Anda di halaman 1dari 49

BAB II

Tinjauan Pustaka

Definisi Penurunan Kesadaran


Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya sendiri dan
lingkungan sekitarnya.Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar yaitu kualitas
kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan dari fungsi cortex
serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu rangsangan. Pasien dengan
gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun tidak dapat merespon dengan baik
beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan warna, raut wajah, mengenali bahasa atau
simbol, sehingga sering kali dikatakan bahwa penderita tampak bingung. Penurunan kesadaran
atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas otak

dan sebagai final common

pathway dari gagal organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada
gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran maka terjadi
disregulasi dan disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam
beberapa kasus, kesadaran tidak hanya mengalami penurunan, namun dapat terganggu baik
secara akut maupun secara kronik/progresif. Terganggunya kesadaran secara akut, antara lain:1,2,3

Clouding of consciousness (somnolen) keadaaan dimana terjadi penurunan tingkat


kesadaran yang minimal sehingga pasien tampak mengantuk yang dapat disertai dengan
mood yang irritabledan respon yang berlebih terhadap lingkungan sekitar. Biasanya
keadaan mengantuk akan lebih tampak pada pagi dan siang hari, sedangkan pada malam
harinya pasien akan terlihat gelisah.

Delirium merupakan keadaaan terganggunya kesadaran yang lebih dikarenakan


abnormalitas dari mental seseorang dimana pasien salah menginterpretasikan stimulan
sensorik dan terkadang terdapat halusinasi pada pasien. Berdasarkan DSM-IV, delirium
adalah gangguan kesadaran yang disertai ketidakmampuan untuk fokus atau mudah
terganggunya perhatian. Pada delirium, gangguan hanya terjadi sementara dalam waktu
yang singkat (biasanya dalam hitungan jam atau hari) dan dapat timbul fluaktif dalam 1

hari. Pasien dengan delirium biasanya mengalami disorientasi, pertama adalah waktu,
tempat, lalu lingkungan sekitar.

Obtundation (apatis) kebanyakan pasien yang dalam keadaan apatis memiliki


penurunan kesadaran yang ringan sampai sedang diikuti dengan penurunan minat
terhadap lingkungan sekitar. Pasien biasanya merespon lambat terhadap stimulan yang
diberikan.

Stupor kondisi dimana pasien mengalami tidur yang dalam atau tidak merespon,
respon hanya timbul pada stimulan yang kuat dan terus menerus. Dalam keadaan ini
dapat ditemukan gangguan kognitif.

Koma keadaan dimana pasien tidak merespon sama sekali terhadap stimulan,
meskipun telah diberikan stimulan yang kuat dan terus menerus. Pasien mungkin dapat
tampak meringis atau gerakan tidak jelas pada kaki dan tangan akibat rangsangan yang
kuat, namun pasien tidak dapat melokalisir atau menangkis daerah nyeri. Semakin dalam
koma yang dialami pasien, respon yang diberikan terhadap rangsangan yang kuat
sekalipun akan menurun.

Locked-in syndrome keadaan dimana pasien tidak dapat meneruskan impuls eferen
sehingga tampak kelumpuhan pada keempat ektremitas dan saraf cranial perifer. Dalam
keadaan ini pasien bisa tampak sadar, namun tidak dapat merespon rangsangan yang
diberikan.

Terganggunya kesadaran secara akut lebih berbahaya dibandingkan terganggunya kesadaran


yang bersifat progresif.Terganggunya kesadaran secara progresif/kronik, antara lain:3

Dementia penurunan mental secara progeresif yang dikarenakan kelainan organic,


namun tidak selalu diikuti penurunan kesadaran. Penurunan mental yang tersering adalah
penurunan fungsi kognitif terutama dalam hal memori/ingatan, namun dapat juga disertai
gangguan dalam berbahasa dan kendala dalam melakukan/menyelesaikan/menyusun
suatu masalah.

Hypersomnia keadaan dimana pasien tampak tidur secara normal namun saat
terbangun, kesadaran tampak menurun/tidak sadar penuh.

Abulia keadaan dimana pasien tampak acuh terhadap lingkungan sekitar (lack of will)
dan merespon secara lambat terhadap rangsangan verbal. Sering kali respon tidak sesuai

dengan percakapan atau gerakan yang diperintahkan, namun tidak ada gangguan fungsi
kognitif pada pasien.

Akinetic mutism merupakan keadaan dimana pasien lebih banyak diam dan tidak awas
terhadap diri sendiri (alert-appearing immobility).

The minimally conscious state (MCS) keadaan dimana terdapat penurunan kesadaran
yang drastis/berat tetapi pasien dapat mengenali diri sendiri dan keadaaan sekitar.
Keadaan ini biasanya timbul pada pasien yang mengalami perbaikan dari keadaan koma
atau perburukan dari kelainan neurologis yang progresif.

Vegetative state (VS) bukan merupakan tanda perbaikan dari pasien yang mengalami
penurunan kesadaran,meskipun tampak mata pasien terbuka, namun pasien tetap dalam
keadaan koma. Pada keadaan ini regulasi pada batang otak dipertahankan oleh fungsi
kardiopulmoner dan saraf otonom, tidak seperti pada pasien koma dimana hemisfer
cerebri dan batang otak mengalami kegagalan fungsi. Keadaan ini dapat mengalami
perbaikan namun dapat juga menetap (persistent vegetative state). Dikatakan persisten
vegetative state jika keadaan vegetative menetap selama lebih dari 30 hari.

Brain death merupakan keadaan irreversible dimana semua fungsi otak mengalami
kegagalan, sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan fungsi jantung dan paru yang
menyuplai oksigen dan nutrisi ke organ-organ tubuh. Kematian otak tidak hanya terjadi
pada hemisfer otak, namun juga dapat terjadi pada batang otak.

Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik
yaitu kompos mentis, somnolen, stupor atau sopor, soporokoma dan koma.Terminologi tersebut
bersifat kualitatif.Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif,
dengan menggunakan skala koma Glasgow. Penilaian kesadaran biasanya berdasarkan respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan oleh pemeriksa.4
II.1.1 Menentukan penurunan kesadaran secara kualitatif
Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan
panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan
dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaaan awas dan
waspada.

Somnolen atau drowsiness atau clouding of consciousness, berarti


mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah,
masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan
orientasi terhadap sekitarnya menurun.
Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen.Mata tertutup dengan
rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satu-dua kata.Motorik
hanya berupa gerakan mengelak terhadap rangsang nyeri.
Semikoma atau soporokoma, merupakan tahap pertengahan antara spoor
dan koma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya berupa gerakan primitif.
Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah. Dengan
rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara,
maupun reaksi motorik.
II.1.2 Menentukan penurunan kesadaran secara kuantitatif
Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan
Motorik (M) dan Verbal (V).Pemeriksaan ini mempunyai nilai terendah 3 dan nilai
tertinggi 15.4
Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata:
E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri
E2 membuka mata dengan rangsang nyeri
E3 membuka mata dengan rangsang suara
E4 membuka mata spontan
Motorik:
M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri
M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri
M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri
M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran
M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran
M6 reaksi motorik sesuai perintah

Verbal:
V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none)
V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds)
V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words)
V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused)
V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated)
Jika nilai GCS 14-13 menandakan somnolen, 12-9 sopor, dan kurang dari 8 menandakan
koma.
II.2

Klasifikasi Penurunan Kesadaran


Gangguan kesadaran dibagi 3, yaitu gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/

lateralisasi dan tanpa disertai kaku kuduk; gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal/
lateralisasi disertai dengan kaku kuduk; dan gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.
II.2.1 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk
1. Gangguan iskemik
2. Gangguan metabolik
3. Intoksikasi
4. Infeksi sistemis
5. Hipertermia
6. Epilepsi
II.2.2 Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1. Perdarahan subarakhnoid
2. Radang selaput otak (meningitis)
3. Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
II.2.3 Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1. Tumor otak
2. Perdarahan otak
3. Infark otak
4. Abses otak

II.3

Bahaya Penurunan Kesadaran


Adapun kondisi yang segera mengancam kehidupan terdiri atas peninggian tekanan

intrakranial, herniasi dan kompresi otak dan meningoensefalitis/ ensefalitis.


