Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS ANAK

I. Identitas Pasien
No rekam medik
Nama
Umur
Jenis kelamin
Nama orang tua
Pekerjaan orang tua
Alamat
Agama
Tanggal masuk

:: Bayi U
: 9 hari
: Laki-laki
: Ny. Ulfa
::: Islam
: 30 desember 2013 (jam 08.00)

II. ANAMNESIS (Alloanamnesis)


1.

Keluhan Utama

: Bayi tampak kuning sejak 2 jam yang lalu

2.

RPS

3.

4.
5.

6.

Bayi tampak kuning sejak 2 jam yang lalu, kuning terlihat di mata
(sklera), kulit wajah dan leher. Demam (-), mual dan muntah (-), BAK
teratur 2-3x/hari, warna kuning., BAB teratur 2x/hari konsistensi semi
padat, warna kuning, tidak berlendir, tidak berdarah, Aktivitas menyusu
baik.
Pertanyaan yang belum ditanya :
- Riwayat demam sebelumnya?
- Frekuensi dan durasi menyusui? Posisi ibu saat
menyusu? posisi bayi saat menyusui?
- Bagaimana suara tangisan bayi? Aktifitas gerak
bayi?
RPD
: Riwayat kuning sebelumnya disangkal
Riwayat riwayat penyakit pada darah disangkal

RPK

:Riwayat keluarga yang mengalami kuning saat lahir


disangkal.
Riwayat kehamilan :
- Ibu pasien : G3P2A0
- Selama hamil, ibu pasien rajin memeriksakan kehamilan ke
bidan dan tidak ada keluhan yang berarti.
Riwayat kelahiran
:
- Lahir tanggal 21 desember 2013 pukul 15.30
- Lahir cukup bulan (38-39 minggu)
- Lahir secara SC dengan indikasi KPD (+) lebih dari 24 jam.
- Langsung menangis
- BBL : 3450 gr
- Panjang badan
: 51 cm

8.

- Kegawatdaruratan saat lahir disangkal


Riwayat tumbuh kembang : Pemberian ASI saja selama 9 hari kehidupan
bayi
Pertanyaan yang seharusnya ditanya :Kapan BAB pertama bayi?
Warnanya? Konsistensinya?
Riwayat imunisasi : Imunisasi yang sudah di dapat? (BCG, DPT, HBV)

9.

Riwayat psikososial : Kebiasaan menjemur bayi saat pagi hari disangkal

7.

III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran
3. Vital sign

: tampak sakit sedang


: Composmentis
:
- Tekanan darah : - mmHg
- Nadi : 140 x/menit
- Respirasi : 40 x/menit
- Suhu : 37 oC
- Berat badan : 3600 gram

4. Status generalisata
a. Kulit
b. Kepala
- Bentuk
- Rambut
- Lingkar kepala
- Ubun-ubun besar
- Mata
c.

: kuning (+)

: normal
:::: palpebra normal, konjungtiva anemis (-)
Sclera ikterik (+/+)
Telinga
: dalam batas normal
Hidung
: septum deviasi (-), nafas cuping hidung
(-)
Mulut&tenggorokan: Leher
: kuning (+) diseluruh kulit leher

Thorax / dada
- Bentuk
: normal
- Retraksi dinding dada: (-)
- Paru-paru (Pernafasan) :
Ispeksi
: simetris, retraksi (-), gerakan nafas simetris.
Palpasi
: fremitus fokal simetris kanan dan kiri
Perkusi
: sonor
Auskultasi : vesikuler (+), suara tambahan (-)
- Kardiovaskuler
Inspeksi
: iktus cordis tidak terlihat

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
d. Abdomen/perut
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
e. Ekstremitas

: apeks tidak teraba


::: buncit
: bising usus (+)
: timpani (+)
:: DBN

5. Status Lokalis
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: kuning (+) pada sclera, kulit seluruh area


wajah dan leher.
: kuning (+) saat kulit ditekan, pembesaran
hepar (-)
::-

IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Pemeriksaan kimia darah (tgl 30-12-2012)
Yang dinilai
Billirubun direc
Billirubun indirec
Billirubin total

hasil
0,2 mg/dl
13,0 mg/dl
13,2 mg/dl

b. Pemeriksaan kimia darah (tgl 2-12-2012)


