banyak dipertanyakan fungsinya perlu ditata kembali. Lemahnya daya saing jasa
konstruksi Indoensia. ASMET tidak compatible dengan standar intrnasional.
Sertifiaksi belum menjadi quality assurance baik tenaga ahli maupun badan usaha.
Intinya, ada penilaian bahwa masih terdapat permasalahan baik disisi pembangunan,
kelembagaan,
pengaturan
maupun
pengawasan
dan
penegakan
hukum.
pembahasan prakarsa DPR tentang RUU Jasa Konstruksi ini, dapat diidentifikasi
sejumlah issue utama atau permasalahan yang muncul. Berikut ini akan diuraikan
beberapa diantaranya. ISSUE UTAMA/PERMASALAHAN: 1.Arah pertumbuhan
dan perkembangan jasa konstruksi belum jelas dan belum dilengkapi dengan
perangkat evaluasi yang terstruktur. Tujuan pengaturan penyelenggaraan konstruksi
agar pelaku konstruksi memiliki kapasitas kompetensi dan daya saing, proses
konstruksi efisien, produktif, kreatif inovatif dan berkeadilan serta hasil konstruksi
berkualitas, bermanfaat dan berkelanjutan. 2.Pasal 36 dan 37 masalah penyelesaian
sengketa jasa konstruksi. Pemerintah harus lebih serius memasukkan masalah
sengketa jasa konstruksi ini mengingat semakin banyaknya kasus yang berkembang
di bidang jasa konstruksi. 3.Masalah sertifikasi profesi adalah adanya kesenjangan
antara kualitas yang dimiliki tenaga kerja/SDM dengan yang dibutuhkan oleh dunia
usaha/industri. Kasus kegagalan konstruksi hendaknya menjadi pelajaran berharga
dan agar dapat dimasukkan dalam RUU ini. 4.Sertifikasi menjadi issu utama,
prosesnya masih beragam, dan belum menjadi quality assurance dalam perwujudan
struktur usaha yang diharapkan. Jenis pekerjaan (Arsitektur, Sipil, Mekanikal,
Elektikal, dan Tata Lingkungan/ASMET) tidak kompatibel dengan lapangan usaha
nasional maupun internasional. 5.Belum ada standar kontrak yang menjamin
kesetaraan pengguna jasa dan penyedia jasa. 6.Dana pembinaan dan pengembangan
jasa konstruksi masih menjadi kendala. 7.Peran pemerintah dalam tata kelola jasa
konstruksi masih menghadapi hambatan, misalnya mengawasi proyek-proyek non
APBN/APBD. 8.Ketatalembagaan LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi)
juga belum mencerminkan tugas pengembangan jasa konstruksi. Forum masyarakat
jasa konstruksi belum efektif. Pengembangan jasa konstruksi masih memerlukan
kepemimpinan pemerintah. Serta, norma pengadaan jasa konstruksi kaku dan sempit,
sehingga tidak realistis bagi penyelenggara konstruksi swasta. 9.Adanya perubahan
kebijakan nasional (regulasi) yang terkait jasa konstruksi (UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas) serta
implentasi liberalisasi perdagangan jasa konstruksi (impor maupun ekspor).
pelaksanaan
asosiasi/organisasi
dan
profesi
pemeliharaan.
jasa
konstruksi
16.Apa
sebagai
yang
bisa
kelompok
dilakukan
kepentingan
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi UU Jasa Konstruksi yang sekarang
belum tegas menjelaskan bagaimana tanggung jawab tenaga ahli kalau kesalahannya
sudah dimulai sejak perencaan. Kemudian bagaimana pula tanggung jawab
perusahaan, apakah semua dilimpahkan kepada tenaga ahli dan begitu pula
pemerintah sebagai pembina. hal ini harus diatur secara jelas dan tegas, agar saat
terjadi suatu peristiwa kegagalan konstuksi atau bangunan semua yang terkait tidak
lempar `handuk` atau lari dari tanggung jawab. 24.Sebenarnya UU No.18 Tahun 1999
sudah mengakomodir secara universal kepentingan jasa konstruksi nasional yang
sudah mensetarakan antara penyedia jasa dengan pengguna jasa, hanya diperlukan
peraturan pemerintah yang mengatur aspek-aspek khusus. RUU tentang Jasa
Kosntruksi yang diinisiatif oleh DPR RI ini bukan revisi dari UU Nomor 18 tahun
1999 tapi merupakan produk undang-undang baru yang judulnya jasa konstruksi
sedangkan terminologi/ruang lingkup jasa konstruksi berubah dan paling dominan
adalah hilangnya peran masyarakat didalam rancangan undang-undang yang baru
tersebut yang isinya bukan jasa konstruksi tetapi sektor konstruksi. 25.Sesungguhnya
bidang jasa konstruksi sudah ada UU yang mengaturnya yakni UU No. 18 Tahun