II.4

Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh

misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang
otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat
(kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness)
kesadaran.Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah
lesi supratentorial, subtentorial, infratentorial, dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya
kesadaran.5

Gambar 1. Patofisiologi Penurunan Kesadaran


Sebelum membahas lebih lanjut bagaimana terjadinya penurunan kesadaran, ada baiknya
mengetahui RAS yang mempengaruhi kesadaran itu sendiri.RAS (reticular activating system)
adalah merupakan suatu sistem yang mengatur beberapa fungsi penting seperti, tidur dan bangun,
perhatian/fokus, kelakuan seseorang, pernapasan dan detak jantung.Sistem ini berada pada
batang otak, dibagia menjadi ascending (yang menerima impuls/rangsangan) dan descending
(yang memberi respon terhadap impuls/rangsangan yang diberikan).Area yang mengatur ARAS
(ascending) adalah formation reticularis, mesencephalon, thalamic intralaminar nucleus, dorsal

hipotalamus, dan tegmentum. Dimana jalur yang ditempuh adalh melalui lintasan aferen nonspesifik. Lintasan ini terdiri dari serangkaian neuron-neuron di substansia retikularis medulla
spinalis dan batang otak yang menyalurkan impuls aferen ke thalamus, yaitu ke inti intralaminar.
Impuls aferen spesifik sebagian disalurkan melalui cabang kolateralnya ke rangkaian neuronneuron substansia retikularis dan impuls aferen itu selanjutnya bersifat non-spesifik oleh karena
cara penyalurannya ke thalamus berlangsung secara multisinaptik, unilateral, dan bilateral dan
setibanya di inti intralaminar akan menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang
menggiatkan seluruh korteks secara difus dan bilateral. Pada DRAS (descending), impuls
diteruskan ke saraf-saraf perifer yang berakhir pada motor end plate dan cerebellum.
Neurotransmitter yang berperan dalam jalur RAS adalah kolinergik dan adrenergik, kadang
GABA juga berperan dalam rangsangan nyeri yang diberikan untuk menilai kesadaran seseorang.
Lesi Supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung
pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses
tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang diakibatkannya. Proses ini
menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro kaudal sepanjang batang
otak.4
Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi kerusakan ARAS baik oleh
proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik.
Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu
simetrik.Selain itu gejala neurologiknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan
anatomic tertentu pada susunan saraf pusat.

Kekurangan 02
Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 02 /100 gr otak/menit yang disebut Cerebral
Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02). CMR 02 ini pada berbagai kondisi normal tidak
banyak berubah.Hanya pada kejang-kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan

fungsi otak, CMR 02 menurun.5 Pada CMR 02 kurang dari 2.5 cc/100 gram otak/menit
akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 0 2/100
gramotak/menit terjadi koma.
Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa.Tiap 100 gram otak memerlukan 5.5 mgr
glukosa/menit.Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada
serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut
Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai
pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.Pada
hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.
Gangguan sirkulasi darah
Untuk mencukupi keperluan 02 dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan
penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, 02 dan glukosa darah juga akan berkurang

Toksin
Gangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit
metabolic dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi

II.4.1 Gangguan metabolik toksik


Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan
oksigen. Adanya penurunan aliran darah otak (ADO), akan menyebabkan terjadinya
kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen (O2) dari aliran darah. Apabila ADO
turun lebih rendah lagi, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen secara
proporsional.
Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi
menjadi karbondioksida (CO2) dan air.Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan
penyediaan ATP yang konstan untuk menjaga keseimbangan elektrolit.

O2dan glukosa memegang peranan penting dalam memelihara keutuhan


kesadaran.Namun, penyediaan O2 dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat
terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun
defisiensi vitamin.
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri, sehingga
disebut koma kortikal bihemisferik. Koma ini disebabkan kegagalan difus dari
metabolisme saraf.5
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf
dan glia.Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun
keracunan.Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem
motorik simetris dan utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan
glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien
mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor dan
koma.Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat pada otak
menimbulkan koma karena terputusnya ARAS.Sedangkan koma pada gangguan
metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks serebri.

Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran5


No

Penyebab metabolik atau Keterangan


sistemik

Elektrolit imbalans

Hipo- atau hipernatremia, hiperkalsemia, gagal ginjal


dan gagal hati.

Endokrin

Hipoglikemia, ketoasidosis diabetic

Vaskular

Ensefalopati hipertensif

Toksik

Overdosis obat, gas karbonmonoksida (CO)

Nutrisi

Defisiensi vitamin B12

Gangguan metabolic

Asidosis laktat

Gagal organ

Uremia, hipoksemia, ensefalopati hepatic

II.4.2 Gangguan Struktur Intrakranial


Penurunan kesadaran akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio
retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut
koma diensefalik.Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama,
ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.6
1. Koma supratentorial
1) Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedangkan batang
otak tetap normal.
2) Lesi struktural supratentorial (hemisfer).
Adanya massa yang mengambil tempat di dalam kranium (hemisfer serebri)
beserta

edema

sekitarnya

misalnya

tumor

otak,

abses

dan

hematom

mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya, terjadilah herniasi


girus singuli, herniasi transtentorial sentral dan herniasi unkus.
a. Herniasi girus singuli
Herniasi

girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral

menyebabkan

tekanan

pada

pembuluh

darah

serta

jaringan

otak,

mengakibatkan iskemi dan edema.


b. Herniasi transtentorial/sentral
Herniasi transtentorial atau sentral adalah hasil akhir dari proses desak ruang
rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan
menekan disensefalon, mesensefalon, pons dan medulla oblongata melalui
celah tentorium.
c. Herniasi unkus

Herniasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau
lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke
arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium yang akhirnya menekan
mesensefalon.
2. Koma infratentorial
Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.
1) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta merusak
pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan
nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya.
2) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Langsung menekan pons
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan
menekan tegmentum mesensefalon.
c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnum dan menekan
medulla oblongata.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan sebagainya.
Ditemukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) pada kelainan struktural yang
menyebabkan penurunan kesadaran dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang
(CT-Scan) untuk menentukan lokasi terjadinya lesi/kerusakan.

Tabel 2. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran5


No

Penyebab struktural

Keterangan

Vaskular

Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal


bilateral

Infeksi

Abses, ensefalitis, meningitis

Neoplasma

Primer atau metastasis

Trauma

Hematoma, edema, kontusi hemoragik

Herniasi

Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli

Peningkatan

tekanan Proses desak ruang

intracranial

Seperti yang telah disebutkan dalam tabel diatas, salah satu penyebab struktural pada kasus
penurunan kesadaran adalah meningkatnya tekanan intrakranial.
Peningkatan Tekanan Intrakranial
Seperti yang kita ketahui, ukuran kepala tidak dapat bertambah, untuk mengkompensasi
sebarang peningkatan daripada volume intracranial, sehingga terjadilah peningkatan dan
penekanan struktur intracranial.1

Berikut ialah gambaran faktor yang dapat meningkatkan tekanan intracranial:


Nyeri kepala:
1) Generalised
2) Bertambah nyeri apabila batuk dan bungkuk.
3) Paling dirasakan pada waktu pagi sewaktu bangun tidur, dan dapat membangunkan
pasien daripada tidur.
4) Nyeri kepala bersifat progresif dengan waktu.
Dapat disertai muntah, hilang penglihatan apabila berganti posisi secara tiba-tiba, penurunan
kesadaran.

