Anda di halaman 1dari 205

ta

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

.id

s.
go

bp

Katalog BPS: 1103003.34

.id
s.
go

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

DATA STRATEGIS
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2015

BADAN PUSAT STATISTIK


PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DATA STRATEGIS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


2015
No. Katalog
No. ISSN
No. Publikasi
Ukuran Buku

: 1103003.34
:: 34523.15.42
: 14,8 cm x 21,5 cm

Jumlah Halaman : xii + 189 halaman

s.
go

.id

Penyiapan tabel oleh:


Istanti

gy

tp

://
yo

Penyunting oleh:
Tutty Amalia
Alwan Fauzani

ak

ar

ta
.

bp

Naskah:
Istanti

ht

Gambar Kulit:
Istanti

Diterbitkan oleh:
Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya.

KATA PENGANTAR

Booklet yang berjudul DATA STRATEGIS DAERAH

ISTIMEWA

YOGYAKARTA 2015 disusun dalam rangka menyediakan data terkait


indikator sosial ekonomi. Booklet BPS ini dirancang secara khusus bagi para
pelajar, mahasiswa, akademisi, pelaku bisnis, birokrat, dan masyarakat luas
yang memerlukan data dan informasi statistik yang bersifat umum, ringkas,
strategis, namun mencakup berbagai bidang yang cukup luas.
Beragam data dan indikator sosial-ekonomi yang dicakup dalam

booklet ini meliputi Inflasi, Produk Domestik Regional Bruto, Nilai Tukar
Pertanian,
penting

Ketenagakerjaan,

Kemiskinan,

lainnya.

memudahkan

Untuk

Kependudukan,

dan

pemahaman

dan

s.
go

indikator

.id

Petani,

bp

pemanfaatan data, disertakan penjelasan teknis beserta analisisnya.


Semoga booklet ini bisa memberikan informasi berharga bagi

ta
.

pengguna data BPS, baik untuk aparat pemerintahan maupun publik. Booklet

ar

ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi yang berguna untuk berbagai

gy

ak

tujuan.

://
yo

Data yang tersaji dalam booklet ini mungkin belum mampu


memenuhi semua keinginan para pengguna data dan mereka yang peduli
data dan informasi. Oleh karena itu, saran dan masukan yang

tp

terhadap

ht

membangun sangat kami butuhkan demi penyempurnaan penerbitan booklet


pada tahun berikutnya.
Yogyakarta, Desember 2015
Badan Pusat Statistik
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kepala,

Y. Bambang Kristianto, MA

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go
bp
ta
.
ar
ak
gy
://
yo
tp
ht
ii

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

RINGKASAN DATA STRATEGIS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2014

2015

(2)

(3)

(4)

1. Inflasi Kalender (%)

7,32

6,59

NA

2. Pertumbuhan Ekonomi (%)

5,49

5,18

NA

3. PDRB Perkapita ADHB (Rp)

23 624,0

25 693,4

NA

116,89

102,26

NA

5. Tingkat Pengangguran Terbuka


(TPT,%), bulan Agustus

3,24

3,33

4,07

6. TPAK (%), bulan Agustus

69,29

71,05

68,38

7. Persentase Pekerja Sektor Formal (%)

44,03

47,12

24,39

55,97

52,88

75,61

75,07

76,26

NA

159 266

158 903

NA

57,88

57,87

NA

921 824

919 573

NA

15,43

15,00

14,91

8. Jumlah Penduduk Miskin, Mar (000)

553,07

544,87

550,23

9. Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan)

308 826

318 514

342 541

ak

ar

ta
.

8. Persentase Pekerja Sektor Informal


(%)
9. Persentase Luas Lahan Pertanian (%)

bp

4. Rata-rata NTP

.id

2013

(1)

s.
go

Tahun
Indikator

gy

10. Luas Panen Tanaman Padi (ha)

://
yo

11. Produktivitas Tanaman Padi (ku/ha)


12. Produksi Padi (ton)

ht

tp

7. Persentase Penduduk Miskin, Mar (%)

10. Jumlah Ruta Penerima Raskin


10. Jumlah Penduduk bulan Juni

1 818 982

1 839 727

1 860 441

11. Angka Buta Huruf (%)

7,18

6,33

NA

12. Angka Harapan Hidup (tahun)

74,45

74,50

NA

13. IPM

76,44

76,81

NA

14. IDI

72,36

82,71

NA

Catatan: NA : Data belum tersedia

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

iii

DAFTAR ISI
i

Ringkasan Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta..........

iii

Daftar Isi

iv

Daftar Tabel....

Pendahuluan....

Angka Inflasi.....

.id

Kata Pengantar........................

17

Nilai Tukar Petani..

36

ta
.

bp

s.
go

Produk Domestik Regional Bruto.

ar

Pertanian....

gy

ak

Ketenagakerjaan..

43
52
72

Kependudukan........

93

tp

://
yo

Kemiskinan..

117

Pendidikan

127

Kesehatan. .

143

Indeks Demokrasi Indonesia.

150

Indikator Penting lainnya.

157

Singkatan dan Akronim.

184

Daftar Pustaka.............

187

ht

Indeks Pembangunan Manusia...

iv

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

DAFTAR TABEL
ANGKA INFLASI
Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Yogyakarta dan
Nasional, 2012 2014 (2012=100)

10

Tabel 2.2

Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional, 2014.2015 (2012=100)

11

Tabel 2.3

Inflasi Kota Yogyakarta Bulan Desember 2014, menurut


pengeluaran (2012=100).

12

Tabel 2.4

Inflasi Bulan Desember 2014 dan Year on Year Kota


Yogyakarta dan Nasional menurut Kelompok Pengeluaran
(2012=100).....................................................................
Andil Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional Bulan Desember
2014 (2012=100) ..........................................................

Tabel 2.5

.id

Tabel 2.1

13
14

Perbandingan Inflasi Tahun ke Tahun Kota Yogyakarta dan


Nasional, 2005-2014..............................................................

14

Tabel 2.7

Perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi Bulan


Desember 2014 untuk 23 Kota-kota Besar di Pulau
Jawa..........................................................................

15

Laju Iflasi Tahun Kalender untuk 23 Kota-kota Besar di Pulau


Jawa, 2010-2014.................................................................

16

ak

ar

Tabel 2.8

ta
.

bp

s.
go

Tabel 2.6

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga
Konstan 2010 menurut Lapangan Usaha Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2013-2014 (juta Rp)...

26

Tabel 3.2

Tabel 3.3
Tabel 3.4

Tabel 3.5
Tabel 3.6

ht

tp

Tabel 3.1

://
yo

gy

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga
Konstan 2010 menurut Kabupaten/kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2013-2014 (juta rupiah)..
.....................................................................
Kontribusi terhadap Jumlah PDRB Daerah Istimewa
Yogyakarta menurut Lapangan Usaha, 20102014(persen).
Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan
Usaha Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nasional, 2013 2014
(persen) .............................................................................

PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Daerah Istimewa


Yogyakarta menurut Lapangan Usaha, 2013 2014 (persen)
Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010
menurut Lapangan Usaha Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Nasional, 2013-2014 (persen) ...........................................

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

27
27

28
29

30

Tabel 3.7
Tabel 3.8

Tabel 3.9

Tabel 3.10
Tabel 3.11

Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Perkapita menurut


Lapangan Usaha Kabupaten/kota, 2013-2014...........................

31

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut PDRB Atas Dasar


Harga Konstan 2010 menurut Pengeluaran Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2013 2014 (juta Rp).

32

Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010


menurut Pengeluaran Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013- 2014
(persen).................................................................................
Indikator Penting PDRB menurut Provinsi di Pulau Jawa, 20122014.....................................................................................
Produk Domestik Regional Bruto, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Produk Domestik Bruto per Kapita, 1990-2014

33
34
35

NILAI TUKAR PETANI


Perkembangan Nilai Tukar Petani Daerah
Istimewa
Yogyakarta, Januari 2014-Desember 2014 (2012=100)

39

Tabel 4.2

Rata-rata Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta 20052014.........

40

Tabel 4.3

Nilai Tukar Petani Subsektor Daerah Istimewa Yogyakarta,


Oktober 2015-November 2015 (2012=100) ....

41

Tabel 4.4

Nilai Tukar Petani menurut Provinsi di Pulau Jawa, Januari


2015-Desember 2015 ...

42

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

Tabel 4.1

gy

PERTANIAN

Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian menurut


Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014 (ha)

46

Tabel 5.2

Persentase Penggunaan Lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta,


2010-2014....................................................... ....... ..........

47

Tabel 5.3

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2014.............................................

48

Tabel 5.4

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2014..

48

Tabel 5.5

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014

49

Tabel 5.6

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kacang Tanah di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014.............................

49

Tabel 5.7

Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Kayu di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2014

50

Tabel 5.8

Produksi Tanaman Pangan menurut Provinsi di Pulau Jawa ,


2013-2014

50

vi

ht

tp

://
yo

Tabel 5.1

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 5.9

Produktifitas Tanaman Pangan menurut Provinsi di Pulau Jawa ,


2013-2014

51

KETENAGAKERJAAN

Tabel 6.6

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat


Pengangguran Terbuka (TPT) di Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Nasional, 2011-2015 (persen)
Penduduk menurut Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu dan
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, Agustus 2014Agustus 2015
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, Agustus 2011-Agustus 2015
(peren)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2013-2015 (persen)...
Penduduk yang termasuk Angkatan Kerja, Bekerja dan
Pengangguran menurut Provinsi di Pulau Jawa, Agustus 2014Agustus 2015 (ribuan)

://
yo

ht

Tabel 6.9

62
63

65

66

67
69

tp

Tabel 6.8

gy

ak

Tabel 6.7

Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama


Seminggu yang Lalu menurut Status Pekerjaan Utama di Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2013-2015
Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Propinsi DI Yogyakarta,
2013-2015

.id

Tabel 6.5

61

s.
go

Tabel 6.4

Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama


Seminggu yang lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2015

bp

Tabel 6.3

60

ta
.

Tabel 6.2

Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Jenis Kegiatan


di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2015

ar

Tabel 6.1

71

KEMISKINAN
Tabel 7.1

Jumlah Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2011-2015 (persen)

79

Tabel 7.2

Persentase Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2011-2015 .....

80

Tabel 7.3

Garis Kemiskinan Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015 (rupiah/kapita/bulan)

81

Tabel 7.4

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menurut Tipe Daerah di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015................................

82

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

vii

Indeks Keparahan (P2) menurut Tipe Daerah di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2011-2015

83

Tabel 7.6

Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (persen).

84

Tabel 7.7

Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (ribuan jiwa)

85

Tabel 7.8

Garis Kemiskinan Penduduk Miskin menurut Kabupaten/kota di


Daerah istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (rupiah/kapita/bulan)

86

Tabel 7.9

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menurut Kabupaten/kota di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (persen).

87

Tabel 7.10

Indeks Keparahan (P2) menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (persen)

88

Tabel 7.11

Indikator Kemiskinan menurut Provinsi di Pulau Jawa, 2013 2015.

89

Tabel 7.12

Distribusi Pendapatan Penduduk Darah Istimewa Yogyakarta


menurut Golongan Pendapatan, 2010-2014.

90

Tabel 7.13

Jumlah Rumah Tangga Hasil Pendataan Program Perlindungan


Sosial 2008 (PPLS08) menurut Kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta..
Hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 (PPLS11)
menurut Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta..

s.
go

bp

ta
.

Jumlah Rumah
Tangga Penerima Raskin menurut
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2008-2013

Tabel 8.3
Tabel 8.4

91
92

103

Penduduk menurut Kabupaten/kota di Daerah Istimewa 1971,


1980, 1990, 2000 dan 2010 (ribu) .

105

tp

Parameter Demografi Kabupaten/kota di Daerah Istimewa


Yogyakarta Hasil Sensus Penduduk 2010(Angka Sementara)

ht

Tabel 8.2

://
yo

PENDUDUK
Tabel 8.1

91

gy

ak

Tabel 7.15

ar

Tabel 7.14

.id

Tabel 7.5

Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Laju Pertumbuhan


Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010.
Rasio Ketergantungan menurut Kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta 1971-2010..

105
106

Tabel 8.5

Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 1971-2010

107

Tabel 8.6

Rasio Jenis Kelamin, Laju Pertumbuhan Penduduk 2000-2010,


Distribusi
Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

108

Penduduk
menurut
Kabupaten/kota
Daerah
Istimewa
Yogyakarta, 2011-2015

109

Tabel 8.7

viii

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta 2011-2015

110

Tabel 8.9

Rasio Ketergantungan menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta 2011-2015

111

Tabel 8.10

Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/kota di


Daerah Istimewa Yogyakarta 2011-2015

112

Tabel 8.11

Persentase dan Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi,2010,


2014, dan 2015

112

Tabel 8.12

Jumlah Rumah Tangga dan Rata-rata Banyaknya Anggota


Rumah Tangga Menurut Kabupaten/kota, 2012, 2013 dan
2014
Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2014-2015

113

Tabel 8.14

Paramater Fertilitas Hasil Proyeksi Penduduk 2000-2025..

115

Tabel 8.15

Paramater Mortalitas Hasil Proyeksi Penduduk 2000-2025..

116

Tabel 8.16

Angka Kelahiran Total di Daerah Istimewa Yogyakarta, SP1971SP2010

116

s.
go

Indeks Pembangunan Manusia menurut Kabupaten/kota di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2015

124

Tabel 9.2

Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2015 (tahun)

124

Tabel 9.3

Angka Harapan Sekolah menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2015 (tahun).

125

Rata-rata Lama Sekolah menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2015 (tahun).

125

Tabel 9.5

Pengeluaran Riil Per Kapita menurut Kabupaten/kota di Daerah


Istimewa Yogyakarta, 2010-2015(Rp/tahun)....

126

Tabel 9.6

Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi di Pulau Jawa,


2010-2015.

126

Tabel 10.1

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Daerah Istimewa Yogyakarta,


2010-2014

132

Tabel 10.2

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kabupaten/kota di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2014

132

gy

://
yo

ht

Tabel 9.4

ak

Tabel 9.1

tp

ar

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

114

ta
.

bp

Tabel 8.13

.id

Tabel 8.8

PENDIDIKAN

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

ix

Tabel 10.3

Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Provinsi di


Pulau
Jawa, 2012-2013..

133

Tabel 10.4

Angka Partisipasi Kasar (APK) Daerah Istimewa


Yogyakarta,
2010-2014..

134

Tabel 10.5

Angka Partisipasi Kasar (APS) menurut Kabupaten/kota di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2012..

134

Tabel 10.6

Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Provinsi di Pulau Jawa,


2013-2012...

135

Tabel 10.7

Angka Partisipasi Murni (APM) Daerah Istimewa


Yogyakarta,
2010-2014..

136

Tabel 10.8

Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Kabupaten/kota di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2012-2013..

136

Tabel 10.9

Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Provinsi di Pulau Jawa,


2012-2013....

138

.id

s.
go

Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Pendidikan


Tertinggi yang Ditamatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta,
2012 dan 2013..

://
yo

Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut


Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan dan Kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2014
Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 20102014

ht

Tabel 10.15

Tabel 10.16

139
139

140

140

tp

Tabel 10.14

138

gy

ak

Tabel 10.13

bp

Tabel 10.12

ta
.

Tabel 10.11

Persentase Penduduk yang Buta Huruf Daerah Istimewa


1 Yogyakarta, 2010-2014.
0 Persentase Penduduk yang Buta Huruf menurut Kabupaten/kota
. di D.I. Yogyakarta, 2013-2014
1
0 Persentase Penduduk yang Buta Huruf menurut Provinsi di
Pulau Jawa, 2012-2013.

ar

Tabel 10.10

142

Banyaknya Sarana Pendidikan menurut Kabupaten/kota di


Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014....................................

142

Tabel 11.1

Perkembangan Angka Kematian Bayi di Daerah


Istimewa
Yogyakarta........................................

147

Tabel 11.2

Persentase Balita menurut Penolong Kelahiran


Pertama di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014..

147

Tabel 11.3

Persentase Balita menurut Penolong Kelahiran Pertama dan


Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014

148

KESEHATAN

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 11.4

Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan


menurut Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 20102014...

148

Tabel 11.5

Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan


menurut Provinsi di Pulau Jawa, 2010-2014.

149

Tabel 11.6

Banyaknya
Sarana Kesehatan menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011....

149

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA


Tabel 12.1

Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), 2010-2014

154

Tabel 12.2

Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2013-2014..

155

Tabel 12.3

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) menurut Provinsi di Pulau


156

.id

Jawa, 2013-2014.

s.
go

INDIKATOR-INDIKATOR LAINNYA

Nilai IPAK Tahun 2012-2014

160

Tabel 13.2

Indeks menurut Sumber Keterangan, Tahun 2013-2014..

160

Tabel 13.3

Perbandingan

2012-2014

ta
.

IPAK

bp

Tabel 13.1

Berdasarkan

Karakteristik

Indeks Kebahagiaan menurut Karakteristik Demografi Darah

ak

Tabel 13.4

Indeks

gy

istimewa Yogyakarta, 2014


Tabel 13.5

Kebahagiaan

menurut

Pendidikan

Tertinggi

yang

://
yo

Ditamatkan D.I. Yogyakarta, 2014.


Tabel 13.6

tp

ht

Tingkat Kepuasan Sepuluh Aspek Kehidupan dan Provinsi di


Pulau Jawa, 2014. . .

Tabel 13.8

164
164
165

Indeks Kabahagiaan menurut Klasifikasi Wilayah dan Provinsi di


Pulau Jawa, 2014. .

Tabel 13.9

163

Indeks Kebahagiaan menurut Pendapatan Rumah Tangga D.I.


Yogyakarta, 2014. .

Tabel 13.7

161

ar

Tertentu.

Indeks Kesulitan Geografi (IKG) Desa menurut Provinsi Pulau

167

jawa, 2014.

170

Tabel 13.10

Nama-nama Desa dengan 10 IKG Tertinggi, 2014

171

Tabel 13.11

Nama-nama Kelurahan dengan 10 IKG Tertinggi, 2014

171

Tabel 13.12

Nama-nama Desa dengan 10 IKG Terendah, 2014

172

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

xi

Tabel 13.13

Nama-nama Kelurahan dengan 10 IKG Terendah, 2014

172

Tabel 13.14

Indeks Pembangunan Desa Daerah istimewa Yogyakarta, 2014

177

Tabel 13.15

Presentase Desa menurut Kabupaten/kota Daerah istimewa


Yogyakarta, 2014

177

Tabel 13.16

Indeks Pembangunan Desa Provinsi-provinsi di Pulau Jawa,


2014

178

Tabel 13.17

Presentase Desa menurut Kabupaten/kota Daerah Istimewa


178

Tabel 13.18

Indeks Pembangunan Gender (IPG) menurut Kabupaten/kota


di D.I. Yogyakarta, 2010-2014

181

Tabel 13.19

Indeks Pembangunan Gender (IPG) menurut Provinsi di Pulau


Jawa, 2010-2014

181

s.
go

.id

Yogyakarta, 2014.

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menurut Kabupaten/kota


di D.I. Yogyakarta, 2009-2013

Tabel 13.21

Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menurut Provinsi di Pulau


Jawa, 2009-2013

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

Tabel 13.20

xii

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

183
183

PENDAHULUAN
Booklet ini berisi tentang indikator sosial ekonomi yang dihasilkan
Badan Pusat Statisik (BPS), disertai penjelasan praktis dan ulasan singkat.
Indikator sosial ekonomi yang termuat adalah data yang memiliki kriteria
bahwa: (1) data dimaksud selalu di-update dan terjamin kekiniannya; (2)
banyak digunakan untuk berbagai kajian; (3) dapat menggambarkan
fenomena dan bahkan mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi wilayah.
Pengguna data strategis terus meningkat hingga saat ini, mulai

.id

dari pemerintah, akademisi, pebisnis, kalangan internasional, hingga

s.
go

masyarakat umum. Peningkatan pengguna data tersebut sejalan dengan


sifat alamiah data yang memiliki dimensi yang sangat luas. Data dasar

bp

mulai dari jumlah penduduk, konsumsi per kapita, nilai tambah sektoral,

ta
.

dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data harga dan perubahannya

ak

ar

berujung pada angka inflasi. Data produksi tanaman pangan di antaranya


mencerminkan

kemampuan

://
yo

yang

gy

padi, jagung, kedelai, kacang tanah, dan ubi kayu. Kondisi ketenagakerjaan
daerah

dalam

meningkatkan

kesejahteraan penduduk seperti angkatan kerja, pengangguran, status


dan lapangan usaha

tp

berusaha,

utama. Data strategis inilah yang akan

ht

disajikan dalam booklet ini. Edisi kali ini juga akan diperkenalkan indikator
indikator baru seperti Indeks Kesulitan Geografi(IKG), Gini Rasio, Indeks
Pembangunan Gender (IPG) dan lain-lain.
Di setiap data yang disajikan diberi penjelasan praktis, sehingga
pengguna data akan mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait penjelasan
teknis masing-masing indikator. Bagian ini memberikan
lengkap

tetapi

ringkas

kepada

pembaca

tentang

informasi yang
konsep,

definisi,

metodologi, pengumpulan data, referensi, dan diseminasi data. Setiap bab


juga akan disajikan ulasan singkat tentang indikator sosial ekonomi yang

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

termuat dari level kabupaten/kota, provinsi, dan perbandingan angka


provinsi di Pulau Jawa. Secara umum penjelasan dalam booklet ini bersifat
praktis. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana media sosialisasi produk statistik
BPS bagi para

pengambil kebijakan di kalangan pemerintah, legislator,

akademisi, peneliti,

dan mahasiswa sebagai wujud untuk menjamin hak

masyarakat memperoleh informasi publik. Dengan semakin terpenuhinya


kebutuhan masyarakat pengguna data, mereka selanjutnya diharapkan
dengan penuh kesadaran, memberikan dukungan terhadap kegiatankegiatan perstatistikan BPS.

.id

Bookleet akan disajikan dalam 13 bab. Dimulai dengan bagian

s.
go

pendahuluan, dilanjutkan dengan indikator ekonomi dan indikator sosial.


Bagian pertama dijelaskan tentang angka inflasi. Beberapa indikator penting

bp

terkait dengan angka inflasi adalah penyajian data tentang Indeks Harga

ta
.

Konsumen (IHK), perkembangan angka inflasi secara umum, dan angka

ak

ar

inflasi menurut pengeluaran rumah tangga. Data ini dapat memberikan

gy

informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang

://
yo

dikonsumsi pemerintah pada level provinsi hingga perbandingan dengan


provinsi di Pulau Jawa.

ht

tp

Pada Bab III pembaca dapat memanfaatkan data PDRB yang


menggambarkan kinerja ekonomi dari sisi besarannya. Data ini dapat
digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi sektoral,
dan masih ada kemungkinan lain tentang kegunaannya.
Selanjutnya dalam Bab IV disajikan data nilai tukar petani untuk
memberikan informasi mengenai

tingkat kemampuan tukar atas barang-

barang (produk) yang dihasilkan petani di perdesaan terhadap barang/jasa


yang dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan dalam proses
produksi

pertanian. Pada bab ini juga disajikan nilai tukar petani, indeks

harga yang diterima petani, dan indeks harga yang dibayar petani.

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Dalam Bab V, pembaca dapat mencermati penyajian angka ramalan


produksi tanaman pangan. Data yang disajikan juga mencakup luasan
panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan mulai dari tahun 2010
hingga tahun 2014. Data ini dapat digunakan untuk bahan perencanaan
dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan nasional.
Bab VI menyediakan data ketenagakerjaan yang mencakup
angkatan

kerja,

penganggur,

lapangan

usaha,

dan

distribusi

per

kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa indikator juga


disajikan, seperti Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat

.id

Pengangguran Terbuka (TPT). Dengan memperhatikan jadwal survei tenaga

s.
go

kerja di Indonesia, maka data yang disajikan mencakup kondisi terakhir

bp

hingga Agustus 2015.

ta
.

Bab VII mengantarkan pembaca untuk dapat mencermati data


merupakan

aspek

penting

ak

akurat

ar

strategis tentang angka kemiskinan. Ketersediaan data kemiskinan yang


untuk

mendukung

tahun 2009

tahun 2015 yang dibedakan menurut kota dan desa pada level

://
yo

hingga

gy

penanggulangannya. Data kemiskinan yang disajikan mulai

strategi

kabupaten/kota dan provinsi. Pada bagian terakhir, dilengkapi dengan

ht

tp

perbandingan angka kemiskinan tingkat provinsi di Pulau jawa.


Bab VIII berisi tentang data kependudukan. Peningkatan kualitas
sumber daya manusia merupakan aspek penting untuk mewujudkan
penduduk sebagai modal manusia (human capital) dalam pembangunan. Di
sisi lain, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka pertumbuhan
penduduk juga perlu dikendalikan. Karena peningkatan jumlah penduduk
yang tidak diimbangi dengan penyediaan lapanga kerja akan berakibat pada
peningkatan pengangguran. Data kependudukan yang disajikan meliputi
data dari Sensus Penduduk 2010 dan Proyeksi Penduduk 2011 hingga 2015.
Bab IX

akan menyajikan data tentang Indeks Pembangunan

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

Manusia (IPM).

IPM merupakan gambaran pencapaian pembangunan

manusia di suatu wilayah ditinjau dari aspek pembangunan


pendidikan

dan

ekonomi

dalam

ukuran

indeks.

Data

kesehatan,
terdiri

dari

perkembangan masing-masing indeks dari tahun 2010 sampai 2014.


Pada Bab X, pengguna data dapat mencermati data tentang
indikator pendidikan. Data pendidikan yang termuat dalam bab ini antara
lain data tentang Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Murni
(APM), Angka Partisipasi Kasar (APK), angka buta huruf, persentase
penduduk berdasarkan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan, dan

.id

sarana pendidikan yang tersedia.

s.
go

Bab XI akan menggambarkan pencapaian pembangunan sektor

bp

kesehatan melalui penyajian data tentang indikator kesehatan. Beberapa

ta
.

indikator yang akan disajikan antara lain: angka kematian bayi, angka

ar

keluhan kesehatan, penolong kelahiran pertama, serta sarana kesehatan

ak

yang tersedia di setiap kabupaten/kota.

gy

Bab XII, akan disajikan data tentang Indeks Demokrasi Indonesia

demokrasi.

kebebasan

sipil,

hak-hak

tp

aspek

dapat

melihat

Pembaca

ht

dari

://
yo

(IDI). IDI merupakan refleksi pencapaian pembangunan demokrasi dilihat


politik,

dan

lembaga-lembaga

perbandingan

pembangunan

demokrasi di Daerah Istimewa Yogyakarta dibandingkan secara nasional


dengan provinsi lain di Pulau Jawa. Data yang tersaji adalah angka IDI pada
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Pada bab terakhir, akan dikenalkan dengan beberapa indikatorindikator baru seperti indeks kebahagiaan, indeks anti korupsi, indeks
kesulitan geografi, indeks pembangunan desa. Pembaca akan diperkenalkan
konsep, definisi serta dilengkapi analisis idikator-indikator baru tersebut.

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go
ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

2
ANGKA INFLASI

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

Konsep dan Definisi


Inflasi merupakan persentase

tingkat

kenaikan harga sejumlah

barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Ada barang
yang harganya naik, turun, dan ada yang tetap. Resultante (rata-rata
terimbang) dari perubahan harga bermacam barang dan jasa tersebut, pada
suatu selang waktu (bulanan) disebut inflasi (apabila naik) dan deflasi
perubahan

harga

tersebut

tercakup

dalam suatu

s.
go

Hitungan

.id

(apabila turun).
indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau

bp

Consumer Price Index (CPI). Persentase kenaikan IHK dikenal dengan

ta
.

inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Inflasi/deflasi tersebut

ar

dapat dihitung menggunakan suatu rumus Laspeyres

yang

dimodifkasi

ak

(Modified Laspeyres). Rumus tersebut mengacu pada manual Organisasi

Organisaion/ILO). Secara umum rumus

://
yo

gy

Buruh Dunia (Internaional Labor

ht

tp

inflasi adalah:

INFt

: Inflasi/defasi pada waktu(bulan atau tahun) (t)

IHKt : Indeks Harga Konsumen pada waktu (bulan atau tahun) (t)
IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen pada waktu (bulan atau tahun) (t-1)
Interpretasi:
INFt < 0 : tingkat harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum
dikonsumsi rumah tangga pada waktu (bulan atau tahun) (n)
mengalami penurunan dibandingkan (bulan atau tahun) (n-1).

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Keadaan ini disebut juga deflasi.


INFt = 0 : tingkat harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum
dikonsumsi rumah tangga pada waktu (bulan atau tahun) (n)
sama dengan (bulan atau tahun) (n-1).
INFt > 0 : tingkat harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum
dikonsumsi rumah tangga pada waktu (bulan atau tahun) (n)
mengalami peningkatan dibandingkan (bulan atau tahun) (n1). Keadaan ini disebut juga inflasi.

.id

Penghitungan Inflasi

s.
go

Mulai bulan Januari 2014, penghitungan IHK didasarkan atas pola


konsumsi hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2012. Survei tersebut

ta
.

komoditi. Inflasi yang dihitung meliputi:

bp

dilakukan di 82 kota di Indonesia dan mencakup sebanyak 225 462 jenis

ar

1. Inflasi bulanan yaitu inflasi yang terjadi selama 1 bulan tertentu.

gy

ak

Dengan kata lain inflasi bulanan merupakan persentase perubahan IHK

://
yo

bulan tertentu terhadap IHK bulan sebelumnya.


2. Inflasi tahun kalender/kumulatif yaitu inflasi yang terjadi selama

tp

bulan Januari sampai dengan bulan tertentu. Dengan kata lain inflasi

ht

tahun kalender merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu


terhadap IHK bulan

Desember tahun sebelumnya. Misalkan inflasi

kumulatif bulan Juli 2011 berarti inflasi Januari 2011 Juli 2011.
3. Year on Year (YoY) yakni inflasi yang terjadi selama setahun terakhir
dari bulan tertentu tahun sebelumnya sampai dengan bulan yang sama
tahun sekarang. Misalkan inflasi year on year bulan Juli berarti inflasi
bulan

Juli

2011 terhadap Juli 2010. Dengan kata lain inflasi YoY

merupakan persentase perubahan IHK bulan tertentu tahun sekarang


terhadap IHK bulan yang sama tahun sebelumnya.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

Angka inflasi disajikan dalam 7 kelompok pengeluaran yaitu:


1. Kelompok Bahan Makanan;
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau;
3. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar;
4. Kelompok Sandang;
5. Kelompok Kesehatan;
6. Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga;
7. Kelompok Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan.

.id

Kategori inflasi:

s.
go

1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)


2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30%/ tahun)

ar

ta
.

4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

bp

3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)

gy

ak

Tujuan
menggambarkan

://
yo

Tujuan penyusunan inflasi adalah untuk memperoleh indikator yang


kecenderungan

umum tentang perkembangan harga.

tp

Indikator tersebut dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan

ht

keputusan baik tingkat ekonomi mikro atau makro, baik fiskal maupun
moneter. Pada tingkat mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, dapat
memanfaatkan angka inflasi untuk dasar penyesuaian nilai pengeluaran
kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif tetap. Dalam
tingkat makro, angka inflasi dapat mengambarkan stabilitas perekonomian
dan moneter. Angka inflasi sering dikaitkan dengan nilai investasi,
pertumbuhan ekonomi bahkan tingkat pengangguran.
Beberapa alasan penyebab inflasi:
1.

Demand-Pull Inflation, artinya terjadinya kenaikan aggregate

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

demand terhadap resources baik yang datang dari pemerintah


maupun dari masyarakat dan dunia usaha.
2.

Cost-Push Inflation yaitu suatu keadaan dimana walaupn tidak


terjadi kenaikan aggregate demand, harga-harga masih tetap
mengalami kenaikan. Mungkin terjadi jika biaya upah-gaji karyawan
perusahaan meningkat.

3.

Structural inflation: terjadi karena terjadinya perubahan struktur


ekonomi seperti dari pertanian ke non pertanian. Ini membawa
perubahan pola permintaan yang akan menyebabkan terjadinya

s.
go

.id

kenaikan harga
Manfaat Angka Inflasi antara lain:

bp

Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai (wage indexation).

ta
.

Penyesuaian Nilai Kontrak (contractual payment).

ar

Eskalasi Nilai Proyek (project escalation).

ak

Penentuan Target Inflasi (inflation targeting).

://
yo

gy

Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (budget indexation).


Sebagai pembagi PDB, PDRB (GDP Deflator).

tp

Sebagai proksi perubahan biaya hidup (proxy of cost of living).

ht

Indikator dini tingkat bunga, valas dan indeks harga saham.


Sumber Data
Bahan dasar penyusunan inflasi adalah hasil Survei Biaya Hidup (SBH)
(Cost of Living Survey). SBH diadakan antara 5-10 tahun sekali, dan kini
SBH 2007 menjadi dasar penyusunan IHK sebagai nilai konsumsi tahun
dasar. Hasil SBH lainnya yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah
Diagram Timbang (Weighing Diagram). Data perubahan harga secara
periodik dikumpulkan dari survei harga konsumen. Survei harga konsumen
dilakukan secara berkala, yaitu harian, mingguan, dan bulanan.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 2.1
Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Yogyakarta dan Nasional,
2014 2015 (2012=100)
Nasional
2014
2015

(3)

(4)

(5)

Januari

110,77

116,99

110,99

118,71

Februari

110,85

116,52

111,28

118,28

Maret

111,00

116,69

111,37

118,48

April

111,80

117,13

111,35

118,91

Mei

111,14

117,55

111,53

119,50

Juni

111,62

117,96

Juli

112,57

118,70

Agustus

112,67

119,09

113,58

121,73

September

113,22

113,89

121,67

Oktober

113,54

119,15

114,42

121,57

November

114,82

119,31

116,14

121,82

....

119,00

....