Yang dinilai
Billirubun direc
Billirubun indirec
Billirubin total

hasil
0,8 mg/dl
8.5 mg/dl
9,3 mg/dl

2. Pemeriksaan penunjang lain yang belum dilakukan :


- Darah lengkap dan apusan darah
- Hitung retikulosit, skrining G6PD
- Pemeriksaan golongan darah dan coombs test
- Rongen abdomen / USG abdomen
V. DIAGNOSIS BANDING

: Anemia hemolitik

VI. DIAGNOSIS

: Ikhterus neonatorum et causa ASI

VII.PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Non medikamentosa
Tindakan

: Urdafalk 2x1 , becombion drop 1x3 tetes


: Stop ASI (diganti air+gula dan susu formula)
: Terapi sinar 1x24 jam.

VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad fungsionam : ad bonam


Quo ad sanationam: ad bonam

Tinjauan pustaka
Definisi
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin. Ikterus Neonatorum merupakan fenomena biologis yang
timbul akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa
transisi pada neonatus. Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih
tinggi di banding orang dewasa normal. Hal ini dapat terjadi karena jumlah
eritrosit pada neonatus lebih lebih banyak dan usianya lebih pendek1,5,6.
Macam-macam ikterus
Macam- macam ikterus adalah sebagai berikut3,4:
a. Ikterus fisiologis adalah :
-

Ikterus yang timbul pada hari kedua atau ketiga lalu menghilang setelah
sepuluh hari atau pada akhir minggu kedua.

Tidak mempunyai dasar patologis.

Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan.

Tidak mempunyai potensi menjadi kern-ikterus.


Kern-icterus (ensefalopati biliaris) ialah suatu kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak.

Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

Sering dijumpai pada bayi dengan berat badan lahir rendah.

b. Ikterus patologis adalah :


-

Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.

Ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
atau > 10 mg% pada neonatus kerang bulan.

Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin > 5 mg% per hari.

Faktor resiko
a. Faktor Maternal5.
- Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani).
- Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh).
- Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
- ASI

b. Faktor perinatal5.
- Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis).
- Infeksi (bakteri, virus, protozoa).
c. Factor neonates5.
- Prematuritas.
- Faktor genetic.
- Polisitemia.
- Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol).
- Rendahnya asupan ASI.
- Hipoglikemia.
- Hipoalbuminemia
Etiologi
A. Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena2 :
-

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.

Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) ->
penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.

Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->


glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

B. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat


disebabkan oleh faktor/keadaan2 :
-

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus,


defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.

Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra


uterin.

Polisitemia.

Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.

Ibu diabetes.

Asidosis.

Hipoksia/asfiksia.

Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi


enterohepatik

C. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu2 :


1. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular
hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya
pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit
darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002),
bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak
diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan
urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus
yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan
berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis
oleh infeksi Leptospira grippotyphosa.
2. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan
konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi.
Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau
kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh
sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim
glukoronil transferase sebagai katalisator.
3. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan
sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga
diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen
menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab
gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi
duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor
hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
Patofisiologi
A. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru
lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada
hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali
dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar
bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi < 2 mg/dL1,2.

Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan faktorfaktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak bilirubin
maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan berlangsung lebih
lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina cenderung untuk memiliki
kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4 dan 5 setelah lahir. Faktor yang
berperan pada munculnya ikterus fisiologis pada bayi baru lahir meliputi
peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif, pemendekan masa hidup eritrosit
(pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa 120 hari), proses ambilan dan konyugasi
di hepar yang belum matur dan peningkatan sirkulasi enterohepatik1,2.
B. Ikterus pada bayi mendapat ASI ( Breat milk jaundice )
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus
yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya faktor tertentu
dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di usus halus. Bila tidak
ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir, ASI tidak perlu dihentikan
dan frekuensi ditambah1,2.

Gambar. Metabolisme bilirubin


Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.
Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari
ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam
beberapa minggu1,2.
Manifestasi klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.


Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala2:
a. Dehidrasi : Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntahmuntah)
b. Pucat : Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan
golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah
ekstravaskular.
c. Trauma lahir : Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan
tertutup lainnya.
d. Pletorik (penumpukan darah) : Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh
keterlambatan memotong tali pusat, bayi KMK
e. Letargik dan gejala sepsis lainnya
f. Petekiae (bintik merah di kulit) : Sering dikaitkan dengan infeksi congenital,
sepsis atau eritroblastosis
g. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) : Sering berkaitan dengan
anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
i. Omfalitis (peradangan umbilikus)
j. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
k. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
l. Feses dempul disertai urin warna coklat: Pikirkan ke arah ikterus obstruktif,
selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
Pemeriksaan fisik
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan
menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena
pengaruh sirkulasi darah. Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus
yang merupakan resiko terjadinya kern-ikterus, misalnya kadar bilirubin 1 dan 2,
atau secara klinis (Kramer) dilakukan dibawah sinar biasa (day light)2.

Derajat

Daerah Ikterus

Perkiraan

Ikterus

Kadar
Bilirubin

Daerah kepala dan leher

5,0 mg%

II

Sampai badan atas

9,0 mg%

III

Sampai badan bawah hingga


tungkai

11,4 mg%

IV

Sampai daerah lengan, kaki


bawah, lutut

12,4 mg%

Sampai daerah telapak tangan


dan kaki

16,0 mg%

Tabel. Penilaian Ikterus menurut Kramer


Pemeriksaan penunjang
a.

Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis
ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum
bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat
meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin
total. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar
bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu2.
b. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan
prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang
gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit
neonatus yang sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu
menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai
menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh
pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining bukan
untuk diagnosis2.
c. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi
bilirubin serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba
mengukur kadar bilirubin bebas. Salahsatunya dengan metode oksidaseperoksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi

terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan


pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah2.
d. USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan
penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan
lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang
melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan
sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran
kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak
ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab
ikterus bukan oleh sumbatan saluran empedu, sedangkan pelebaran saluran
empedu memperkuat diagnosis ikterus obstruktif2.
e. Pemeriksaan endoskopi
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancre atography). Dengan
bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam
saluran empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah
sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor
misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada
pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul2.
f. Biopsi Jarum
Untuk diagnosis kelainan primer dari hati dan kepastian adanya keganasan
dilakukan biopsi jarum untuk pemeriksaan histopatologi. Biopsi jarum tidak
dianjurkan bila ada tanda-tanda obstruksi saluran empedu karena dapat
menimbulkan penyulit kebocoran saluran empedu2.
Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas
antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak
menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dn
akhirnya opistotonus2.
Penatalaksanaan
A. Ikterus Fisiologis
Bayi sehat, tanpa faktor risiko, tidak diterapi. Perlu diingat bahwa pada
bayi sehat, aktif, minum kuat, cukup bulan, pada kadar bilirubin tinggi,
kemungkinan terjadinya kernikterus sangat kecil. Untuk mengatasi ikterus pada
bayi yang sehat, dapat dilakukan beberapa cara berikut2:
1) Minum ASI dini dan sering
2) Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO

3) Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang dan
kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan sebagai
faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat pada minggu
pertama kehidupannya. Hal ini kurang dapat diterapkan di Indonesia karena tidak
praktis dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
B. Tata laksana Awal Ikterus Neonatorum (WHO)4
1) Mulai terapi sinar bila ikterus diklasifikasikan sebagai ikterus berat.
2) Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5
kg, lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
3) Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan
hemoglobin, tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs :
a. Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi
sinar, hentikan terapi sinar.
b. Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai
dibutuhkannya terapi sinar, lakukan terapi sinar
c. Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan
penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di
keluarga, lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
d. Tentukan diagnosis banding
C. Mencegah terjadinya kern-ikterus2
Dalam hal ini yang penting adalah pengamatan yang ketat dan cermat
perubahan peningkatan kadar bilirubin bayi baru lahir, khususnya ikterus yang
kemungkinan besar menjadi patologis
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama
b. Ikterus dengan kadar bilirubin > 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan atau
> 10 mg% pada neonatus kerang bulan
c. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin > 5 mg% per hari.
D. Mengatasi hiperbilirubinemia2,6.
a. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fitoterapi
b. Tranfusi darah tukar, dengan indikasi :
1.
Pada semua keadaan dengan
kadar bilirubin indirek 20 mg
%.
2.
Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3 1 mg% per
jam.
3.
Anemia berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung.
4.
Kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan Uji Coomb direk positif.