Liquor Cerebrospinalis
LCS diproduksi dengan kadar 500ml per hari oleh plexus choroideus. LCS akan
mengalir melalui saliran ventricular, dan memasuki ruang subarachnoid melalui foramina

Magendie dan Luschka. Pada kondisi normal, LCS akan mengalir lancar dan diabsorbsi kedalam
aliran vena oleh villi arachnoidalis.
Apabila ada obstruksi, dapat berlaku hydrocephalus dan akan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial. Namun, pada proses awalnya, ini dapat dikompensasi oleh tubuh dengan
cara lebih banyak LCS dibuang kedalam ruang theca di lumbal.
Apabila proses desakan ini disebabkan oleh suatu massa intracranial, hal yang sama
terjadi tetapi jika massa ini berkembang sehingga berlaku pergeseran otak, aliran LCS turut
mengalami obstruksi, hingga kompensasi tadi tidak dapat berlaku.

Gambar 2. Aliran LCS


Edema Cerebri
Edema cerebri dapat berlaku akibat daripada kerusakan jaringan otak diakibatkan oleh
lesi intracranial seperti tumor, abses, atau bisa juga karena trauma dan keadaan iskemik.1
1) Edema vasogenik Berlaku akibat kerusakan pembuluh darah. Protein dan cairan akan
keluar dan merembes ke jaringan interstitial.

2) Edema cytotoxic Berlaku akibat akumulasi cairan didalam sel otak sendiri. Akumulasi
ini berakibat daripada gangguan metabolic sel dan toksik. Pada kondisi iskemik, akan
berlaku akumulasi Na+ dan Ca2+ didalam sel, menarik cairan masuk.
3) Edema interstitial Berlaku apabila LCS dipaksa keluar daripada alirannya, akibat
peningkatan tekanan hidrostatik, contoh pada hidrosefalus obstruktif.

Gambar 3. Edema Cerebri


Cerebral Blood Flow(CBF)
TD sistemik TIK
=CBF
Cerebral vascular resistance (CVR)

TD sistemik TIK=Cerebral perfusion pressure(CPP )

Regulasi aliran darah dikawal beberapa faktor yaitu:7


1) Chemoregulation
i) Perubahan pH extrasel atau akumulasi produk metabolism.
ii) Perubahan PCO2 dan perubahan PO2. Namun, perubahan PCO2 lebih memberi efek
berbanding PO2(melainkan apabila <50mmHg).
2) Autoregulation
i) Perubahan CPP akan menyebabkan perubahan ukuran pembuluh darah.

Regulasi aliran darah otak sangat penting karena substansia alba otak memerlukan
aliran darah 20ml/100g/menit manakala substansia nigra memerlukan 100ml/100g/menit.
Jadi, dapat kita simpulkan bahawa autoregulation ialah mekanisme kompensasi
yang bertindak sebagai penstabil aliran darah otak akibat perubahan CPP. Penurunan
aliran darah otak akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah, manakala peningkatan
CPP akan menyebabkan vasokonstriksi. Autoregulation ini akan gagal jika CPP drop
dibawah 60mmgHg atau meningkat melebihi 160mmHg.
Pada kondisi tertentu seperti cedera kepala atau perdarahan subarachnoid,
mekanisme autoregulasi ini tidak berfungsi, hingga penurunan CPP akan menyebabkan
penurunan aliran darah ke otak dan berlakunya iskemia. Hal yang sama terjadi apabila
berlaku peningkatan CPP, dimana akan berlaku kerusakan pada sawar darah otak, dan
menyebabkan edema cerebri seperti pada hypertensive encephalopathy.
Tekanan Intrakranial
Pada kondisi normal, range normalnya ialah 0 10mmHg, namun dapat meningkat
apabila kita batuk dan mengedan. Monitoring dapat dilakukan dengan menggunakan kateter
ventrikel. Apabila terdapat suatu massa yang berkembang, ini akan menyebabkan peningkatan
TIK. Peningkatan TIK ini akan diikuti oleh penurunan aliran darah cerebri. Aktifitas listrik otak
akan mengalami gangguan apabila aliran darah menurun dibawah 20ml/100g/menit. Apabila TIK
mencapai MAP, makan aliran darah cerebri akan berhenti.6

Gambar 4. Multifaktorial yang Interaksi dengan Peningkatan TIK.


Herniasi
Peningkatan awal TIK akan memberikan beberapa gejala dan tanda, tetapi tidak
menyebabkan kerusakan neuron, dengan syarat aliran darah cerebri masih mencukupi. Namun,
kerusakan dapat berlaku akibat daripada pergeseran otak, disebut herniasi.
Berikut ialah gejala peningkatan TIK:4
Trias gejala klasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah nyeri kepala, muntah
proyektil dan papil edem.

1) Nyeri Kepala

Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak, 20% - 25% gejala awal tumor
otak dan 90% dari seluruh penderita tumor intrakranial dalam perjalanan penyakitnya adalah
nyeri kepala.
Nyeri kepala yang lebih berat dan ditemukan lebih awal, menunjukkan tumor berlokasi
pada infratentorial, karena tumor dapat menghambat aliran likuor dengan cepat. Nyeri kepala
juga lebih sering ditemukan pada tumor ganas dibandingkan pada tumor jinak.
Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut,
umumnya bertambah berat pada malam hari sehingga menyebabkan terbangun dari tidur dan
pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi
intrakranial.
Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak. Nyeri
kepala yang dirasakan sering intermitten, terasanya bertambah hebat apabila batuk, mengedan,
melakukan perasat valsava dan perubahan sikap tubuh. Pada tumor jinak, penderita biasanya
mengeluh sakit kepala setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun. Lokasi tumor dapat
berpengaruh pada lokasi nyeri. Misalnya beberapa keluhan berupa keluhan nyeri kepala di
daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan
penurunan kesadaran.
2) Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Muntah yang terjadi
boleh disertai dengan mual atau tidak. Lebih sering dijumpai pada keadaan tingginya tekanan
intrakranial dank arena penekanan batang otak akibat sekunder dari herniasi, perdarahan ke
dalam cairan likuor atau adanya tumor di fossa posterior yang pada umumnya akan
menyebabkan muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual. Keadaan ini terjadi karena
akibat langsung pada pusat muntah di medulla oblongata.

3) Papil edema
Pada pemeriksaan diketemukan papil edem. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat
dapat timbul ancaman herniasi. Papil edema karena tumor infratentorium lebih sering ditemukan
daripada tumor supratentorial. Umumnya papil edema tidak disertai dengan penurunan visus,
kecuali pada papilitis. Pada papil edema, penderita mengeluh melihat bayangan kelabu (graying
out phenomen) atau seperti melihat gerhana.
Tipe-tipe Herniasi:7
1) Herniasi tentorial lateral, juga disebut herniasi uncal. Bagian daripada lobus temporalis
menuruni hiatus tentorium. Jika tidak dikawal, dapat berlaku herniasi tentorial sentral.
2) Herniasi tentorial sentral. Bagian daripada mesensefalon dan diencephalon akan
menuruni hiatus tentorium. Kerusakan struktuk dan robekan pembuluh darah dapat
berlaku.
3) Herniani subfalcine. Berlaku pada SOL unilateral. Jarang memberikan gejala.
4) Herniasi tonsillar. Herniasi tonsila cerebellaris melalui foramen magnum atau hiatus
tentorium. Akan menyebabkan disfungsi batang otak.