116,84

s.
go
bp

112,01
113,05

ta
.

ar

gy

119,14

://
yo

tp

Desember

.id

(2)

ht

(1)

Yogyakarta
2014
2015

ak

Bulan

120,14
121,26

Sumber: Berita Resmi Statistik BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

Kota Yogyakarta, pada bulan November 2015 terjadi kenaikan Indeks Harga
Konsumen dari 119,15 pada bulan Oktober menjadi 119,31, sehingga inflasi
bulan Desember tercatat

sebesar 0,13 persen. Sementara Indeks Harga

Konsumen Nasional pada periode yang sama juga mengalami kenaikan dari
121,57 pada bulan oktober menjadi 121,82 atau mengalami inflasi 0,21 persen.

10

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 2.2
Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional,
2014 2015 (2012=100)
Nasional
2015

(3)

(4)

(5)

Januari

1,05

0,13

1,07

-0,24

Februari

0,07

-0,40

0,26

-0,36

Maret

0,14

0,15

0,08

0,17

April

0,07

0,38

-0,02

0,36

Mei

0,05

0,36

0,16

0,50

Juni

0,43

0,35

0,43

0,54

Juli

0,85

0,63

0,93

0,93

Agustus

0,09

0,33

0,47

0,39

September

0,49

0,04

0,27

0,05

Oktober

0,28

0,01

0,47

-0,08

November

1,13

0,13

1,50

0,21

Desember

1,76

....

2,46

....

://
yo

gy

ta
.

bp

s.
go

.id

(2)

ar

2014

tp

(1)

Yogyakarta
2014
2015

ak

Bulan

ht

Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Provinsi D.I. Yogyakarta


Perkembangan angka inflasi sepanjang tahun 2014, tampak bahwa inflasi
Kota Yogyakarta pada bulan Desember 2014 mencapai 1,76 persen,
merupakan angka inflasi tertinggi selama periode tahun 2014 sehingga
tingkat inflasi year on year menjadi sebesar 6,59 persen.
Apabila dibandingkan dengan Nasional, angka inflasi Kota Yogyakarta pada
bulan Desember 2014, 0,70 poin lebih rendah daripada angka Nasional yang
tercatat sebesar 2,46 persen.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

11

Tabel 2.3
Inflasi Kota Yogyakarta Bulan Desember 2014
menurut Pengeluaran (2012=100)
Des
2013

Nov
2014

Des
2014

Inflasi
Bulan
Des
2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Umum

109,62

114,82

116,84

1,76

6,59

1. Bahan Makanan

117,86

122,88

126,93

3,30

7,70

2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok,

111,53

114,39

114,82

0,38

2,95

106,94

115,44

116,48

0,90

8,92

4. Sandang

103,12

106,29

106,84

0,52

3,61

5. Kesehatan

104,39

110,12

0,53

5,49

6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olah

103,19

105,65

105,64

-0,01

2,37

116,28

121,49

4,48

9,36

3. Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan

s.
go

dan Tembakau

ta
.

bp

Bahan Bakar

ar

109,54

Laju
Inflasi
Tahun
2014

ak
gy

Raga

://
yo

7. Transpor, Komunikasi, dan Jasa


Keuangan

.id

IHK

Kelompok
Pengeluaran

111,09

ht

tp

Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

Inflasi menurut kelompok pengeluaran pada bulan Desember 2014


tertinggi terjadi pada pengeluaran transportasi, komunikasi dan jasa
keuangan(4,48%) diikuti oleh kelompok bahan makanan (3,30%).
Kelompok pengeluaran yang berkontribusi (andil) relatif besar terhadap
inflasi di bulan Desember 2014 di Kota Yogyakarta maupun Nasional
adalah kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, kelompok
bahan makanan serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar.

12

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 2.4
Inflasi Bulan Desember 2014 dan Year on Year
Kota Yogyakarta dan Nasional Menurut Kelompok Pengeluaran
Kelompok Pengeluaran

Inflasi Bulan Desember


(%)
Yogyakarta
Nasional

(1)

(2)

Inflasi Year on Year


(%)
Yogyakarta
Nasional

(3)

(4)

(5)

6,59
7,70

8,36
10,57

2,95

8,11

8,92
3,61
5,49

7,36
3,08
5,71

2,37

4,44

9,36

12,14

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

Umum
1,76
2,46
1. Bahan Makanan
3,30
3,22
2. Makanan Jadi, Minuman,
Rokok, dan Tembakau
0,38
1,96
3. Perumahan, Air, Listrik,
Gas, dan Bahan Bakar
0,90
1,45
4. Sandang
0,52
0,64
5. Kesehatan
0,53
0,74
6. Pendidikan, Rekreasi, dan
Olah Raga
-0,01
0,36
7. Transpor, Komunikasi,
dan Jasa Keuangan
4,48
5,55
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

ak

Perkembangan angka inflasi sepanjang tahun 2014, tampak bahwa

gy

inflasi Kota Yogyakarta pada bulan Desember 2014 mencapai 1,76

://
yo

persen, merupakan angka inflasi tertinggi sejak 2014 sehingga


tingkat inflasi year on year menjadi sebesar 6,59 persen. Kenaikan

tp

kelompok pengeluaran transportasi, komunikasi dan jasa keuangan

ht

dan kenaikan harga bahan makanan adalah dua faktor penyebab


melambungnya inflasi pada bulan Desember.
Pada periode yang sama, angka inflasi ini lebih rendah dari angka
inflasi tingkat Nasional yang mencapai 8,36 persen.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

13

Tabel 2.5
Andil Inflasi Kota Yogyakarta dan Nasional Bulan Desember 2014
(2012=100)
Andil Inflasi (%)
Yogyakarta
Nasional

Kelompok Pengeluaran

(1)

(2)

(3)

UMUM
1.76
1. Bahan Makanan
0.60
2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan
0.07
Tembakau
3. Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan
0.23
Bakar
4. Sandang
0.03
5. Kesehatan
0.03
6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga
0.00
7. Transpor, Komunikasi, dan Jasa
0.79
Keuangan
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

2.46
0.64
0.31
0.35

.id

0.04
0.03
0.03

ar

ta
.

bp

s.
go

1.06

://
yo

Tahun

gy

ak

Tabel 2.6
Perbandingan Inflasi Tahun ke Tahun Kota Yogyakarta dan
Nasional, 2005-2014
(1)

ht

tp

2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
Sumber : Berita Resmi Statistik BPS RI

Yogyakarta

Nasional

(2)

(3)

6.59
7.32
4.31
3.88
7.38
2.93
9.88
7.99
10.4
14.98

Ket./Note : Tahun dasar 1998 2003 (1996=100)


Tahun dasar 2004 2007 (2002=100)
Tahun dasar 2008-2013 (2007=100)
Tahun dasar 2014 (2012=100)

14

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

8.36
8.38
4.30
3.79
6.96
2.78
11.06
6.59
6.60
17.11

Tabel 2.7
Perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi
Bulan Desember 2014 untuk 23 Kota-kota Besar di Pulau Jawa
No.

Kota

(1)

(2)

2013

2014

IHK

Inflasi

IHK

Inflasi

(3)

(4)

(5)

(6)

Jakarta

144,27

8,00

119,41

8,95

Bogor

146,71

8,55

118,49

6,83

Sukabumi

146,07

8,03

119,34

8,38

Bandung

138,82

7,97

117,11

7,76

Cirebon

149,78

7,86

117,11

7,08

Bekasi

145,20

9,46

117,49

7,68

Depok

148,18

10,97

118,97

Tasikmalaya

146,33

6,89

116,97

8,09

7,49

Purwokerto

145,46

8,50

117,36

7,09

10

Surakarta

134,81

8,32

116,84

8,01

11

Semarang

145,29

8,19

118,73

8,53

Tegal

142,05

5,80

114,73

7,40

Yogyakarta

145,65

7,32

116,84

6,59

14

Jember

145,66

7,21

117,52

7,52

15

Sumenep

142,26

6,62

117,30

8,04

16

Kediri

145,44

8,05

118,96

7,49

17

Malang

146,64

7,92

119,16

8,14

18

Probolinggo

151,77

7,98

118,72

6,79

19

Madiun

148,57

7,52

116,83

7,40

20

Surabaya

145,19

7,52

117,81

7,90

21

Tangerang

152,11

9,16

123,07

11,27

22

Cilegon

149,92

10,02

124,82

10,03

Serang

144,59

7,98

120,92

9,93

Nasional

146,84

8,38

119,00

8,36

23

ht

tp

://
yo

ak

ar

12
13

gy

ta
.

bp

s.
go

.id

3
4

Sumber : D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015


Ket
: IHK Bulan Desember dan perubahan tahun kalender

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

15

Tabel 2.8
Laju Inflasi Tahun Kalender untuk Kota-kota Besar di Pulau Jawa,
2010-2014
No.

Kota

2010

2011

2012

2013

2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

Jakarta
6,34
3,97
4,52
8,00
8,95
Bogor
6,57
2,85
4,06
8,55
6,83
Sukabumi
5,43
4,26
3,98
8,03
8,38
Bandung
4,53
2,75
4,02
7,97
7,76
Cirebon
6,70
3,20
3,36
7,86
7,08
Bekasi
7,88
3,45
3,46
9,46
7,68
Depok
7,97
2,95
4,11
10,97
7,49
Tasikmalaya
5,56
4,17
3,87
6,89
8,09
Cilacap
NA
NA
NA
NA
8,19
Purwokerto
6,04
3,40
4,73
8,50
7,09
Kudus
NA
NA
NA
NA
8,59
Surakarta
6,65
1,93
2,87
8,32
8,01
Semarang
7,11
2,87
4,85
8,19
8,53
Tegal
6,73
2,58
3,09
5,80
7,40
Yogyakarta
7,38
4,31
6,59
3,88
7,32
Jember
7,09
2,43
4,49
7,21
7,52
Banyuwangi
NA
NA
NA
NA
6,59
Sumenep
6,75
4,18
5,05
6,62
8,04
Kediri
6,80
3,62
4,63
8,05
7,49
Malang
6,70
4,05
4,60
7,92
8,14
Probolinggo
6,68
3,78
5,88
7,98
6,79
Madiun
6,54
3,49
3,51
7,52
7,40
Surabaya
7,33
4,72
4,39
7,52
7,90
Tangerang
6,08
3,78
4,44
10,02
10,03
Cilegon
6,12
2,35
3,91
7,98
9,93
Serang
2,78
9,16
11,27
2,35
4,41
6,96
Nasional
4,30
8,38
8,36
3,79
Sumber : Berita Resmi Statistik , BPS-RI
Ket
:Data berdasarkan perubahan IHK Desember terhadap Desember tahun
sebelumnya
NA
: Not Available, Tidak tersedia karena penghitungan IHK untuk kota-kota
tersebut Baru dilaksanakan mulai Tahun 2014.

ht

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26

Inflasi Kota Serang tahun 2014 tercatat sebesar 11,27 persen, tertinggi
dibandingkan lima ibukota provinsi lainnya di Pulau Jawa. Sementara pada
tahun 2013 yang tertinggi adalah Kota Tangerang yaitu 10,02 persen.

16

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

3
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

17

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO


(PDRB)

Gross Domestic Regional Bruto


Konsep dan Definisi
Produk Domestik Bruto (PDB)

atau Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) merupakan penjumlahan nilai tambah dalam satu periode


tertentu di suatu wilayah tertentu. Dalam terminologi ekonomi, peningkatan
nilai dari input menjadi output disebut sebagai nilai tambah (value added).
PDB ditambah dengan pendapatan dari faktor

produksi neto dari luar negeri

(net

s.
go

atas dasar harga konstan.

.id

PDB terbagi menjadi dua jenis yaitu PDB atas dasar harga berlaku dan PDB

factor income from abroad)

bp

(pendapatan faktor produksi dari luar dikurangi

dengan pendapatan

ta
.

faktor produksi yang ke luar negeri), akan menghasilkan


dengan

pajak

tak

langsung

ak

dikurangi

ar

Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross Nasional Product (GNP). PNB
neto

dan

penyusutan

akan

://
yo

gy

menghasilkan pendapatan nasional (National Income).


Penyusunan PDB menggunakan referensi baku yang disusun oleh United

tp

Nations dengan judul A System of National Accounts (SNA). Acuan ini,

ht

secara terus-menerus diremajakan sesuai dengan perkembangan ekonomi


dunia yang terjadi. Indonesia sedang menuju acuan SNA 2008, walaupun
belum secara keseluruhan.

Output perusahaan adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam
suatu periode tertentu meliputi produksi utama, produksi ikutan maupun
produksi

sampingan. Output tersebut merupakan hasil perkalian antara

kuantitas produksi dengan unit harganya.


Biaya antara terdiri dari barang dan jasa yang digunakan di dalam proses
produksi. Pengeluaran untuk barang dan jasa sebagai suatu kewajiban
untuk penyelesaian pekerjaan, diperlakukan sebagai biaya antara.

18

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Termasuk juga sebagai biaya antara adalah pembelian peralatan kerja buruh
tambang seperti lampu dan bahan peledak atau peralatan kerja buruh tani
atas dasar suatu kontrak. Pengeluaran untuk transport pegawai ke dan dari
tempat bekerja dimasukkan sebagai pengeluaran konsumsi rumah tangga.
Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan atas nilai barang dan jasa
sebagai biaya antara agar menjadi output. Oleh karenanya secara
matematis nilai tersebut dapat dihitung menggunakan formula sederhana
berikut ini;

NTB = Output Input antara


NTB = nilai tambah bruto

.id

Nilai tambah bruto merupakan balas jasa faktor produksi, yang terdiri dari

s.
go

komponen (a) pendapatan faktor, (b) penyusutan barang modal tetap, (c)
pajak tak langsung neto, sedangkan penyusutan dikeluarkan dari nilai

ta
.

bp

tambah bruto maka akan diperoleh nilai tambah neto.

ar

Pendekatan Penyusunan PDB/PDRB


nilai

tambah

seluruh

kegiatan

ekonomi

dengan

cara

://
yo

Menghitung

gy

ak

1. Pendekatan Produksi (Production Approach)


mengurangkan biaya antara dari masing-masing total nilai produksi (output)

tp

tiap-tiap sektor atau subsector. Terjadi perubahan tahun dasar dari tahun

ht

2000 menjadi tahun 2010. PDB pendekatan produksi menghasilkan PDB


sektoral karena di dalamnya
dirinci PDB yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, dari setiap sektor
tersebut.
2. Pendekatan Penggunaan (Pengeluaran/Expenditure Approach)
PDB diperoleh dengan menjumlahkan semua balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi. Penghitungan dengan pendekatan ini menggunakan
rumus: PDB = C + I + G + (E-Im) ;
C

: Pengeluaran konsumsi rumah tangga

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

19

: Investasi yaitu pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok

: Pengeluaran konsumsi pemerintah

E-Im : Ekspor neto (ekspor dikurangi impor)


Perbandingan Perubahan Klasifikasi PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

Dasar 2000 dan 2010

20

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id

Perbandingan Perubahan Klasifikasi PDRB Menurut Pengeluaran Tahun


Dasar 2000 dan 2010

s.
go

3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)

bp

PDB diperoleh dari hasil penjumlahan semua komponen permintaan akhir.

ta
.

PDB dihitung sebagai jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi.

ar

Balas jasa tersebut terdiri dari: upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja),

ak

sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (interests) sebagai balas jasa

gy

modal, dan keuntungan (balas jasa ketrampilan). Dalam penghitungan,

://
yo

semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan (income tax) dan pajak

tp

langsung lainnya (other direct taxes). Dengan pendekatan ini PDB dihitung

ht

menggunakan rumus:

PDB = Sewa + upah + bunga + laba


Dalam definisi ini, PDB masih mencakup penyusutan (depreciation) dan
pajak

tidak langsung

netopajak tak langsung dikurangi subsidi (net

indirect taxes).
Penilaian Harga Konstan PDB/PDRB
Terdapat tiga metode yang digunakan untuk memperoleh penilaian harga
atas dasar harga konstan, yaitu:

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

21

a. Revaluasi yaitu perkalian kuantum produksi tahun yang berjalan dengan


harga tahun dasar tertentu (tahun 2010).
b. Ekstrapolasi yaitu dengan cara mengalikan nilai tahun dasar tertentu
dengan suatu indeks kuantum tahun-tahun setelahnya dibagi 100.
c. Delasi yaitu dengan cara membagi nilai atas dasar harga berlaku pada
tahun berjalan.
Indikator Penting Turunan dari Data PDRB
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar
jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari

.id

adalah

s.
go

seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai tambah adalah nilai


yang ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam

bp

proses produksi. Penghitungan nilai tambah adalah nilai produksi (output)

ta
.

dikurangi biaya antara.

ar

Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Harga Pasar

gy

ak

adalah Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar dikurangi

://
yo

penyusutan. Penyusutan yang dimaksud di sini ialah nilai susutnya (ausnya)


barang-barang modal yang terjadi selama barang-barang modal tersebut

tp

ikut serta dalam proses produksi.

ht

Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor


adalah Produk Domestik Regional Neto atas dasar harga pasar dikurangi
dengan pajak tidak langsung neto. Pajak tidak langsung neto adalah pajak
tidak langsung di-kurangi subsidi. Pajak tidak langsung dipungut oleh
pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit
produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor dan
impor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak
perseorangan. Pajak tidak langsung berakibat menaikkan harga barang,
sedangkan subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi
mengakibatkan penurunan harga. Jadi Produk Domestik Regional Neto

22

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

atas dasar biaya faktor merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor


produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah atau
pendapatan yang berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan
yang timbul atau merupakan pendapatan yang berasal dari daerah tersebut.
Pendapatan Regional adalah Produk Domestik Regional Neto atas dasar
biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar dan
ditambah dengan pendapatan yang mengalir ke dalam.
Pendapatan Regional Perkapita adalah pendapatan regional dibagi

.id

dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu.

s.
go

Laju pertumbuhan PDRB atau pertumbuhan ekonomi (Economy

growth) dihitung menggunakan PDRB atas dasar harga konstan dengan

bp

tahun dasar tertentu untuk mengeliminasi faktor kenaikan harga. Indikator

ar

ta
.

ini dihitung dengan menggunakan rumus:

: PDRB tahun tertentu

://
yo

PDRBt

gy

ak

Laju pertumbuhan PDRB :

persentase PDRB (Distribution of GRDP) merupakan

ht

Distribusi

tp

PDRBt-I : PDRB tahun sebelumnya

sumbangan dari setiap lapangan usaha atau penggunaan terhadap total


agregat PDRB yang dinyatakan dalam persentase. Indikator ini dihitung
menggunakan rumus:
Distribusi PDRB :
PDRBi : Nominal PDRB atas dasar harga berlaku sektor ke-i

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

23

Kegunaan PDB/PDRB
PDB atas dasar harga berlaku (at current market prices) atau nominal,
PDB yang dinilai atas dasar harga berlaku pada tahun-tahun bersangkutan.
PNB

atas

dasar

harga

berlaku

menunjukkan

pendapatan

yang

memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu negara.


PDB harga konstan (riil) merupakan PDB atas dasar harga berlaku,
namun tingkat perubahan harganya telah dikeluarkan. Peningkatan
besarnya nilai PDB ini dapat digunakan untuk menunjukkan laju
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor.

.id

Distribusi PDB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur

s.
go

perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu negara.


Distribusi PDB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan

bp

dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor

ta
.

ekonomi.

ar

PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk

gy

ak

mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar

://
yo

negeri.

PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai

tp

rata-rata PDB dan PNB per kepala atau per satu orang penduduk. Nilai ini

ht

belum memperhatikan kesenjangan antar satu/kelompok orang dengan


kelompok lainnya.
PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk
mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu
negara.
Pertumbuhan ekonomi triwulan ke triwulan (q to q) adalah PDB atas
dasar

harga konstan pada suatu triwulan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi tahun ke tahun (y on y)
dasar harga

24

adalah PDB atas

konstan pada suatu triwulan dalam tahun tertentu

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.


Pertumbuhan ekonomi c to c adalah PDB atas dasar harga konstan
kumulatif sampai dengan suatu triwulan dibandingkan periode kumulatif
yang sama pada tahun sebelumnya.
Pertumbuhan

ekonomi

atau

Laju

pertumbuhan

PDB/PDRB

(Economic growth) menunjukkan pertumbuhan barang dan jasa di suatu


wilayah

perekonomian

dalam

selang

waktu

tertentu.

Indikator

ini

.id

bermanfaat sebagai dasar pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan

s.
go

negara untuk perencanaan pembangunan nasional atau sektoral atau


regional. Pertumbuhan ekonomi dikatakan berkualitas jika pertumbuhan itu

bp

diperoleh dari tumbuhnya semua kegiatan ekonomi dan terutama yang

ta
.

banyak digeluti oleh masyarakat secara luas. Bukan dari penjualan produk

ak

ar

usaha yang padat modal atau barang-barang mentak ke luar negeri.

://
yo

gy

Sumber Pertumbuhan (source of growth) menunjukkan


atau komponen pengeluaran

sektor

dalam PDB yang menjadi penggerak

tp

pertumbuhan. Untuk memperoleh sumber-sumber pertumbuhan, laju

ht

pertumbuhan ekonomi ditimbang dengan masing-masing share sektor atau


komponen pengeluaran terhadap PDB.
Sumber Data
Susenas, data dari Dinas Pertanian, Survei Tahunan Industri Besar dan
Sedang, PDAM, Dinas Kesehatan, dan dinas/instansi terkait lainnya.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

25

Tabel 3.1
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB
Atas Dasar Harga Konstan 2010 menurut Lapangan Usaha
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2014 (juta Rp)
Lapangan Usaha

(1)

ADHK
2014**

2013*

2014**

(2)

(3)

(4)

(5)

10 292 620,9

7 670 026,2

7 506 534,3

495 039,5

603 343,4

461 013,8

470 734,6

11 563 733,8

12 614 921,0

10 084 213,3

10 469 636,9

176 160,4

191 640,8

196 873,1

203 064,7

8 060 750,5

8 722 682,2

7 106 854,7

7 508 543,3

6 938 421,0

7 681 034,9

6 187 855,1

6 540 107,5

4 783 126,5

5 313 232,9

4 217 506,9

4 377 849,8

9 323 241,9

6 942 541,1

7 414 021,0

7 897 507,2

7 969 970,4

8 458 713,2

3 634 533,5

2 620 313,0

2 855 408,4

6 497 271,5

5 322 003,8

5 735 457,1

855 439,4

956 390,6

858 734,2

924 041,7

6 702 818,7

7 492 245,8

5 639 411,8

5 971 985,6

P. Jasa Pendidikan

6 718 002,1

7 600 854,9

6 430 385,5

6 938 845,3

Q. Jasa Kesehatan

2 094 674,4

2 276 361,0

1 916 373,7

2 062 978,6

R,S,T,U. Jasa Lainnya

2 147 020,2

2 351 975,0

2 012 930,9

2 119 325,9

84 924 663,6

93 449 857,5

75 637 007,5

79 557 248,0

9 524 736,50

10 542 693,50

8 158 193,70

8 568 115,60

8 284 060,7
7 572 218,9
3 170 932,7

gy

G. Perdagangan Besar
dan Eceran
H. Tranportasi dan
Pergudangan
I. Akomodasi dan Makan
Minum
J. Informasi dan
Komunikasi
K. Jasa Keuangan dan
Asuransi

5 815 245,1

M, N. Jasa Perusahaan

ht

tp

O. Administrasi
Pemerintahan

://
yo

L. Real Estate

PDRB
PDB (Milyar Rupiah)

s.
go

F. Konstruksi

bp

D, E. Pengadaan Listrik,
Gas dan Air

ta
.

C. Industri Pengolahan

ar

B. Penggalian

.id

9 449 019,7

ak

A. Pertanian

ADHB
2013*

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto D.I. Yogyakarta menurut Lapangan Usaha, 2010-2014
Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

26

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 3.2
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan PDRB Atas Dasar Harga
Konstan 2010 menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2014 (juta Rp)
ADHB

Kabupaten/kota

2014**

2013*

2014**

(2)

(3)

(4)

(5)

(1)

7 101 073,2

5 741 660,3

5 992 787,2

Bantul

16 138 755,1

17 977 499,1

14 138 719,3

14 867 408,8

Gunungkidul

11 530 340,8

12 715 578,4

10 177 432,5

10 639 465,7

Sleman

28 295 362,8

31 013 893,6

25 367 414,2

26 740 537,1

Kota Yogyakarta

22 537 791,9

24 691 267,4

20 239 557,7

21 312 143,8

84 924.663,6

93 449 857,5

75 637 007,5

79 557 248,0

DIY

.id

6 489 593,7

s.
go

Kulonprogo

ADHK

2013*

bp

Sumber : D.I. Yogyakarta Dalam Angka, 2015


Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

2010

(1)

Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
DIY

2012

2013*

2014**

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

7,78

7,72

7,66

7,64

7,59

18,73

18,64

18,79

18,99

19,23

13,68

13,66

13,65

13,57

13,60

33,21

33,33

33,31

33,29

33,17

tp

Bantul

ht

Kulonprogo

2011

gy

Kabupaten/kota

://
yo

ak

ar

ta
.

Tabel 3.3
Kontribusi Terhadap Jumlah PDRB Seluruh Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010 2014 (persen)

26,60

26,65

26,59

26,52

26,41

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/kota di Indonesia, 2010-2014


Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

Bila dilihat menurut kabupaten/kota, perekonomian Kabupaten Sleman tahun 2014


memberikan kontribusi terbesar terhadap jumlah PDRB DIY yaitu 33,17 persen,
sedangkan kontribusi terendah adalah Kabupaten Kulonprogo yakni sebesar 7,59
persen. Posisi ini tidak berubah sejak tahun 2010.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

27

Tabel 3.4
Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Daerah Istimewa
Yogyakarta dan Nasional menurut Lapangan Usaha,
2013 2014 (persen)
D.I. Yogyakarta

2013*

2014**

(2)

(3)

(4)

(5)

A. Pertanian

11,13

11,01

13,39

13,38

B. Penggalian

0,58

0,65

10,95

9,82

C. Industri Pengolahan

13,62

13,50

20,98

21,02

0,10

0,10

1,04

1,08

0,11

0,11

9,49

9,33

8,17

8,22

13,27

13,38

5,69

3,87

4,27

9,98

3,04

3,14

8,45

3,58

3,50

3,73

3,89

3,87

3,88

5,63

ar

9,75

gy

8,92

://
yo

G. Perdagangan Besar dan


Eceran
H. Tranportasi dan
Pergudangan
I. Akomodasi dan Makan
Minum
J. Informasi dan
Komunikasi
K. Jasa Keuangan dan
Asuransi

0,07
9,88

9,51

6,85

6,95

M, N. Jasa Perusahaan

1,01

1,02

1,52

1,57

O. Administrasi
Pemerintahan

7,89

8,02

3,90

3,84

P. Jasa Pendidikan

8,03

8,13

3,25

3,29

Q. Jasa Kesehatan

2,47

2,44

1,01

1,03

R,S,T,U. Jasa Lainnya

2,53

2,52

1,47

1,55

100,00

100,00

100,00

100,00

ht

tp

L. Real Estate

0,08

bp

D. Pengadaan Listrik dan


Gas
E. Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
F. Konstruksi

ta
.

(1)

.id

2014**

s.
go

Nasional

2013*

ak

Lapangan Usaha

PDRB/PDB

Sumber: BPS-RI
Ket
: * : Angka Sementara

2,79

2,77

** : Angka Sangat Sementara

Pada tahun 2013 sampai tahun 2014,

sektor industri pengolahan

memberikan kontribusi terbesar pada perekonomian di Daerah Istimewa


Yogyakarta, maupun di tingkat nasional pada periode yang sama.

28

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 3.5
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku menurut
Lapangan Usaha Daerah Istimewa Yogyakarta,
2013-2014 (ribu Rp)
D.I. Yogyakarta

Lapangan Usaha

2013*

(3)
2 829,9

137,7

165,9

3 216,7

3 468,4

24,1

24,5

24,9

28,2

B. Penggalian
C. Industri Pengolahan
D. Pengadaan Listrik dan
Gas
E. Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur
F. Konstruksi
Ulang

bp

1 930,1

M, N. Jasa Perusahaan

2 398,2
2 111,8
1 460,8

2 304,4

2 563,4

ak

ar

ta
.

1 330,5

2 106,4

2 171,4

882,1

999,3

1 617,7

1 786,4

238,0

263,0

ht

tp

L. Real Estate

://
yo

gy

G. Perdagangan Besar
dan Eceran
H. Tranportasi dan
Pergudangan
I. Akomodasi dan Makan
Minum
J. Informasi dan
Komunikasi
K. Jasa Keuangan dan
Asuransi

2 242,3

.id

(2)
2 628,5

s.
go

(1)
A. Pertanian

2014**

O. Administrasi
Pemerintahan

1 864,6

2 059,9

P. Jasa Pendidikan

1 896,0

2 089,8

Q. Jasa Kesehatan

582,7

625,9

R,S,T,U. Jasa Lainnya

597,2

646,7

23 624,0

25 693,4

PDRB

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto D.I. Yogyakarta Menurut Lapangan


Usaha, 2010-2014
Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

29

Tabel 3.6
Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 menurut
Lapangan Usaha Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nasional,
2013-2014 (persen)
D.I. Yogyakarta

Lapangan Usaha

Nasional
2013*

2014**

(3)

(4)

(5)

2,26

2,13

4,20

4,18

B. Penggalian

3,92

2,11

1,74

0,55

C. Industri Pengolahan

6,87

3,82

4,49

4,63

D. Pengadaan Listrik dan Gas

6,22

2,63

5,23

5,57

E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,


Limbah dan Daur Ulang

0,95

3,91

4,06

3,05

F. Konstruksi

4,94

5,65

6,11

6,97

G. Perdagangan Besar dan Eceran

5,26

5,69

4,71

4,84

H. Tranportasi dan Pergudangan

6,10

3,80

8,38

8,00

I. Akomodasi dan Makan Minum

7,13

6,79

6,80

5,91

6,22

6,13

10,39

10,02

11,90

8,97

9,09

4,93

4,01

7,77

6,54

5,00

s.
go

ta
.

J. Informasi dan Komunikasi

ak

K. Jasa Keuangan dan Asuransi

gy

L. Real Estate

3,27

7,61

7,91

9,81

O. Administrasi Pemerintahan

4,94

5,90

2,38

2,49

P. Jasa Pendidikan

4,58

7,91

8,20

6,29

7,00

7,65

7,83

8,01

tp

ht

Q. Jasa Kesehatan

://
yo

M, N. Jasa Perusahaan

.id

(2)

A. Pertanian

bp

(1)

2014**

ar

2013*

R,S,T,U. Jasa Lainnya

4,86

5.29

6,41

8,92

PDRB

5.49

5,18

5,58

5,02

Sumber : BPS-RI
Ket
: * : Angka Sementara

** : Angka Sangat Sementara

Kinerja perekonomian Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun
demikian, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar 5,18 persen sedikit melambat
dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar 5,49 persen.
Bila dibandingkan dengan Indonesia (nasional), perkembangan laju pertumbuhan ekonomi
tahun 2014 menunjukkan bahwa ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami
pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ekonomi Indonesia (nasional).

30

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 3.7
Laju Pertumbuhan PDRB dan PDRB Perkapita menurut
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta,
2013-2014 (persen)
Laju Pertumbuhan
(%)

Kabupaten/kota

2013*

2014**

2013*

2014**

(3)

(4)

(5)

4.87

4.37

16 096

17 417

Bantul

5.46

5.15

17 041

18 737

Gunungkidul

4.97

4.54

16 467

17 965

Sleman

5.89

5.41

24 783

26 863

Yogyakarta

5.47

5.30

55 970

60 567

DIY

5.49

5.18

23 624

25 693

.id

(2)

Kulonprogo

s.
go

(1)

PDRB Per Kapita


(ribu Rp)

ta
.

bp

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/kota di Indonesia, 2010-2014


Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

ar

Bila dilihat menurut kabupaten/kota, perekonomian Kabupaten

ak

Sleman tahun 2014 mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu 5,41

gy

persen, sedangkan laju pertumbuhan ekonomi terendah adalah

://
yo

Kabupaten Kulonprogo yakni sebesar 4,37 persen. Posisi ini sama

tp

seperti pada tahun 2013.

ht

Nilai PDRB per kapita atas dasar harga berlaku terus mengalami
peningkatan setiap tahun di D.I. Yogyakarta.

Pengaruh inflasi,

sangat dominan terhadap pembentukan besaran PDRB. Menurut


Kabupaten/kota, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku Kota
Yogyakarta tahun 2014 sebesar 60.567 ribu rupiah tercatat sebegai
PDRB perkapita tertinggi di D.I. Yogyakarta, sedangkan posisi
terendah adalah Kabupaten Kulonprogo dengan nilai PDRB per kapita
sebesar 17.417 ribu rupiah.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

31

Tabel 3.8
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan
2010 menurut Pengeluaran Daerah Istimewa Yogyakarta,
2013 2014 (juta Rp)
Komponen Pengeluaran

ADHB

ADHK

2013*

2014**

2013*

(2)

(3)

(4)

(5)

(1)

62 805 013

45 670 009

47 993 511

2 457 182

2 948 427

2 095 397

2 317 123

13 629 834

15 347 428

11 553 432

12 056 063

24 250 704

27 744 794

20 190 810

21 358 622

6. Ekspor Luar Negeri

967 150
4 224 512

980 197
5 465 423

832 540
3 541 640

930 599
4 278 248

7. Impor Luar Negeri

2 514 540

2 241 626

3 228 540

(15 191 066)


84 924 664

4 085 245

(17 756 180)

93 449 858

(6 005 195)
75 637 007

(6 148 378)
79 557 248

ta
.

PDRB

s.
go

8. Net Ekspor Antar Daerah

.id

57 100 887

bp

1. Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga
2. Pengeluaran Konsumsi
LNPRT
3. Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap
Bruto
5. Perubahan Inventori

2014**

ak

ar

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto D.I. Yogyakarta menurut Pengeluaran, 2010-2014
Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

ht

tp

://
yo

gy

PDRB dilihat dari sisi pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan


penyumbang terbesar dalam penggunaan PDRB atas dasar harga berlaku
Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode tahun 2013-2014. Komponen
lainnya yang cukup berperan yaitu Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB).