Bilirubin
< 5 mg%
5-9 mg%

< 24 jam
24.26jam
Pemberian makanan dini
Terapi sinar bila Kalori cukup

49.72jam

>72 jam

hemolisis
10-14 mg% Transfusi tukar* Terapi sinar
bila hemolisis
15-19 mg% Transfusi tukar*

Transfusi tukar* Terapi


bila hemolisis

sinar+

>20 mg%
Transfusi tukar+
Tabel. Pedoman pengelolaan ikterus menurut waktu timbulnya dan kadar
Ket : a. Sebelum dan sesudah transfusi tukar beri terapi sinar
b. (+) Bila tidak berhasil transfusi tukar
c. Bilirubin < 5 mg% selalu observasi
d. Bilirubin > 5 mg% penyebab ikterus perlu diselidiki
prognosis
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek
telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera
terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian.
Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan
gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik
dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya
atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian2.
Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita
hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan
fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman
pendengarannya2.

Daftar pustaka

1. http://emedicine.medscape.com/article/974786-overview#showall
2. Abdurachman Sukadi, Ali Usman, Syarief Hidayat Efendi. 2002. Ikterus
Neonatorum. Perinatologi. Bandung. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FKUP/RSHS. 64-84.
3. Kementerian kesehatan RI, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal
Esensial. 2010
4. WHO, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman
Bagi Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. 2009
5. Tazami R, Mustarim, Syah S. Gambaran Faktor Risiko Ikterus
Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher
Jambi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi, 2013:
6. Puspitosari R, Sumarno, Susatia B. Pengaruh Paparan Sinar Matahari Pagi
Terhadap Penurunan Tanda Ikterus Pada Ikterus Neonatorum Fisiologis,
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya Malang: 2013.

Anda mungkin juga menyukai

  • Methodologi Checklist 2
    Methodologi Checklist 2
    Dokumen4 halaman
    Methodologi Checklist 2
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Trans Let
    Trans Let
    Dokumen7 halaman
    Trans Let
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Kejang Demam
    Kejang Demam
    Dokumen15 halaman
    Kejang Demam
    Dwi Prima
    Belum ada peringkat
  • Diare
    Diare
    Dokumen15 halaman
    Diare
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Lampiran Trauma Tajam
    Lampiran Trauma Tajam
    Dokumen8 halaman
    Lampiran Trauma Tajam
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Tabel Obat-Obatan 2
    Tabel Obat-Obatan 2
    Dokumen5 halaman
    Tabel Obat-Obatan 2
    Dwi Prima
    Belum ada peringkat
  • Abort Us
    Abort Us
    Dokumen17 halaman
    Abort Us
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • TB Anak
    TB Anak
    Dokumen17 halaman
    TB Anak
    Mimba Wibiyana
    Belum ada peringkat
  • Diare
    Diare
    Dokumen15 halaman
    Diare
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar FORENSIK
    Kata Pengantar FORENSIK
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar FORENSIK
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Trauma Tajam Bab I & II
    Trauma Tajam Bab I & II
    Dokumen24 halaman
    Trauma Tajam Bab I & II
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Referat Ambliopia
    Referat Ambliopia
    Dokumen43 halaman
    Referat Ambliopia
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Bab II Ok
    Bab II Ok
    Dokumen14 halaman
    Bab II Ok
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Isi Fluid Management
    Isi Fluid Management
    Dokumen23 halaman
    Isi Fluid Management
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Bab II Ok
    Bab II Ok
    Dokumen14 halaman
    Bab II Ok
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Cairan
    Manajemen Cairan
    Dokumen10 halaman
    Manajemen Cairan
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Cover 3
    Cover 3
    Dokumen1 halaman
    Cover 3
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Cover 3
    Cover 3
    Dokumen1 halaman
    Cover 3
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Syok
    Syok
    Dokumen25 halaman
    Syok
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Dewi Nur Utami
    Belum ada peringkat