Gambar 5.Tipe-tipe Herniasi


Manifestasi Klinis Herniasi:7
Herniasi tentorial lateralis
1) Oklusi arteri cerebri posterior menyebabkan hemianopia homonym.
2) Penekanan pada formasio retikularis akan menyebabkan penurunan kesadaran.
3) Penekanan pada pedunculus cerebri(Kernohans notch) dapat menyebabkan kelemahan
pada ekstremitas ipsilateral(false localizing sign).
4) Penekanan pada nervus III dapat menyebabkan dilatasi pupil dan reflex cahaya negatif.

Gambar 6.Herniasi Tentorial Lateral


Herniasi tentorial sentral
1) Gangguan pergerakan mata akibat kompres colliculus superior.
2) Penurunan kesadaran akibat kerusakan di mesensefalon dan diensefalon.
3) Diabetes insipidus akibat kerusakan di pituitary dan hipotalamus.

Gambar 7.Herniasi Tentorial Sentral


Herniasi tonsillar
1) Neck stiffness dan head tilt.
2) Penurunan kesadaran.
3) Gangguan pernafasan hingga gagal nafas.

Gambar 8.Herniasi Tonsillar

II.5

Diagnosis dan Diagnosis Banding Penurunan Kesadaran Metabolik dan Struktural


II.5.1 Diagnosis penurunan kesadaran
Diagnosis kesadaran menurun didasarkan atas:8
-

Anamnesis

Dalam melakukan anamnesis perlu dicantumkan dari siapa anamnesis tersebut didapat,
biasanya anamnesis yang terbaik didapat dari orang yang selalu berada bersama
penderita.Untuk itu diperlukan riwayat perjalanan penyakit, riwayat trauma, riwayat
penyakit, riwayat penggunaan obat-obatan, riwayat kelainan kejiwaan.Dari anamnesis ini,
seringkali menjadi kunci utama dalam mendiagnosis penderita dengan kesadaran
menurun.
-

Pemeriksaan fisik umum

Dalam melakukan pemeriksaan fisik umum harus diamati:

Tanda vital

Pemeriksaan tanda vital: perhatikan jalan nafas, tipe pernafasannya dan perhatikan
tentang sirkulasi yang meliputi: tekanan darah, denyut nadi dan ada tidaknya aritmia.

Bau nafas

Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi foetor breath hepatic yang disebabkan penyakit
hati, urino smell yang disebabkan karena penyakit ginjal atau fruity smell yang
disebabkan karena ketoasidosis.

Pemeriksaan kulit

Pada pemeriksaan kulit, perlu diamati tanda-tanda trauma, stigmata kelainan hati dan
stigmata lainnya termasuk krepitasi dan jejas suntikan.Pada penderita dengan trauma,
kepala pemeriksaan leher itu, harus dilakukan dengan sangat berhati-hati atau tidak boleh
dilakukan jikalau diduga adanya fraktur servikal. Jika kemungkinan itu tidak ada, maka
lakukan pemeriksaan kaku kuduk dan lakukan auskultasi karotis untuk mencari ada
tidaknya bruit.7

Kepala

Perhatikan ada tidaknya hematom, laserasi dan fraktur.

Leher

Perhatikan kaku kuduk dan jangan manipulasi bila dicurigai fraktur servikal (jejas,
kelumpuhan 4 ekstremitas, trauma di daerah muka).

Toraks/ abdomen dan ekstremitas

Perhatikan ada tidaknya fraktur.


-

Pemeriksaan fisik neurologis

Pemeriksaan fisik neurologis bertujuan menentukan kedalaman koma secara kualitatif


dan kuantitatif serta mengetahui lokasi proses koma. Pemeriksaan neurologis meliputi
derajat kesadaran dan pemeriksaan motorik.

Umum
-

Buka kelopak mata menentukan dalamnya koma

Deviasi kepala dan lirikan menunjukkan lesi hemisfer ipsilateral

Perhatikan mioklonus (proses metabolik), twitching otot berirama (aktivitas


seizure) atau tetani (spontan, spasmus otot lama).

Level kesadaran
Ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Kualitatif (apatis, somnolen, delirium, spoor dan koma)

Kuantitatif (menggunakan GCS)

Pupil
Diperiksa: ukuran, reaktivitas cahaya
-

Simetris/

reaktivitas

cahaya

normal,

petunjuk

bahwa

integritas

mesensefalon baik. Pupil reaksi normal, reflek kornea dan okulosefalik (-),
dicurigai suatu koma metabolik
-

Mid posisi (2-5 mm), fixed dan irregular, lesi mesenfalon fokal.

Pupil reaktif pint-point, pada kerusakan pons, intoksikasi opiat kolinergik.

Dilatasi unilateral dan fixed, terjadi herniasi.

Pupil bilateral fixed dan dilatasi, herniasi sentral, hipoksik-iskemi global,


keracunan barbiturat.

Funduskopi

Refleks okulovestibuler/okulosefalik (dolls eye manuevre)


Pergerakan bola mata untuk melirik dan memfokuskan pandangan diatur oleh
nervus oculomotorius.Nuclei nervus oculomotor mendapat impuls aferen dari
cortical, tectal, dan tegmental sistem oculomotor, serta impuls langsung dari
sistem vestibular dan vestibulocerebellum.Reflex okulovestibuler diperiksa
dengan menolehkan kepala pasien, namun harus hati-hati pada pasien trauma
yang dicurigai adanya fraktur atau dislokasi dari tulang cervical. Selain dengan
menolehkan kepala pasien, dapat juga tes kalori.Respon normal dari gerakan
yang menimbulkan impuls pada vestibular menuju sistem oculomotor dan
membuat mata berputar berlawanan arah dengan gerakan yang diberikan
pemeriksa. Pada pasien sadar, refelks memfokuskan pandangan menutupi
reflex tesebut, sehingga pemeriksaan dolls eye tidak dilakukan pada pasien
sadar,namun pada pasien dengan penurunan kesadaran, reflex okulosefalik
lebih dominan.

Refleks kornea dan posisi kelopak mata


Dari posisi kelopak mata dapat dinilai apakah kelopak mata dalam keadaan
tetutup atau terbuka sebagian (tidak tertutup rapat). Dalam keadaaan koma,
biasanya kelopak mata dalam keadaan tertutup dan mudah diangkat seperti
halnya dalam keadaan tidur. Tidak adanya tonus pada kelopak mata atau
terbuka sebagian dari kelopak mata dapat menandakan adanya kelemahan dari
otot-otot wajah.Jika saat pemeriksaan ditemukan kelopak mata yang sulit
dibuka atau saat dibuka langsung tertutup kembali, biasanya itu merupakan
gerakan yang volunter dan dapat menandakan bahwa pasien tidak sepenuhnya
dalam keadaan koma.Reflek mengedip biasanya hilang pada saat seseorang
dalam keadaan koma. Respon mengedip terhadap suara keras atau sinar lampu
pada pasien dalam persistent vegetative state menggambarkan bahwa jaras
sensoris aferen ke batang otak masih baik, namun tidak berarti pasien aktif
dalam menerima respon, bahkan pasien dengan kerusakan total pada cortex
yang mengatur visual masih dapat merespon kedip terhadap sinar, tetapi tidak
pada respon langsung/sentuhan. Reflek dalam menutup kelopak mata dan

elevasi kedua bola mata (Bells Phenomenon) menandakan jaras reflek dari
nervus trigeminal menuju tegmentum batang otak lalu kembali ke nervus
oculomotor dan facial masih dalam keadaaan intak/baik.Lesi struktural pada
mesencephalondapat menyebabkan hilangnya Bells phenomenon, tetapi
respon mengedip tetap ada.