32

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 3.9
Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010
menurut Pengeluaran, 2013 - 2014 (persen)
D.I. Yogyakarta

Komponen Pengeluaran

2013*

(2)

(3)

1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

4,85

5,09

2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT

10,42

10,58

3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

5,90

4,35

4. Pembentukan Modal Tetap Bruto(PMTB)

5,12

5,78

5. Perubahan Inventori

3,44

11,78

6. Ekspor Luar Negeri

20,71

20,80

7. Impor Luar Negeri

17,87

44,03

s.
go

.id

(1)

2014**

8. Net Ekspor Antar Daerah

bp

PDRB

5,19

2,38

5,49

5,18

ak

ar

ta
.

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto D.I. Yogyakarta menurut Pengeluaran, 2010-2014
Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara

gy

Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta

dari sisi

://
yo

pengeluaran ditopang oleh pengeluaran impor luar negeri yang yang


tumbuh sebesar 44,03 persen. Perlambatan pertumbuhan ekonomi D.I.

tp

Yogyakarta dari pertumbuhan tahun lalu lebih disebabkan oleh


persen.

ht

pengeluaran konsumsi pemerintah yang hanya tumbuh sebesar 4,35

Komposisi ini sedikit berbeda untuk periode tahun sebelumnya. Laju


pertumbuhan ekspor luar negeri mengalami pertumbuhan tertinggi
yaitu sebesar 20,71 persen dan pertumbuhan terendah adalah
pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 4,85 persen.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

33

Tabel 3.10
Indikator Penting PDRB menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2012-2014
Provinsi

Kontribusi PDRB
Terhdp PDB
(Persen)

Pertumbuhan
Ekonomi
(Persen)

PDRB
Per kapita
(ribu Rp)

(1)

(2)

(3)

(4)

DKI

2012

15,79

6,53

138 858,29

Jakarta

2013*

16,09

6,11

155 170,09

2014**

16,46

5,95

174 824,11

2012

13,01

6,50

25 272,29

2013*

13,10

6,34

27 765,60

Jawa Barat

12,95

5,06

30 110,13

2012

8,70

5,34

22 865,43

Tengah

2013*

8,67

5,14

25 040,44

2014**

8,65

5,42

27 613,04

2012

0,89

5,37

21 744,88

2013*

0,88

5,49

23 623,95

2014**

0,87

5,18

25 693,39

6,64

32 770,38

14,38

6,08

36 035,45

Indonesia

s.
go
bp

5,86

39 903,87

3,90

6,83

30 202,44

2013*

3,95

7,13

33 195,64

2014**

4,04

5,47

36 972,96

2012

100,00

6,03

31 484,47

2013*

100,00

5,58

32 787,78

2014**

100,00

5,02

33 978,21

ht

Banten

ta
.

14,40

2012

tp

2014**

14,40

://
yo

2012
2013*

ar

ak

Jawa
Timur

gy

DIY

.id

2014**
Jawa

Sumber : BPS-RI
Ket
: * : Angka Sementara

** : Angka Sangat Sementara

Sejak tahun 2012-2014, kontribusi PDRB terhadap PDB dan PDRB perkapita
atas dasar harga berlaku Daerah Istimewa Yogyakarta berada di posisi
terbawah jika dibandingkan dengan lima provinsi lainnya di Pulau Jawa.

34

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 3.14
Produk Domestik Regional Bruto, Pertumbuhan Ekonomi, dan
Produk Domestik Bruto per Kapita, 1990-2014
Tahun

(1)

PDRB (Milyar Rp)


Berlaku

Konstan

Pertumbuhan
Ekonomi (%)

(2)

(3)

(4)

PDB
Perkapita
(ribu Rp)

(5)

13 480,60

13 480,60

4 318,4

2001

15 228,67

14 055,07

4,26

4 811,8

2002

17 521,78

14 687,28

4,50

5 460,8

2003

19 613,42

15 360,41

4,58

6 005,7

2004

22 023,88

16 146,42

5,12

6 643,2

2005

25 337,60

16 910,88

4,73

7 528,6

2006

29 417,35

17 535,75

3,70

8 845,1

2007

32 916,74

18 291,51

4,31

9 798,4

2008

38 101,68

19 212,48

5,03

11 229,5

2009

41 407,05

20 064,26

4,43

12 064,4

2010

64 678,97

64 678,97

4,64

18 653,0

2011

71 369,96

5,21

20 333,3

2012

77 247,86

71 702,45

5,37

21 744,9

2013

84 924,66

75 637,01

5,49

23 624,0

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

2000

://
yo

gy

68 049,87

25 693,4

ht

tp

2014
93 449,86
79 557,25
5,18
Sumber : D.I. Yogyakarta Dalam Angka
Ket
: * : Angka Sementara
** : Angka Sangat Sementara
Tahun 2000 sd 2009 memakai Tahun Dasar 2000 (2000=100)
Tahun 2010 sd 2014 memakai Tahun Dasar 2010 (2010=100)

Perkembangan perekonomian D.I Yogyakarta selama periode 2000-2014


memperlihatkan perbaikan setiap tahun. Perekonomian tumbuh positif meskipun
angka pertumbuhannya berfluktuatif setiap tahun. Di sisi lain, PDRB perkapita
juga terus meningkat setiap tahun.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

35

.id
s.
go

4.

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

NILAI TUKAR PETANI

36

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Konsep dan Definisi


Nilai tukar petani (NTP) adalah perbandingan antara indeks harga yang
dite- rima petani (lt) dengan indeks harga yang dibayar petani (lb) yang
dinyatakan dalam persentase. NTP menunjukkan daya tukar (term of trade)
atas barang-barang (produk) yang dihasilkan petani di perdesaan terhadap
barang/jasa yang dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga dan keperluan
dalam proses produksi pertanian. NTP juga merupakan salah satu indikator

s.
go

.id

untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan.

NTP = lt / lb x 100 ;

bp

Penghitungan Rumus :
: Indeks harga yang diterima petani

lb

: Indeks harga yang dibayar petani

Interpretasi

ak

://
yo

gy

NTP : Nilai Tukar Petani

ar

ta
.

lt

tp

NTP > 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih

ht

besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih


besar dari pengeluarannya.
NTP = 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga
produksinya sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga
barang konsumsi. Pendapatan petani sama dengan pengeluarannya.
NTP< 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang
konsumsinya. Pendapatan petani turun, lebih kecil dari pengeluarannya.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

37

Manfaat
Dari Indeks Harga yang Diterima Petani (It), dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai
data penunjang dalam penghitungan pendapatan sector pertanian.
Dari Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib), dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian
terbesar dari masyarakat di perdesaan, serta fluktuasi harga barang
yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib
juga dapat menggambarkan perkembangan inflasi di perdesaan.

.id

NTP mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk


produksi dan konsumsi rumah tangga.
NTP

menunjukkan

tingkat

daya

bp

Angka

s.
go

yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam


saing

produk

pertanian

ta
.

dibandingkan dengan produk lain. Atas dasar ini upaya produk

ar

spesialisasi dan peningkatan kualitas produk pertanian dapat dilakukan.

Sumber Data

://
yo

gy

ak

Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula daya beli petani.

ht

tp

Survei Harga Produsen


Kelemahan

NTP hanya bisa merujuk rumah tangga petani tanaman bahan makanan
dan

perkebunan rakyat saja sehingga tidak bisa dijadikan indikator

kondisi rumah tangga tani secara umum.


NPT hanya mengakomodir pendapatan rumah tangga tani dari usaha
bahan makanan dan perkebunan, tidak mengakomodir dari usaha non
pertanian.

38

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

lt

lb

NTP

(1)

(2)

(3)

(4)

Januari

113,42

109,65

103,44

Februari

113,06

110,17

102,63

Maret

112,69

110,43

102,05

April

112,56

110,31

102,04

Mei

112,44

110,64

101,63

Juni

113,53

111,19

102,1

Juli

114,62

111,77

Agustus

114,7

112,25

102,18

September

115,56

112,28

102,92

Oktober

116,57

112,73

103,4

November

116,61

113,74

102,52

Desember

116,96

117,38

99,65

gy

ak

ar

ta
.

s.
go

.id

Bulan

bp

Tabel 4.1
Perkembangan Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta,
Januari 2014-Desember 2014 (2012=100)

102,54

ht

tp

://
yo

Sumber : D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2005

Nilai Tukar Petani (NTP) Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan


Desember 2014 mengalami penurunan indeks sebesar 2,87 poin
dibanding NTP pada bulan November 2014 yaitu dari 102,52 persen
menjadi 99,65 persen.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

39

Tabel 4.2
Rata-rata Nilai Tukar Petani
Daerah Istimewa Yogyakarta,
2005 2014
NTP

(1)

(2)

2014

102,26

2013

116,89

2012

116,45

2011

115,11

2010

107,84

2009

107,84

2008

105,28

s.
go

.id

Tahun

2007

127,67
126,10

bp

2006

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

2005
122,10
Sumber : D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015
Ket
: Tahun dasar 2000-2007 (1993=100)
Tahun dasar 2008-2013 (2007=100)
Tahun dasar 2014 (2012=100)

ht

tp

Pada Bulan November 2015, NTP di Daerah Istimewa Yogyakarta


mengalami kenaikan indeks sebesar 0,19 persen dibanding NTP Oktober
2015, yaitu dari 102,82 menjadi 103,01. Kenaikan NTP bulan November
2015 ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga produk pertanian yang
diterima petani lebih besar dibanding kenaikan indeks harga barang dan
jasa yang dibayar petani.
Bila dilihat menurut subsektor, kenaikan indeks NTP pada bulan November
2015 terjadi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat sebesar 0,69
persen, subsektor hortikultura naik sebesar 0,62 persen, dan subsektor
tanaman pangan naik sebesar 0,24 persen. Sebaliknya subsektor
peternakan mengalami penurunan indeks NTP sebesar 0,53 persen dan
subsektor perikanan turun sebesar 0,26 persen.

40

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 4.3
Nilai Tukar Petani Subsektor Daerah Istimewa Yogyakarta,
Oktober 2015-November 2015
Subsektor

2013

2014

(1)

(2)

(3)

- Indeks Diterima Petani (lt)

122,87

124,01

- Indeks Dibayar Petani (lb)

122,31

123,15

- Nilai Tukar Petani (NTPP)

100,46

100,70

- Indeks Diterima Petani (lt)

120,03

121,44

- Indeks Dibayar Petani (lb)

121,01

- Nilai Tukar Petani (NTPH)

99,19

1. Tanaman Pangan

s.
go

bp

3. Perkebunan Rakyat
- Indeks Diterima Petani (lt)

.id

2. Hortikultura

121,68
99,81

139,85

117,82

118,41

117,30

118,11

- Indeks Diterima Petani (lt)

115,55

115,53

- Indeks Dibayar Petani (lb)

116,40

116,99

- Nilai Tukar Petani (NTPT)

99,28

98,75

- Indeks Diterima Petani (lt)

122,81

122,91

- Indeks Dibayar Petani (lb)

115,86

116,25

- Nilai Tukar Petani (NTN)

106,00

105,72

- Indeks Dibayar Petani (lb)

122,71

123,64

- Indeks Dibayar Petani (lb)

119,35

120,02

- Nilai Tukar Petani (NTP)

102,82

103,01

ak

ar

- Indeks Dibayar Petani (lb)

ta
.

138,20

gy

- Nilai Tukar Petani (NTPR)

ht

tp

://
yo

4. Peternakan

5. Perikanan

Gabungan

Sumber : Berita Resmi Statistik D.I. Yogyakarta

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

41

Bulan

DKI
Jakarta

Jawa
Barat

Banten

Jawa
Tengah

DIY

Jawa
Timur

Nasional

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Januari

97,99

105,95

105,42

101,18

100,4

105,23

101,86

Februari

99,12

105,69

105,19

101,48

100,79

106,18

102,19

Maret

99,42

105,45

105,09

99,92

99,48

104,32

101,53

April

98,89

102,78

102,79

97,84

98,71

102,82

100,14

Mei

98,76

102,48

102,3

97,93

99,24

102,5

100,02

Juni

97,37

103,08

103,22

98,49

.id

103,05

100,52

Juli

96,98

104,17

103,28

98,99

100,96

103,87

100,97

Agustus

97,56

104,11

103,95

99,83

101,53

105,14

101,28

September

97,49

105,95

104,84

101,50

102,92

106,42

102,23

Oktober

97,84

106,80

106,07

101,50

102,82

105,76

102,46

November

97,97

107,20

ak

Tabel 4.4
Nilai Tukar Petani menurut Provinsi di Pulau Jawa,
Bulan Januari 2015Desember 2015

102,07

103,01

106,56

102,95

s.
go

bp

ta
.

ar

gy

://
yo

Desember*)

107,53

100,36

ht

tp

Sumber : D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2005


Catatan : *) Data beum tersedia

Bila dilihat perkembangan nilai NTP selama periode Januari sampai


dengan November 2015 berfluktuatif di setiap Provinsi se-Pulau Jawa.
Nilai Tukar Petani Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan April, Juni,
dan Oktober tahun 2015 menduduki posisi tertinggi sedangkan pada
periode 7 bulan lainnya posisi tertinggi adalah Provinsi jawa Tengah.
Sementara semua NTP Provinsi bulan mengalami peningkatan di
bandingkan dengan Oktober 2015. Kenaikan tertinggi terjadi di Banten
yaitu sebesar 1,46 poin persen.

42

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go
bp
ta
.

PERTANIAN

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

5.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

43

Sektor pertanian, masih menjadi tumpuan perekonomian sebagian


besar penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, jika dilihat dari
perkembangan luas lahan pertanian yang semakin berkurang dari tahun ke
tahun, pesatnya pertumbuhan sektor industri dan makin meningkatnya
permintaan perumahan, menyebabkan alih fungsi lahan pertanian semakin
meningkat.
Persoalan ini menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah
hingga pusat untuk mencapai kedaulatan pangan yang ditetapkan sebagai

.id

salah satu dari prioritas unggulan strategi pembangunan dalam RPJMN

s.
go

2015-2019. Pencapaian kedaulatan pangan bagi seluruh rakyat sehingga


tidak boleh bergantung berlebihan dengan negara lain.

bp

Sasaran kedaulatan pangan antar lain terpenuhinya target produksi

ta
.

beberapa komoditas pertanian dalam negeri seperti padi, jagung kedelai,

ar

gula, daging sapi dan produksi ikan pada tahun 2019. Evaluasi keberhasilan
seperti

luas

penggunaan

lahan

pertanian,

://
yo

pertanian

gy

ak

pembangunan sektor pertanian, tersebut memerlukan indikatorindikator


produktivitas, dan produksi. Indikator tersebut dapat

luas

panen,

digunakan untuk

tp

bahan perencanaan/perumusan kebijakan berkaitan dengan kedaulatan

ht

pangan nasional, sekaligus sebagai bahan untuk melakukan evaluasi


terhadap hasil-hasil pembangunan sektor pertanian, khususnya subsektor
tanaman pangan.
Konsep dan Definisi
Lahan Sawah mencakup

sawah pengairan, sawah tadah hujan, sawah

pasang surut, sawah rembesan, lebak dan sebagainya yang utamanya


digunakan menanam padi.

44

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Lahan Bukan Sawah adalah semua lahan pertanian selain lahan sawah
seperti, lahan pekarangan, ladang/huma, tegal/kebun, lahan perkebunan,
kolam, tambakdanau, rawa, dan lainnya. Lahan sawah yang sudah tidak
berfungsi sebagai lahan sawah, dan masih digunakan untuk usaha pertanian
dimasukkan dalam lahan bukan sawah.
Produksi tanaman pangan merupakan hasil perkalian antara luas panen
dengan produktivitas. Penyajian data produksi tanaman pangan tahun
tertentu dilakukan sebanyak lima kali dengan status angka yang berbeda,
yaitu Angka Ramalan I (ARAM I), Angka Ramalan II (ARAM II), Angka

.id

Ramalan III (ARAM III), Angka Sementara (ASEM), dan Angka Tetap

s.
go

(ATAP).

bp

Luas panen berhasil (Luas panen) adalah tanaman yang dipungut

ta
.

hasilnya setelah tanaman tersebut cukup umur. Dalam panen berhasil ini

ar

termasuk juga tanaman yang hasilnya sebagian saja dapat dipungut (paling

ak

sedikit sampai dengan 11 persen) yang mungkin disebabkan karena

://
yo

gy

mendapat serangan organisme pengganggu tumbuhan atau bencana alam.


Produktivitas adalah penghitungan rata-rata hasil produksi per satuan luas

ht

tp

per komoditi pada periode satu tahun laporan.


Sumber Data

Data yang digunakan antara lain :


1. Pengumpulan data statistik pertanian (Survei Pertanian: SP) tanaman
pangan

yang dilakukan setiap bulan. Tujuan survei ini adalah

pengumpulan data luas tanaman padi dan luas tanaman palawija.


2. Pengumpulan data produktivitas (Survei Ubinan) yang dilakukan sesuai
dengan waktu petani melakukan panen.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

45

Tabel 5.1
Luas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian menurut
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014 (ha)
Lahan Pertanian
Kabupaten/kota

Sawah

(1)

(2)

Bukan Sawah Lahan Bukan Jumlah


Pertanian
(3)

(4)

(5)

Kulonprogo

10 296(17,56)

35 027 (59,75) 13 304 (22,69)

58 627

Bantul

15 191 (29,97)

13 639 (26,91) 21 855 (43,12)

50 685

Gunungkidul

Yogyakarta

.id

65 (2,00)

17 (0,52)

3 250

ta
.

3 168(97,48)

57 482

55 650 (17,47) 187 289 (58,79) 75 641 (23,74) 518 580

ar

DIY

20 905 (36,37) 14 344 (24,95)

s.
go

22 233 (38,68)

bp

Sleman

7 866 (5,30) 117 701 (79,24) 22 970 (15,46) 148 536

://
yo

gy

ak

Sumber: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

ht

tp

Luas penggunaan lahan untuk pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta


pada tahun 2014, terluas terdapat di Kabupaten Gunungkidul dan
Kabupaten Kulonprogo, masing-masing mencapai 125.567 hektar dan
45.323 hektar. Namun demikian, 79,24 persen lahan di Kabupaten
Gunungkidul dan 59,75 persen lahan di Kabupaten Kulonprogo
merupakan lahan bukan sawah yang digunakan untuk pertanian.
Sebaliknya, sebanyak 97,48 persen atau 3.168 hektar lahan di Kota
Yogyakarta digunakan sebagai lahan bukan pertanian. Hanya 2,52
persen (82 hektar) lahan di Kota Yogyakarta yang digunakan sebagai
lahan pertanian.

46

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 5.2
Persentase Penggunaan Lahan di Daerah Istimewa Yogyakarta,
2010-2014
2010

2011

2012

2013

(1)

(3)

(4)

(5)

(6)

76,54

76,46

75,41

75,07

76,26

17,75

17,73

17,69

17,74

17,47

Berpengairan

14,89

14,85

14,76

14,79

14,53

Tadah Hujan

2,86

2,88

2,93

2,95

2,93

58,79

58,73

57,72

57,32

58,79

29,94

29,77

29,69

30,55

32,82

0,32

0,32

0,25

0,3

0,29

11,54

0,26

Lahan Sawah

Bukan lahan Sawah


Tegal/Kebun
Sementara Tidak
Diusahakan
Hutan Rakyat

s.
go

Lahan Pertanian

Lainnya (Tambak, Kolam,

2014

16,89

15,98

26,48

25,68

23,46

23,54

24,59

24,93

23,74

100,00

100,00

100,00

100,00

100,00

ak

ar

17

gy

Empang,
Negara,
Lahan
BukanHutan
Pertanian
dll)
Jumlah

0,23

ta
.

0,22

11,52

bp

11,31

Perkebunan

.id

Penggunaan Lahan

://
yo

Sumber: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

ht

tp

Selama periode tahun 2010-2014 luas lahan pertanian Daerah Istimewa


Yogyakarta menurun dari tahun ke tahun. Ini diduga karena semakin
maraknya pengalihan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan
perumahan, lahan industri atau lahan non pertanian lainnya. Namun
demikian, lebih dari 70 persen luas lahan masih dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian.
Hingga tahun 2014, produksi padi masih mempunyai kontribusi terbesar
terhadap produksi tanaman pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi
padi tahun 2014 meningkat cukup tinggi dibandingkan tahun 2010, sejalan
dengan meningkatnya luas panen dan produktivitas tanaman padi. Begitu
juga untuk produksi kacang tanah juga mengalami peningkatan cukup
signifikan. Di lain pihak, produksi jagung, kedelai dan ubi kayu berfluktuaktif
setiap tahun.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

47

Tabel 5.3
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
Tahun

Luas Panen (ha)

Produktivitas

Produksi (ton)

(ku/ha)

(2)

(3)

(4)

2010

147 058

56,02

823 887

2011

150 827

55,89

842 934

2012

152 912

61,88

946 224

2013

159 266

57,88

921 824

2014

158 903

57,87

919 573

s.
go

ta
.

bp

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

.id

(1)

ak

ar

Tabel 5.4
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
Produktivitas
(ku/ha)

Produksi(ton)

(2)

(3)

(4)

86 837

39,8

345 576

69 768

41,8

291 596

2012

73 766

45,63

336 608

2013

70 722

40,95

289 580

2014

67 657

46,15

312 236

2011

://
yo

tp

2010

ht

(1)

gy

Luas Panen
(ha)

Tahun

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

48

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 5.5
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
Luas Panen
(ha)

Produktivitas
(ku/ha)

Produksi (ton)

(1)

(2)

(3)

(4)

2010

33 572

11,39

38 244

2011

28 988

11,31

32 795

2012

28 554

12,62

36 033

2013

23 290

13,60

31 677

2014

16 337

11,98

19 579

bp

s.
go

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

.id

Tahun

ak

ar

ta
.

Tabel 5.6
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kacang Tanah
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
Produktivitas
(ku/ha)

Produksi (ton)

(2)

(3)

(4)

58 780

10,02

58 918

2011

59 533

10,76

64 084

2012

60 725

10,36

62 901

2013

65 680

10,78

70 834

2014

67 532

10,60

71 582

(1)

ht

2010

tp

://
yo

gy

Luas Panen
(ha)

Tahun

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

49

Tabel 5.7
Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Kayu
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
Luas Panen (ha)

Produktivitas
(ku/ha)

Produksi (ton)

(1)

(2)

(3)

(4)

2010

62 563

178,17

1 114 665

2011

62 414

139,01

867 596

2012

61 815

140,15

866 357

2013

58 777

172,44

1 013 565

2014

56 120

157,69

884 931

ta
.

bp

s.
go

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

.id

Tahun

2013

(2)
10,3

Jawa Barat
Jawa Tengah
DIY
Jawa Timur
Banten

Ubi Kayu
(000 Ton)

gy

2014

2013

(3)

(4)

2014

2013

(5)

2014

(6)

(7)

2013

2014

(8)

(9)

12 083,2

11 644,9

1 102,0

1 047,1

2 138,5

2 250,0

51,2

115,3

10 344,8

9 648,1

2 930,9

3 051,5

4 089,6

3 977,8

99,3

125,5

921,8

919,6

289,6

312,2

1 013,6

884,9

31,7

19,6

12 049,3

12 397,0

5 761,0

5 737,4

3 601,1

3 635,5

329,5

355,5

2 083,6

2 045,9

12,0

10,5

97,8

85,9

10,3

6,4

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

50

Kedelai
(000 Ton)

7,5

ht

DKI Jakarta

Jagung
(000 Ton)

://
yo

(1)

Padi
(000 Ton)

tp

Provinsi

ak

ar

Tabel 5.8
Produksi Tanaman Pangan menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2013-2014

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 5.9
Produktifitas Tanaman Pangan menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2013-2014
Jagung
(Ku/Ha)

Padi (Ku/Ha)

Kedelai
(Ku/Ha)

2014

2013

2014

2013

2014

2013

2014

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

DKI Jakarta

58,88

53,86

Jawa Barat

59,53

58,82

72,06

73,24

223,92

239,57

14,34

16,30

Jawa Tengah

56,06

53,57

55,09

56,71

252,79

259,65

15,21

17,37

DIY

57,88

57,87

40,92

46,15

172,44

157,69

13,60

11,98

Jawa Timur

59,15

59,81

48,03

47,72

214,10

231,39

15,64

16,54

Banten

52,92

52,95

33,60

33,36

151,33

13,02

13,26

ar

ta
.

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

153,10

bp

(1)

.id

2013

s.
go

Provinsi

Ubi Kayu
(Ku/Ha)

ht

tp

://
yo

gy

ak

Produktivitas tanaman padi tahun 2014 tertinggi adalah di Provinsi


Jawa Timur dan terendah adalah Provinsi Banten, dengan tingkat
produktivitas masing-masing sebesar 59,81 kw/ha dan 58,82 kw/ha.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

51

.id

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

6.
KETENAGAKERJAAN

52

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Salah satu indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan adalah tingkat pengangguran. Timbulnya pengangguran akibat dari
pertambahan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan ketersediaan
lapangan

pekerjaan. Sementara tingginya tingkat pengangguran tidak

hanya berpengaruh pada masalah-masalah di bidang ekonomi, melainkan


juga menimbulkan berbagai masalah di bidang sosial, seperti kemiskinan
dan kerawanan sosial.

.id

Sementara komposisi tenaga kerja selalu mengalami perubahan

s.
go

seiring dengan dinamika kependudukan. Mereka yang termasuk angkatan


kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas yang bekerja dan

bp

menganggur. Selanjutnya penduduk bukan angkatan kerja adalah mereka

ar

ta
.

yang mengurus rumah tangga, sekolah, dan lainnya.

gy

ak

Konsep dan Definisi

://
yo

Konsep/definisi ketenagakerjaan yang digunakan BPS merujuk pada

ht

tp

rekomendasi International Labor Organization (ILO) sebagaimana tercantum

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

53

dalam buku

Surveys of

Economically Active Population, Employment,

Unemployments and Methods, ILO 1992 Menurut Konsep Labor Force

Framework,

penduduk dibagi dalam beberapa

kelompok. Kelompok-

kelompok tersebut dapat digambarkan dalam diagram ketenagakerjaan


sebagai berikut:
Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis
Republik Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang
berdomisili lebih dari 6 bulan dan atau mereka yang berdomisili kurang dari

.id

6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.

s.
go

Dalam konsep ketenagakerjaan, populasi terbagi menjadi dua yaitu:


1. Usia kerja/usia produktif adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas.

ta
.

dan tanpa batas atas usia kerja.

bp

(meskipun dalam survei dikumpulkan informasi mulai dari usia 10 tahun)

ak

bawah 15 tahun.

ar

2. Bukan usia kerja/usia non produktif adalah penduduk yang berusia di

://
yo

gy

Angkatan Kerja (Labor Force)

Konsep angkatan kerja merujuk pada kegiatan utama yang dilakukan oleh

tp

penduduk usia kerja selama periode tertentu. Angkatan kerja adalah

ht

penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan namun sementara
tidak bekerja dan penganggur.
Bukan Angkatan Kerja
Penduduk usia kerja yang tidak termasuk angkatan kerja adalah penduduk
yang bersekolah, mengurus rumah tangga, dan melaksanakan kegiatan
lainnya.
Bekerja adalah kegiatan ekonomi dengan menghasilkan barang atau jasa
yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam (tidak
terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula

54

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

kegiatan pekerja tidak dibayar yangmembantu dalam suatu usaha atau


kegiatan ekonomi. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja
maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara
tidak bekerja, misalnya karena cuti, sakit, dan sejenisnya.
Penganggur terbuka (open unemployment) adalah mereka yang sedang
mencari pekerjaan, atau mereka yang mempersiapkan usaha, atau mereka
yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan
pekerjaan dan mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai

.id

bekerja, dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja ( jobless).

s.
go

Secara spesifik, penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas:


a. mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan;

bp

b. mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha;

ta
.

c. mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan karena merasa

ar

tidak mungkin mendapatkan pekerjaan;

gy

ak

d. mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan karena sudah

://
yo

diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja.


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT/Unemployment Rate)

tp

TPT memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam

ht

kelompok penganggur. TPT diukur sebagai persentase jumlah penganggur


terhadap jumlah angkatan kerja. Data ketenagakerjaan diperoleh melalui
kegiatan survei Sakernas.

Setengah Penganggur (Underemployment) adalah mereka yang


bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu)
dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan
(dahulu disebut setengah pengangguran terpaksa).

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

55

: Jumlah pekerja yang bekerja kurang dari jam kerja normal

AK : Jumlah angkatan kerja


Setengah pengangguran sukarela adalah penduduk usia kerja yang
bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu dan tidak mencari pekerjaan
atau mempersiapkan usaha.

.id

Setengah pengangguran terpaksa adalah penduduk usia kerja yang


pekerjaan

dengan

cara

mempersiapkan usaha.
Partisipasi

Angkatan

Kerja

ta
.

Tingkat

mencari

bp

mendapatkan

s.
go

bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu dan masih berusaha untuk
pekerjaan

dan

(TPAK/Labor

atau

Force

ar

Participation Rate) adalah persentase angkatan kerja terhadap penduduk

gy

ak

usia kerja. TPAK mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif
TPAK diukur sebagai

://
yo

secara ekonomi di suatu negara atau wilayah.

persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja.

tp

Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja ( labor

ht

supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam


suatu perekonomian.
Pekerja Tidak Penuh adalah penduduk yang bekerja kurang dari

jam

kerja normal (dalam hal ini kurang dari 35 jam seminggu).


Pekerja Paruh Waktu
Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam
seminggu) tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima
pekerjaan lain.

56

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Jumlah Jam Kerja


Jumlah jam kerja seluruhnya yang dilakukan oleh seseorang (tidak termasuk
jam isirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar
pekerjaan) selama seminggu yang lalu.
Lapangan Usaha
Bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat seseorang
bekerja. Klasifikasi baku yang digunakan dalam penggolongan lapangan
pekerjaan/lapangan

usaha

adalah

Klasifikasi

Baku

Lapangan

Usaha

tetapi

dalam

penyajian/publikasinya

menggunakan

s.
go

kategori

.id

Indonesia (KBLI) 2009. Dalam pengumpulan datanya menggunakan 18


kategori/sektor yaitu:

bp

1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan;

gy

ak

4. Listrik, Gas, dan Air;

ar

3. Industri Pengolahan;

ta
.

2. Pertambangan dan Penggalian;

://
yo

5. Bangunan;

6. Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel;

tp

7. Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi;

ht

8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa


Perusahaan;
9. Jasa Kemasyarakatan.
Status Pekerjaan
Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan
di suatu unit usaha/kegiatan. Status pekerjaan terbagi menjadi:
1. Berusaha sendiri;
2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar;
3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar;

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

57

4. Buruh/karyawan/pegawai;
5. Pekerja bebas di pertanian;
6. Pekerja bebas di nonpertanian;
7. Pekerja keluarga/tak dibayar.
Kegiatan formal dan informal secara sederhana dapat didefinisikan
berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama,
penduduk yang bekerja di sektor formal mencakup kategori berusaha
dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan/pegawai, sisanya

s.
go

.id

termasuk yang bekerja di sektor informal.


Manfaat
angkatan

kerja

bermanfaat

untuk

bp

1. Indikator

mengetahui

jumlah

ta
.

penduduk yang berpotensi untuk bekerja.


dijadikan

acuan

ak

untuk

pemerintah

dalam

rangka

gy

bermanfaat

ar

2. Proporsi jumlah penduduk setengah pengangguran (underemployment)

://
yo

meningkatkan tingkat utilisasi, kegunaan dan produktivitas pekerja.


3. Indikator TPAK bermanfaat untuk melihat penduduk yang potensial

tp

untuk dapat memproduksi barang dan jasa.

ht

4. Indikator tingkat pengangguran terbuka (TPT) bermanfaat untuk melihat


keterjangkauan pekerjaan (kesempatan kerja).
Interpertasi
1. Semakin tinggi jumlah angkatan kerja berarti semakin banyak jumlah
penduduk yang berpotensi untuk bekerja.
2. Semakin tinggi tingkat setengah pengangguran maka semakin rendah
tingkat utilisasi pekerja dan produktivitasnya. Akibatnya, pendapatan
mereka pun rendah dan tidak ada jaminan sosial atas mereka. Hal ini
sering terjadi di sektor informal yang rentan terhadap kelangsungan

58

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

pekerja, pendapatan, dan tidak tersedianya jaminan sosial.


3. Semakin tinggi TPAK menunjukkan besarnya bagian dari penduduk usia
kerja yang sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam
kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun
waktu tertentu.
4.

Semakin tinggi angka pengangguran terbuka maka semakin besar


potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya. Semakin rendah angka
pengangguran terbuka, semakin stabil kondisi sosial ekonomi dalam

.id

masyarakat.

s.
go

Sumber Data:

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Sensus Penduduk (SP), Survei


Antar

Sensus

(SUPAS),

Sosial

Ekonomi

Nasional

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

(SUSENAS).