1999. Yang belum ada pengaturan adalah bidang konstruksi. Prakarsa DPR ini mau
mengatur jasa konstruksi atau konstruksi? Apakah UU yang ada sudah dilaksanakan
dengan baik denhingga perlu diubah? Jangan hanya karena permasalahan sertifikasi
UU Jasa Konstruksi diubah, Perlu dievaluasi motivasi Prakarsa DPR ini. 26.Pasal 58
Ayat (1) RUU Jasa Konstruksi berbunyi, Pelaksanaan peran masyarakat jasa
konstruksi dalam pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga
pengembangan yang independen. Lembaga ini apakah diperlukan? Apa pengertian
independen, patuh pada peraturan perundang-undangan atau tidak ada intervensi atau
keterlibatan negara? 27.Pasal 61, Ayat (1) RUU Jasa Konstruksi berbunyi,
Penyelenggaran sertifiaksi kompetensi kerja dan sertifikasi badan usaha di bidang
jasa konstrjksi dilakukan oleh Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi
Nasional yang dibentuk oleh pemerintah. Selanjutnya, Pasal 64 Ayat (1) butir a
berbunyi, Tugas wewenang Bdan Akrediatsi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional
meliputi: (a) melakukan akreditasi asosiasi badan usaha dan asosiasi profesi. Suatu
pertanyaan pokok dalam hal ini adalah: apakah asosiasi setelah mendapat akreditasi
dari Badan tersebut memiliki wewenang untuk melaksanakan sertifikasi sendiri
terhadap anggota-anggotanya? (MUCHTAR EFFENDI HARAHAP).
LPJK
Dalam rangka peringatan Hari Ulang Tahunnya yang ke-10, Lembaga Pengembangan
Jasa Konstruksi mengadakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menggalang
kebersamaan seluruh unsur masyarakat jasa konstruksi.
Dengan mengangkat tema Selamatkan Jasa Konstruksi Indonesia; Di Era
Liberalisasi Jasa Dengan Keberpihakan Seluruh Komponen Bangsa Kepada Penyedia
Jasa Konstruksi Nasional, peringatan HUT LPJK Ke-10 ini dimaksudkan untuk
merefleksikan perjalanan LPJK selama rentang waktu 10 tahun berdirinya, yakni
sejak tahun 1999 hingga 2009.
Dalam kaitannya dengan itu, diselenggarakan 4 buah seminar yang diharapkan dapat
menjadi ajang yang sarat dengan makna dan manfaat bagi dunia jasa konstruksi
nasional. Seminar pertama dan kedua, membahas tentang perjalanan dan evaluasi
sepuluh tahun UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi yang menjadi dasar atas
segala upaya pengembangan sektor jasa konstruksi di Indonesia, serta yang
mengamanatkan berdirinya LPJK sebagai lembaga yang mengemban tugas untuk
mengembangkan jasa konstruksi di tanah air. Sementara seminar ketiga dan keempat,
adalah tentang upaya memetakan pasar jasa konstruksi nasional, serta pembahasan
tentang pengembangan teknologi konstruksi terbaru saat ini.
Kegiatan lainnya, adalah pemberian LPJK Award bagi LPJK Daerah, Asosiasi
Perusahaan Jasa Konstruksi, Asosiasi Profesi Jasa Konstruksi serta Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan Jasa Konstruksi. Pemberian Award ini, dilakukan setelah
seluruh LPJKD, Asosiasi maupun Lembaga Diklat dinilai berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu yang ditetapkan oleh panitia. Ajang LPJK Award ini, digulirkan untuk
memperebutkan Piala Bergilir dari Menteri Pekerjaan Umum dan Piala Ketua Umum
LPJK Nasional.
Demikian halnya pemberian penghargaan bagi tokoh-tokoh yang dianggap paling
berjasa dalam proses lahirnya UU No 18/1999 serta pembentukan Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sepuluh tahun silam, tepatnya pada tanggal 9
Agustus 1999. Untuk menggalang kebersamaan, juga diadakan kegiatan gerak jalan
dan sepeda sehat, yang dipusatkan di Monumen Nasional, Jakarta Pusat, yang diikuti
oleh seluruh stake holder LPJK, termasuk pihak pemerintah, asosiasi, badan
pelaksana LPJK, lembaga diklat dan sebagainya. Tak lupa, digelar pula pertandingan
3 cabang olah raga, yakni Badminton, Tenis Meja dan Futsal.
Dan kegiatan yang paling berdimensi sosial adalah gerakan Penanaman Sejuta Pohon
yang berlokasi di 33 Provinsi di Indonesia. Kegiatan penanaman sejuta pohon ini
dilaksanakan oleh LPJK Nasional dan seluruh LPJK Daerah yang tersebar di seluruh
tanah air.