Refleks muntah

Respons motorik

Refleks fisiologik dan patologik

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan gas darah, berguna untuk melihat oksigenasi di dalam darah, juga
untuk melihat gangguan keseimbangan asam basa.

Pemeriksaan darah, meliputi darah perifer lengkap (DPL), keton, faal hati, faal
ginjal dan elektrolit.8

Pemeriksaan toksikologi, dari bahan urine darah dan bilasan lambung.

Pemeriksaan khusus meliputi pungsi lumbal, CT scan kepala, EEG, EKG, foto
toraks dan foto kepala.

II.5.2 Diagnosis banding penurunan kesadaran karena metabolik dan struktural


Menentukan kelainan neurologi perlu untuk evaluasi dan manajemen penderita
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Pada penderita
dengan penurunan kesadaran, dapat ditentukan apakah akibat kelainan struktur, toksik
atau metabolik.Pada koma akibat gangguan struktur mempengaruhi fungsi ARAS
langsung atau tidak langsung.ARAS merupakan kumpulan neuron polisinaptik yang
terletak pada pusat medulla, pons dan mesensefalon, sedangkan penurunan kesadaran
karena kelainan metabolik terjadi karena memengaruhi energi neuronal atau terputusnya
aktivitas membran neuronal atau multifaktor.Diagnosis banding dapat ditentukan melalui
pemeriksaan pernafasan, pergerakan spontan, evaluasi saraf kranial dan respons motorik
terhadap stimuli.
-

Pola pernafasan

Mengetahui pola pernafasan akan membantu letak lesi dan kadang menentukan jenis
gangguan.

Respirasi cheyne stoke


Pernafasan ini makin lama makin dalam kemudian mendangkal dan diselingi
apnoe.Keadaan seperti ini dijumpai pada disfungsi hemisfer bilateral sedangkan batang
otak masih baik.Pernafasan ini dapat merupakan gejala pertama herniasi
transtentorial.Selain itu, pola pernafasan ini dapat juga disebabkan gangguan
metabolik dan gangguan jantung.

Respirasi hiperventilasi neurogen sentral


Pernafasan cepat dan dalam, frekuensi kira-kira 25 per menit.Dalam hal ini, lesi
biasanya pada tegmentum batang otak (antara mesensefalon dan pons).Ambang
respirasi rendah, pada pemeriksaan darah ada alkalosis respirasi, PCO2 arterial rendah,
pH meningkat dan ada hipoksia ringan. Pemberian O2 tidak akan mengubah pola
pernafasan. Biasanya didapatkan pada infark mesensefalon, pontin, anoksia atau
hipoglikemia yang melibatkan daerah ini dan kompresi mesensefalon karena herniasi
transtentorial.

Respirasi apneustik
Terdapat inspirasi memanjang diikuti apnoe pada saat ekspirasi dengan frekuensi 1-1,5
per menit kemudian diikuti oleh pernafasan kluster.

Respirasi kluster
Ditandai respirasi berkelompok diikuti apnoe.Biasanya terjadi pada kerusakan pons
varolii.

Respirasi ataksik (irregular)


Ditandai oleh pola pernafasan yang tidak teratur, baik dalam atau iramanya.Kerusakan
terdapat di pusat pernafasan medulla oblongata dan merupakan keadaan preterminal.
Pernapasan abnormal

Pergerakan spontan
Perlu melakukan observasi pasien waktu istirahat.Pergerakan abnormal seperti twitching,
mioklonus, tremor merupakan petunjuk gangguan toksik/ metabolik.Apabila tampak

pergerakan spontan dengan asimetrik (tungkai bawah rotasi keluar) menunjukkan defisit
fokal motorik.
Komponen brainstem dari ARAS masih baik bila tampak mengunyah, berkedip dan
menguap spontan dan dapat membantu lokalisasi penyebab koma.
-

Pemeriksaan saraf kranial


Jika pada pemeriksaan saraf kranial (saraf okular) tampak asimetrik dicurigai lesi
struktural.Umumnya pasien koma dengan reflek brainstem normal maka menunjukkan
kegagalan kortikal difus dengan penyebab metabolik.Obat-obatan seperti barbiturat,
diphenylhydantion, diazepam, antidepresan trisiklik dan intoksikasi etanol dapat menekan
refleks okular tetapi refleks pupil tetap baik.Impending herniasi dapat terjadi pada
herniasi supratentorial dan infratentorial yang ditandai oleh penurunan level kesadaran,
pola pernafasan tidak teratur, reflex patologis yang positif pada kedua tungkai,
hemiparese yang muncul terlambat, pupil yang anisokor dan reflex pupil yang
menghilang.

Respons motorik terhadap stimuli


Defisit

fokal

motorik

biasanya

menunjukkan

kerusakan

struktur,

sedangkan

dekortikasi/deserebrasi dapat terjadi pada kelainan metabolik toksik atau kerusakan


struktural. Gerakan-gerakan abnormal seperti tremor dan mioklonus sering terjadi pada
gangguan metabolik toksik.
II.6

Tatalaksana Penurunan Kesadaran


Prinsip pengobatan kesadaran dilakukan dengan cepat, tepat dan akurat, pengobatan

dilakukan bersamaan dalam saat pemeriksaan.Pengobatan meliputi dua komponen utama yaitu
umum dan khusus.9
II.6.1 Umum

Tidurkan pasien dengan posisi lateral dekubitus dengan leher sedikit ekstensi bila
tidak ada kontraindikasi seperti fraktur servikal dan tekanan intrakranial yang
meningkat.

Posisi trendelenburg baik sekali untuk mengeluarkan cairan trakeobronkhial,


pastikan jalan nafas lapang, keluarkan gigi palsu jika ada, lakukan suction di
daerah nasofaring jika diduga ada cairan.

Lakukan imobilisasi jika diduga ada trauma servikal, pasang infus sesuai dengan
kebutuhan bersamaan dengan sampel darah.

Pasang monitoring jantung jika tersedia bersamaan dengan melakukan


elektrokardiogram (EKG).

Pasang nasogastric tube, keluarkan isi cairan lambung untuk mencegah aspirasi,
lakukan bilas lambung jika diduga ada intoksikasi. Berikan tiamin 100 mg iv,
berikan destrosan 100 mg/kgbb. Jika dicurigai adanya overdosis opium/ morfin,
berikan nalokson 0,01 mg/kgbb setiap 5-10 menit sampai kesadaran pulih
(maksimal 2 mg).

II.6.2 Khusus
- Pada herniasi9

Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2: 25- 30 mmHg.

Berikan manitol 20% dengan dosis 1-2 gr/ kgbb atau 100 gr iv. Selama 10-20
menit kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.

Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg iv


lanjutkan 4-6 mg setiap 6 jam.

Jika pada CT scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural
hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.

Pengobatan khusus tanpa herniasi10

Ulang pemeriksaan neurologi yang lebih teliti.

Jika pada CT scan tak ditemukan kelainan, lanjutkan dengan pemeriksaan


pungsi lumbal (LP). Jika LP positif adanya infeksi berikan antibiotik yang
sesuai. Jika LP positif adanya perdarahan terapi sesuai dengan pengobatan
perdarahan subarakhnoid.