Survei

bp

Penduduk

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

59

Tabel 6.1
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Jenis Kegiatan di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2015
2013
Agustus

(1)

Agustus

Februari

Agustus

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

1 988 912

1 956 043

2 012 626

1 891 218

63 172

43 984

67 418

85 454

80 245

1 949 243

2 032 896

2 023 461

2 098 080

1 971 463

863 845

796 887

824 293

771 935

911 517

2 813 088

2 829 783

2 847 754

2 870 015

2 882 980

69,29

71,84

3,24

2,16

.id
3,33

4,07

4,07

99 356

97 399

79 445

://
yo

s.
go

68,38

472 428

398 108

372 288

352 433

750 994

574 828

497 464

469 687

431 878

ta
.
102 400

gy

151 166
599 828

71,05

bp

73,10

ht

tp

Bukan Angkatan
Kerja
Total Penduduk
Berumur 15 tahun
ke Atas
Tingkat
Partisipasi
Angkatan Kerja
(%)
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (%)
Setengah
Penganggur
Terpaksa
Setengah
Penganggur
Sukarela
Total Setengah
Penganggur

2015

1 886 071

Pengangguran
Angkatan Kerja

Februari

ar

Bekerja

2014

ak

Jenis Kegiatan

Sumber : BPS

Sejak Agustus 2014 hingga Agustus 205 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) mengalami penurunan dari 71,05 persen menjadi 68,38 persen.
Artinya tenaga kerja yang aktif secara ekonomi turun 2,67 persen poin.
Sementara pada Agustus 2015, dari total angkatan kerja sekitar 95,93 persen
adalah penduduk yang bekerja. Penduduk yang bekerja pada bulan Agustus
2015 sebesar 1.891.218 orang, berkurang sebanyak 64.825 (-3,31%)
dibandingkan keadaan agustus 2014.

60

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 6.2
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Pekerjaan Utama di
Daerah istimewa Yogyakarta, 2013-2015
2013

Jenis Kegiatan

2014

2015

Agustus

Februari

Agustus

Februari

Agustus

(2)

(4)

(4)

(5)

(6)

(1)

505 660

496 967

505 184

436 529

9 075

4 002

13 953

12 000

15 702

Industri

251 892

296 485

273 329

356 309

276 386

Listrik, Gas, dan Air Minum


Konstruksi
Perdagangan, Rumah Makan
dan Jasa Akomodasi
Transportasi, Pergudangan
dan Komunikasi
Lembaga Keuangan, Real
Estate, Usaha Persewaan,
dan Jasa
Perusahaan
Jasa
Kemasyarakatan,
Sosial, dan Perorangan

5 388
104 506

1 750
96 255

2 926
146 349

.id

1 131
163 951

2 536
154 956

487 923

529 841

505 915

489 793

485 393

65 684

75 244

68 832

47 833

61 085

54 090

67 048

73 412

59 893

56 682

412 627

374 360

376 532

401 949

1 988 912

1 956 043

2 012 626

1 891 218

ak

ar

bp

s.
go

531 559

ta
.

Pertanian, Perkebunan,
Kehutanan, Perburuan dan
Perikanan
Pertambangan dan
Penggalian

ht

Sumber : BPS

1 886 071

tp

Total

://
yo

gy

375 954

Komposisi jumlah penduduk yang berkerja menurut lapangan usaha keadaan


Agustus 2015 hampir sama dengan kondisi Agustus 2014. Pada Agustus 2015,
dari 1.891.218 yang bekerja, paling banyak bekerja pada sektor perdagangan
485.393 (25,67 persen) diikuti sektor pertanian 436.529 (23,08 persen) dan
sektor jasa kemasyarakatan 401.949 (21,25 persen).
Jika dibandingkan Agustus 2014, jumlah pekerja di sektor jasa kemasyarakatan
pada Agustus 2015 mengalami peningkatan sebesar 2,11 persen poin.
Sementara pekerja di sektor pertanian
dan sektor perdagangan justru
mengalami penurunan masing-masing sebesar 2,32 persen poin dan 0,20
persen poin.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

61

Tabel 6.3
Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama
Seminggu yang Lalu menurut Status Pekerjaan Utama
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2015
2013

2015

Agustus
Februari

Februari

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Berusaha Sendiri

243(3)743

241 406

272 218

303 044

293 916

Berusaha dibantu Buruh Tidak


Tetap/buruh Tidak Dibayar

374 021

397 263

324 477

302 031

265 435

Berusaha dibantu Buruh Tetap

86 198

81 602

76 198

78 918

65 773

Buruh/karyawan/pegawai

744 261

831 482

845 448

844 194

856 904

Pekerja Bebas di Pertanian

27 727

25 507

27 980

38 912

Pekerja
Bebas
Pertanian

106 530

76 554

s.
go

2014

Pekerja Keluarga/tak Dibayar

303 591

335 098

288 614

294 015

225 456

Total

ta
.

Status Pekerjaan

1 886 071

1 988 912

1 956 043

2 012 626

1 891 218

.id

Agustus

183 734

121 108

bp

151 512

45,91

47,12

45,87

24,39

55,97

54,09

52,88

54,13

75,61

ht

tp

Persentase pada Kegiatan


InFormal
Sumber : BPS

44,03

://
yo

Persentase pada Kegiatan


Formal

ar

Non

ak

di

Februari

gy

(1)

Agustus

Jumlah penduduk yang bekerja pada sektor formal

mencakup kategori

berusaha dibantu buruh tetap dan sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pada


Agustus 2015 sebesar 922.677 (24,39 persen) bekerja pada sektor formal.
Di lain pihak mereka yang bekerja pada sektor informal sebanyak 958.641
(75,61 persen).

Dalam setahun terakhir penduduk yang bekerja pada

sektor formal naik 1.031 orang, namun secara persense turun dari 47,12
persen pada Agustus 2014 menjadi 24,39 persen.

62

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 6.4
Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Propinsi DI Yogyakarta,
2013-2015
Bekerja
Agustus

(6)

(7)

(5)

2014
Februari

Agustus

Februari

Agustus

(9)

(10)

(11)

596 410
353 637
326 385

644 057
361 640
314 404

755 927
340 634
249 814

602 892
343 075
294 956

4 214
9 223
13 123

5 142
3 016
4 292

6 138
8 367
18 906

2 667
19 715
12 263

8 504
12 251
16 496

319 532

387 246

330 251

407 668

363 063

25 160

20 022

19 671

31 271

27 061

79 578

656

2 124

1 511

5 101

1 451

207 654

10 796

9 388

12 825

14 437

14 482

78 310

83 769

84 967

83 332

190 039

241 465

220 724

175 251

(8)

2015

663 884
335 298
299 008

bp

(4)

Agustus

ta
.

(3)

Februari

ar

(2)

Agustus

ak

(1)

://
yo

<= SD
SMP
SMA Umum
SMA
Kejuruan
Diploma
I/II/III
Universitas
Sumber : BPS

Februari

2013

2015

s.
go

Agustus

Pengangguran

2014

.id

2013

gy

Pendidikan

ht

tp

Sejak periode Agustus 2013 hingga Agustus 2015, angkatan kerja berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan
memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang menganggur yang terbanyak adalah mereka yang berijazah terakhir SMA
kerjuruan. Pada kondisi Agustus 2015, sekitar 33,72 persen (27.061) penduduk yang mengganggur adalah berijazah SMA
kejuruan.
Sejalan dengan meningkatnya TPT periode Agustus 2015 terhadap Agustus 2014, peningkatan TPT menurut pendidikan
terlihat terutama pada pendidikan SMA Kejuruan yaitu sebesar 1,31 persen poin. Penurunan TPT terjadi pada pendidikan
SMA Umum yaitu sebesar 0,38 persen poin.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

63

ta
.

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

.id

s.
go

bp

Tabel 6.5
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Nasional, 2011-2015
TPAK
Nasional

DIY

Nasional

(2)

(3)

(4)

(5)

Februari

72,93

70,01

5,53

6,96

Agustus

70,39

66,78

4,32

7,48

Februari

71,29

69,59

3,95

6,37

Agustus

71,52

67,76

3,86

6,13

Februari

70,01

69,15

3,73

5,88

Agustus

69,29

66,77

3,24

6,17

Februari

71,84

2,16

5,70

Agustus

71,05

3,33

5,94

Februari

73,10

69,50

4,07

5,81

Agustus

68,38

65,76

4,07

6,18

Sumber: BPS

s.
go

ta
.

66,60

ar

2015

69,17

ak

2014

gy

2013

://
yo

2012

.id

DIY

(1)
2011

TPT

bp

Tahun

tp

Selama periode Februari 2011 sampai Agustus 2015 tingkat penggangguran

ht

terbuka (TPT) Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan perkembangan yang


fluktuatif dengan kecenderungan menurun setiap tahun. Sebaliknya tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK)

meskipun juga berfluktuatif setiap tahun

namun memperlihatkan tren meningkat setiap tahun.


Jika dibandingkan dengan angka nasional TPT Daerah Istimewa Yogyakarta
selalu lebih rendah dengan TPAK lebih tinggi. TPT Daerah Istimewa Yogyakarta
keadaan Agustus 2015 sebesar 4,07 persen atau lebih rendah 2,11 persen poin
dari Nasional. Artinya persentase jumlah penganggur terhadap jumlah
angkatan kerja Daerah Istimewa Yogyakarta lebih rendah 2,11 persen poin
dibandingkan dengan nasional pada periode yang sama.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

65

Tabel 6.6
Penduduk menurut Jenis Kegiatan Seminggu yang Lalu dan
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
Agustus 2014-Agustus 2015
Kulonprogo

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

236 536

488 734

424 669

590 080

216 024

2015

232 190

495 235

386 458

567 286

210 049

2014

7 005

12 872

6 943

25 943

14 655

2015

8 966

15 309

11 526

32 167

12 277

2014

243 541

501 606

431 612

616 023

230 679

2015

241 156

510 544

397 984

599 453

222 326

2014

19 107

67 045

39 339

100 575

44 479

2015

19 911

70 104

35 125

116 444

56 388

Mengurus
Rumah Tangga

2014

43 650

139 281

61 214

150 202

45 175

2015

46 542

94 937

154 074

41 521

Lainnya

2014

8 615

34 584

23 665

38 484

8 878

11 277

33 579

34 352

45 864

13 076

71 372

240 910

124 218

289 261

98 532

77 730

242 006

164 414

316 382

110 985

2014

314 913

742 516

555 830

905 284

329 211

2015

318 886

752 550

562 398

915 835

333 311

2015

Total Penduduk
15 tahun keatas

2014

tp

2015

ht

Bukan Angkatan
Kerja

s.
go

bp

ta
.

Sekolah

138 323

ak

Angkatan Kerja

gy

Pengangguran

://
yo

Bekerja

.id

2014

ar

Jenis Kegiatan

Sumber : BPS

Bila dilihat menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, jumlah


penduduk yang bekerja pada tahun 2015 terbanyak adalah Kabupaten
Sleman diikuti oleh Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul. Jumlah
penganggur

pada

periode

yang

sama,

terendah

Kulonprogo diikuti oleh Kota Yogyakarta.

66

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

adalah

Kabupaten

Tabel 6.7
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta, Agustus 2010-Agustus 2015
Kabupaten/kota

2011

2012

2013

2014

2015

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

75,61

82,33

75,62

Bantul

70,96

71,26

66,78

74,26

67,84

Gunungkidul

75,93

80,43

77,87

83,57

70,77

Sleman

66,07

66,44

65,67

76,55

65,45

Yogyakarta

67,05

67,28

64,38

81,02

66,70

71,52

Nasional

68,34

67,88

69,29

71,05

68,38

66,77

66,60

65,76

s.
go

70,39

Kulonprogo

3,03

3,04

2,85

2,88

3.72

Bantul

4,39

ta
.

bp

DIY

.id

75,40

3,36

2,57

3,00

Gunungkidul

2,23

1,38

1,69

1,61

2,90

Sleman

5,36

5,64

3,28

4,21

5,37

6,70

5,33

6,45

6,35

5,52

4,32

3,86

3,24

3,33

4,07

6,56

6,14

6,17

5,94

6,18

Yogyakarta

ht

Nasional

ar

ak

tp

DIY

3,70

gy

TPT

75,17

://
yo

TPAK

Kulonprogo

Sumber : BPS

Dilihat menurut kabupaten/kota selama periode Agustus 2010 sampai


Agustus 2015, Kabupaten Gunungkidul selalu mempunyai TPT terendah,
dan tertinggi di Kota Yogyakarta kecuali Tahun 2012. TPT tertinggi pada
Agustus 2012 adalah di Kabupaten Sleman(5,64%). Selama lima tahun
terakhir memperlihatkan TPAK tertinggi di Kabupaten Gunungkidul dan
terendah di Kabupaten Sleman, kecuali Agustus 2013. Pada peiode yang
sama, TPT Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul selalu lebih rendah
daripada angka Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nasional.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

67

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

ta
.

.id

s.
go

bp

Tabel 6.8
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut Provinsi di
Pulau Jawa, 2013-2015 (persen)

(2)

TPAK
2014
Februari Agustus

(3)

(4)

2015
Februari Agustus

(5)

(6)

DKI Jakarta

67,79

68,49

66,61

72,60

66,39

Jawa Barat

62,82

64,36

62,77

66,08

60,34

2013
Agustus

(7)

TPT
2014
Februari Agustus

.id

(1)

2013
Agustus

8,63

s.
go

Pendidikan

9,16

(8)

(9)

9,84
8,66

2015
Februari Agustus

(10)

(11)

8,47

8,36

7,23

8,45

8,40

8,72

70,43

70,93

69,68

72,19

67,86

6,01

5,45

5,68

5,31

4,99

DIY

69,29

71,84

71,05

73,10

68,38

3,24

2,16

3,33

4,07

4,07

Jawa Timur

69,78

70,52

68,12

69,58

67,84

4,30

4,02

4,19

4,31

4,47

9,54

9,87

9,07

Banten

63,55

66,47

63,84

67,28

ar

ta
.

bp

Jawa Tengah

Nasional

66,77

69,17

66,60

69,50

65,76

ak

gy

6,17

5,70

5,94

8,58

9,55

5,81

6,18

://
yo

Sumber : Berita Resmi Statistik

62,24

ht

tp

TPT terendah di Pulau Jawa pada Agustus 2013 sampai dengan Agustus 2015 adalah di Daerah Istimewa Yogyakarta
dan tertinggi adalah Provinsi Banten. Sementara jika dibandingkan dengan TPT Nasional, tampak bahwa Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, selalu lebih rendah.
Di lain pihak, TPAK dua provinsi yaitu TPAK Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. selalu lebih rendah dari Nasional.
TPAK Nasional bulan Agustus 2015 sebesar 65,76 persen, sedangkan TPAK Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat
masing-masing 60,34 persen dan 62,24 persen. Pada periode yang sama TPAK tertinggi di Pulau Jawa adalah
D.I.Yogyakarta (68,38 persen) diikuti Provinsi JawaTengah (67,86 persen).

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

69

ta
.

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

.id

s.
go

bp

Tabel 6.9
Penduduk yang Termasuk Angkatan Kerja, Bekerja dan
Pengangguran pada bulan Agustus menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2014 2015 (ribu orang)
Angkatan Kerja

Provinsi

(1)

Bekerja

Pengangguran

2014

2015

2014

2015

2014

2015

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

5 063

5 092

4 634

4 724

429

368

Jawa Barat

21 006

20 586

19 231

18 791

1 775

1 795

Jawa Tengah

17 547

17 299

16 551

16 436

996

863

DIY

2 023

1 971

1 956

1 891

67

80

Jawa Timur

20 150

20 275

19 307

19 368

843

907

5 338

5 335

4 854

4 826

484

509

121,87

122,38

114,63

114,82

7,24

7,56

s.
go

bp
ta
.

ar

://
yo

gy

Nasional
(juta orang)
Sumber : BPS RI

ak

Banten

.id

DKI Jakarta

Keadaan ketenagakerjaan di Pulau Jawa pada Agustus 2015 menunjukkan

tp

bahwa jumlah angkatan kerja terbanyak di Provinsi Jawa Timur (19.368

ht

orang) diikuti oleh Provinsi Jawa Barat (18.791 orang) dan Jawa Tengah
(16.436 orang). Jika dibandingkan dengan Agustus 2014, jumlah angkatan
kerja dan jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi DKI dan Jawa Timur
meningkat, sedangkan empat provinsi lainnya menurun.
Jumlah penganggur keadaan Agustus 2015 di DKI Jakarta dan Jawa Tengah
berkurang dibandingkan keadaan Agustus 2014, sedangkan empat provinsi
lainnya berkurang.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

71

.id
s.
go
bp
ta
.
ar
ak
tp

://
yo

gy

KEMISKINAN

ht
72

7.

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat


masih menjadi agenda utama dalam pembangunan 2015-2019. Peningkatan
kesejahteraan rakyat salah satunya ditunjukkan oleh menurunnya angka
kemiskinan. Meskipun angka kemiskinan terus mengalami penurunan,
namun saat

ini masih

banyak masyarakat yang hidup di sekitar dan di

bawah garis kemiskinan. Kehidupan mereka masih sangat rentan terhadap


berbagai gejolak, terutama gejolak harga pangan. Persoalan kemiskinan
adalah persoalan yang harus ditangani secara lebih substantif dan

penanggulangan

pemerintah
kemiskinan

diwujudkan

dengan

s.
go

Perhatian

.id

mendasar.
sebagai

salah

satu

ditetapkannya

dari

delapan

visi

bp

Pembangunan Nasional RPJM 2015-2019. Dalam menyusun rencana dan

ta
.

evalusi penanggulangan dan pengentasan kemiskinan diperlukan angka-

ar

angka indikator kemiskinan yang dapat menunjukkan perkembangan


tersebut

gy

ak

kemiskinan di suatu wilayah secara periodik. Indikator kemiskinan

://
yo

antara lain persentase dan jumlah penduduk miskin.

ht

tp

Konsep dan Definisi

A. Kemiskinan Makro

Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi seseorang atau sekelompok


orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Pengukuran kemiskinan
yang dilakukan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar
digunakan

oleh

(basic needs approach). Konsep ini


BPS

tetapi

Armenia, Senegal, Pakistan,

juga

oleh

tidak

negara-negara

Bangladesh, Vietnam, Sierra

hanya

lain seperti
Leone, dan

Gambia.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

73

Dengan pendekatan ini:


Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi

kebutuhan

dasar makanan dan bukan makanan yang diukur

dari sisi pengeluaran.


Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK)/poverty line.
Garis Kemiskinan (GK)
Dibangun dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan
Garis Kemiskinan Non makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan
pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang

s.
go

GKM merupakan nilai

.id

dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan.


disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari. Patokan ini

bp

mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Paket komoditi
dan susu, sayuran, kacang-kacangan,

ak

ar

umbi-umbian, ikan, daging, telur

ta
.

kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian,

gy

buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Komoditi ini merupakan komoditi

://
yo

yang paling banyak dikonsumsi oleh orang miskin. Jumlah pengeluaran


untuk komoditi ini sekitar 70 persen dari total pengeluaran orang miskin.

tp

GKNM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan,

ht

dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh
51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
Penghitungan GK
Tahap pertama adalah menentukan penduduk referensi yaitu 20 persen
penduduk yang berada di atas GK. Sementara, yang merupakan GK periode
lalu yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi
ini kemudian dihitung GKM dan GKNM.
GKM adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 jenis komoditi dasar makanan
yang riil dikonsumsi penduduk yang kemudian disetarakan dengan 2.100 kilo

74

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

kalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum


makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52
komoditi tersebut. Selanjutnya GKM tersebut disetarakan dengan 2.100 kilo
kalori dengan mengalikan 2.100 terhadap harga implisit rata-rata kalori.
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai
kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non makanan terpilih yang
meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Nilai kebutuhan
minimum per komoditi/sub kelompok non makanan dihitung dengan
menggunakan suatu

rasio

pengeluaran komoditi/sub kelompok tersebut

.id

terhadap total pengeluaran komoditi/sub kelompok yang tercatat dalam data

s.
go

Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket
Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKD 2004), yang dilakukan untuk

bp

mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non


penjumlahan

ar

Kemiskinan merupakan

dari

Garis

Kemiskinan

ak

Garis

ta
.

makanan yang lebih rinci dibandingkan data Susenas modul konsumsi.

gy

Makanan dan Garis Kemiskinan Non Makanan.

://
yo

Sumber Data

Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan


(Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Modul

ht

tp

adalah data Susenas

Konsumsi. Mulai tahun 2003, BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah
dan persentase penduduk miskin seiap tahun. Hal ini bisa terwujud karena
sejak tahun 2003 BPS mengumpulkan data Susenas Panel Modul Konsumsi
setiap Februari atau Maret.
Sebagai informasi tambahan, digunakan pula hasil Survei Paket Komoditi
Kebutuhan Dasar

(SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan

proporsi

pengeluaran masing-masing komoditi pokok non makanan.


Ukuran Kemiskinan
a. Head Count Index (HCI-P0), yaitu persentase penduduk yang

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

75

berada di bawah Garis Kemiskinan (GK).


b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) adalah
ukuran

rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk

miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin


jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
c. Indeks
adalah

Keparahan Kemiskinan (Poverty


ukuran

Severity

Index-P2)

yang memberikan gambaran mengenai penyebaran

pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks,


semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin

.id

Penghitungan indikator kemiskinan

s.
go

Foster-Greer-Thorbecke (1984) telah merumuskan suatu ukuran yang

ak

ar

ta
.

bp

digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan yaitu:

ht

tp

://
yo

gy

= 0, 1, 2
z = Garis kemiskinan
yi = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada di
bawah garis kemiskinan (i=1,2,,q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
n = Jumlah penduduk
Jika =0, diperoleh Head Count Index (P0), jika =1 diperoleh Indeks
Keda-laman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1) dan jika =2 disebut Indeks
Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P2).
Interpretasi
1. Garis kemiskinan (Poverty Line) menunjukkan jumlah rupiah minimum
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan
setara dengan 2100 kilokalori per kapita per hari dan kebutuhan pokok
bukan

makanan.

Penduduk

yang memiliki rata-rata

pengeluaran

konsumsi perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan


sebagai penduduk miskin.

76

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

2. Angka yang ditunjukkan Persentase Penduduk Miskin (Head

Count

Index /HCI-P0), menunjukkan proporsi penduduk miskin di suatu


wilayah. Penduduk miskin yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat
kemiskinan di suatuwilayah juga tinggi.
3. Penurunan nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap

Index- P1) mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk


miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan.
4. Semakin tinggi nilai Indeks Keparahan Kemiskinan

Severity

(Poverty

Index-P2), semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di

s.
go

.id

antara penduduk miskin.

B. Kemiskinan Mikro

bp

Data yang dihasilkan dari indikator kemiskinan mikro merupakan data by

ta
.

name by address. Pengumpulan data kemiskinan mikro antara lain PSE05,

ak

Pendataan Sosial Ekonomi 2005 (PSE05)


Data PSE05 digunakan untuk mendapatkan Rumah Tangga Sasaran

://
yo

a)

gy

1.

ar

PPLS2008 dan PPLS2011

(RTS) untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT), Beras Miskin (Raskin)


Pendataan kemiskinan menggunakan 14 variabel pokok pembeda

ht

b)

tp

dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).


kemiskinan.
c)

Kriteria rumah tangga yang dihasilkan adalah sangat miskin,


miskin, dan hampir miskin.

2. Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008 (PPLS08)


i) Data

PPLS08

bertujuan

menghasilkan

RTS

untuk

Program

Perlindungan Sosial yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Raskin,


Jamkesmas.
ii) Informasi yang dihasilkan mencakup data rumah tangga dan data
individu.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

77

iii) Kelayakan RTS dilakukan dengan model PMT setiap kabupaten/kota,


kelayakan RTS terukur dan terkait pengukuran makro kemiskinan
melalui Garis Kemiskinan; yang dicakup hanya RTS dengan
pendapatan/kapita < 1,2*GK [mencakup RTS SANGAT MISKIN,
MISKIN, DAN HAMPIR MISKIN]
3. Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 (PPLS11)
i) Tujuan utama adalah Menghasilkan basis data terpadu rumah tangga
dan keluarga untuk sasaran perbagai program perlindungan sosial
(program klaster 1) .

.id

ii) Menurut nama dan alamat kepala rumah tangga.

s.
go

iii) Mencakup 40 % kelompok masyarakat menengah ke bawah


(masyarakat miskin dan rentan miskin) dengan persentase beda

bp

untuk setiap provinsi/ kabupaten/kota sesuai intensitas kemiskinan.

ta
.

iv) Memuat informasi persyaratan program yang diluncurkan oleh

ar

Kementerian/Lembaga Non Kementerian di Pusat dan Pemerintah

gy

ak

Daerah .

://
yo

Level Penyajian

Nasional dan provinsi, angka kemiskinan disajikan menurut wilayah

tp

perkotaan dan perdesaan. Sedangkan kabupaten/kota

tidak dibedakan

ht

menurut wilayah perkotaan dan pedesaan.


Kelemahan
Data kemiskinan makro tidak dapat menunjukkan siapa dan di mana alamat
penduduk miskin sehingga tidak operasional untuk program bantuan
langsung.
Sumber Data:
Indikator kemiskinan makro: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Indikator kemiskinan mikro : Pendataan Program Perlindungan Sosial
(PPLS), dan Pendataan Sosial Ekonomi (PSE)

78

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 7.1
Jumlah Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015(ribuan jiwa)
D.I. Yogyakarta

Tahun

(1)

Indonesia

Kota

Desa

Kota
+ Desa

Kota

Desa

Kota+
Desa

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

305,32

257,38

562,70

11 079,57

19 042,86

30 122,43

September 2011

300,94

267,11

568,05

11 009,84

18 999,85

30 009,69

Marert 2012

307,52

260,83

568,35

10 706,23

18 544,85

29 251,08

September 2012

308,49

257,24

565,73

10 569,28

Maret 2013

317,12

235,95

553,07

September 2013

329,65

212,30

541,95

Maret 2014

333,03

211,84

September 2014

324,43

208,15

329,65

220,57

28 711,78

10 387,96

17 781,27

28 169,22

10 684,62

17 922,06

28 606,69

544,87

10 507,20

17 772,81

28 280,01

532,59

ar

10 356,69

17 371,09

27 727,78

550,23

10 652,64

ak

ta
.

bp

s.
go

18 142,50

17 940,15 28 592,79

gy

Maret 2015

.id

Maret 2011

://
yo

Sumber : Berita Resmi Statistik

ht

tp

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta


cenderung menurun pada tahun 2011-2015. Pada periode Maret 2011
jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 562,70 ribu
jiwa, terus berkurang hingga pada Maret 2015 menjadi 550,23 ribu jiwa.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
dan perdesaan pada tingkat nasional selama periode September 2014-Maret
2015, jumlah penduduk miskin di D.I. Yogyakarta juga mengalami
peningkatan baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah 5,22 ribu jiwa (1,61
persen), sedangkan
jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan
mengalami peningkatan lebih besar yaitu 5,97 persen atau bertambah 12,42
ribu jiwa.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

79

Tabel 7.2
Persentase Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015 (persen)
D.I. Yogyakarta
Desa

Kota+
Desa

Kota

Desa

Kota+
Desa

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Maret 2011

13,16

21,82

16,08

9,23

15,72

12,49

September 2011

12,88

22,57

16,14

9,11

15,58

12,36

Marert 2012

13,12

21,76

16,05

8,79

15,10

11,96

September 2012

13,10

21,29

15,88

8,62

14,67

11,66

Maret 2013

13,43

19,29

15,43

8,42

14,28

11,36

September 2013

13,73

17,62

15,03

8,55

14,37

11,46

Maret 2014

13,81

17,36

15,00

8,34

14,17

11,25

September 14

13,36

16,88

14,55

8,16

13,76

10,96

Maret 2015

13,43

17,85

14,91

8,29

14,21

11,22

bp

ta
.

ak

gy

(1)

.id

Kota

s.
go

Indonesia

ar

Tahun

://
yo

Sumber : Berita Resmi Statistik

tp

Selama kurun waktu empat tahun terakhir, angka kemiskinan Daerah

ht

Istimewa Yogyakarta hanya turun sebesar 1,17 persen poin, sementara


angka kemiskinan Nasional telah mengalami penurunan hingga 1,27 persen
poin. Periode Maret 2014-Maret 2015, angka kemiskinan Daerah Istimewa
Yogyakarta hanya turun hingga 0,09 poin, sedangkan Indonesia berkurang
0,03 poin.
Persentase penduduk miskin (angka kemiskinan) di Daerah Istimewa
Yogyakarta selama tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 jauh lebih tinggi
dari angka kemiskinan Indonesia. Pada Maret 2015, angka kemiskinan di
Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat 14,91 persen atau lebih tinggi 3,69
persen poin dari tingkat kemiskinan Indonesia.

80

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 7.3
Garis Kemiskinan menurut Tipe Daerah di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015 (rupiah/kapita/bulan)
D.I. Yogyakarta
Tahun

Kota

Desa

Kota+
Desa

Kota

Desa

Kota +
Desa

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

273 678

217 923

249 629

263 594

213 395

233 740

September 2011

274 662

226 770

257 909

267 408

223 181

243 729

Marert 2012

284 549

231 855

260 173

277 384

229 226

248 707

September 2012

297 391

241 975

270 110

289 042

240 441

259 520

Maret 2013

317 925

256 558

283 454

308 826

253 273

271 626

September 2013

303 843

275 786

303 843

292 951

275 779

292 951

Maret 2014

327 273

286 137

313 452

318 514

286 097

302 735

September 2014

333 561

296 429

321 056

326 853

296 681

312 328

bp

ta
.

342 541

317 881

330 776

gy

Sumber : Berita Resmi Statistik

335 886

ar

347 787 312 249

ak

Maret 2015

s.
go

Maret 2011

.id

(1)

Indonesia

ht

tp

://
yo

Selama periode Maret 2011 sampai Maret 2015, garis kemiskinan di Daerah
Istimewa Yogyakarta menunjukkan tren yang terus naik dari tahun ke tahun.
Garis kemiskinan pada Maret 2011 adalah sebesar Rp 249.629,00 per kapita
per bulan dan terus meningkat menjadi Rp 335.886,00 per kapita per bulan
pada keadaan Maret 2015.
Akan tetapi, secara persentase kenaikan garis kemiskinan tertinggi terjadi pada
bulan September 2012-September 2013 yaitu 12,49 persen. Tingginya
peningkatan garis kemiskinan tersebut sebagai akibat dari kebijakan
pemerintah dalam menaikkan harga BBM pada akhir bulan Juni 2013 yang
berdampak pada meningkatnya harga-harga kebutuhan dasar.
Bila dibandingkan dengan nasional, gap garis kemiskinan D.I. Yogyakarta
terhadap Nasional semakin kecil dari tahun ke tahun. Maret 2011 garis
kemiskinan D.I. Yogyakarta 6,80 persen lebih tinggi dari Nasional dan pada
Maret 2015 tercatat 1,55 persen gap garis kemiskinan D.I. Yogyakarta dan
Nasional

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

81

Tabel 7.4
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menurut Tipe Daerah
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015
D.I. Yogyakarta

Indonesia

Desa

Kota+
Desa

Kota

Desa

Kota+
Desa

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Maret 2011

1,93

3,67

2,51

1,52

2,63

2,08

September 2011

1,93

3,54

2,48

1,48

2,60

2,04

Marert 2012

3,56

3,29

3,47

1,40

2,35

1,88

September 2012

2,29

4,07

2,89

1,39

2,41

1,90

Maret 2013

2,08

3,02

2,40

1,26

2,23

1,74

September 2013

2,18

2,03

2,13

1,41

2,36

1,88

Maret 2014

2,22

2,11

2,19

1,25

2,26

1,75

September 2014

2,03

2,98

1,26

2,25

1,75

Maret 2015

2,55

3,70

1,40

2,55

1,97

bp

ta
.
ar

2,35

2,93

://
yo

gy

Sumber : Berita Resmi Statistik

ak

(1)

s.
go

Kota

.id

Tahun

ht

tp

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Pada periode Maret 2011September 2012,


berfluktuaktif dari tahun ke tahun. Indeks Kedalaman Kemiskinan Maret 2011
sebesar 2,51 kemudian pada September 2014 turun menjadi 2,35 persen, namun
Maret 2015 meningkat menjadi 2,93 persen. Peningkatan indeks ini
mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung
menjauh dari garis kemiskinan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah perdesaan cenderung lebih tinggi
daripada daerah perkotaan. Pada Maret 2015 Indeks Kedalaman Kemiskinan
daerah Perdesaan 3,70 atau lebih tinggi 1,15 persen poin daripada di daerah
perkotaan yaitu 2,55.
Jika dibandingkan dengan angkaTabel
Indonesia
(nasional), Indeks Kedalaman
7.
Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode yang sama selalu lebih
tinggi. Artinya jarak rata-rata pengeluaran penduduk miskin Daerah Istimewa
Yogyakarta terhadap garis kemiskinan relatif lebih jauh dibandingkan dengan
Indonesia (nasional).

82

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 7.5
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurut Tipe Daerah
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015
D.I. Yogyakarta
Desa

Kota+
Desa

Kota

Desa

Kota+
Desa

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Maret 2011

0,50

0,93

0,65

0,39

0,70

0,54

September 2011

0,48

0,81

0,59

0,39

0,68

0,53

Marert 2012

1,32

0,79

1,14

0,36

0,59

0,47

September 2012

0,58

1,09

0,75

0,36

0,61

0,48

Maret 2013

0,50

0,63

0,55

0,31

0,55

0,43

September 2013

0,52

0,34

0,46

0,37

0,60

0,48

Maret 2014

0,53

0,40

0,48

0,31

0,57

0,44

September 2014

0,52

0,79

0,61

0,31

0,57

0,44

Maret 2015

0,71

1,09

0,83

0,36

0,71

0,53

ta
.
ar

gy

Sumber : Berita Resmi Statistik

ak

(1)

bp

Kota

.id

Indonesia

s.
go

Tahun

://
yo

Pola perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) selama periode Maret 2011Maret 2015 berfluktuatif namun cenderung menurun. Peningkatan indeks tersebut

tp

terjadi pada keadaan Maret 2012 dan Maret 2015. Hal ini memperlihatkan bahwa

ht

ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin semakin menyempit.


Menurut tipe daerah, Indeks Keparahan Kemiskinan daerah perdesaan Maret 2011Maret 2015 cenderung lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Bila ditinjau dari
Indeks

Kedalaman

Kemiskinan

dan

Indeks

Keparahan

Kemiskinan

dapat

disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih parah daripada


perkotaan.
Dibandingkan dengan Indonesia (nasional), Indeks Keparahan Kemiskinan D.I.
Yogyakarta periode Maret 2011-Maret 2015 selalu lebih tinggi. Ini berarti
ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin D.I. Yogyakarta lebih lebar
dibandingkan dengan Indonesia (nasional).

