
dan
secara
keseluruhan
mortalitas
akan
meningkat
dengan
BAB III
PENUTUP
LBM 2
Page 51
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Aru w. sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Internal Publishing.
Jakarta
LBM 2
Page 52
Sudoyo, W Aru, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Ed 4th. Pusat
penerbitan FKUI : Jakarta.
LBM 2
Page 53