DEFINISI STROKE

Tanda-tanda klinis neurologis yang terjadi tiba-tiba, berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal/ global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau
menyebabkan kematian, tanpa ada penyebab lain yang jelas selain vaskular. (WHO1986).WHO
mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan
oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.11
KLASIFIKASI
Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :11
1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik

Perdarahan intra serebral

Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)

b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)

Stroke akibat trombosis serebri

Emboli serebri

Hipoperfusi sistemik

Tabel 3.Perbandingan Stroke Perdarahan dan Stroke Infark.12


Gejala-gejala

Perdarahan

Infark

Onset/awitan

Mendadak

Mendadak

Saat onset

Sedang aktif

Istirahat

Peringatan

--

++ (TIA)

Nyeri kepala

+++

+/-

Kejang

Muntah

Kesadaran menurun

+++

+/-

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir
70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:

Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.

Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit
antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

ETIOLOGI12
Etiologi stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
2. Ruptur kantung aneurisma
3. Ruptur malformasi arteri dan vena
4. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan,hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
6. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7. Septik embolisme, myotik aneurisma
8. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9. Amiloidosis arteri
10. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arterivertebral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis.
11. Koagulopati (misalnya, akibat gangguan sistemik yang mendasari seperti diatesis
perdarahan atau penyakit hati)

12. Terapi trombolitik untuk infark miokard akut (MI) dan stroke iskemik akut (dapat
menyebabkan transformasi hemoragik iatrogenik)

FAKTOR RISIKO.13-16
Tidak dapat dimodifikasi
usia: dikatakan bahwa individu yang berumur > 65 tahun lebih sering terkena serangan
stroke. Hal ini dikarenakan semakin tua umur seseorang, dinding pembuluh darah menjadi
lebih rentan rusak akibat radikal bebas ataupun akibat aliran darahnya sendiri.
Jenis kelamin:. Laki-laki lebih berisiko terkena stroke berbanding wanita karena pada
wanita terdapatnya hormon estrogen yang berfungsi sebagai proteksi terhadap proses
aterosklerosis, namun jika wanita sudah menopause, lebih mudah untuk terkena stroke.
Riwayat stroke
Ada riwayat stroke pada keluarga (faktor keturunan/ genetik)
Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh darah otak dimana
stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak-anak dan atau remaja)
Dapat dimodifikasi :
Hipertensi. Etiologi yang paling umum stroke hemoragik primer (perdarahan intraserebral)
adalah

hipertensi,

dengan

setidaknya

dua

pertiga

pasien

dengan

perdarahan

intraparenchymal primer dilaporkan telah ada sebelumnya atau yang baru didiagnosis
hipertensi. Penyakit hipertensi hasil yang kecil-kapal dari aneurisma lipohyalinotic kecil
yang kemudian pecah dan menyebabkan perdarahan intraparenchymal. Lokasi khas
termasuk ganglia basal, talamus, serebelum, dan pons.

Diabetes mellitus: Sebagai faktor resiko stroke, diabetes melitus berperan melalui proses
aterosklerosis pembuluh darah otak. Proses aterosklerosis pembuluh darah otak pada
diabetes mellitus melalui kelainan lipid yang multiple
Penyakit jantung. Stroke dapat ditimbulkan oleh emboli yang bersumber dari trombus di
jantung. Trombus yang terlepas akan terbawa oleh aliran pembuluh darah sampai pada
percabangan arteri yang terlalu kecil untuk dilewati. Emboli yang berasal dari jantung
dapat disebabkan oleh kelainan katup, kelainan dinding jantung atau dari kelainan irama
jantung.
Obesitas
Merokok : Mekanisma peningkatan aterogenesis karena rokok meliputi :
-

Reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh darah


-

Meningkatnya adhesi trombosit

Meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang terkandung


dalam rokok.

Stress

EPIDEMIOLOGI.12,13
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit
ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan dua pertiga
stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.13
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia
sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia. Penyakit
tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia.12
Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker.Di Indonesia
penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 % penderita

stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen
saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.12

STROKE HEMORAGIK
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
ruang subarachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Sebagian dari lesi vascular yang
dapat menyebabkan perdarahan subaraknoid (PSA) adalah aneurisme sakuler (Berry) dan
malformasi arteriovena (MAV).14
Perdarahan dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologic karena tekanan pada
struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan
baik spontan maupon traumatic. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua; yaitu, tekanan
pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang volumenya tetap dan
vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan ke darah bebas di dalam ruang
antara lapisan arakhnoid dan piamater meningen.15
Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan
kehilangan kesadaran. Namun, apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien berkemungkinan
besar mengalami nyeri kepala hebat, yang merupakan scenario khas perdarahan subarachnoid
(PSA). Tindakan pencegahan utama untuk perdarahan otak adalah mencegah cedera kepala dan
mengendalikan tekanan darah.13,14

SUBTIPE SUBHEMORAGIK
a) Perdarahan Intraserebrum.16
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi akibat cedera
vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak. Stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebral

paling sering terjadi pada saat pasien terjaga dan aktif. Oleh karena lokasinya berdekatan dengan
arteri-arteri dalam, basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan
dan iskemia yang disebabkan oleh stroke tipe ini.
Biasanya perdarahan di bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologi fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang 2
jam.Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
keterlibatan kapsula interna.Angka kematian untuk perdarahan intraserebrum hipertensif sangat
tinggi mendekati 50%.
Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium memiliki prognosis yang lebih baik
apabila volume darah sedikit. Namun, perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons
atau serebelum memiliki prognosis jauh lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada
struktur vital di batang otak.
Tabel 4. Penyebab Perdarahan Intraserebrum.
Penyebab Perdarahan Intraserebrum
Perdarahan Intraserebrum Hipertensif
Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Ruptur aneurisma sakular (berry)
Ruptur malformasi arteriovena (MAV)
Trauma
Penyalahgunaan kokain, amfetamin
Perdarahan akibat tumor otak
Infark hemoragik
Penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan

Gejala klinis perdarahan intrasereberum.16,17

Terjadinya perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa; peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual,

muntah, gangguan memori, bingung, perdarahan retina, dan epistaksis.


Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat

disertai kejang fokal / umum.


Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan

menghilang dan deserebrasi


Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TIK), misalnya papil edema dan

bola

mata

perdarahan subhialoid.

b) Perdarahan Subarakhnoid. 13,14


Perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh
darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
Perdarahan subarachnoid (PSA) disertai oleh meningitis aseptik dan gangguan aktifitas
serebrovaskuler. Pada stroke hemoragik, defisit neurologis yang terjadi merupakan akibat dari
perusakan jaringan otak oleh darah atau akibat adanya darah di dalam ruang subarakhnoid. Darah
di dalam ruang subarakhnoid, khususnya di sisterna basalis, dapat menginduksi terjadinya
vasospasme.Vasospasme yang berlanjut dapat menyebabkan terjadinya infark serebri sekunder,
yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan jaringan otak.

GEJALA KLINIS
Secara umum stroke akan menunjukkan gejala kelainan Upper Motor Neuron (UMN), terkena
traktus kortiko-spinalis.
1. Hipertonus (spastis atau rigid)
2. Hiperrefleks fisiologis

3. Refleks patologis +
4. Klonus kaki +
5. Atrofi tidak ada (kecuali disused atrofi)
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient
Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Gejala klinis berdasarkan lokasi lesi di cerebri:14,15
Cortex
Hemiplegia kontralateral
Afasia
Ada fase syok/fase akut yaitu dimana gejala kelumpuhan UMN belum menunjukkan
gangguan kelumpuhan tipe UMN
Subcortex
Hemiplegia di kontralateral
Gangguan termi
Gangguan memori
Afasia

Capsula interna
Hemiplegia
Tidak ada afasia

Disertai gangguan ekstrapiramidal berupa rigiditas atau hiperefleksi- untuk membedakan


dengan lesi di cortex.
Gejala kelumpuhan tipe UMN sudah tampak pada fase akut.