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

83

Tabel 7.6
Persentase Penduduk Miskin menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (persen)
Kabupaten/kota
Kulonprogo

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

2010

23,15

16,09

22,05

10,70

9,75

2011

23,62

17,28

23,03

10,61

9,62

2012

23,32

16,97

22,72

10,44

9,38

2013

21,39

16,48

21,70

9,68

8,82

2014

20,64

15,89

20,83

9,50

8,67

.id

Tahun

bp

s.
go

Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/kota tahun 2010-2014

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

Sejak tahun 2010-2012, angka kemiskinan Kabupaten Kulonprogo


paling tinggi dibandingkan empat kabupaten/kota lainnya di
D.I.Yogyakarta dan yang terendah adalah Kota Yogyakarta. Namun
demikian, sejak tahun 2013 komposisi ini sedikit bergeser.
Persentase penduduk miskin Kabupaten Gunungkidul (21,70 persen)
pada Tahun 2013 menduduki posisi tertinggi. Komposisi ini tidka
berubah sampai dengan tahun 2014.

ht

Persentase kemiskinan pada Tahun 2014 di di semua


kabupaten/kota mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Penurunan persentase penduduk miskin tertinggi
terjadi di Kabupaten Gunungkidul yang mencapai 0.87 poin persen.

84

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 7.7
Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (ribuan jiwa)
Tahun

Kabupaten/kota
Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

2010

90,00

146,90

148,70

117,00

37,80

2011

92,76

159,38

157,09

117,32

37,74

2012

92.44

158.78

156.49

116.84

37.55

2013

86,50

156,61

152,38

110,84

35,62

2014

84,67

153,49

148,39

110,44

35,60

.id

Kulonprogo

bp

s.
go

Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/kota tahun 2010-2014

ta
.

Pola perkembangan jumlah penduduk miskin pada periode 2010 -

ar

2014 berfluktuatif namun cenderung menurun. Kenaikan jumlah

ak

penduduk miskin pada tahun 2011 terjadi di Kabupaten Kulonprogo,

gy

Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul, sementara dua

://
yo

kabupaten/kota lainnya mengalami penurunan dibandingkan pada


keadaan tahun 2010. Persentase kenaikan jumlah penduduk miskin

tp

pada tahun 2011 terhadap tahun 2010 tertinggi terjadi di Kabupaten

ht

Bantul yaitu dari 146,90 riubu jiwa pada tahun 2010 menjadi 159,38
jiwa pada tahun 2011 .
Sementara pada periode September 2012-September 2014 jumlah
penduduk

miskin

kembali

mengalami

penurunan

di

semua

kabupaten/kota.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

85

Tabel 7.8
Garis Kemiskinan Penduduk Miskin menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (rupiah/kapita/bulan)
Kabupaten/kota

Tahun
Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

2010

225 059

245 626

203 873

247 688

290 286

2011

240 301

264 546

220 479

267 107

314 311

2012

256 575

284 923

238 438

288 048

340 324

2013

259 945

292 639

238 056

297 170

353 602

2014

265 575

301 986

243 847

s.
go

.id

Kulonprogo

306 961

366 520

ar

ta
.

bp

Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/kota tahun 2010-2014

ak

Pada periode tahun 2010- 2014, perkembangan garis kemiskinan

gy

menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta cenderung

://
yo

meningkat dari tahun ke tahun.

tp

Garis kemiskinan Kota Yogyakarta pada 2010 - 2014 paling tinggi

ht

dibandingkan empat kabupaten/kota di Daerah Istimewa


sedangkan posisi terendah adalah Kabupaten Gunungkidul.

86

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Yogyakarta,

Table 7.9
Indeks Kedalaman (P1) menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010 - 2014 (persen)
Tahun

Kabupaten/kota
Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

2010

3,91

2,74

2,89

1,57

1,24

2011

3,79

3,00

4,05

1,77

1,19

2012

3,72

2,78

3,74

2,20

1,60

2013

2,69

2,63

3,54

1,43

1,24

2014*

2,97

2,90

3,90

1,58

1,37

.id

Kulonprogo

: * Angka sementara

ar

ta
.

bp

Ket

s.
go

Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/kota tahun 2010-2014

Kulonprogo

tp

Tahun

://
yo

gy

ak

Tabel 7.10
Indeks Keparahan (P2) menurut Kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (persen)
Kabupaten/kota

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(3)

(4)

(5)

(6)

(2)

2010

1,08

0,73

0,57

0,34

0,36

2011

0,91

0,82

0,98

0,45

0,24

2012

0,95

0,80

0,91

0,71

0,38

2013

0,51

0,69

0,86

0,30

0,27

2014*

0,68

0,92

1,15

0,40

0,36

ht

(1)

Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/kota tahun 2010-2014

Ket

: * Angka sementara

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

87

Secara umum Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan


Kemiskinan (P2) menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
dalam periode 2009-2013 berfluktuatif meskipun ada kecenderungan
menurun dari waktu ke waktu. Namun demikian, sejak tahun 2014 indeks
kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan naik di semua
kaupaten kota. Hal ini mengindikasikan bahwa jarak rata-rata pengeluaran
penduduk miskin di semua kabupaten/kota semakinmenjauh dari garis
kemikinan. Sementara ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga
semakin bertambah.

.id

Pada tahun 2011, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan

s.
go

Kemiskinan di Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten


Sleman meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010, sedagkan di Kota

bp

Yogyakarta dan Kabupaten Kulonprogo menurun.

Selanjutnya pada

ta
.

periode September 2011-September 2012, Indeks Kedalaman Kemiskinan

ar

dan Indeks Keparahan Kemiskinan kembali meningkat di Kabupaten


semakin menjauh

dari garis kemiskinan

gy

Sleman

ak

Sleman. Ini berarti rata-rata pengeluaran penduduk miskin di Kabupaten


dan ketimpangan

://
yo

pengeluaran penduduk miskin semakin melebar pada dua tahun terakhir.


Dalam periode hingga periode Maret 2015, persentase penduduk miskin

tp

D.I. Yogyakarta masih yang tertinggi dibandingkan provinsi di Pulau Jawa,

ht

sedangkan jumlah penduduk miskin terbanyak di Provinsi Jawa Timur, dan


garis kemiskinan tertinggi di DKI Jakarta.
Menurut

Indeks

Kedalaman

Kemiskinan

dan

Indeks

Keparahan

Kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2015 masing-maisng


sebesar 2,93 persen dan 0,83 persen. Seperti angka kemiskinan, kedua
indeks ini juga tertinggi di Pulau Jawa. Pada periode yang sama, tingkat
kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah,

Provinsi Jawa Timur, dan Daerah

Istimewa Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan dengan angka Indonesia


(nasional).

88

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 7.11
Indikator Kemiskinan menurut Provinsi di Pulau Jawa, 2013-2015
Indikator Kemiskinan

Provinsi
Persentase Pddk

Jml Pddk Miskin

Garis

P1

P2

Miskin
(2) (%)

(000)
(3)

Kemiskinan
(4)

(%)
(5)

(%)
(6)

(1)
Provinsi

371,70

434 322

0,39

0,07

Maret 2014

3,92

393,98

447 797

0,39

0,07

Septem 2014

4,09

412,79

459 560

0,60

0,13

Maret 2015

4,09

412,79

459 560

0,60

0,13

Septem 2013

9,61

4 375,17

276 825

1,65

0,44

Maret 2014

9,44

4 327,07

285 013

1,52

0,38

Septem 2014

9,18

4 238,96

291 474

1,39

0,33

4 435,70

1,63

0,43

4 811,34

261 881

2,37

0,59

Maret 2014

14,46

4 836,45

273 056

2,25

0,57

Septem 2014

13,58

4 561,83

bp

281 570

2,09

0,51

Maret 2015

13,58

297 851

2,44

0,65

Septem 2013

15,03

541,95

303 843

2,13

0,46

Maret 2014

15,00

544,87

313 452

2,19

0,48

Septem 2014

14,55

2,35

0,61

335 886

2,93

0,83

12,73

4 893,01

273 758

2,07

0,50

12,42

4 786,79

282 796

1,85

0,44

Septem 2014

12,28

4 748,42

289 945

1,86

0,45

Maret 2015

ht

tp

Septem 2013

12,34

4 789,12

305 171

2,06

0,52

Septem 2013

5,89

677,51

288 733

1,02

0,29

Maret 2014

5,35

622,84

304 636

0,83

0,19

Septem 2014

5,51

649,19

315 819

0,79

0,18

Maret 2015
Indonesia

ta
.

gy

321 056

550,23

://
yo

532,59

Maret 2014

Banten

4 577,04

14,91

Maret 2015
Jawa Timur

306 876

s.
go

9,53
14,44

Maret 2015
Jawa Tengah Septem 2013

DIY

.id

3,72

ar

Jawa Barat

(Rp/kapita/jiwa)

Septem 2013

ak

DKI Jakarta

702,40

336 483

0,94

0,23

Septem 2013

11,46

5,90

28 606,69

292 951

1,88

0,48

Maret 2014

11,25

28.280,01

302 735

1,75

0,44

Septem 2014

10,96

27.727,78

312 328

1,75

0,44

Maret 2015

11,22

28.592,79

330 776

1,97

0,53

Sumber : BPS RI

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

89

Tabel 7.12
Distribusi Pendapatan Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta
menurut Golongan Pendapatan, 2010-2014
2012

Golongan Pendapatan

2013

2014

Nas

DIY

Nas

DIY

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

40% Berpendapatan Terendah

15,18

16,87

16,82

17,12

16,19

18,34

40% Berpendapatan Menengah

33,97

34,09

33,25

34,60

35,38

35,80

20% Berpendapatan Tertinggi

50,85

49,04

49,93

48,27

48,43

45,86

Indeks Gini

0,44

0,41

0,42

0,41

0,43

0,41

Rasio Kuznets

3,35

2,91

2,82

2,99

2,50

s.
go
2,97

Nas

bp

(1)

.id

DIY

ar

ta
.

Sumber: Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, 2015

ak

Distribusi pendapatan yang diterima penduduk pada tahun 2012-

gy

2014 menunjukkan ketimpangan sedikit berkurang. Terlihat bahwa

://
yo

pada golongan 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi


semakin menurun persentase dari total pendapatan yang diterima

ht

tp

dari tahun ke tahun.

Namun demikian, jika dihitung dengan rasio Kuznets maka total


pendapatan 20 persen penduduk berpendapatan tertinggi besarnya
3 kali lipat dari jumlah pendapatan dari 40 persen penduduk
golongan

berpendapatan terendah. Adanya ketimpangan cukup

lebar diperjelas oleh koefisien Gini yang mempunyai kecenderungan


terus meningkat dari waktu ke waktu.

90

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 7.13
Jumlah Rumah Tangga Hasil Pendataan Program Perlindungan
Sosial 2008 (PPLS08) menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta
Kategori
Inti
Kabupaten/kota

Tambahan
Inti +
(Raskin) Tambahan

Miskin

Hampir
Miskin

Total

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Kulonprogo

5 318

15 686

10 135

31

2 141

33 280

Bantul

6 474

20 646

19 538

139
46

2 499

49 157

Gunungkidul

15 783

33 216

25 633

658
74

Sleman

5 109

4 345

5 185

34 937

89

76 823

1 555

38 971

416
11

609

12.392

783
201

13 404

215. 032

628

ak

868
Sumber : BPS Provinsi D.I.Yogyakarta

81 232

bp

2 253

ta
.

DIY

16 332

ar

Yogyakarta

15 975

6 600

632
37

s.
go

(1)

.id

Sangat
Miskin

ht

tp

Kabupaten/kota

://
yo

gy

Tabel 7.14
Hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 (PPLS11)
menurut Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

(1)
Kulonprogo

40 persen Kesejahteraan Menengah Kebawah

Rumah tangga

Penduduk

(2)

(3)

Keluarga

(4)

68 193

238 040

75 468

Bantul

141 506

494 503

155 415

Gunungkidul

130 267

459 687

148 938

Sleman

101 878

352 828

110 560

34 900

124 730

37 986

476 744

1 669 788

528 367

Yogyakarta
D.I. Yogyakarta

Sumber : BPS Provinsi D.I.Yogyakarta

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

91

Tabel 7.15
Jumlah Rumah Tangga Penerima Raskin menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2013
Penurunan
2012

2013

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

31 139

50 278

43 021

14,43

7 257

Bantul

46 658

105 778

88 611

16,23

17 167

Gunungkidul

74 632

93 944

80 243

14,58

13 701

Sleman

37 416

72 148

60 485

16,17

11 663

Yogyakarta

11 783

19 143

16 031

16,26

3 112

201 628

341 291

288 391

15,50

52 900

kota

(1)

D.I. Yogyakarta

bp

Catatan:

2012-2013N
%

.id

2010

s.
go

Kabupaten/

ta
.

Jumlah rumah tangga penerima Raskin tahun 2009 sama dengan tahun 2008
Jumlah rumah tangga penerima Raskin tahun 2011 sama dengan tahun 2010

ak

ar

Jumlah rumah tangga penerima Raskin Januari s.d Mei tahun 2012 sama dengan

gy

tahun 2011

://
yo

Jumlah rumah tangga penerima Raskin Juni s.d Desember tahun 2012
menggunakan data PPLS 2011

ht

tp

Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta

Data rumah tangga penerima raskin pada periode tahun 2008 sampai tahun
2011 menggunakan hasil PPLS2008, sedangkan mulai Juni 2012 sampai
2013 menggunakan data PPLS2011.
Jumlah rumah tangga penerima raskin tahun 2013 menurun dibandingkan
tahun 2012, dengan persentase hampir merata di semua kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara kuantitas, penurunan tertinggi terjadi
di Kabupaten Bantul.

92

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go
bp
ta
.
ar
ak
ht

tp

://
yo

gy

8
PENDUDUK

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

93

Persoalan kependudukan juga masih menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Pemerintah sangat gencar untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dengan
kualitas sumber daya manusia yang rendah akan menghambat pencapaian
kesejahteraan masyarakat. Jika pertumbuhan penduduk tidak terkendali dan
tidak disertai

dengan penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kualitas

sumber daya manusia akibatnya tingkat pengangguran akan meningkat

.id

diikuti dengan peningkatan tingkat kemiskinan dan kriminalitas semakin


Indikator

kependudukan

mulai

s.
go

tinggi.

menjadi

perhatian

khusus

bp

pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduk. Indikator

ta
.

tersebut di antaranya laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk,

://
yo

Konsep dan Definisi

gy

ak

ar

dan sex rasio.

Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis

tp

Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang

ht

berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap.


Kepadatan penduduk (Population Density) adalah jumlah penduduk di
suatu

daerah dibagi dengan luas daerah tersebut, biasanya dinyatakan

sebagai penduduk per km2.


Laju pertumbuhan penduduk (LPP/Growth Rate of Population)
adalah rata-rata tahunan laju perubahan jumlah penduduk di suatu daerah
selama periode waktu tertentu. Laju pertumbuhan dihitung menggunakan
metode geometrik (Geometric Rate of Growth) yakni:
r = ((Pn/Po)^(1/n))-1 ;

94

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

P0 : Jumlah penduduk pada tahun awal


Pn : Jumlah penduduk pada tahun ke-n
r : Tingkat pertumbuhan penduduk dari tahun awal ke tahun ke-n.
n : Banyak perubahan tahun.
Rasio Jenis Kelamin (SR/Sex Ratio)

adalah perbandingan antara

jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan pada suatu


daerah dan pada waktu tertentu, yang biasanya dinyatakan dengan persen.

.id

Rumus:

ta
.

bp

s.
go

SR : Rasio Jenis Kelamin


PL : Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki
Pw : Jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan

ar

Angka Ketergantungan (Dependentcy Ratio) adalah perbandingan

ak

antara jumlah penduduk usia di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas (usia

gy

tidak produktif) dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun (usia non

ASFR)

Kelahiran

ht

Angka

tp

://
yo

produktif) di suatu daerah pada waktu tertentu.


Menurut

Umur (Age Specific Fertility Rate:

adalah angka yang menunjukkan banyaknya kelahiran per 1.000

perempuan pada kelompok umur tertentu antara 15-49 tahun.

Bi = Jumlah kelahiran di dalam kelompok umur selama 1 tahun


Pfi = Jumlah perempuan kelompok umur pada suatu tahun tertentu
Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate) adalah rata-rata jumlah
anak lahir hidup persatu wanita usia reproduksi (15-49 tahun) dalam
suatu tahun di suatu daerah tertentu.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

95

ASFRi : ASFR kelompok usia ke-i


i

: kelompok usia 15-19, 20-24.., 45-49

Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR) adalah angka yang


menunjukkan banyaknya kelahiran pada tahun tertentu per 1000 penduduk

s.
go

.id

pada per- tengahan tahun yang sama.

ak

ar

ta
.

bp

B : Jumlah kelahiran
P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun, di mana P: (P0+P1)/2
P0 : Jumlah penduduk pada awal tahun
P1 : Jumlah penduduk pada akhir tahun
Angka ini dapat diestimasi secara tidak langsung dari data anak lahir hidup

://
yo

gy

menggunakan software mortpack life.

Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR) adalah angka yang

tp

menunjukkan banyaknya kematian untuk setiap 1000 orang penduduk pada

ht

perte-ngahan tahun yang terjadi pada suatu daerah pada waktu tertentu.

B : Jumlah kematian
P : Jumlah penduduk pada pertengahan tahun
Angka Harapan Hidup (e0) pada suatu umur x adalah rata-rata tahun
hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai
umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di
lingkungan masyarakatnya.

96

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Metode Penghitungan
Idealnya Angka Harapan Hidup dihitung berdasarkan angka kematian
menurut umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh
catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan
dibuat Tabel Kematian.
Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate/IMR) adalah angka yang
menunjukkan banyaknya bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup

.id

pada tahun tertentu atau dapat dikatakan sebagai probabilitas bayi

s.
go

meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu

ar

ta
.

bp

kelahiran hidup).

gy

: Jumlah kelahiran hidup

://
yo

JLH

ak

D0-1thn : Jumlah kematian penduduk usia 0-1 tahun

Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate/MMR) adalah

ht

tp

banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak
terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, bukan karena sebabsebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.

Dhamil

: Jumlah kematian ibu dalam tahap kehamilan atau kelahiran

JLH

: Jumlah kelahiran hidup

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

97

Angka Reproduksi Netto (Net Reproduction Rate/NRR) adalah


jumlah kelahiran hidup dari bayi perempuan oleh kohor hipotesis dari 1000
wanita sebelum mengakhiri masa reproduksinya.

nLx dan l0 diperoleh life table.


Angka Reproduksi Kasar (Gross Reproduction Rate/GRR) adalah

.id

jumlah kelahiran hidup dari bayi perempuan oleh 1000 perempuan

ar

ta
.

bp

s.
go

selama masa reproduksinya.

tp

://
yo

gy

ak

atau

: sex ratio/rasio jenis kelamin saat lahir;

ht

SR

ASFRfii : banyaknya bayi perempuan dari kelompok umur ke-i


Manfaat:
1. Laju

pertumbuhan

penduduk

bermanfaat

untuk

mengetahui

perubahan jumlah penduduk antar dua periode waktu.


2. Rasio jenis kelamin berguna untuk pengembangan perencanaan
pembangunan yang berwawasan gender, terutama berkaitan dengan
perimbangan pembangunan laki-laki dan perempuan secara adil.
3. Rasio Ketergantungan bermanfaat untuk mengetahui perkembangan

98

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

besarnya beban perekonomian yang ditanggung oleh usia produktif di


suatu wilayah.
4. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate) menunjukkan ratarata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan selama
masa reproduksi seandainya perempuan tersebut mengikuti pola fertilitas
yang berlaku pada saat
kelangsungan hidup

angka itu dihitung, tanpa memperhatikan

perempuan tersebut selama masa reproduksi

5. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR) bermanfaat untuk


mengetahui tingkat kelahiran di suatu daerah

.id

6. Kepadatan Penduduk:

s.
go

6.1. Untuk mengetahui konsentrasi penduduk di suatu wilayah.


6.2. Digunakan sebagai acuan dalam rangka mewujudkan pemerataan

bp

dan persebaran penduduk.

ta
.

7. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR) bermanfaat untuk

ar

memberikan gambaran mengenai keadaan kesejahteraan penduduk

gy

ak

pada suatu tahun yang bersangkutan. Apabila dikurangkan dari Angka


alamiah.

://
yo

Kelahiran Kasar akan menjadi dasar perhitungan pertumbuhan penduduk

tp

8. Angka Kematian Bayi (Child Mortality Rate/CMR) mencerminkan

ht

keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat, karena bayi yang baru


lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan tempat
9. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate/MMR) yang tinggi
bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan
reproduksi, terutama pelayanan kehamilan

dan membuat kehamilan

yang aman bebas resiko tinggi.


Interpretasi
1. Angka kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk
tiap kilometer persegi. Semakin besar kepadatan penduduk menunjukkan

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

99

semakin padat penduduk yang mendiami wilayah tersebut.


2. Laju pertumbuhan penduduk (LPP/Growth Rate of Population) :
2.1.

LPP>0 berarti terjadi penambahan penduduk pada tahun t


dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

2.2. LPP=0 berarti tidak terjadi perubahan jumlah penduduk pada tahun
t dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
2.3. LPP<0 berarti terjadi pengurangan jumlah penduduk pada tahun t
diban- dingkan dengan sebelumnya.
3. Rasio Jenis Kelamin (SR/Sex Ratio) :

s.
go

dengan jumlah penduduk perempuan.

.id

3.1. SR>100 berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan


3.2. SR=100 berarti jumlah penduduk laki-laki sama dengan jumlah

bp

penduduk perempuan.

ta
.

3.3. SR<100 berarti jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibandingkan

ar

dengan jumlah penduduk perempuan.

gy

ak

4. Semakin tinggi rasio ketergantungan, semakin tinggi beban yang

://
yo

harus ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai hidup


penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi. Rasio

tp

ketergantungan suatu wilayah sebesar 49, artinya bahwa setiap 49 orang

ht

penduduk non produktif akan ditanggung oleh 100 orang penduduk


produktif.
5. TFR sebesar 2,35 berarti bahwa wanita (usia 15-49 tahun) secara ratarata mempunyai 2-3 orang anak selama masa usia suburnya. TFR yang
tinggi merupakan cerminan rata-rata usia kawin yang rendah, tingkat
pendidikan rendah terutama wanitanya, dan tingkat sosial ekonomi
rendah (tingkat kemiskinan tinggi).
6. Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR) tahun 2004 sebesar
20, artinya terdapat 20 kelahiran per 1000 penduduk Indonesia pada
tahun 2004.

100

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

7. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate/CDR)

tahun 2003

sebesar 3,58 artinya pada tahun 2003 terdapat 3 atau 4 kematian untuk
tiap 1000 penduduk.
8. Angka Kematian Bayi (Child Mortality Rate/CMR)
2002

pada tahun

adalah 52 per 1000 kelahiran artinya di Indonesia pada tahun

2002, diantara 1000 kelahiran hidup ada 52 bayi yang meninggal


sebelum usia tepat 1 tahun.
9. Berdasarkan data SDKI 20022003, Angka Kematian Ibu (Maternal

Mortality Rate/MMR)

di Indonesia untuk periode tahun 1998-2002

.id

adalah sebesar 307. Artinya terdapat 307 kematian ibu yang disebabkan

s.
go

karena keha- milan, persalinan, sampai 42 hari setelah melahirkan pada

bp

periode tersebut.

ta
.

Sumber Data

ar

1. Sumber data kependudukan adalah Sensus Penduduk (SP) dan Survei

gy

ak

Penduduk Antar Sensus (SUPAS)


Susenas

://
yo

2. Sumber data CBR adalah Sensus Penduduk, registrasi vital, SDKI,

tp

3. Sumber data CBR adalah Sensus Penduduk, SUPAS

ht

4. Sumber data IMR adalah Sensus Penduduk, SUPAS, SDKI


5. Sumber data MMR adalah SDKI
6. Sumber data NRR, GRR : SDKI, SP, SUPAS, registrasi vital, Susenas

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

101

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

ta
.

.id

s.
go

bp

Tabel 8.1
Parameter Demografi Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
Hasil Sensus Penduduk 2010 (Angka Sementara)
IMR
L

e0

L+P

(4)

(5)

(6)

ASFR

TFR

L+P 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49

(1)

(2) (3)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(15

01

20 17

18 72.7 73.5 73.2 0.0295 0.1160 0.1281 0.0998 0.0521 0.0159 0.0024 2.22

02

20 17

19 72.7 73.7 73.1 0.0224 0.1020 0.1217 0.0965 0.0506 0.0128 0.0020 2.04

03

16 15

15 74.1 74.2 74.2 0.0531 0.1284 0.1045 0.0788 0.0404 0.0116 0.0023 2.10

04

16 14

14 73.9 74.7 74.7 0.0125 0.0771 0.1190 0.0989 0.0535 0.0144 0.0021 1.89

71

18 15

15 73.3 74.5 74.2 0.0087 0.0564 0.1071 0.0910 0.0484 0.0123 0.0020 1.63

34

19 13

16 72.1 75.9 74.1 0.0196 0.0903 0.1165 0.0949 0.0501 0.0136 0.0023 1.94

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

(7)

.id

Kode

Sumber : Sensus Penduduk 2010

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

103

Migrasi
Masuk

Keluar

Netto

(16)

(17)

(18)

15 438

13 041

6.67

68 696

24 968

52.12

10 507

27 820 -27.52

146 454

29 815 115.52

63 083

84 662 -59.42

227 364

103 492

38.70

ta
.

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

.id

s.
go

bp

Tabel 8.2
Penduduk menurut Kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta, 1971,
1980, 1990, 2000 dan 2010 (ribu Rp)
Kabupaten/kota

1971

1980

1990

2000

2010

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

370,63

380,69

372,31

370,94

388,87

Bantul

568,62

634,44

696,91

781,01

911,50

Gunungkidul

620,09

659,49

651,00

670,43

675,38

Sleman

588,30

677,32

780,33

901,38

1093,11

Yogyakarta

340,91

398,19

412,06

396,71

388,63

2 488,54

2 750,13

2 912,61

3 120,48

3457,49

119 208,23

147 490,30

179 378,95

206 264,60

237 641,33

Indonesia (000)

bp

Sumber: Sensus Penduduk 2010

s.
go

DIY (000)

.id

Kulonprogo

Laki-laki+
Perempuan

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

190 694

198 175

388 869

96,20

0,48

Bantul

454 491

457 012

911 503

99,40

1,57

Gunungkidul

326 703

348 679

675 382

93,70

0,07

Sleman

547 885

545 225

1 093 110

100,50

1,96

Yogyakarta

189 137

199 490

388 627

94,80

-0,21

1 708

1 748 581

3 457

97,70

1,04

118 101

491
237 732

100,60

1,49

://
yo
ht

tp

(1)
Kulonprogo

DIY Yogyakarta
Indonesia

gy

Perempuan

Kabupaten/kota

Laki-laki

ak

ar

ta
.

Tabel 8.3
Penduduk menurut Jenis Kelamin dan Laju Pertumbuhan
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010

910
119 630

Sumber: Sensus Penduduk913


tahun 2010 (SP2010)
413

Rasio
Laju
Jenis Pertumbuhan
Kelamin

326

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

105

Tabel 8.4
Rasio Ketergantungan menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta 1971-2010
1971

1980

1990

2000

2010

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

85

72

58

52

54

Bantul

83

76

57

47

47

Gunungkidul

89

77

62

53

55

Sleman

86

70

50

39

42

Yogyakarta

63

49

39

34

36

DIY

82

69

55

45

46

.id

Kabupaten/kota

bp

s.
go

Sumber: Profil Kependudukan SP2010 Provinsi D.I. Yogyakarta

Yogyakarta

ta
.

Selama periode 1971-2000, rasio ketergantungan di Daerah Istimewa


memperlihatkan

penurunan

yang

sangat

tajam.

Rasio

ar

ketergantungan sedikit meningkat di tahun 2010. Ini mengindikasikan

ak

bahwa pada periode tahun 1971-2000,

semakin kecil beban penduduk

://
yo

gy

usia produktif dalam menanggung beban penduduk tidak produktif.


Penurunan rasio ketergantungan selama tahun 1971-2000 juga terjadi di

tp

semua kabupaten/kota, Namun pada tahun 2010 rasio ketergantungan

ht

mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2000, kecuali di Kabupaten


Bantul yang cenderung tidak berubah.
Rasio ketergantungan di Kabupaten Gunungkidul menunjukkan angka
tertinggi, sedangkan terendah adalah Kota Yogyakarta sepanjang periode
1971-2010.

106

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 8.5
Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten/kota di Daerah
Istimewa Yogyakarta, 1971-2010
1971

1980

1990

2000

2010

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

94,3

94,8

96,0

97,0

96,2

Bantul

90,9

94,9

96,8

99,0

99,4

Gunungkidul

96,6

95,8

94,5

95,1

93,7

Sleman

92,6

96,3

99,0

101,8

100,5

Yogyakarta

98,9

100,7

96,2

95,8

94,8

DIY

94,3

96,2

96,7

98,3

97,7

s.
go

.id

Kabupaten/kota

ta
.

bp

Sumber: Profil Kependudukan SP2010 Provinsi D.I. Yogyakarta

ar

Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 (SP2010) menujukkan bahwa jumlah

ak

penduduk terbesar adalah di Kabupaten Sleman dan terendah adalah di

://
yo

gy

Kota Yogyakarta.

Rasio jenis kelamin di Daerah Istimewa Yogyakarta terus meningkat

tp

selama periode 1971-2000 di hampir semua kabupaten/kota, kecuali

ht

Kota Yogyakarta. Namun rasio jenis kelamin tahun 2010 lebih rendah
dibandingkan dengan tahun 2000, kecuali di Kabupaten Bantul yang
sedikit mengalami kenaikan.
Selama periode tahun 1990-2010, rasio jenis kelamin Kabupaten
Gunungkidul merupakan yang terendah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rendahnya rasio jenis kelamin di wilayah ini diduga akibat masih
tingginya jumlah penduduk laki-laki yang merantau atau migrasi keluar
untuk bekerja.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

107

Tabel 8.6
Rasio Jenis Kelamin, Laju Pertumbuhan Penduduk 2000-2010,
Distribusi Penduduk dan Kepadatan Penduduk menurut
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta
Indikator
Distribusi
Penduduk
Terhadap DIY
(persen)

Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Kulonprogo

96

0,48

11,25

663

Bantul

99

1,57

26,36

1 798

Gunungkidul

94

0,07

19,53

455

Sleman

101

1,96

31,62

1 902

Yogyakarta

95

-0,21

11,24

11 958

D.I. Yogyakarta

98

1,45*)

1 085

ta
.
ar

101

1,04
1,49

ak

Indonesia

.id

Laju
pertumbuhan
Penduduk
2000-2010
(persen)

s.
go

Rasio Jenis
Kelamin

bp

Kabupaten/kota

124

://
yo

gy

Sumber: Sensus Penduduk tahun 2010(SP2010)


Ket
: *) merupakan distribusi terhadap penduduk Indonesia

ht

tp

Tahun 2010, rasio jenis kelamin di semua kabupaten/kota kurang dari


seratus kecuali Kabupaten Sleman yaitu 101. Artinya bahwa di Kabupaten
Sleman setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki.
Dari laju pertumbuhan penduduk, semua kabupaten/kota bernilai positif,
kecuali Kota Yogyakarta yaitu 0,21 persen. Ini menunjukkan bahwa selama
tahun 2000-2010 di Kota Yogyakarta secara rata-rata jumlah penduduk
mengalami penurunan sebesar 0,21 persen setiap tahun. Sementara ratarata laju pertum- buhan penduduk Kabupaten Sleman tahun 2010 lebih
tinggi dari empat kabupaten/kota lainnya.
Meskipun Kota Yogyakarta mempunyai luas wilayah terkecil, namun tingkat
kepadatan penduduknya tertinggi, sebaliknya Kabupaten Gunungkidul
dengan luas sekitar 2/3 luas Daerah istimewa Yogyakarta, tingkat kepadatan
penduduknya terendah dibandingkan empat kabupaten/kota lainnya.

108

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 8.7
Penduduk menurut Kabupaten/kota Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2011-2015
Laki-laki
Tahun

(1)

Kabupaten/kota
Kulonprogo

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

DIY

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

192 809

457 862

330 117

561 507

190 325

1 732 620

2012

195 171

464 002

333 889

568 243

192 973

1 754 278

2013

197 591

469 991

337 686

574 892

195 712

1 775 872

2014

199 980

475 832

341 640

581 576

198 361

1 797 389

2015

202 435

481 510

345 370

588 368

201 082

1 818 765

s.
go

.id

2011

ar

ta
.

bp

Sumber : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

Kabupaten/kota

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

DIY

(2)

(4)

(5)

(6)

(7)

tp

Kulonprogo

(1)

ht

Tahun

://
yo

gy

ak

Tabel 8.7
Penduduk menurut Kabupaten/kota Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2011-2015
Perempuan

(3)

2011

201 391

464 242

354 886

554 677

202 181

1 777 377

2012

203 501

470 672

358 690

560 700

204 621

1 798 184

2013

205 588

477 081

362 505

566 841

206 967

1 818 982

2014

207 729

483 613

366 154

572 925

209 306

1 839 727

2015

209 763

490 001

369 912

579 113

211 622

1 860 411

Sumber : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

109

Tabel 8.7
Penduduk menurut Kabupaten/kota Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2011-2015
Laki-laki + Perempuan
Tahun

(1)

Kabupaten/kota
Kulonprogo

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

DIY

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

394 200

922 104

685 003

1 116 184

392 506

3 509 997

2012

398 672

934 674

692 579

1 128 943

397 594

3 552 462

2013

403 179

947 072

700 191

1 141 733

402 679

3 594 854

2014

407 709

959 445

707 794

1 154 501

407 667

3 637 116

2015

412 198

971 511

715 282

412 704

3 679 176

.id

2011

s.
go

1 167 481

ak

ar

ta
.

bp

Sumber : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

tp

Tahun

://
yo

gy

Tabel 8.8
Rasio Jenis Kelamin menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015
Kabupaten/kota
Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

2011

96

99

93

101

94

97

2012

96

99

93

101

94

98

2013

96

99

93

101

95

98

2014

96

98

93

102

95

98

2015

97

98

93

102

95

98

ht

Bantul

(1)

Sumber : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

110

DIY

Kulonprogo

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 8.9
Rasio Ketergantungan menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta 2011-2015
Kabupaten/kota

Tahun

DIY

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

2011

54

46

54

41

35

46

2012

53

46

53

41

35

45

2013

53

46

53

41

35

45

2014

53

46

53

41

35

45

2015

53

46

53

35

45

.id

Kulonprogo

s.
go

41

ta
.

bp

Sumber : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

Tingginya arus migrasi pada usia produkdif diduga menjadi penyebab


rasio ketergantungan di Kabupaten Gunungkidul masih cukup tinggi
meskipun semakin menurun setiap tahun. Tahun 2011, angka
ketergantungan di Kabupaten Gunungkidul sebesar 54, turun menjadi
53 pada tahun 2015. Artinya bahwa pada tahun 2015 setiap 53 orang
penduduk non produktif akan ditanggung oleh 100 orang penduduk
produktif.
Selama periode tahun 2011 2015, laju pertumbuhan penduduk di
D.I.Yogyakarta menjukkan tren yang menurun setiap tahun. Tahun
2011, Laju pertumbuhan penduduk tercatat 1,23 persen, turun
menjadi 1,19 persen pada tahun 2015.
Bila dilihat menurut kabupaten/kota, pada peride yang sama laju
pertumbuhan penduduk tertinggi adalah Kabupaten Bantul dan
terendah adalah Kabupaten Gunungkidul. Laju pertumbuhan
penduduk Kabupaten Bantul pada tahun 2015 sebesar 1,33 persen,
sedangkan Kabupaten Gunungkidul 1,09 persen.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

111

Tabel 8.10
Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2011-2015
Kabupaten/kota
Tahun

Bantul

Gunungkidul

Sleman

Yogyakarta

DIY

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

2011

1,16

1,38

1,13

1,15

1,32

1,23

2012

1,15

1,37

1,12

1,14

1,31

1,22

2013

1,14

1,36

1,11

1,14

1,30

1,21

2014

1,14

1,34

1,10

1,14

1,28

1,20

2015

1,13

1,33

1,09

1,27

1,19

.id

Kulonprogo

s.
go

1,13

ta
.

bp

Sumber : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

ak

ar

Tabel 8.11
Persentase dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/kota,
2010, 2014, dan 2015

gy

Presentase Penduduk

Kulonprogo

tp

(1)

Kepadatan Penduduk per km2

2010

2014

2015

2010

2014

2015

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

://
yo

Kabupaten/kota

11,21

11,20

665

695

703

26,37

26,38

26,41

1 804

1 893

1 917

19,53

19,46

19,44

456

477

482

31,62

31,74

31,73

1 908

2 008

2 031

11,24

11,21

11,22

11 988

12 544

12 699

DIY
100,00
100,00
100,00
1 088
1 142
Sumber : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

1 155

Bantul

ht

11,25

Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta

112

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 8.12
Jumlah Rumah Tangga dan Rata-rata Banyaknya Anggota Rumah
Tangga Menurut Kabupaten/kota, 2012, 2013, dan 2014
Kabupaten/
kota

Rata-Rata Anggota
Rumah Tangga

Rumah Tangga
2013

2014

2012

2013

2014

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Kulonprogo

112 051

111 704

113 749

Bantul

276 245

260 817

278 339

Gunungkidul

203 999

205 796

204 522

Sleman

355 902

368 004

374 645

Yogyakarta

133 185

136 316

139 157

1 081 382

1 082 637

1 110 411

s.
go

bp

DIY

.id

2012

(1)

ar

ta
.

Sumber : Susenas DIolah

ht

tp

://
yo

gy

ak

Perkembangan distribusi jumlah penduduk di D.I. Yogyakarta selama


periode tahun 2010-2015, tercatat presentase penduduk Kabupaten
Sleman yang tertinggi dan terendah adalah Kota Yogyakarta. Tahun 2015
sebanyak 32,0 persen penduduk D.I. Yogyakarta tinggal di Kabupaten
Sleman, sedangkan sekitar 10,95 persen tinggal di Kota Yogyakarta.
Bila dilihat dari perbandingan jumlah penduduk dan luas wilayah, sebagai
Ibukota Provinsi dan Kota pendidikan, tingkat kepadatan Kota Yogyakarta
pada tahun 2015 telah mencapai 12.401 jiwa per km2. Kota ini adalah
paling padat dibandingkan 4 kabupaten di D.I. Yogyakarta, Bahkan
tingkat kepadatanya terus mengalami peningkatan selama enam tahun
teakhir. Sebaliknya meskipun Kabupaten Gunungkidul mempunyai wilayah
yang terluas namun kepadatan penduduknya adalah yang terendah.
Tahun 2015 tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Gunungkidul
mencapai 474 jiwa per km2.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

113

Tebel 8.13
Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014-2015
2014

2015

Laki-laki

Pr

Laki-Laki+
Pr

Laki-laki

Pr

Laki-laki+
Pr

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

133 191

272 629

140 063

134 089

274 152

5-9

135 121

127 740

262 861

137 074

129 590

266 664

10-14

133 007

126 828

259 835

134 560

127 930

262 490

15-19

136 160

132 199

268 359

134 725

130 406

265 131

20-24

158 063

153 087

311 150

156 863

152 654

309 517

25-29

153 954

146 965

300 919

157 868

150 516

308 384

30-34

136 941

136 555

273 496

138 587

137 428

276 015

35-39

130 740

133 388

264 128

131 652

134 267

265 919

40-44

129 707

134 635

264 342

129 835

134 271

264 106

45-49

124 155

132 312

256 467

125 728

133 438

259 166

50-54

110 679

119 834

230 513

113 252

122 855

236 107

55-59

93 698

98 731

192 429

96 748

102 698

199 446

70 674

74 684

145 358

74 266

78 499

152 765

65-69

50 159

59 932

110 091

52 353

61 212

113 565

70-74

40 174

50 418

90 592

39 474

50 011

89 485

75+

54 719

79 228

133 947

55 717

80 547

136 264

Total

1 797 389

1 839 727

3 637 116

1 818 765

1 860 411

3 679 176

ht

60-64

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

139 438

tp

0-4

://
yo

Kelompok
Umur

Sumber : : Proyeksi penduduk Kabupaten/Kota Provinsi DI Yogyakarta 2010-2020

114

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tebel 8.14
Paramater Fertilitas Hasil Proyeksi Penduduk 2000-2025
Parameter

2000

2005

2010

2015

2020

2025

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

TFR

1.43

1.40

1.38

1.38

1.38

1.38

GRR

0.70

0.68

0.68

0.67

0.67

0.67

NRR

0.68

0.66

0.66

0.66

0.66

0.66

CBR

11.70

12.00

11.90

11.10

9.90

8.70

Jml kelahiran (000)

36.50

39.50

41.00

39.80

36.60

32.70

s.
go

.id

Sumber : Proyeksi penduduk 2010-2025

Angka kelahiran kasar (CBR) di Daerah Istimewa Yogyakarta hasil

bp

proyeksi penduduk tahun 2000-2025 menunjukkan tren yang menurun

ta
.

pada periode lima tahunan. CBR di Daerah Istimewa Yogyakarta pada

ar

tahun 2005 mencapai sekitar 12 kelahiran dari setiap 1000 penduduk,

ak

turun menjadi sekitar 11 kelahiran pada tahun 2015. Penurunan jumlah


kematian

kasar

://
yo

Angka

gy

kelahiran cukup tinggi mulai tahun 2015.


(CDR)

di

Daerah

Istimewa

Yogyakarta

menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2000, CDR di

ht

tp

Daerah Istimewa Yogyakarta mengambarkan bahwa terdapat sekitar 8


kematian dari setiap 1000 penduduk

sedikit menurun dalam periode

lima tahun hingga tahun 2010. Namun CDR mulai mengalami kenaikan
sejak tahun 2015 sampai tahun 2025 hingga menjadi sekitar 9 kematian
per 1000 penduduk.
Hasil SP71, Angka Kelahiran Total di Daerah Istimewa Yogyakarta
tercatat sebesar 4,76. Angka ini cenderung menurun dan berdasarkan
hasil SP2010, angka fertilitas total sebesar 1,94 yang artinya secara ratarata seorang wanita selama masa suburnya melahirkan sebanyak 1-2
anak.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

115

Tebel 8.15
Paramater Mortalitas Hasil Proyeksi Penduduk 2000-2025
Parameter

2000

2005

2010

2015

2020

2025

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

E0 Laki-laki

71.0

71.7

72.1

72.6

73.0

73.0

E0 Perempuan

75.1

76.5

77.4

78.2

78.7

78.7

E0 L+P

73.0

74.0

74.7

75.4

75.8

75.8

IMR Laki-laki

21.2

16.6

13.6

11.6

10.4

10.4

IMR Perempuan

15.0

11.9

9.8

8.5

7.8

7.8

IMR L+P

18.2

14.3

11.8

10.1

9.1

9.1

CDR

8.0

7.8

7.9

8.1

8.4

9.2

31.0

34.7

.id

Jml kematian
25.0
25.6
(000)
Sumber : Proyeksi penduduk 2010-2025

29.0

s.
go

27.2

ar

Tahun

ta
.

bp

Tabel 8.16
Angka Kelahiran Total di Daerah Istimewa Yogyakarta,
SP1971-SP2010
TFR

ak

(1)

Supas75 (1972,5)

4,47

SP80 (1977)

3,42

tp

://
yo

gy

4,76

2,93

ht

Supas85 (1982)
SP90 (1987)

Selain

(2)

SP71 (1968)

2,08

Supas95 (1992)

SP2000 (1997)

1,44

Supas2005 (2002)

1,66

SP2010 (2007)

1,94

SDKI 2012

2,1

Pemakaian

alat/cara

kontrasepsi,

Usaha

penundaan

usia

perkawinan pertama akan memperpendek masa reproduksi perempuan


yang akan berdampak pada penurunan tingkat fertilitas.

116

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go
bp

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

9
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

117

Konsep dan Definisi


Menurut UNDP, IPM(Human Development Indeks) adalah proses
perluasan pilihan bagi manusia (a process of enlarging the choice of

people). IPM mengukur pencapaian hasil pembangunan dari suatu


daerah/wilayah dalam tiga dimensi dasar pembangunan yaitu lamanya
hidup (longevity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak

.id

(decent living). Dalam penghitungan masing-masing indikator tersebut

s.
go

diukur dengan variabel yang mewakili komponen-komponen penyusun


IPM. Komponen lamanya hidup diukur dengan angka harapan hidup waktu

bp

lahir (eo). pengetahuan diwakili oleh Angka Harapan Lama Sekolah

ta
.

(Expected Years of Schooling/EYS), dan

rata-rata lamanya sekolah

ar

(Mean Years of Schooling/MYS). Adapun komponen standar hidup diukur

gy

ak

dengan nilai konsumsi riil per kapita yang disesuaikan dengan rumus

://
yo

Atkinson.

tp

Angka harapan hidup (Life Expectancy :e0)

ht

Angka Harapan Hidup saat Lahir didefinisikan sebagai rata-rata perkiraan


banyak tahun yang dapat ditempuh oleh seseorang sejak lahir. AHH
mencerminkan derajat kesehatan suatu masyarakat. AHH dihitung dari
hasil sensus dan survei kependudukan.
Penghitungan e0 dihitung dengan Proyeksi-cohort component untuk
nasional & provinsi. Sedang sstimasi untuk kab/kota dengan dasar
proyeksi Penduduk Provinsi.
Secara tidak langsung (indirect technique) dengan menggunakan Metode
Brass berdasarkan dua data dasar yang diperoleh dalam Susenas yakni
rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live birth) dan rata-rata anak yang

118

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

masih hidup (still living) untuk setiap wanita berusia 15-49 tahun menurut
kelompok umur lima tahunan. Penghitungan eo dilakukan dengan
perangkat lunak Mortpak Life.
Harapan Lama Sekolah (Expected Years of Schooling: EYS) adalah
lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh
anak pada umur tertentu di masa mendatang. Angka Harapan Lama
Sekolah dihitung untuk penduduk berusia 7 tahun ke atas. EYS dapat
digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di

.id

berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk lamanya pendidikan

s.
go

(dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak.

bp

Rata-rata lama sekolah-RLS (Mean Years Of Scooling :MYS)


oleh

penduduk

dalam

menjalani

ar

digunakan

ta
.

Rata-rata Lama Sekolah didefinisikan sebagai jumlah tahun yang


pendidikan

formal.

gy

ak

Diasumsikan bahwa dalam kondisi normal rata-rata lama sekolah suatu

://
yo

wilayah tidak akan turun. Cakupan penduduk yang dihitung dalam

ht

ke atas.

tp

penghitungan rata-rata lama sekolah adalah penduduk berusia 25 tahun

Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan


Pengeluaran per kapita yang disesuaikan ditentukan dari nilai pengeluaran
per kapita dan paritas daya beli (Purcashing Power Parity-PPP). Rata-rata
pengeluaran per kapita setahun diperoleh dari Susenas, dihitung dari level
provinsi hingga level kab/kota. Rata-rata pengeluaran per kapita dibuat
konstan/riil dengan tahun dasar 2012=100. Perhitungan paritas daya beli
pada metode baru menggunakan 96 komoditas dimana 66 komoditas
merupakan makanan dan sisanya merupakan komoditas nonmakanan.
Metode penghitungan paritas daya beli menggunakan Metode Rao.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

119

PER KAPITA

Penghitungan
1. Indeks komponen
Sebelum menghitung indeks dihitung dulu nilai masing-masing komponen
Beberapa variabel yang diperlukan antara lain:
Angka Harapan Hidup: Variabel

Anak Lahir Hidup, Anak Masih

Hidup
Harapan Lama Sekolah: Partisipasi sekolah penduduk menurut
kelompok umur
Rata-rata Lama Sekolah: Kombinasi variabel pendidikan seperti

.id

Angka Partisipasi Sekolah, Jenjang pendidikan yang pernah diduduki,

s.
go

Kelas yang sedang dijalani dan Jenjang pendidikan yang ditamatkan

bp

Daya Beli: Variabel Pengeluaran konsumsi RT

ta
.

Kemudian masing-masing komponen IPM dihitung indeks dengan rumus


: Indikator ke-i ; i=1.2.3

ak

Xi

ar

sebagai berikut:

gy

Xi Max: Indikator maksimum Xi

://
yo

Xi Min : Indikator minimum Xi

No.

ht

tp

Standar nilai masing-masing komponen IPM yaitu:


Komponen

Nilai
Maksimum

Nilai
Minimum

83,04

20

1.

Angka Harapan Hidup (tahun)

2.

Expected Years of Schooling


(tahun)

18

3.

Mean Years of Schooling (tahun)

15

4.

Pengeluaran per Kapita


Disesuaikan

26.572.352**

1.007.436*

(IDR)

(IDR)

Keterangan:

120

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

* Daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten


tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua
** Daya beli maksimum merupakan nilai tertinggi kabupaten yang
diproyeksikan hingga 2025 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran
per kapita Jakarta Selatan tahun 2025
2. Indeks Komposit atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Rumus:

s.
go

.id

IPM =

Indeks Pendidikan = ( indeks harapan lama sekolah + indeks rata- rata

ta
.

bp

lama sekolah)

ak

ar

Reduksi Shortfall adalah peningkatan nilai IPM dalam suatu periode

gy

relatif terhadap jarak nilai IPM awal periode ke IPM sasaran (IPM=100).

1.

ht

Manfaat

tp

yang lebih cepat.

://
yo

Nilai reduksi shortfall yang lebih besar mengindikasikan peningkatan IPM

IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan


dalam

upaya

membangun

kualitas

hidup

manusia

(masyarakat/penduduk).
2.

IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu


wilayah/negara.

3.

IPM juga digunakan sebagai salah satu alokator penentuan Dana


Alokasi Umum (DAU).

Interpretasi

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

121

1.

Angka IPM memberikan gambaran komprehensif mengenai tingkat


pencapaian pembangunan manusia sebagai dampak dari kegiatan
pembangunan yang dilakukan oleh suatu negara/daerah. Semakin
tinggi nilai IPM menunjukkan pencapaian pembangunan manusianya
semakin baik.

2.

Nilai IPM yang kurang dari 50 digolongkan sebagai kategori rendah;


rentang antara 50 hingga 79 masuk kriteria menengah dan nilai 80
ke atas merupakan kelompok tinggi.

Angka harapan hidup dihitung menggunakan data Supas dan

s.
go

1.

.id

Sumber Data
proyeksi penduduk

Angka melek huruf, lama sekolah dan angka harapan hidup

bp

2.

Daya beli/standar hidup layak menggunakan data pokok Susenas

ar

3.

ta
.

menggunakan data pokok Susenas Kor.

gy

ak

Modul Konsumsi yang didasarkan pada 27 komoditi, didukung oleh

ht

tp

Penduduk.

://
yo

data lain seperti Indeks Harga Konsumen, Supas dan Proyeksi

122

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

s.
go

.id

Perkembangan nilai IPM periode tahun 2010-2014 Daerah


Istimewa Yogyakarta terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. IPM tertinggi diduduki oleh Kota Yogyakarta diikuti
Kabupaten
Sleman.
Sementara
Kabupaten
Gunungkidul
menduduki posisi terendah. Ini menunjukkan bahwa meskipun
pembangunan manusia terus meningkat setiap tahun, namun
pembangunan manusia di Kota Yogyakarta masih yang terbaik
dibandingkan empat kabupaten/kota lainnya ditinjau dari aspek
pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi pada
periode enam tahun terakhir.

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

Nilai IPM menurut komponen tahun 2010-2014, mengindikasikan


kecenderungan terjadi peningkatan pembangunan manusia untuk
ketiga sektor.
Pada tahun 2012, peningkatan indeks
pembangunan pendidikan cukup tinggi akibat tingginya
peningkatan nilai angka Harapan Sekolah di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Angka harapan hidup tertinggi adalah Kabupaten
Sleman, sedangkan dari komponen pendidikan, dilihat dari nilai
indiktor angka harapan hidup dan lama sekolah, tertinggi adalah
Kota Yogyakarta.
Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa, tampak
bahwa pada tahun 2010-2014, nilai IPM Daerah Istimewa
Yogyakarta berada di peringkat ke dua, setelah DKI Jakarta. Pada
periode tersebut, IPM Daerah Yogyakarta masih berada di atas
IPM Nasional.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

123

Tabel 9.1
Indeks Pembangunan Manusia menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
2010

2011

2012

2013

2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

68,83

69,53

69,74

70,14

70,68

Bantul

75,31

75,79

76,13

76,78

77,11

Gunungkidul

64,20

64,83

65,69

66,31

67,03

Sleman

79,69

80,04

80,10

80,26

80,73

Yogyakarta

82,72

82,98

83,29

83,61

83,78

DIY

75,37

75,93

76,15

76,44

76,81

Nasional

66,53

67,09

68,31

68,90

s.
go
67,70

ta
.

bp

Sumber : BPS RI

.id

Kabupaten/kota

gy

ak

ar

Tabel 9.2
Angka Harapan Hidup menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (tahun)
2010

2011

2012

2013

2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

74,84

74,86

74,87

74,89

74,90

73,14

73,17

73,19

73,22

73,24

Gunungkidul

73,35

73,36

73,37

73,38

73,39

Sleman

74,43

74,44

74,46

74,47

74,47

Yogyakarta

74,00

74,02

74,04

74,05

74,05

DIY

74,17

74,26

74,36

74,45

74,50

tp

ht

Kulonprogo

://
yo

Kabupaten/kota

Bantul

Sumber : BPS RI

124

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 9.3
Angka Harapan Sekolah menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (tahun)
2010

2011

2012

2013

2014

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

12,20

12,75

12,87

13,00

13,27

Bantul

13,55

13,95

14,15

14,35

14,62

Gunungkidul

11,52

11,83

12,14

12,49

12,82

Sleman

15,42

15,45

15,48

15,52

15,64

Yogyakarta

15,68

15,75

15,82

15,89

15,97

DIY

14,15

14,61

14,64

14,67

14,85

(1)

bp

s.
go

Sumber : BPS RI

.id

Kabupaten/
kota

2011

2012

2013

2014

(4)

(5)

(6)

(7)

7,88

7,93

8,02

8,20

8,34

8,35

8,44

8,72

8,74

Gunungkidul

5,59

5,74

6,08

6,22

6,45

Sleman

9,79

10,03

10,03

10,03

10,28

Yogyakarta

10,88

11,01

11,22

11,36

11,39

DIY

8,51

8,53

8,63

8,72

8,84

(1)

7,85

ht

Bantul

(3)

tp

Kulonprogo

2010

://
yo

Kabupaten/
kota

gy

ak

ar

ta
.

Tahel 9.4
Rata-rata Lama Sekolah menurut Kabupaten/kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2010-2014 (tahun)

Sumber : BPS RI

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

125

Tabel 9.5
Pengeluaran Riil per Kapita menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014 (Rp/tahun)
Kabupaten/
Kota

2010

2011

2012

2013

2014

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(1)

Kulonprogo

8 330

8 342

8 468

8 480

13 725

13 778

13 798

13 902

13 921

8 093

8 138

8 170

8 202

8 235

Sleman

13 848

13 882

13 916

14 085

14 170

Yogyakarta

16 462

16 497

16 498

16 645

16 755

12 080

12 115

12 137

12 261

12 294

Bantul
Gunungkidul

DIY

bp

s.
go

Sumber : BPS RI

.id

8 274

2010

2011

2012

2013

2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

76,31

76,98

77,53

78,08

78,39

66,15

66,67

67,32

68,25

68,80

66,08

66,64

67,21

68,02

68,78

DIY

75,37

75,93

76,15

76,44

76,81

Jawa Timur

65,36

66,06

66,74

67,55

68,14

Banten

67,54

68,22

68,92

69,47

69,89

Nasional

66,53

67,09

67,70

68,31

68,90

gy

ht

Jawa Tengah

://
yo

Jawa Barat

tp

DKI Jakarta

ak

Kabupaten/Kota

ar

ta
.

Tabel 9.6
Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi di Jawa, 2010-2014

Sumber : BPS RI

126

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go
bp
ta
.
ar
ht

tp

://
yo

gy

ak

10
PENDIDIKAN

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

127

Konsep dan Definisi


Angka Partisipasi Sekolah (APS/School Enrolment Rate) adalah
perbandi-ngan antara jumlah murid kelompok usia sekolah tertentu yang
bersekolah pada berbegai jenjang pendidikan dengan penduduk kelompok
usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Makin tinggi

.id

APS berarti makin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu

bp

s.
go

daerah.Nilai ideal APS adalah 100%.

ta
.

N1 = Jumlah murid berbagai jenjang pendidikan pada kelompok usia

ar

sekolah tertentu

://
yo

gy

ak

N2 = Jumlah penduduk pada kelompok usia sekolah tertentu yang sesuai.


Angka Partisipasi Murni (APM/Net Enrolment Rate) adalah proporsi

tp

anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada

ht

tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya. APM selalu lebih rendah
dibanding APK karena pembilangnya lebih kecil sementara penyebutnya
sama. APM membatasi usia murid sesuai dengan usia sekolah, jenjang
pendidikan sehingga angkanya lebih kecil. APM merupakan indikator yang
menunjukkan proporsi penduduk yang bersekolah pada suatu jenjang
pendidikan

dan

berusia

sesuai

dengan

usia

pendidikannya.

128

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

sekolah

jenjang

Keterangan: *) =
Tingkat Sekolah Dasar (SD)

: Kelompok usia 7-12

tahun
Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama(SLTP) : Kelompok usia 13-15
tahun
Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas(SLTA)

: Kelompok usia 16-18

tahun
Angka Partisipasi Kasar (APK/Gross Enrolment Ratio) adalah

.id

proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam

s.
go

kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut.


Angka ini memberikan gambaran secara umum tentang banyaknya anak

bp

yang menerima pendidikan pada jenjang tertentu. Semakin tinggi APK

ta
.

berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu

Keterangan: *)

://
yo

gy

ak

ar

jenjang pendidikan pada suatu wilayah.

: Kelompok usia 7-12

ht

tahun

tp

Tingkat Sekolah Dasar (SD)

Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama(SLTP) : Kelompok usia 13-15


tahun
Tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas(SLTA) : Kelompok usia 16-18 tahun
Jenjang Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan adalah jenjang
pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh seseorang, yang ditandai
dengan sertifikat/ijazah.
Angka Buta Huruf adalah proporsi penduduk usia tertentu yang tidak
dapat membaca dan atau menulis huruf Latin atau huruf lainnya terhadap

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

129

penduduk usia tertentu.


Manfaat
1. APS digunakan untuk menunjukkan tingkat partisipasi pendidikan
menurut kelompok umur tertentu.
2. APK digunakan untuk menunjukkan tingkat partisipasi penduduk
secara umum pada suatu tingkat pendidikan.
3. APM digunakan untuk mengukur proporsi anak bersekolah tepat pada
waktunya.

.id

4. Angka Buta Huruf digunakan untuk melihat sejauh mana penduduk

s.
go

suatu daerah terbuka terhadap pengetahuan., membaca merupakan

bp

dasar utama dalam memperluas ilmu pengetahuan.

ta
.

Interpretasi

ar

1. APS yang tinggi menunjukkan terbukanya peluang yang lebih besar

gy

ak

dalam mengakses pendidikan secara umum. Pada kelompok umur

://
yo

mana peluang tersebut terjadi dapat dilihat dari besarnya APS setiap
kelompok umur.

memperhatikan

ht

tanpa

tp

2. APK yang tinggi menunjukkan tingginya tingkat partisipasi sekolah


pendidikannya.

APK

ketepatan
mendekati

usia
atau

sekolah
lebih

dari

pada
100

jenjang
persen

menunjukkan bahwa ada penduduk yang sekolah belum mencukupi


umur dan atau melebihi umur yang seharusnya.
3. APM menunjukkan seberapa banyak penduduk usia sekolah yang
sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan sesuai dengan usia
pada jenjang pendidikannya.
4. Tingkat buta huruf yang rendah menunjukkan adanya sebuah sistem
pendidikan dasar yang efektif dan/atau program keaksaraan yang
memungkinkan

130

sebagian

besar

penduduk

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

untuk

memperoleh

kemampuan menggunakan kata-kata tertulis dalam kehidupan seharihari dan melanjutkan pembelajarannya.
Sumber Data
Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS), Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas).
Keterbatasan

.id

1. APS tidak memberikan gambaran tentang jenjang pendidikan yang

s.
go

sedang dijalani.

2. APK dapat melebihi 100 persen akibat dimasukkannya penduduk yang

bp

berpartisipasi sekolah berada di bawah umur dan atau melebihi umur

ta
.

karena lebih awal atau terlambat mendaftar dan mengulang kelas.

ar

3. APM untuk pendidikan tinggi, tidak relevan karena kesulitan dalam

gy

ak

menentukan kelompok umur yang tepat karena banyaknya variasi

ht

tp

://
yo

program-program di tingkat pendidikan ini.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

131

Tabel 10.1
Angka Partisipasi Sekolah (APS) Daerah Istimewa Yogyakarta,
2010-2014 (persen)
D.I. Yogyakarta

Indonesia
19-24

7-12

13-15

16-18

19-24

(7)

(8)

(9)

86,24

56,01

13,77

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

2010

99,69

94,02

73,06

44,03

98,02

2011

99,43

97,66

75,60

44,17

97,62

87,99

57,95

14,82

2012

99,77

98,35

80,04

44,69

98,02

89,76

61,49

16,05

2013

99,96

96,79

81,41

45,86

98,42

90,81

63,84

20,14

2014

99,94

99,48

98,92

.id

Tahun 7-12 13-15 16-18

70,31

49,08

Sumber: BPS-RI

*)

: *) Data tidak tersedia

ar

ta
.

bp

Ket

94,44

s.
go

86,44

gy

ak

Tabel 10.2
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2014 (persen)

://
yo

2013

2014

13-15

16-18

19-24

7-12

13-15

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Kulonprogo

99,63

96,99

83,36

19,39

99,44

99,04

90,19

22,17

Bantul

100,00

98,68

85,11

38,73 100,00 100,00

89,19

38,65

Gunungkidul

100,00

94,07

75,91

18,81 100,00

98,18

80,82

19,97

Sleman

100,00

99,23

82,68

54,80 100,00 100,00

84,53

59,85

Yogyakarta

100,00

90,34

76,21

64,98 100,00

99,52

88,87

65,53

DIY

99,96

96,79

81,41

45,86 99,94

99,48

86,44

49,08

tp

7-12

ht

Tahun

(1)

Sumber: BPS-RI

132

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

16-18 19-24

Tabel 10.3
Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2012-2013(persen)
2012

2013

Tahun

7-12

13-15

16-18

19-24

7-12

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

DKI Jakarta

99,04

94,07

61,87

18,02

99,40

95,47

66,09

19,65

Jawa Barat

98,36

88,68

56,30

12,25

98,85

89,40

59,98

17,34

Banten

98,26

91,10

59,80

15,97

98,60

91,32

62,89

18,08

Jawa Tengah

98,87

89,59

58,65

11,83

99,28

90,73

59,88

17,42

DI Yogyakarta

99,77

98,35

80,04

44,69

99,96

96,79

81,41

45,86

Jawa Timur

98,65

91,62

61,87

14,59

99,05

92,83

62,32

19,49

Nasional

98,02

89,76

61,49

16,05

98,42

90,81

63,84

20,14

.id

s.
go

bp

ar

ta
.

Sumber: BPS-RI

13-15 16-18 19-24

ak

APS tahun 2010-2014 Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai pola

gy

semakin menurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur. Artinya

://
yo

partisipasi/kesempatan bersekolah penduduk usia 7-12 tahun lebih besar

tp

dari usia 13-15 tahun, dan lebih besar dari 16-18 tahun.

ht

Jika dilihat menurut kabupaten/kota, APS tahun 2013-2014 meskipun juga


menunjukkan tren menurun seiring dengan meningkatnya kelompok umur,
namun memberikan pola yang berfluktuatif dari waktu ke waktu.
Jika

dibandingkan

dengan

provinsi

di

Pulau

Jawa,

APS

Daerah

Istimewa Yogyakarta lebih tinggi dari 5 provinsi lainnya. Demikian juga jika
dibandingkan dengan Nasional, APS Daerah Istimewa

Yogyakarta jauh

lebih tinggi dari waktu ke waktu untuk semua kelompok umur.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

133

Tabel 10.4
Angka Partisipasi Kasar (APK) Daerah Istimewa Yogyakarta,
2010-2014 (persen)
D.I. Yogyakarta

Indonesia

Tahun SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/


Paket A Paket B
Paket C
Paket A Paket B
Paket C

(2)

(3)

(4)

(6)

(7)

2010

108,16

93,47

79,29

111,68

80,59

62,85

2011

104,54

90,08

86,51

102,57

89,83

64,90

2012

107,18

89,05

83,02

104,33

89,49

68,80

2013

108,50

83,37

90,04

107,71

85,96

66,61

2014

109,11

90,66

94,62

*)

*)

*)

s.
go

ar

ta
.

bp

Sumber: BPS-RI
Ket
: *) Data tidak tersedia

(8)

.id

(1)

://
yo

gy

ak

Tabel 10.5
Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2014 (persen)
2013

Tahun

SD/MI/
Paket A

(1)

(2)

(3)

Kulonprogo

107,61

97,47

Bantul

110,84

Gunungkidul

2014

ht

tp

SMP/Mts/ SM/SMK/MA/
Paket B
Paket C

SMP/Mts/ SM/SMK/MA/
Paket B
Paket C

(6)

(7)

88,74

110,66

98,68

91,23

77,63

111,34

113,12

90,65

115,29

114,25

76,39

97,35

111,99

78,46

104,32

Sleman

104,52

84,99

81,38

103,76

92,61

83,91

Yogyakarta

104,34

95,14

68,69

106,64

102,06

73,89

108,50

83,37

90,04

109,11

90,66

94,62

DIY

(4)

SD/MI/
Paket A

Sumber: Susenas 2013-2014 diolah

134

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

(8)

Tabel 10.6
Angka Partisipasi Kasar (APK) menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2012-2013 (persen)
2012

(3)

(4)

(6)

(7)

(8)

DKI

98,37

94,58

75,34

103,91

86,35

72,72

Jakarta
Jawa

103,28

87,44

64,90

106,75

85,26

60,12

Barat
Banten

104,79

87,96

69,65

107,47

89,85

63,32

Jawa

104,92

91,51

67,03

108,95

87,42

64,02

Tengah
DIY

107,18

89,05

83,02

108,50

83,37

90,04

Jawa

102,37

93,60

67,25

105,82

90,34

62,91

Timur
Nasional

104,33

89,49

68,80

107,71

85,96

66,61

bp

s.
go

(2)

ta
.