DASAR DIAGNOSIS
WHO menyatakan definisi stroke (Aho dkk, 1980) adalah gangguan fungsi cerebral fokal atau
global yang terjadinya mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, akibat adanya
gangguan peredaran darah otak.1 Gangguan fungsi cerebral umumnya berupa defisit fungsi
motorik (hemiparesis, disartri, disfoni), sensorik (hemihipestesi), gangguan fungsi luhur (afasia,
agnosia) yang tergantung dari letak dan luasnya lesi. Pengertian gangguan serebral global
merujuk pada manifestasi klinik penurunan kesadaran.Untuk membedakan stroke tersebut
termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis atau keduanya, dapat ditentukan berdasarkan.13
1. Anamnesis
Langkah ini tidak sulit karena kalau memang stroke sebagai penyebabnya, maka sesuai
dengan definisinya, kelainan saraf yang ada timbulnya adalah secara mendadak. Bila sudah
ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan
stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.12

Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.


Stroke haemorhagik :
- Penderita rata-rata lebih muda
- Ada hipertensi
- Terjadi dalam keadaan aktif
- Didahului nyeri kepala
- Kesadaran menurun (tidak selalu)
- Ada meningismus (tidak selalu kecuali subarachnoid)

Stroke iskemik :
- Penderita rata-rata lebih tua
- Terjadi dalam keadaan istirahat
- Ada dislipidemia(LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
- Nyeri kepala
- Gangguan kesadaran jarang.
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada
tabel di bawah ini.
2. Pemeriksaan fisik dan gejala awal stroke yang harus diwaspadai.14,16,17
Ada suatu penilaian sederhana yang dikenal dengan singkatan FAST (Face, Arms drive, Speech,
dan Three of signs)
F = Face (Wajah)
Wajah tampak mencong sebelah tidak simetris. Sebelah sudur mulut tertarik ke bawah dan
lekukan antara hidung ke susdut mulut atas tampak mendatar.
A = Arms Drive (Gerakan Lengan)
Angkat tangan lurus sejajar kedepan (90 derajat) dengan telapak tangan terbuka ke atas selama
30 detik. Apabila terdapat kelumpuhan lengan yang ringan dan tidak disadari penderita, maka
lengan yang lumpuh tersebut akan turun (menjadi tidak sejajar lagi). Pada kelumpuhan yang
berat, lengan yang lumpuh tersebut sudah tidak bisa diangkat lagi bahkan sampai tidak bisa
digerakkan sama sekali.
S = Speech (Bicara)
Bicara menjadi pelo (artikulasi terganggu) atau tidak bisa berkata-kata (gagu) atau bisa bicara
akan tetapi tidak mengerti pertanyaan orang sehingga komunikasi verbal tidak nyambung.
T = Three of signs (ketiga tanda diatas)

Ada tiga gejala yaitu perubahan wajah, kelumpuhan, dan bicara.

Tabel 3 perbedaan pada pemeriksaan klinis neurologis


Tanda- tanda

Perdarahan

Infark

Bradikardia

++ (dari permulaan)

+/-

Udem papil

Sering +

Kaku kuduk

Tanda kernig, brudzinski

+++

3. Pemeriksaan penunjang.12,14,17
Kemajuan teknologi kedokteran memberi kemudahan untuk membedakan antara stroke
hemoragik dan stroke iskemik diantaranya : Computerized Tomograph scanning (CT Scan),
Cerebral angiografi, Elektroensefalografi (EEG), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan laboratorium dan lainnya.
Untuk menegakkan diagnosis stroke, CT scan (Computerised Tomography Scanning)
yang merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard). Mengingat bahwa alat tersebut saat
ini hanya dijumpai di kota tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan kecurigaan stroke,
langkah pertama yang ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasus tersebut
kasus stroke, karena abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala, juga dapat memberikan
kelainan neurologis yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang dialaminya.
Pada CT dapat dilihat distribusi darah, sehingga dapat dilihat lokasi aneurisma yang
pecah.CT juga menunjukkan fokal intraparenkim atau perdarahan subdural, pembesaran
ventrikel, aneurisma besar dan infark akibat vasospasme.Gambaran perdarahan pada CT scan
berupa gambaran hiperdens.
Lumbar Puncture yang dilakukan pada PSA akan ditemukan cairan CSF bercampur
darah. Tekanan CSF biasanya tinggi dan kadar protein meningkat. Penampakan xantochromia

dapat juga didapati setelah cairan serebrospinal disentrifugasi. Dapat juga dijumpai kadar
glukosa yang rendah akibat meningitis kimiawi yang steril.
Angiografi digunakan untuk mendeteksi aneurisma dan lokasinya dikarenakan penyebab
utama stroke hemoragik adalah aneurisma dan malformasi arteri vena.Angiografi dapat
memastikan etiologi pasti. Pemeriksaan penunjang lain seperti darah lengkap, kadar ureum,
elektrolit, glukosa darah, foto toraks, dan EKG untuk melihat ada tidaknya factor resiko yang
dapat memicu terjadinya stroke. Fungsi ginjal juga diperlukan untuk melihat apakah terdapat
gangguan ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke akut berdasarkan Guideline Stroke Tahun 2011
perhimpunan dokter spesialis saraf Indonesia.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak di anjurkan,
karena kemungkinan dapat memperburuk keluaran neurologik. Pada sebagian besar pasien,
tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan serangan
stroke. Guideline stroke tahun 2011 merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi
pada stroke akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi
dibawah ini:11
1. Pada pasien stroke iskemia akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun
diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik > 220
mmHg atau tekanan darah diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang
diberi terapi trombolitik (rTPA), tekanan darah sistolik diturunkan hingga < 185 mmHg
dan tekanan darah diastolik < 110 mmHg. Obat antihipertensi yang digunakan adalah
Labetolol, Nitropruside, Nikardipin atau Diltiazem intravena.

2. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila tekanan darah sistolik > 200
mmHg atau mean Arterial Pressure (MAP) > 150 mmHg, tekanan darah diturunkan

dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinyu dengan pemantauan


tekanan darah setiap 5 menit.

3. Apabila tekanan darah sistolik > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan
intrakranial, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.

4. Apabila tekanan darah sistole > 180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala
dan tanda peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah
160/90 mmHg. Pada Studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah sistole hingga
140 mmHg masih diperbolehkan.

5. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan
dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko
terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga tekanan darah sistole 140 160 mmHg.
Sedangkan tekanan darah sistole 160 180 mmHg sering digunakan sebagai target
tekanan darah sistole dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini
bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan
vasospasme dan komorbiditas kardiovaskuler.

6. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih rendah
dari target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya, misalnya
diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15 25% pada jam pertama dan tekanan
darah sistolik 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
Pada stroke perdarahan yang tidak dikelola dengan baik, hipertensi dapat mengakibatkan
perdarahan ulang dan semakin luasnya hematoma (perdarahan).Penurunan tekanan darah pada
stroke fase akut harus dilakukan dengan hati-hati.Penurunan tekanan darah yang terjadi dengan
cepat dapat mengakibatkan kerusakan semakin parah dan memperburuk keadaan klinik
neurologik pasien.Oleh karena itu, pemilihan obat anti hipertensi parenteral yang ideal adalah
yang dapat dititrasi dengan mudah dengan efek vasodilator serebral yang minimal. Pedoman
penurunan tekanan darah pada stroke akut adalah sebagai berikut:15
1. Gunakan obat antihipertensi yang memiliki masa kerja singkat (short acting agent)
2. Pemberian obat antihipertensi dimulai dengan dosis rendah
3. Hindari pemakaian obat anti hipertensi yang diketahui dengan jelas dapat mengakibatkan
penurunan aliran darah otak
4. Hindari pemakaian diuretika (kecuali pada keadaan dengan gagal jantung)
5. Patuhi konsensus yang telah disepakati sebagai target tekanan darah yang akan dicapai.
Perdarahan Intraserebral
1

Tatalaksana Umum.11-13
- Tirah baring total dengan kepala ditinggikan paling sedikit 15-30, paling sedikit dua
-

minggu.
Fisioterapi pasif beberapa kali sehari, fisioterapi aktif tidak dianjurkan dalam dua
minggu pertama.