(1)

SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/


Paket A Paket B
Paket C
Paket A Paket B
Paket C

.id

Tahun

2013

ak

ar

Sumber: BPS-RI

gy

APK Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2014 memperlihatkan tren

://
yo

menurun sering dengan meningkatnya jenjang pendidikan. APK SD nilainya


lebih dari 100. Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat anak yang tinggal

Dilihat

ht

tp

kelas, terlambat masuk SD atau sebaliknya terlalu dini bersekolah SD.


menurut

kebupaten/kota,

semua

APK

tahun

2013-2014

kabupaten/kota mempunyai pola menurun seiring dengan meningkatnya


jenjang pendidikan. Nilai APK tertinggi menurut jenjang pendidikan tahun
2014 berturut-turut untuk jenjang pendidikan SD adalah Kabupaten
Bantul(113,12), SMP adalah Kota Yogyakarta(102,06) dan SLTA adalah
Kabupaten Bantul(115,29).
Dibandingkan dengan provinsi di Pulau Jawa, APK tahun 2013 menunjukkan
bahwa APK Daerah Istimewa Yogyakarta untuk jenjang pendidikan SMA
menduduki posisi teratas, bahkan angka ini lebih tinggi dari Nasional.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

135

Tabel 10.7
Angka Partisipasi Murni (APM) Daerah Istimewa Yogyakarta,
2010-2014 (tahun)
Tahun

D.I. Yogyakarta
SD/MI/ SMP/Mts/
Paket A
Paket B

Indonesia

SM/SMK/MA/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/


Paket C
Paket A Paket B
Paket C

(2)

(3)

(4)

(6)

(7)

(8)

2010

94,76

75,55

59,35

94,76

67,73

45,59

2011

92,04

68,62

59,25

91,07

68,35

48,07

2012

96,11

72,44

63,54

92,54

70,93

51,88

2013

98,75

84,57

64,86

95,59

73,88

54,25

2014

98,98

82,20

68,46

96,45

77,53

59,35

s.
go

.id

(1)

ta
.

bp

Sumber: BPS RI

SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/


Paket A Paket B
Paket C
Paket A Paket B
Paket C

(3)

(4)

(6)

(7)

(8)

Kulonprogo

96,07

84,60

74,99

97,04

84,64

76,61

Bantul

99,64

85,08

72,63

100,00

81,08

74,16

Gunungkidul

99,89

73,44

68,36

100,00

74,16

70,75

Sleman

98,19

90,31

56,76

99,20

86,30

62,11

98,88

91,91

60,32

95,37

88,00

63,32

98,75

84,57

64,86

98,98

82,20

68,46

Yogyakarta
DIY

tp

(2)

ht

(1)

://
yo

Tahun

2014

gy

2013

ak

ar

Tabel 10.8
Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2014 (tahun)

Sumber: Susenas 2013-2014 diolah

136

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Seperti halnya APK, APM Daerah Istimewa Yogyakarta periode tahun


2010-2014 menurun sejalan meningkatnya jenjang pendidikan. APM
SD 2014 tercatat 98,98 persen, artinya di antara 100 penduduk 7-12
tahun terdapat 99 anak yang bersekolah tepat waktu di usia 7-12
tahun sedangkan 1 murid lainnya terlambat masuk SD atau terlalu
cepat bersekolah SD. Secara umum, semua APM nilainya lebih kecil
dari 100 untuk semua jenjang pendidikan. Ini berarti belum semua
bersekolah

tepat

waktu

atau

sesuai

dengan

usia

.id

penduduk

APM Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014

s.
go

pendidikannya.

dibandingkan dengan 2013 untuk jenjang pendidikan SD mengalami

bp

peningkatan, sedangkan dua jenjang pendidikan lainnya mnegalami

ta
.

penurunan.

ar

Sementara jika dibandingkan dengan provinsi di Pulau Jawa, APM SD

ak

dan SMA Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2013 lebih tinggi

gy

dibanding 5 provinsi lainnya. Nilai APM ini juga lebih tinggi dari nilai

://
yo

Nasional. Artinya bahwa proporsi penduduk sedang bersekolah pada


jenjang SD dan SMA yang sesuai dengan usia SD dan SMA terhadap

tp

jumlah penduduk pada kelompok usia SD dan SMA atau proporsi

ht

penduduk sekolah yang tepat waktu pada jenjang SD dan SMA


Daerah Istimewa Yogyakarta lebih besar dibandingkan 5 provinsi
lainnya.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

137

Tabel 10.9
Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2013-2014(persen)
2012
Tahun

2013

SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/ SD/MI/ SMP/Mts/ SM/SMK/MA/


Paket B

Paket C

Paket A

Paket B

Paket C

(2)

(3)

(4)

(6)

(7)

(8)

DKI

90,48

70,31

54,25

96,07

75,46

55,40

Jakarta
Jawa

93,41

73,54

51,24

97,08

76,76

52,25

Barat
Banten

93,67

73,79

53,00

96,24

78,17

53,28

Jawa

92,05

72,52

51,11

95,68

74,94

51,81

Tengah
DIY

96,11

72,44

63,54

98,75

75,64

64,86

Jawa

92,93

74,42

52,36

96,10

77,36

53,30

Timur
Nasional

92,54

70,93

51,88

95,59

73,88

54,25

s.
go

ak

ar

ta
.

Sumber: BPS-RI

bp

(1)

.id

Paket A

://
yo

gy

Tabel 10.10
Persentase Penduduk yang Buta Huruf di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
D.I. Yogyakarta

tp

Tahun

Indonesia

15-44

45+

15+

15-44

45+

(2)

(3)

(4)

(6)

(7)

(8)

2010

9,16

0,62

21,95

7,09

1,71

18,25

2011

8,96

0,63

21,06

7,56

2,31

18,15

2012

8,00

0,34

19,17

7,03

2,03

17,17

2013

7,18

0,20

17,53

6,08

1,61

15,15

2014

5,56

0,09

13,71

*)

*)

*)

(1)

ht

15+

Sumber: BPS-RI
Ket
: *) Data tidak tersedia

138

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 10.11
Persentase Penduduk yang Buta Huruf menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2013-2014
2013

Tahun

2014

15-44

45+

15+

15-

45+

(2)

(3)

(4)

(6)

44
(7)

(8)

Kulonprogo

6,24

0,00

13,09

7,24

0,00

15,20

Bantul

7,27

0,15

18,45

4,13

0,14

10,29

Gunungkidul

14,77

0,69

28,51

8,69

0,34

17,01

Sleman

4,90

0,15

13,83

5,09

0,00

14,77

Yogyakarta

1,59

0,00

4,60

3,35

0,00

9,80

DIY

7,18

0,20

17,53

s.
go
5,56

0,09

13,71

ta
.

bp

Sumber: Susenas 2013-2014 diolah

.id

15+

(1)

gy

ak

ar

Tabel 10.12
Persentase Penduduk yang Buta Huruf menurut Provinsi di
Pulau Jawa, 2012-2013

://
yo

2012

Tahun

2013

15+

15-44

45+

15+

15-44

45+

(2)

(3)

(4)

(6)

(7)

(8)

1,00

0,20

3,08

0,86

0,14

2,71

Jawa Barat

4,05

0,93

10,79

3,30

0,63

9,08

Banten

3,72

0,94

11,55

3,36

0,65

11,00

Jawa Tengah

10,07

1,47

23,03

8,73

1,08

20,45

DI Yogyakarta

8,00

0,34

19,17

7,18

0,20

17,53

Jawa Timur

11,18

2,24

25,12

9,86

1,84

22,22

Nasional

8,82

2,84

24,74

7,39

2,05

21,38

ht

DKI Jakarta

tp

(1)

Sumber: BPS-RI

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

139

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

Angka buta huruf di Daerah Istimewa Yogyakarta 2010-2014


semakin berkurang dari waktu ke waktu. Ini berarti jumlah
penduduk yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan
lainnya semakin bertambah dari tahun ke tahun. Namun
demikian, jika dibandingkan angka buta huruf menurut provinsi
di Pulau Jawa, memperlihatkan bahwa angka buta huruf usia
lanjut di Daerah Istimewa Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan
Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Tahun
2012 sebanyak 19,17 persen penduduk usia lanjut di D.I.
Yogyakarta tidak bisa baca tulis dan turun menjadi 17,33
persen di tahun 2013

ht

tp

://
yo

gy

ak

Lebih dari 40 persen penduduk usia 15 tahun ke atas di Daerah


Istimewa Yogyakarta pada periode 2010-2014 telah
menamatkan jenjang pedidikan SLTA ke atas. Menurut jenis
kelamin, persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang
menamatkan jenjang pendidikan SLTA ke atas laki-laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan dalam dua tahun terakhir.
Bila ditinjau menurut Kabupaten/kota, presentase penduduk
yang menamatkan pendidikan SLTA keatas di Kabupaten
Gunungkidul pada tahun 2014 baru mencapai 17,64 persen,
sementara empat kabupaten/kota lainnya telah mencapai lebih
dari 30 persen.

140

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 10.13
Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta,
2013 dan 2014
Laki-laki

Perempuan

Laki-laki +

Tingkat Pendidikan

Perempuan
2013 2014

2014

2013

2014

(5)

(6)

(7)

(3)

(4)

Tidak/belum pernah sekolah

3,11

2,96

10,35

9,00

6,81

6,04

Tidak/belum tamat SD

8,81

7,77

9,80

10,47

9,31

9,14

SD

18,55 19,05

17,94

17,63 18,23

18,33

SLTP

20,76 21,65

19,17

SLTA ke atas

48,77 48,57

.id

(2)

18,34 19,95

s.
go

(1)

2013

42,75

44,56 45,69

19,97
46,52

ar

ta
.

bp

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat D.I. Yogyakarta, 2013-2014

://
yo

gy

ak

Tabel 10.14
Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan dan Kabupaten/kota di
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014
Bantul

G.kidul

(2)

(3)

(4)

(6)

(7)

(8)

3,63

6,48

12,10

3,09

0,82

5,55

18,84

15,40

16,64

10,28

6,69

13,42

SD

22,57

18,81

32,61

14,28

14,29

19,97

SLTP

20,99

19,60

21,00

15,41

16,52

18,36

SLTA ke atas

33,96

39,71

17,64

56,93

61,68

42,71

(1)

ht

Pendidikan

K.progo

Sleman Yogyakarta

DIY

tp

Tingkat

Tidak/belum
pernah sekolah
Tidak/belum
tamat SD

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat D.I. Yogyakarta, 2014

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

141

Tabel 10.15
Rata-rata Lama Sekolah Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010- 2014
Kabupaten/kota

2010

2011

2012

2013

2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(6)

(7)

Kulonprogo

8,20

8,30

8,33

8,27

8,62

Bantul

8,82

8,85

8,98

9,23

9,05

7,65

6,21

6,60

6,70

6,90

Sleman

10,30

10,52

10,40

10,54

10,84

Yogyakarta

11,48

11,34

11,53

11,39

11,40

DIY

9,07

9,09

9,18

9,31

9,43

.id

Gunungkidul

bp

s.
go

Sumber: Susenas 2010-2014 diolah

SMP

SMU

(2)

(3)

(4)

342

67

16

360

93

35

Gunungkidul

483

109

24

Sleman

504

110

43

Yogyakarta

168

58

46

DIY

1857

437

164

ht

tp

Kulonprogo

://
yo

(1)

Bantul

SD

gy

Kabupaten/kota

ak

ar

ta
.

Tabel 10.16
Banyaknya Sarana Pendidikan menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

142

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id
s.
go
bp
ta
.
ar
ht

tp

://
yo

gy

ak

11
KESEHATAN

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

143

Dalam RJMN 2015-2019, telah ditetapkan 9 prioritas nasional.


Prioritas nasional pembangunan jangka menegah tahun 2015-2019 pada
poin ke lima adalah meningkatkan kualitas hidup manusia dan Masyarakat
indonesia. Penitikberatan pembangunan
pendekatan

preventif, tidak

hanya

bidang
kuratif,

kesehatan
melalui

melalui

peningkatan

kesehatan masyarakat dan lingkungan yang secara keseluruhan dapat


menurunkan Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup dari 346
306

tahun

pada

2019,

dan

pencapaian

Sustainable Development Goals (SDG)

sasaran

s.
go

keseluruhan

menjadi

.id

hasil SP2010

sebagai

bp

bagian koheren dan terintegrasi dalam Agenda Pembangunan Paska-2015.


bidang

kesehatan

oleh

karenanya

informasi

ar

pem-bangunan

ta
.

Pentingnya indikator kesehatan sebagai tolok ukur keberhasilan

ak

perkembangan indikator kesehatan yang berkesinambungan sangat

://
yo

tp

maupun peneliti.

gy

diperlukan oleh berbagai kalangan pengambil kebijakan bidang kesehatan

ht

Konsep dan Definisi


Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate: IMR) adalah
banyaknya kematian bayi usia di bawah satu tahun, per 1000 kelahiran
hidup pada satu tahun tertentu.

D0 = Jumlah kematian bayi (berumur kurang dari satu tahun) pada


tahun tentu di daerah tertentu
B
= Jumlah kelahiran hidup pada tahun tertentu di daerah tertentu
K
= Bilangan konstan 1000

144

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Keluhan kesehatan adalah keadaan seseorang yang mengalami


gangguan kesehatan atau kejiwaan, baik karena penyakit akut, penyakit
kronis (meskipun selama sebulan terakhir tidak mempunyai keluhan),
kecelakaan, kriminal atau hal lain
Persentase Balita yang Ditolong Penolong Kelahiran (Percentage

of Children Under Five by Birth Attendants) terbagi menjadi nakes


(tenaga kesehatan/medis) dan non-nakes (tenaga non-medis). Manfaat
indikator ini adalah untuk memberikan gambaran tentang tingkat

s.
go

.id

kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan secara umum.


Sumber Data

bp

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Demografi dan

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

Kesehatan Indonesia (SDKI)

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

145

Perkembangan angka kematian bayi menunjukkan tren yang menurun


dari tahun ke tahun. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan taraf
kesejahteraan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil SP2010, angka
kematian bayi Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat 16, artinya terdapat
16 kasus kematian bayi dari 1000 kelahiran hidup.

ta
.

bp

s.
go

.id

Hasil Susenas, memberikan gambaran bahwa hampir semua kelahiran


balita di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2014 telah dibantu oleh
tenaga medis. Sementara kelahiran balita yang dibantu oleh tenaga non
medis semakin berkurang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir.
Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat di Daerah Istimewa
Yogyakarta mulai menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan bayi
lahir yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan keahlian penolong
kelahiran.

tp

://
yo

gy

ak

ar

Angka keluhan kesehatan menurut kabupaten/kota di Daerah Istimewa


Yogyakarta tahun 2014 sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun
2013 kecuali di Kota Yogyakarta. Dengan demikian, kualitas dan daya
tahan tubuh terhadap penyakit masyarakat tahun 2014 sekidit menurun
sehingga
akan berdampak pada menurunnya derajat kesehatan
masyarakat.

ht

Dari sarana dan prasarana fasilitas kesehatan yang tersedia, terlihat


bahwa semua kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta telah
memiliki tempat-tempat pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh
masyarakat dalam menjaga daya tahan tubuh dan pengobatan penyakit.

146

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 11.1
Perkembangan Angka Kematian Bayi di
Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun
Indikator
Derajat
Kesehatan

(1)
Angka

Kematian

SDKI
2000

SDKI 2002

SDKI
2007

SP2010

SDKI
2012

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

24

20

19

16

25

.id

Bayi

ar

ta
.

bp

s.
go

Sumber: Analisis Profil Kependudukan SP2010 D.I. Yogyakarta

Tahun

://
yo

gy

ak

Tabel 11.2
Persentase Balita menurut Penolong Kelahiran Pertama
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2010-2014
Bidan

Tenaga
Medis Lain

Dukun

Lainnya

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

2010

36,97

59,24

1,01

2,29

0,49

2011

38,13

59,75

0,68

1,45

0,00

2012

35,68

60,41

0,49

0,91

2,51

2013

42,74

56,35

0,49

0,35

0,08

2014

40,07

59,70

0,07

0,10

0,06

(1)

ht

tp

Dokter

Penolong Kelahiran

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat D.I. Yogyakarta, 2010-2014

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

147

Tabel 11.3
Persentase Balita menurut Penolong Kelahiran Pertama menurut
Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014
Penolong Kelahiran
Kabupaten/kota

Bidan

Tenaga
Medis Lain

Dukun

Lainnya

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

39,27

59,62

0,58

0,00

0,53

Bantul

40,95

59,05

0,00

0,00

0,00

Gunungkidul

23,63

75,87

0,00

0,50

0,00

Sleman

44,97

55,03

0,00

Yogyakarta

56,57

43,43

D.I. Yogyakarta

40,07

59,70

0,00

0,00

0,00

0,00

0,07

0,10

0,06

s.
go

0,00

bp

(1)

.id

Dokter

ak

ar

ta
.

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat D.I. Yogyakarta, 2014

tp

://
yo

gy

Tabel 11.4
Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan
menurut Kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta,
2010-2014
2010

2011

2012

2013

2014

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

40,96

40,79

40,90

38,21

42,44

Bantul

38,59

39,13

34,46

34,85

42,09

Gunungkidul

44,83

37,16

38,62

38,52

41,84

Sleman

38,30

34,55

33,03

35,53

43,82

Yogyakarta

39,83

41,46

41,76

39,28

38,93

D.I. Yogyakarta

40,12

37,73

36,35

36,65

42,28

ht

Kabupaten/kota
(1)

Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat D.I. Yogyakarta, 2010-2014

148

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

2010

2011

2012

2013

2014

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DKI Jakarta

33.81

33.35

33.40

29.75

30.45

Jawa Barat

28.00

29.36

28.83

27.79

28.23

Jawa Tengah

28.72

30.36

31.85

31.93

32.92

DI Yogyakarta

40.12

37.73

36.35

36.65

42.28

Jawa Timur

28.46

27.37

27.12

27.58

30.21

Banten

33.02

34.50

30.96

29.08

29.48

30.97

29.57

28.84

27.94

29.22

Indonesia

ak

ar

ta
.

bp

Sumber: BPS RI

s.
go

Kabupaten/kota

.id

Tabel 11.5
Persentase Penduduk yang Mempunyai Keluhan Kesehatan
menurut Provinsi di Pulau Jawa,
2010-2014

://
yo

gy

Tabel 11.6
Banyaknya Sarana Kesehatan menurut Kabupaten/kota
di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014
Kulonprogo

Bantul

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ht

tp

Sarana
Kesehatan
(1)

Gunungkidul Sleman Yogyakarta

DIY

Rumah Sakit (RS)

18

34

30

96

RS Bersalin

32

16

11

70

Puskesmas

21

27

30

25

18

121

78

46

26

23

181

26

101

27

234

133

521

Praktek

Dokter

Perorangan
Balai Pengobatan

Sumber: D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

149

.id
s.
go

IDI

INDONESIA

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

INDEKS DEMOKRASI

150

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tutututan kebutuhan indikator yang dapat mengukur demokrasi,


sehingga Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) muncul sebagai salah satu
indikator yang diharapkan mampu mengambarkan perkembangan peta
dekokrasi di wilayah Indonesia sampai level provinsi. Perkembangan
demokrasi yang cukup baik di suatu wilayah diduga menjadi pendorong
yang cukup kuat untuk mencapai kehidupan yang sejahtera di suatu
wilayah selain dari sisi membaiknya perekonomian. Penghitungan IDI
pertama kali adalah tahun 2007, namun baru mengambarkan demokrasi

s.
go

.id

tingkat nasional. Sejak tahun 2009, IDI sudah dapat mencakup level
provinsi.

bp

Sedikit berbeda dengan survei yang dilakukan BPS pada

ta
.

umumnya, dalam penghitungan IDI ini meliputi tiga kegiatan yaitu koding

ar

koran/dokumen, Focus Group Discussion (FGD)

dan wawancara

ak

mendalam. Tahap awal adalah koding koran/dokumen yaitu kegiatan


induikator

yang

digunakan

://
yo

dengan

gy

identifikasi peristiwa/kejadian yang berhubungan dengan demokrasi sesai


umntuk

penghitungan

IDI.

tp

Berita/informasi tersebut diperoleh dari koran dna dokumen resmi. Tahap

ht

kedua adalah FGD yang akan mengklarifikasi berita yang belum lengkap
atau tidak termuat di koran atau dokumen resmi. Peserta FGD adalah tim
ahli di bidang politik, akademisi, partai dan lain-lain. Terakhir adalah
wawancara mendalam untuk mengklarifikasi berita yang belum lengkan fi
tahap FGD dan koran serta untuk menjaring berita yang belum tergali
dalam kedua tahap tersebut.
Konsep dan Definisi
Indeks Demokrasi Indonesia adalah angka-angka yang menunjukkan
tingkat perkembangan demokrasi di seluruh provinsi di Indonesia

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

151

berdasarkan

beberapa

aspek

tertentu

dari

demokrasi.

Tingkat

perkembangan demokrasi tersebut diukur berdasarkan pelaksanaan dan


perkembangan sejumlah aspek demokrasi di semua provinsi di Indonesia.
Aspek-aspek demokrasi tersabut adalah Kebebasan Sipil ( Civil Liberties),
Hak-hak Politik (Political Rights) dan Lembaga-lembaga

Demokrasi

(Institution of Democracy).
Penghitungan
IDI merupakan indeks kumulatif yang terdiri dari 3 aspek yaitu aspek

.id

Kebe-basan Sipil, Hak-hak Politik dan Lembaga Demokrasi. Masing-masing

s.
go

aspek terdiri dari beberapa variabel dan masing-masing variabel terdiri


dari beberapa indikator. Secara total penghitungan IDI melibatkan 3

bp

aspek, 11 variabel dan 28 indikator. Metode penentuan nilai IDI dilakukan

ta
.

dengan memberikan pem-bobotan menggunakan metode AHP (Analytical

ar

Hierarchy Procedure). Dalam AHP tersebut mengandalkan penilaian 14

gy

ak

ahli yang mewakili para akademisi, politikus, masyarakat sipil dan tersebar

tp

Interpretasi

://
yo

secara cukup merata dalam hal gender.

ht

Indeks Demokrasi di Indonesia dikelompokkan menurut tiga kategori


kinerja demokrasi yaitu : High Performing Democracy (Indeks > 80),

Medium Performing Democracy (Indeks 60 - 80) dan Low Performing


Democracy (Indeks < 60).
Sumber Data
IDI dihitung berdasarkan hasil koding koran, koding dokumen, Focus

Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Koran yang diambil


berdasarkan oplah terbesar. Dokumen merupakan dokumen resmi
pemerintah yang berupa undang-undang peraturan daerah, instruksi

152

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

gubernur atau dokumen tertulis lainnya yang lebih bawah.


Manfaat
1. Dapat menunjukkan tingkat dan perkembangan demokrasi di tingkat
provinsi
2. Membantu perencanaan pembangunan di bidang politik pada tingkat
provinsi
3. Data IDI mampu menunjukkan aspek, variabel atau indikator yang
tidak/kurang berkembang sebagai penghambat tumbuh kembangnya

s.
go

oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah

.id

nilai-nilai demokrasi sehingga perlu mendapat perhatian dan prioritas


4. Pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun masyarakat dapat

bp

mengambil langkah-langkah kongkrit berdasar kajian ilmiah untuk

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

memperbaiki kinerja provinsi masing-masing di masa mendatang.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

153

Tabel 12.1
Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), 2010-2014
Wilayah

Aspek

DIY

Indonesia

(2)

(3)

2010

91,24

82,53

2011

87,22

80,79

2012
2012
2013

87,39

77,94

90,78

79,00

2014

86,25

82,62

(1)

55,96

47,87

2011

52,35

47,54

55,52

46,33

50,65

46,25

76,07

63,72

82,25

63,11

82,81

74,72

2012
2012
2013

82,52

69,28

83,69

83,69

2014

88,82

75,81

2010

74,33

63,17

bp

2010

s.
go

2 Hak-Hak Politik

.id

1 Kebebasan Sipil

2014

2010

ht

tp

2011

://
yo

gy

3 Lembaga-lembaga Demokrasi

ak

ar

ta
.

2012
2012
2013

Indeks Demokrasi Indonesia

2011

71,67

65,48

2012

72,96

62,63

2013

72,36

63,72

2014

82,71

73,04

Sumber : Indeks Demokrasi Indonesia, 2010-2014

154

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 12.2
Perkembangan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI), 2013-2014
2013

Aspek/Variabel

2014

DIY

Indonesia

DIY

Indonesia

(2)

(3)

(4)

(5)

1.1 Kebebasan Berkumpul dan Berserikat

98,75

86,06

46,25

84,62

1.2 Kebebasan Berpendapat

90,00

69,15

81,65

67,76

1.3 Kebebasan Berkeyakinan

94,00

81,13

95,13

83,22

1.4 Kebebasan Dari Diskriminasi

80,40

86,22

80,40

87,02

2.1 Hak Memilih dan Dipilih

52,83

50,31

77,62

75,27

2.2 Partisipasi Politik dalam Pengambilan


Keputusan dan Pengawasan

48,48

45,61

74,53

50,28

48,48

87,67

97,47

95,36

91,66

36,62

50,96

39,51

38,26

53,51

100,00

61,76

99,23

88,58

100,00

99,38

87,98

83,94

95,00

86,29

72,36

63,72

82,71

73,04

(1)
1 Kebebasan Sipil

s.
go

ak

3.1 Pemilu yang Bebas dan Adil

gy

3.2 Peran DPRD

://
yo

tp

3.4 Peran Birokrasi Pemerintah Daerah


3.5 Peran Peradilan yang Independen

ht

bp

ta
.
ar

3 Lembaga-lembaga Demokrasi

3.3 Peran Partai Politik

.id

2 Hak-Hak Politik

Indeks Demokrasi Indonesia

Sumber : Indeks Demokrasi Indonesia, 2013-2014

Indeks Demokrasi indonesai (IDI) Daerah Istimewa Yogykarta tahun 2010-2014


lebih tinggi dari pada IDI Indonesia. Nilai IDI

Daerah Istimewa Yogyakarta

dalam dua tahun terakir masuk kategori sedang (indeks 60-80). Sejak tahun
2012-2013 IDI mengalami penurunan. Namun demikian, tahun 2014, IDI 2012
mengalami peningkatan cukup tinggi dari 72,36 pada tahun 2013 menjadi 82,71
pada tahun 2014.

Peningkatan nilai indeks ini terutama disebabkan oleh

12.3
meningkatnya nilai indeks untukTabel
aspek
hak-hak politik dan aspek lembaga

demokrasi.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

155

Tabel 12.3
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) menurut provinsi di
Pulau Jawa, 2013-2014
2013

2014

Aspek
Hak-

Lembaga

Kebebasan

Hak-

Lembaga

Sipil

hak

Demokrasi

IDI

hak

Demokrasi

(2)

Politik
(3)

(4)

(5)

(6)

Politik
(7)

(8)

(9)

DKI

88,72

55,08

74,69

71,18

91,72

73,94

92,97

84,70

Jakarta
Jawa

79,84

46,74

76,05

65,18

83,95

65,22

65,89

71,52

Barat
Jawa

79,18

46,29

60,89

60,84

87,87

67,08

80,77

77,44

Tengah
DIY

90,78

50,65

83,69

72,36

86,25

76,07

88,82

82,71

Jawa

71,37

35,43

82,10

59,32

81,62

56,29

78,54

70,36

Timur
Banten

81,39

51,03

85,00

81,10

63,68

87,22

75,50

Indonesia

79,00

46,25

72,24

63,72

82,62

63,72

75,81

73,04

bp

ar

69,79

://
yo

gy

Sumber: BPS RI

ak

(1)

.id

Sipil

IDI

s.
go

Kebebasan

Aspek

ta
.

Provinsi

ht

tp

Nilai IDI 2014 menurut provinsi di Pulau Jawa, menempatkan DKI Jakarta
pada posisi teratas diikuti oleh Daerah Istimewa Yogyakarta. Jika dilihat
menurut kategori nilai IDI, tampak bahwa nilai IDI di DKI Jakarta dan D.I.
Yogyakarta termasuk kategori Tinggi (indeks >80), sedangkan 4 provinsi
lain masuk kategori sedang (indeks 60-80).
Ditinjau dari perkembangan IDI 2013-2014, semua provinsi mengalami
peningkatan nilai IDI. Artinya bahwa perkembangan pembangunan
demokrasi di Pulau Jawa tahun 2014 secara umum lebih baik daripada tahun
2013. Sementara dari nilai indeks masing-masing aspek, aspek hak-hak
politik cenderung mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan dua aspek
lainnya. Ini memberikan gambaran bahwa sejauh ini di semua provinsi di
Pulau Jawa relatif berhasil untuk meningkatkan pembangunan hak-hak
politik.

156

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

.id

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

INDIKATOR
LAINNYA

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

157

INDEKS PERILAKU ANTI KORUPSI(IPAK)


Konsep dan Definisi
Perilaku korupsi adalah tindakan meminta (pemerasan)/memperoleh/
memberi

(penyuapan)

(nepotisme)

imbalan

uang,

barang,

atau

keistimewaan

bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan atau

menggunakan kekuasaan/wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak


sesuai dengan standar etik/moral atau peraturan perundang-undangan
bagi kepentingan pribadi.

.id

Penghitungan

s.
go

IPAK meerupakan indeks komposit dihitung menggunakan beberapa

bp

variabel interpendensi yang signifikan secara statistik.

recording data)

Pemilihan variabel penyusun indeks didasarkan pada hasil

gy

2.

ar

Pemilihan variabel analisis dan transformasi data (proses

ak

1.

ta
.

Tahapan penghitungan IPAK

Penghitungan indeks komposit (Indeks Perilaku Anti Korupsi)


adalah rata-rata tertimbang dari seluruh jawaban pada

ht

Ipak

tp

3.

://
yo

Exploratory Factor Analysis (Principal Componen Analysis)

variabel

penyusun

indeks

dengan

penimbang

bobot

terstandarisasi masing-masing
Interpretasi
Kategorisasi nilai indeks adalah: 01,25 termasuk dalam kategori Sangat
Permisif Terhadap Korupsi, nilai 1,262,50 termasuk dalam kategori
Permisif, nilai 2,513,75 termasuk dalam kategori Anti Korupsi, dan
nilai 3,765,00 termasuk dalam kategori Sangat Anti Korupsi.

158

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Nilai IPAK yang semakin mendekati angka lima menunjukkan bahwa


masyarakat berperilaku semakin anti korupsi, yang berarti bahwa budaya

zero tolerance terhadap korupsi semakin melekat dan mewujud dalam


perilaku masyarakat. Sebaliknya, nilai IPAK yang semakin mendekati nol
menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap
korupsi.
Sumber Data

.id

Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK)

s.
go

Manfaat

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

Mengukur tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku korupsi

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

159

Tabel 13.1
Nilai IPAK Tahun 2012-2014
Tahun

IPAK

(1)

(2)

2012

3.55

2013

3.63

2014

3.61

Sumber: Berita Resmi Statistik

(1)

ta
.

bp

Indeks Pendapat/Penilaian Terhadap Kebiasaan


Masyarakat
Indeks Pengalaman Terkait Layanan Publik Tertentu

(3)

3.66

3.71

3.76

3.64

3.25

3.20

3.63

3.61

ak

://
yo

gy

Sumber: Berita Resmi Statistik

ar

Indeks Pengalaman Lainnya


IPAK Indonesia

2014

(2)

2013

s.
go

Sumber Keterangan

.id

Tabel 13.2
Indeks menurut Sumber Keterangan, Tahun 2013-2014

ht

tp

IPAK tahun 2014 sebesar 3,61 skala 0-5, sedikit lebih rendah dibandingkan
tahun 2013 (3,63). Meskipun nilai IPAK dalam dua periode ini termasuk
dalam kategori Anti Korupsi, namun masyarakat Indonesia tahun 2013
lebih cenderung anti korupsi dari pada tahun 2014.
Indeks pendapat/penilaian terhadap kebiasaan masyarakat pada tahun
2014 menunjukkan kenaikan dibandingkan pada tahun 2013 dari 3,66
menjadi 3,71.

160

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 13.3
Perbandingan IPAK 2012-2014 Berdasarkan Karakteristik
Tertentu
Karakteristik

2012

2013

2014

(1)

(2)

(3)

(4)

3,55

3.63

3.61

Perkotaan

3,66

3.71

3.71

Pedesaan

3,46

3.55

3.51

Laki-Laki

3.59

3.66

3.64

Perempuan

3.53

3.60

Indeks Perilaku Anti Korupsi


(IPAK) Indonesia
Klasifikasi Wilay ah

.id
3.63

3.63

3.65

3.64

3.55

3.54

3,47

3.55

3.52

3,78

3.82

3.85

3.93

3.94

4.01

U mur (Tahun)
3,57

40 sampai 59

3,58

60 atau lebih

3,45

bp

Kurang dari 40

ar

Pendidikan Tertinggi

ak

SLTP ke baw ah

://
yo

gy

SLTA
Di atas SLTA

s.
go

3.59

ta
.

Jenis Kelamin

ht

tp

Sumber: Berita Resmi Statistik

IPAK 2014 masyarakat yang tinggal di wilayah


dibandingkan di wilayah perdesaan.

perkotaan lebih tinggi

Seperti periode dua tahun sebelumnya, IPAK 2014 untuk kalangan lakilaki (3,64) lebih besar daripada kalangan wanita (3,59).
Bila dilihat dari tingkat pendidikan, tampak bahwa tingkat pendidikan
cenderung berpengaruh pada sikap anti korupsi. Semakin tinggi
pendidikan diikuti oleh semakin tinggi nilai IPAK. Atau semakin tinggi
pendidikan semakin tinggi sikap anti korupsi.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

161

INDEKS KEBAHAGIAAN
Konsep dan Definisi
Indeks kebahagiaan merupakan indeks komposit yang disusun oleh
tingkat kepuasan terhadap 10 aspek kehidupan yang esensial. Kesepuluh
aspek tersebut secara substansi dan bersama-sama merefleksikan tingkat
kebahagiaan yang meliputi kepuasan terhadap: 1) kesehatan, 2)
pendidikan,

3) pekerjaan, 4) pendapatan rumah tangga, 5)

keharmonisan keluarga, 6) ketersediaan waktu luang, 7) hubungan sosial,


8) kondisi rumah dan aset, 9)

keadaan

lingkungan, dan 10) kondisi

s.
go

.id

keamanan.

bp

Penghitungan

ta
.