Diet makanan sesuai faktor resiko

Monitoring tanda-tanda vital

Tatalaksana Medis
- Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopeni berat sebaiknya
mendapat terapi penggantian factor koagulasi atau trombosit. FFP 2-6 unit dapat
-

diberikan untuk mengoreksi factor pembekuan darah.


Apabila terjadi gangguan koagulasi, dapat dikoreksi dengan pemberian vitamin K 10 mg

IV, kecepatan pemberian < 1 mg/menit untuk mencegah anafilaksis.


Prosedur/operasi
- Pasien dengan GCS <8, dengan tanda klinis herniasi tentorial atau perdarahan
intraventrikel dapat dipertimbangkan untuk penanganan dan pemantauan tekanan
intracranial. Drainase ventrikuler sebagai tatalaksana hidrosefalus.

Terapi farmakologi:
1)

Vitamin K

Mekanisme kerja : Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor

pembekuan darah yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor
VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic.
Kemudian factor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin menjadi
thrombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa yang akan mengkatalisis
perubahan fibrinogen menjadi fibrin.

Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:


aktivasi tromboplastin
pembentukan thrombin dari protombin
pembentukan fibrin dari fibrinogen

Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan
Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak.
a)
-

Menadiol Sodium Fosfat

Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit

hati)

Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua

Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa 10-

40 mg per hari.

Sediaan: tablet 10 mg

Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion


b)

Vitamin K1

Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau penyakit

hati)
Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa 1040 mg per hari.
Sediaan: tablet 10 mg
Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.

2)

Protamin
Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg menetralkan

80-100 unit heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang, diperlukan protamin lebih sedikit
karena heparin diekskresi dengan cepat; maksimal 50 mg.
Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika digunakan
berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang terjadi saat pemberian heparin
hanya ringan, protamin sulfat tidak perlu diberikan karena penghentian heparin biasanya akan
menghentikan perdarahan dalam beberapa jam.

Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin

Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea, reaksi

hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.

Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai antagonis

heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara membentuk kompleks bersama heparin yang
bersifat asam kuat menjadi bentuk garam stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak
mempunyai efek antikoagulan.

3)

Bentuk sediaan: Injeksi intravena

Asam traneksamat

Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat

pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan
pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas.

Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi plasminogen

sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim yang


mendegradasi gumpalan fibrinogen dan protein plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V
dan VIII. Oleh karena itu, dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.
Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena perlahan:
0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg per kg setiap hari.
Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit kepala,
kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema, nekrosis kutan, plak
eritematosis, hiperkelemia, hiperlipidemia, mual, muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan
darah pada urin, epiktasis, hemoragik adrenalin, hemoragik retriperitonial, trombositopenia,
peningkatan enzim SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan karena injeksi
subkutan, neropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma
arthritis, rhinitis, bronkospasme, reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.

Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis tidak

diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan thrombus akan meningkat
dengan adanya O estrogen atau mekanisme antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.

Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan

plasminogen dan plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada
tingkat tertentu.

Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.

4)

Calsium Chanel Blocker: Nimodipin

Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler preferensial.

Hal ini ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan darah pada serebrovaskuler.

Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal

sebagai kalsium chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan hasil neurologis
dengan mengurangi insiden dan keparahan deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan
subarachnoid dari pecahnya aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion
kalsium sel selama depolarisasi sebagai penghambat arus transmembran. Nimodipin
menghambat transfer ion kalsiun ke dalam sel dan demikian menghambat kontraksi otot polos
vaskuler.

Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai terapi

dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid.

5)

Terapi suportif: infuse manitol

Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema serebral.

Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral pada

hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol bekerja untuk
meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk
otak dan cairan serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak,
peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.

Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema serebral;1.5-2 gr/kg

dosis IV dalam 15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit pertahankan osmolarotas serum 310
sampai >320 mOsm/kg.

PROGNOSIS
Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik.Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan
mandirinya lagi.Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 4080%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama. Di Indonesia penyakit ini menduduki
posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5% penderita stroke meninggal dunia.
Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total
dari stroke dan kecacatan.3-7 Secara keseluruhan prognosis stroke bervariasi seperti berikut:
1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
2. Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya
tinggi.
3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk. Dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi.
4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat
(Nassisi, 2009).Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek
massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana
berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga
mengganggu fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal.
5. Perdarahan yang terjadi di ruang supratentorium (di atas tentorium serebeli) memiliki
prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun perdarahan ke dalam ruang
infratentorium di daerah pons atau serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk
karena cepatnya timbul tekanan pada struktur-struktur vital di batang otak.
6. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul, sementara
prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity Daily Living (Barthel
Index) dan

NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko kecacatan dan ketergantungan

fisik/kognitif setelah 1 tahun adalah 20 30%

DAFTAR PUSTAKA
1. Batubara, AS. Koma dalam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Ed 80. FK USU.
1992. Hal 85-87.

2. Adams RD, Victor M, Ropper AH.Principles of Neurology. 7th edition. New York:
McGraw-Hill;1997.
3. Plum, F. Posner, JB. Saper, CB. Schiff, ND. Plum and Posners Diagnosis of Stupor
and Coma. Oxford University Press. New York.2007. Hal. 5-9.
4. Kenneth W. Lindsay, Ian Bone. Neurology and neurology illustrated. 3 rd edition.
London: Churchill Livingstone; 1997.
5. Moore KL, Agur AM. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates; 2002.
6. Susunan Saraf. Jakarta: Dian Rakyat. 2008. hal 303-331.
7. Dewanto, G. Suwono, WJR. Budi, dkk. Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf.
Fakultas UNIKA ATMAJAYA. EGC. 2007.
8. Harsono. Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 2005.
9. Greenberg, MS. Coma dalam Handbook of Neurosurgey. 5 th ed. Thieme. NY. 2001.
Hal 119-123
10. Harris, S. Penatalaksanaan

Pada Kesadaran Menurun dalam Updates

in

Neuroemergencies. FKUI. Jakarta. 2001. Hal.1-7


11. Rasyid Al, Soertidewi L. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2011.
12. Hadinoto HS, Setiawan, Soetedjo. Stroke. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Semarang: 1992;
13. Mardjono M, Sidharta P. Mekanisme Gangguan Vaskular Susunan Saraf: Neurologi
Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. 2009;267292.
14. Soetjipto H, Muhibbi S. Stroke: Pengenalan & Penatalaksanaan Kasus-kasus
Neurologi. Ed II. Departemen Saraf RSPAD GS Ditkesad, Jakarta. 2007;1834.
15. Misbach J,Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto, Rasyid Al, et al. Guideline
Stroke tahun 2011. Pokdi Stroke PERDOSSI, Jakarta. 2011.
16. Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh K (editor). Stroke: Buku Pedoman SPM &
SPO Neurologi. PERDOSSI, Jakarta. 2006;1924.
17. Greenberg DA, Aminoff MJ. Simon RP. Stroke: Clinical Neurology Lange. Ed 6th.
McGraw Hill,USA. 2005; 285318.

Anda mungkin juga menyukai