Setiap aspek kehidupan memiliki besaran kontribusi yang berbeda-beda

ar

terhadap indeks kebahagiaan. Hal ini terjadi karena perbedaan penilaian

ak

mengenai derajat pentingnya setiap aspek kehidupan terhadap tingkat

gy

kebahagiaan secara keseluruhan. Semakin besar kontribusi suatu aspek

://
yo

kehidupan, menunjukkan semakin penting aspek tersebut bagi indeks


kebahagiaan. Tiga aspek kehidupan yang memiliki konstribusi paling tinggi

ht

tp

adalah pendapatan rumah tangga (14,64 persen), kondisi rumah dan aset
(13,22 peren), serta pekerjaan (13,12 persen).
Interpretasi
Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat kehidupan yang semakin
bahagia, demikian pula sebaliknya,semakin rendah nilai indeks maka
penduduk semakin tidak bahagia.
Sumber Data
Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK)

162

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 13.4
Indeks Kebahagiaan menurut Karakteristik Demografi
D.I. Yogyakarta, 2014
Karakteristik Demografi

Indeks Kabahagiaan

(1)

(2)

Klasifikasi Wilayah:
Perkotaan

72.16

Perdesaan

67.79

Jenis Kelamin:
Laki-laki

70,57
70,92

.id

Perempuan
Status Perkawinan:

72.62

s.
go

Belum Menikah
Menikah

70.77
69.58

bp

Cerai Hidup

ta
.

Cerai Mati

ak

ar

Kelompok Umur:
17 24 Tahun
25 40 Tahun

gy

41 64 Tahun

://
yo

65 Tahun Ke Atas

69.24
73.72
71.78
70.27
69.34

ht

tp

Sumber: Berita Resmi Statistik

Indeks kebahagaian penduduk di perkotaan relatif lebih tinggi


dibandingkan di perdesaan(72,16 banding 67,79).
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula indeks
kebahagiaan. Penduduk yang tidak/belum pernah sekolah
mempunyai indeks kebahagiaan paling rendah (64,80), sedang
penduduk dengan tingkat pendidikan S2 atau S3 (79,96)
tertinggi indeks kebahagiaannya

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

163

Tabel 13.5
Indeks Kebahagiaan menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan D.I. Yogyakarta, 2014
Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan

Indeks Kabahagiaan

(1)

(2)
64.80

Tidak Tamat SD/MI/SDLB/Paket A

69.44

SD/MI/SDLB/Paket A

68.03

SMP/MTs/SMPLB/Paket B

70.53

SMA/SMK/MA/SMALB/Paket C

71.77

Diploma I/II/III

74.86

s.
go

.id

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Diploma IV/S1

76.66
79.96

bp

S2 Atau S3

ta
.

Sumber: Berita Resmi Statistik

gy

ak

ar

Tabel 13.6
Indeks Kebahagiaan menurut Pendapatan Rumah Tangga
D.I. Yogyakarta, 2014

://
yo

Pendapatan Rumah Tangga

tp

(1)

Indeks Kabahagiaan

(2)
68.15

Rp 1.800.001 - Rp 3.000.000

70.98

Rp 3.000.001 - Rp 4.800.000

73.73

Rp 4.800.001 - Rp 7.200.000

76.36

Lebih Dari Rp. 7.200.000

76.63

ht

Hingga Rp 1.800.000

Sumber: Berita Resmi Statistik

Semakin tinggi rata-rata pendapatan rumah tangga, semakin tinggi


indeks kebahagiaannya. Pada tingkat pendapatan lebih dari 7,2 juta
rupiah per bulan, indeks kebahagiaannya mencapai 76,63 sementara
pada tingkat
pendapatan
1,8 juta rupiah
ke bawah indeks
kebahagiannya hanya 68,15.

164

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 13.7
Tingkat Kepuasan Sepuluh Aspek Kehidupan dan Provinsi di Pulau Jawa, 2014
Provinsi
Jawa
Tengah

Banten

(4)

(5)

(6)

(7)

64.79

65.07

68.38

66.28

65.01

66.4

62.04

62.16

65.18

64.10

63.00

55.19

69.66

64.15

63.74

68.59

65.87

65.04

64.68

Pendapatan Rumah Tangga

62.72

57.68

57.69

62.63

58.89

58.28

58.03

Keharmonisan Keluarga

70.83

68.66

72.59

70.61

69.40

78.11

Ketersediaan Waktu Luang

77.77

78.31

77.65

81.03

78.05

78.70

68.02

Hubungan Sosial

72.31

74.38

77.02

74.18

72.97

72.43

Kondisi Rumah dan Aset

71.64

71.32

70.88

72.01

72.03

70.86

62.42

Keadaan Lingkungan

70.59

74.24

75.01

76.30

76.86

74.37

70.43

Kondisi Keamanan

72.92

75.12

77.40

78.35

77.85

74.73

74.83

Jawa Barat

(2)

(3)

Kesehatan

68.92

Pendidikan

65.56

Pekerjaan

bp
ar

69.83

ak

tp

://
yo

73.42

ht

(1)

s.
go

DKI Jakarta

.id

Jawa
Timur

ta
.

Indonesia

DIY

gy

Aspek

Sumber: Berita Resmi Statistik

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

165

(8)

ta
.

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

.id

s.
go

bp

Tabel 13.8
Indeks Kabahagiaan menurut Klasifikasi Wilayah dan Provinsi
di Pulau Jawa, 2014
Klasifikasi Wilayah

Provinsi
Perkotaan

Perdesaan

Perkotaan+Perdesaan

(2)

(3)

(4)

(1)

69.21

69.21

Jawa Barat

68.54

66.04

67.66

Jawa Tengah

68.36

67.36

67.81

DIY

72.16

67.79

70.77

Jawa Timur

69.96

67.60

68.70

Banten

69.25

65.93

Indonesia

69.62

66.95

s.
go

68.24

68.28

ta
.

bp

Sumber: Berita Resmi Statistik

.id

DKI Jakarta

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

Penduduk yang tinggal di Provinsi Jawa Barat mempunyai Indeks


kebahagiaan paling rendah(67,66) se Provinsi di Pulau Jawa,
sementara indeks kebahagian teringgi adalah penduduk yang
tinggal di D.I. Yogyakarta (70,77).

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

167

ta
.

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

.id

s.
go

bp

INDEKS KESULITAN GEOGRAFI (IKG)


Konsep dan Definisi
Indeks Kesulitan Geografis (IKG) merupakan indeks komposit tertimbang
dengan skala 0100 yang dihitung untuk setiap desa . IKG menggambarkan
tingkat kesulitasn akses terkait kondisi geografis dan ketersediaan sarana
prasarana di desa.
Penghitungan

.id

IKG disusun oleh tiga komponen, yaitu:1) ketersediaan pelayanan dasar, 2)

s.
go

kondisi infrastruktur, dan 3) aksesibilitas/transportasi.

bp

Interpretasi

ta
.

Semakin besar indeks menunjukkan tingkat kesulitan geografis yang

gy

ak

ar

semakin tinggi.

tp

Manfaat

ht

Podes2014

://
yo

Sumber Data

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa,


salah satu komponen yang digunakan untuk pengalokasian dana desa
adalah IKG.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

169

Tabel 13.9
Indeks Kesulitan Geografi (IKG) Desa menurut Provinsi di
Pulau Jawa, 2014
IKG Desa

Kabupaten

(1)

Terendah

Nilai Tengah

Tertinggi

(2)

(3)

(4)

Jawa Barat

9,42

32,58

82,37

Jawa Tengah

6,83

34,27

64,10

D.I. Yogyakarta

9,96

27,73

48,17

Jawa Timur

9,03

35,23

67,36

Banten

13,99

39,79

70,72

bp

s.
go

Sumber: BPS RI, Berita Resmi Statistik

.id

DKI Jakarta

gy

ak

ar

ta
.

Indeks Kesulitan Geografi (IKG) Desa menurut Provinsi di Pulau Jawa


menunjukkan bahwa Desa dengan IKG terendah sebesar 6,83 adalah salah
satu desa di Jawa tengah dan IKG tertinggi mencapai 82,37 yaitu salah satu
desa di Jawa Barat.

ht

tp

://
yo

Ditinjau dari nilai IKG Desa se D.I. Yogyakarta, tampak bahwa IKG
terendah sebesar 9,96 di Desa Maguwoharjo Kecamatan Depok Kabupaten
Sleman, sedangkan IKG tertinggi tercatat sebesar 48,17 yaitu di Desa
Kanoman Kecamatan Panjatan Kabupaten Kulonprogo. Dengan kata lain,
secara geografis desa dengan tingkat kesulitan tertinggi dalah Desa
Kanoman dan kesulitan terendah adalah Desa Maguwoharjo.
Kelurahan dengan nilai IKG terendah(7,92) yaitu di Kelurahan Wates
Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo dan IKG Kelurahan
tertinggi(39,55) di Kelurahan Patehan Kecamatan Kraton Kota Yogyakarta.

170

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 13.10
Nama-nama Desa dengan 10 IKG Tertinggi, 2014
No.
Kabupaten
Kecamatan
Desa
IKG
(2)

1.

Kulon Progo

Panjatan

Kanoman

(4)

48,17

(5)

2.

Gunung Kidul

Rongkop

Pringombo

45,68

3.

Gunung Kidul

Purwosari

Giriasih

45,44

4.

Gunung Kidul

Playen

Ngunut

44,88

5.

Gunung Kidul

Patuk

Salam

42,52

6.

Gunung Kidul

Ponjong

Sawahan

42,31

7.

Gunung Kidul

Rongkop

Bohol

42,29

8.

Kulon Progo

Kokap

Kalirejo

41,91

9.

Gunung Kidul

Girisubo

Pucung

41,49

10.

Gunung Kidul

Rongkop

bp

s.
go

(3)

.id

(1)

41,28

ta
.

Melikan

ak

ar

Sumber: BPS RI

Kabupaten

(1)

(2)

tp

://
yo

No.

gy

Tabel 13.11
Nama-nama Kelurahan dengan 10 IKG Tertinggi, 2014
Kecamatan

Desa

IKG

(3)

(4)

(5)

Yogyakarta

Kraton

Patehan

39,55

2.

Yogyakarta

Kraton

Panembahan

38,44

3.

Yogyakarta

Kraton

Kadipaten

36,66

4.

Yogyakarta

Umbulharjo

Tahunan

31,83

5.

Yogyakarta

Tegalrejo

Kricak

27,85

6.

Yogyakarta

Gedong Tengen

Sosromenduran

27,45

7.

Yogyakarta

Gedong Tengen

Pringgokusuman

25,87

8.

Yogyakarta

Wirobrajan

Wirobrajan

25,58

9.

Yogyakarta

Danurejan

Tegal Panggung

23,35

10.

Yogyakarta

Ngampilan

Notoprajan

22,55

ht

1.

Sumber: BPS RI

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

171

Tabel 13.12
Nama-nama Desa dengan 10 IKG Terendah, 2014
No.

Kabupaten

Kecamatan

Desa

IKG

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

Sleman

Depok

Maguwoharjo

9,96

2.

Sleman

Mlati

Sinduadi

10,87

3.

Bantul

Sewon

Bangunharjo

11,27

4.

Bantul

Banguntapan

Banguntapan

12,07

5.

Sleman

Pakem

Pakem Binangun

12,10

6.

Sleman

Depok

Condong Catur

12,67

7.

Sleman

Depok

Catur Tunggal

13,14

8.

Sleman

Kalasan

Taman Martani

14,00

9.

Sleman

Mlati

Sendangadi

14,23

10.

Gunung Kidul

Wonosari

Wonosari

14,30

s.
go

.id

1.

ak

ar

ta
.

bp

Sumber: BPS RI

Kabupaten

(1)

(2)

Kecamatan

Desa

IKG

(3)

(4)

(5)

tp

://
yo

No.

gy

Tabel 13.13
Nama-nama Kelurahan dengan 10 IKG Terendah, 2014

Kulon Progo

Wates

Wates

7,92

2.

Yogyakarta

Gondokusuman

Terban

8,90

3.

Yogyakarta

Gondokusuman

Kotabaru

9,80

4.

Yogyakarta

Gondomanan

Ngupasan

12,11

5.

Yogyakarta

Umbulharjo

Muja Muju

12,38

6.

Yogyakarta

Umbulharjo

Giwangan

12,78

7.

Yogyakarta

Umbulharjo

Sorosutan

12,88

8.

Yogyakarta

Pakualaman

Gunung Ketur

13,45

9.

Yogyakarta

Mantrijeron

Mantrijeron

14,81

10.

Yogyakarta

Umbulharjo

Notoprajan

22,55

ht

1.

Sumber: BPS RI

172

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

INDEKS PEMBANGUNAN DESA(IPD)


Konsep dan Definisi
IPD merupakan suatu ukuran yang disusun untuk menilai tingkat kemajuan
atau perkembangan desa di Indonesia dengan unit analisisnya Desa.
Dimensi IPD terbagi menjadi lima dimensi antara lain: Pelayanan dasar,
kondisi infrastruktur, Aksesibilitas/transportasi, pelayanan umum, dan
penyelenggaraan pemerintah.

IPD Merupakan Indeks komposit tertimbang dari 42 Indikator yang


secara

substansi

s.
go

.id

Penghitungan
dan

bersama-sama

tingkat

bp

pembangunan di desa

menggambarkan

IPD disusun oleh 5 dimensi yang mencakup 11 variabel dan 42 indikator

Pengolahan data menggunakan metode Prinsipal Component Analysis

ar

ta
.

dan

lima

dimensi).

Demensi

pelayanan

dasar,

kondisi

://
yo

variabel

gy

ak

(PCA) dimana dihasilkan model yang optimum sebanyak 42 indikator (12


infrastruktur dan Aksesibilitas/transportasi merupakan komponen dalam
Penimbang setiap indikator penyusun IPD dihitung berdasarkan loading

ht

tp

menghitung indeks kesulitan geografi.


factor yang dihasilkan dari model PCA yang paling optimum.

Nilai IPD diperoleh dari penjumlahan secara tertimbang terhadap setiap


indikator penyusun IPD. Nilai yang dijumlahkan adalah skor setiap
indikator yang sudah ditimbang/dikalikan dengan penimbang masingmasing indikator.
IPD = (I1*B1 + I2*B2 + + I42*B42 ) * 20

Keterangan:
IPD = Nilai IPD setiap desa (bernilai 0 100)
I1 = Skor indikator ke-1

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

173

I42 = Skor indikator ke-42


B1

= Penimbang indikator ke-1

B42

= Penimbang indikator ke-42

Jumlah desa menurut Permendagri RI Nomor 39 Tahun 2015 melebihi


jumlah desa hasil PODES 2014 akibat pemekaran, sehingga IPD-nya
diestimasi berdasarkan nilai IPD desa-desa lain yang secara spasial
letaknya

berdekatan

dengan

desa

hasil

pemekaran.

IPD

.id

mempertimbangkan kekhasan persoalan desa-desa di Indonesia

s.
go

Interpretasi
Nilai Indeks mempunyai rentang 0 s/d 100:

Nilai indeks 100 merefleksikan kondisi desa sangat maju, sebaliknya

bp

ta
.

angka indeks 0 mencerminkan desa yang sangat tertinggal.


Jika nilai IPD lebih dari 75 : Desa diklasifikasikan sebagai Desa Mandiri

Jika nilai IPD lebih dari 50 namun kurang dari sama dengan 75 : Desa

gy

ak

ar

://
yo

diklasifikasikan sebagai Desa Berkembang


Jika nilai IPD kurang dari sama dengan 50 : Desa diklasifikasikan sebagai

ht

tp

Desa tertinggal
Sumber Data
1.

PODES 2014 dipakai sebagai rujukan Indikator-indikator utama


penyusun indeks.

2.

Data Wilayah Administrasi Pemerintahan menurut Permendagri RI


Nomor 39 Tahun 2015, digunakan sebagai rujukan standar terkait
jumlah desa teriintegrasi di Indonesia

Manfaat
IPD disusun untuk menunjukkan tingkat perkembangan pembangunan di
suatu desa.

174

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Kabupaten Bantul memiliki nilai Indeks Pembangunan Desa


(IPD) tertinggi di D.I. Yogyakarta dengan nilai indeks 75,06
diikuti dan nilai IPD terendah terdapat di Kabupaten
Gunungkidul dengan nilai indeks 68,70.

s.
go

.id

Kabupaten dengan presentase desa berkembang paling


banyak di D.I. Yogyakarta adalah Kabupaten Kulonprogo,
sementara presentase desa mandiri tertinggi adalah di
Kabupaten Bantul.

ar

ta
.

bp

Dilihat dari dimensinya, kondisi infrastruktur merupakan


dimensi dengan nilai terkecil dan aksebilitas/transportasi
memiliki nilai indeks terbesar.

ht

tp

://
yo

gy

ak

Dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa-Bali, D.I.


Yogyakarta memiliki nilai Indeks Pembangunan Desa (IPD)
tertinggi dengan nilai indeks 71,25 diikuti oleh Provinsi Bali
(67,77) dan Provinsi Jawa Barat (66,45). Sebaliknya nilai
IPD terendah terdapat di Provinsi Banten dengan nilai indeks
59,89, diikuti oleh provinsi Jawa Timur dna Provinsi Jawa
Tengah.
Sementara jumlah desa tertinggal paling banyak di Pulau
Jawa-Bali terdapat di Provinsi Jawa Timur (208 desa),
sedangkan persentase jumlah desa mandiri tertinggi di Pulau
Jawa-Bali adalah di D.I. Yogyakarta.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

175

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

ta
.

.id

s.
go

bp

Tabel 13.14
Indeks Pembangunan Desa Tahun 2014
Daerah Istimewa Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

Kondisi
Infrastruktur

Pelayanan
Umum

Penyelenggaraan
Pemerintahan

(4)

(5)

(6)

(7)

51,68
60,19
50,01
63,01
55,18

80,29
82,65
79,71
72,75
78,87

54,63
68,98
59,74
70,62
62,76

78,69
84,43
76,46
86,32
80,64

ta
.

Kulonprogo
69,34
77,95
Bantul
75,06
80,74
Gunungkidul
68,70
76,69
Sleman
74,14
80,74
D.I.
71,25
78,63
Yogyakarta
Sumber : Indeks Pembangunan Desa 2014

Aksesibilitas/
Transportasi

.id

Pelayanan
Dasar

s.
go

IPD
2014

bp

Kab/kota

://
yo

(1)

Presentase Klasifikasi Desa


Tertinggal
Berkembang
Mandiri

tp

Kab/kota

gy

ak

ar

Tabel 13.15
Presentase Desa menurut Kabupaten/kota Tahun 2014
Daerah Istimewa Yogyakarta

(2)

(3)

ht

Kulonprogo
0,00
82,76
Bantul
0,00
45,33
Gunungkidul
0,00
79,86
Sleman
0,00
52,33
D.I.
0,00
67,86
Yogyakarta
Sumber : Indeks Pembangunan Desa 2014

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

Jumlah
Desa

(4)

(5)

17,24
54,67
20,14
47,67
32,14

87
75
144
86
392

177

Tabel 13.16
Indeks Pembangunan Desa Provinsi-Provinsi Pulau Jawa-Bali 2014

(2)

(3)

Jawa Barat
66,45
68,40
Jawa Tengah
64,83
67,86
DIY
71,25
78,63
Jawa Timur
64,54
68,55
Banten
59,89
63,01
Bali
67,77
71,83
Jawa-Bali
65,03
68,24
Sumber : Indeks Pembangunan Desa 2014

Aksesibilitas/
Transportasi

Pelayanan
Umum

Penyelenggaraan
Pemerintahan

(4)

(5)

(6)

(7)

51,87
49,75
55,18
51,45
44,67
55,78
50,79

80,90
78,55
78.87
75,92
75,56
79,92
78,10

59,88
54,95
62,76
53,36
50,97
56,46
55,52

73,92
74,92
80,64
72,80
65,47
72,02
73,49

.id

(1)

Kondisi
Infrastruktur

s.
go

Pelayanan
Dasar

bp

IPD
2014

ta
.

Provinsi

(1)

Presentase Klasifikasi Desa


Tertinggal
Berkembang
Mandiri

://
yo

Provinsi

gy

ak

ar

Tabel 13.17
Presentase Desa menurut Kabupaten/kota
Daerah Istimewa Yogyakarta, 2014
(2)

(3)

ht

tp

Jawa Barat
1,82
86,88
Jawa Tengah
1,58
89,91
DIY
0,00
67,86
Jawa Timur
2,68
88,35
Banten
12,76
82,47
Bali
0,94
83,33
Jawa-Bali
2,56
87,74
Sumber : Indeks Pembangunan Desa 2014

178

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Jumlah
Desa

(4)

(5)

11,30
8,51
32,14
8,97
4,77
15,73
9,70

5 319
7 809
392
7 723
1 238
636
23 117

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER (IPG)


Konsep dan Definisi
Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah indeks pencapaian kemampuan
dasar pembangunan manusia yang sama seperti IPM dengan
mempertimbangkan ketimpangan gender.
Penghitungan
IPG pada tahun 2014 menggunakan metode baru, dimensi yang digunakan
masih sama dengan dimensi penghitungan IPM, yaitu: umur panjang dan
hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), standar

.id

hidup layak (decent standard of living). Indikator yang digunakan adalah

s.
go

angka harapan hidup, angka harapan lama sekolah dan angka rata-rata

bp

lama sekolah, PNB Perkapita.

ta
.

Pada penghitungan IPG, keseluruhan indikator diatas dihitung berdasarkan

ar

jenis kelamin, laki-laki dan perempuan. Pada indikator angka harapan lama

ak

sekolah, batas usia yang digunakan adalah 7 tahun keatas. Sedangkan

://
yo

gy

angka rata-rata lama sekolah memiliki batas usia yaitu 25 tahun keatas.

ht

tp

Interpretasi
Nilai IPG berkisar antara 0-100 persen. Pada metode baru, interpretasi dari
angka IPG berubah. Interpretasi angka IPG tidak perlu dibandingkan lagi
dengan angka IPM. Semakin kecil jarak angka IPG dengan nilai 100, maka
semakin setara pembangunan antara laki-laki dengan perempuan. Namun
semakin besar jarak angka IPG dengan nilai 100, maka semakin terjadi
ketimpangan pembangunan antara laki-laki dengan perempuan. Angka 100
dijadikan patokan untuk menginterpretasikan angka IPG karena angka
tersebut merupakan nilai rasio paling sempurna.
Sumber Data
Susenas, Sakernas, Supas dan Sensus Penduduk

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

179

Manfaat
IPG digunakan untuk mengukur pencapaian dalam dimensi yang sama
dengan IPM namun lebih diarahkan untuk mengungkapkan ketimpangan
pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender
terjadi jika nilai IPG sama dengan nilai IPM.

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, pencapaian pembangunan


gender di D.I. Yogyakarta menunjukkan peningkatan setiap
tahunnya. IPG D.I. Yogyakarta dalam kurun waktu tahun 20102014 telah meningkat dari 92,82 pada tahun 2010 menjadi 94,31
pada tahun 2014. Artinya hasil pembangunan untuk laki-laki dan
perempuan semakin setara. Ketimpangan antara laki-laki dan
perempuan semakin kecil. Peningkatan IPG selama kurun waktu
tersebut karena adanya peningkatan beberapa indikator dalam
komponen IPG yang meliputi kesehatan, pendidikan, dan hidup
layak.

ht

tp

://
yo

Capaian Pembanguan gender menurut kabupaten/kota selama


tahun 2010-2014 secara umum mengalami peningkatan.
Kabupaten/kota yang menduduki posisi IPG tertinggi di tahun 2010
mampu mempertahankan posisinya di tahun 2014. Kota
Yogyakarta menduduki posisi tertinggi dan Kabupaten Gunungkidul
menduduki posisi terbawah.
Ditinjau dari perkembangan nilai IPG di Provinsi se-Pulau Jawa
pada tahun 2010-2014 tampak bakwa Nilai IPG DKI Jakarta
menduduki posisi tertinggi diikuti oleh D.I. Yogyakarta. Komposisi
ini sejalan dengan komposisi peringkat IPM Provinsi Se-Pulau
Jawa.

180

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Tabel 13.18
Indeks Pembangunan Gender (IPG) menurut
Kabupaten/kota di D.I. Yogyakarta, 2010-2014
Kabupaten/
kota

2010

2011

2012

2013

2014

(1)

(4)

(5)

(6)

91,91

92,73

93,27

94,23

94,86

Bantul

93,37

93,48

93,78

94,33

94,41

Gunungkidul

81,29

81,83

81,42

81,76

82,27

Sleman

92,96

94,22

94,75

95,50

96,09

Yogyakarta

97,91

97,92

98,16

98,48

99,27

DIY

92,82

93,56

93,73

.id

(3)

94,15

94,31

Indonesia

89,42

89,52

s.
go

(2)

Kulonprogo

90,07

90,19

90,34

ar

ta
.

bp

Sumber : Indeks Pembangunan Gender, 2014

://
yo

Kabupaten/
kota

gy

ak

Tabel 13.19
Indeks Pembangunan Gender (IPG) menurut Provinsi di Pulau
Jawa, 2010-2014
2011

2012

2013

2014

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

93,76

93,76

94,11

94,26

94,6

Jawa Barat

86,94

87,12

87,79

88,21

88,35

Jawa Tengah

90,32

90,92

91,12

91,5

91,89

DIY

92,82

93,56

93,73

94,15

94,31

Jawa Timur

88,8

89,28

89,36

90,22

90,83

Banten

90,22

90,22

90,28

90,31

90,99

Indonesia

89,42

89,52

90,07

90,19

90,34

DKI Jakarta

ht

(1)

tp

2010

Sumber : Indeks Pembangunan Gender, 2014

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

181

INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER (IDG)


Konsep dan Definisi
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) merupakan indeks komposit yang
tersusun dari beberapa variabel yang mencerminkan tingkat keterlibatan
wanita dalam proses pengambilan keputusan di bidang politik dan ekonomi
Penghitungan
IDG adalah rata-rata dari tiga indeks yaitu indeks keterwakilan departemen,
indeks pengambilan keputusan dan indeks distribusi pendapatan

s.
go

.id

Interpretasi
Nilainya berkisar antara 0-100 persen. Semakin tinggi nilai IDG maka
perempuan semakin mengambil peran aktif yang penting dalam kehidupan
ekonomi dan politik atau semakin sempurna pemberdayaannya.

gy

ak

ar

ta
.

bp

Sumber Data
Susenas dan DPRD (untuk data keterwakilan di parlemen)

ht

tp

://
yo

Peranan perempuan dalam pengambilan keputusan di Daerah Istimewa


Yogyakarta yang diukur dengan IDG menunjukkan perkembangan
membaik setiap tahun. IDG Tahun 2009 tercatat 63,32 , seningkat
perlahan setiap tahun hingga pada tahun 2013 telah mencapai 76,36. Ini
berarti peranan perempuan dalam pengambilan keputusan pada tahun
2009 baru mencapai sebesa 63,32 peresen dari peranan yang dijalankan
laki-laki, kemudian meningkat menjadi 76,36 persen pada tahun 76,36
pada tahun 2013.

182

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

2009

2010

2011

2012

2013

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Kulonprogo

60,87

61,18

61,15

59,23

59,26

Bantul

63,83

67,85

68,46

68,52

68,88

Gunungkidul

58,62

59,36

62,22

64,58

66,01

Sleman

63,04

70,74

70,52

69,66

72,30

Yogyakarta

74,64

69,85

70,00

70,70

71,75

DIY

63,32

77,70

77,84

75,57

76,36

Indonesia

63,52

68,15

69,14

70,07

70,46

s.
go

Kabupaten/
kota

.id

Tabel 13.20
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menurut Kabupaten/kota
di D.I. Yogyakarta, 2009-2013

ar

ta
.

bp

Sumber : Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2010-2014

Kabupaten/
kota

://
yo

gy

ak

Tabel 13.21
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) menurut Provinsi di Pulau
Jawa, 2009-2013
2010

2011

2012

2013

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

63,94

73,23

74,7

76,14

77,43

Jawa Barat

55,77

67,01

68,08

68,62

67,57

Jawa Tengah

59,96

67,96

68,99

70,66

71,22

DIY

63,32

77,7

77,84

75,57

76,36

Jawa Timur

60,26

67,91

68,62

69,29

70,77

Banten

54,87

65,66

66,58

65,53

65,49

Indonesia

63,52

68,15

69,14

70,07

70,46

DKI Jakarta

ht

(1)

tp

2009

Sumber : Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2010-2014

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

183

.id
s.
go
bp
ta
.
ar

ht

tp

://
yo

gy

ak

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

184

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

Angka Partisipasi Kasar

APM

Angka Partisipasi Murni

APS

Angka Partisipasi Sekolah

Aram

Angka Ramalan

Asem

Angka Sementara

Atap

Angka Tetap

c to c

cummulative to cumulative

CBR

Crude Birth Rate

CDR

Crude Death Rate

GK

Garis Kemiskinan

GKM

Garis Kemiskinan Makanan

GKNM

Garis Kemiskinan Non Makanan

GNP

Gross National Product

GRR

Gross Reproduction Rate

HCI

Head Count Index

lb

Indeks Harga yang dibayar petani

IDI

Indeks Demokrasi Indonesia

IDG

Indeks Pemberdayaan Gender

IHK

Indeks Harga Konsumen

IKG

Indeks Kesulitan Geografi

ILO

International Labor Organization

IMR

Infant Mortality Rate

IPD

Indeks Pembangunan Desa

IPG

Indeks Pembanguan Gender

IPM

Indeks Pembangunan Manusia

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

APK

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

185

Indeks Harga yang diterima petani

LPP

Laju Pertumbuhan Penduduk

MMR

Maternal Mortality Rate

NRR

Net Reproduction Rate

NTB

Nilai Tambah Bruto

NTP

Nilai Tukar Petani

PDB

Produk Domestik Bruto

PDRB

Produk Domestik Regional Bruto

PMTB

Pembentukan Modal Tetap Bruto

PNB

Produk Nasional Bruto

PPLS

Pendataan Program Perlindungan Sosial

PSE05

Pendataan Sosial Ekonomi 2005

q to q

quarter to quarter

SAKERNAS

Survei Angkatan Kerja Nasional

SBH

Survei Biaya Hidup

SDKI

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

SP

Sensus Penduduk

SR

Sex Ratio

SUPAS

Survei Penduduk Antar Sensus

SUSENAS

Survei Sosial Ekonomi Nasional

TFR

Total Fertility Rate

TPAK

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

TPT

Tingkat Pengangguran Terbuka

y to y

year to year

186

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

ta
.

bp

s.
go

.id

It

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2011. Ensiklopedia Indikator. Badan Pusat Statistik.
Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2012. Data Stategis BPS. Badan Pusat Statistik.
Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2005.-2010. Data dan Informasi Kemiskinan
Kabupaten/kota tahun 2005-2010 Badan Pusat Statistik. Jakarta.

.id

Badan Pusat Statistik, 2011-2013. Indeks Demokrasi Indonesia, 2009-2011.


Badan Pusat Statistik. Jakarta.

bp

s.
go

Badan Pusat Statistik, 2013. Indeks Pembangunan Manusia 2012. Badan


Pusat Statistik. Jakarta.

ak

ar

ta
.

Badan Pusat Statistik, 2015. Indeks Pembangunan Gender 2014. Badan


Pusat Statistik. Jakarta.
Pusat Statistik, 2013. Produk Domestik Regional Bruto
Kabupaten/Kota Di Indonesia 2010 2014 . Badan Pusat Statistik. Jakarta

://
yo

gy

Badan

ht

tp

Badan Pusat Statistik. 2012. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025.


Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2012. Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota DI
Yogyakarta 2010-2020. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan
Pusat
Statistik,
http://www.bps.go.id

2015,

Situs

Badan

Pusat

Statistik.

Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2013, Situs Badan Pusat
Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta. http://www.bps3400.go.id
Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2015. D.I. Yogyakarta Dalam
Angka 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta. Yogyakarta.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

187

Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2015. Indeks Harga


Konsumen Kota Yogyakarta 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi D.I.
Yogyakarta. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2012. Menuju Era Baru
Kependudukan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Badan Pusat Statistik
D.I. Yogyakarta. Yogyakarta
Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2015. Statistik Daerah
Istimewa Yogyakarta 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta.

.id

Yogyakarta.

ta
.

bp

s.
go

Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2011-2015. Statistik


Kesejahteraan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta 2010-2014. Badan Pusat
Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta. Yogyakarta.

gy

ak

ar

Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta, 2015. Produk Domestik


Regional Bruto D.I. Yogyakarta Menurut Lapangan Usaha, 2010-2014.
Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta. Yogyakarta.

tp

://
yo

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2015. Statistik Daerah Banten 2015.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Serang.

ht

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015. Statistik Daerah Provinsi
DKI Jakarta 2015. Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, 2015. Statistik Daerah Jawa
Barat 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Bandung.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, 2015. Statistik Daerah Provinsi
Jawa Tengah 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2015. Statistik Daerah Jawa
Timur 2015. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. Surabaya.

188

Data Strategis Daerah Istimewa Yogyakarta 2015

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012, Profil Kesehatan Indonesia


2012. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2010-2014,

Pembangunan Manusia Berbasis Gender 2010-2014. CV. Lintas Khatulistiwa.


Jakarta.
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2015. Indeks Pembangunan Desa 2014 Tantangan
Pemenuhan Standar Pelayanan Minimum Desa, Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.2015

ta
.

bp

s.
go

.id

Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan


Pembangunan Nasional,2014, Jakarta Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional 2015-2019, Buku I Agenda Pembangunan Nasional,
Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, Jakarta.

ht

tp

://
yo

gy

ak

ar

Badan Pusat Statistik, 2014-2015. Berita Resmi Statistik.

Data Strategis Daerah.Istimewa Yogyakarta 2015

189

ta
.

ar

ak

gy

://
yo

tp

ht

.id

s.
go

bp

DATA
MENCERDASKAN BANGSA

Anda mungkin juga menyukai