Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. MASALAH UTAMA
Perilaku Kekerasan
B. PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik secara diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, dalam Harnawati,
1993).
Setiap aktivitas bila tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Stuart dan
Sundeen, 1998).
Suatu keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik
baik terhadap diri sendiri maupun orang lain (Towsend, 1998).
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat membahayakan klien
sendiri, lingkungan, termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 1998).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan
fisik (Ketner et al., 1995).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu-individu beresiko menimbulkan
bahaya langsung pada dirinya sendiri ataupun orang lain (Carpenito, 2000).

C. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori
biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996
dalam Purba dkk, 2008) adalah:
a) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai
peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak
mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan
agresif. Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam
menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan
berinteraksi dengan pusat agresif.
2) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh
Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.

4) Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif


dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan
lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b) Teori Psikologik
1) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan
dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian
yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka
mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak
mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan
setelah dewasa.
c) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat
juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.
Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk

perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan


dalam hidup individu.
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a)

Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan

sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
e)

sebagai seorang yang dewasa.


Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa

f)

frustasi.
Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

D. TANDA DAN GEJALA


1.

Fisik : mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah

memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.


2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar dan ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan,
amuk/agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel,
5.

tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.


Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.

6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan
kreativitas terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.

(Nita Fitria, 2009. hal 140)


E. MEKANISME KOPING
Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu
klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang kontruktif dalam mengekspresikan
kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan
ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, represif, denial dan reaksi formasi.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari
seseorang karena ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam
hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah
diri (harga diri rendah), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi akan memunculkan
halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta klien untuk melakukan tindak
kekerasan. Hal tersebut akan berdampak pada keselamatan dirinya dan orang lain (resiko
tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan).
Selain diakibatkan berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang
baik dalam menghadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping
keluarga tidak efektif). Hal ini tentunya menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau
menimbulkan kekambuhan karena dukungan keluarga tidak maksimal (regimen
terapeutik inefektif).
(Nita Fitria, 2009. hal 145)

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan perilaku kekerasan meliputi penatalaksanaan
keperawatan dan penatalaksanaan medis.
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dapat dilakukan melalui proses pendekatan
keperawatan dan terapi modalitas.
a) Pendekatan proses keperawatan

Penatalaksanaan

keperawatan

yang

dilakukan

berdasarkan

proses

keperawatan, yaitu meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan,


rencana tindakan keperawatan serta evaluasi.
1) Terapi Modalitas
Terapi kesehatan jiwa telah dipengaruhi oleh perubahan terkini dalam
perawatan kesehatan dan reimbursement, seperti pada semua area kedokteran,
keperawatan, dan disiplin ilmu keshatan terkait. Bagian ini secara singkat
menjelaskan modalitas terapi yang saat ini digunakan baik pada lingkungan, rawat
inap, maupun rawat jalan (Videbeck, 2001, hlm. 69).
(a) Terapi lingkungan
Begitu pentingnya bagi perawat untuk mempertimbangkan lingkungan bagi
semua klien ketika mencoba mengurangi atau menghilangkan agresif. Aktivitas
atau kelompok yang direncanakan seperti permainan kartu, menonton dan
mendiskusikan sebuah film, atau diskusi informal memberikan klien kesempatan
untuk membicarakan peristiwa atau isu ketika klien tenang. Aktivitas juga
melibatkan klien dalam proses terapeutik dan meminimalkan kebosanan.
Penjadwalan interaksi satu-satu dengan klien menunjukkan perhatian perawat
yang tulus terhadap klien dan kesiapan untuk mendengarkan masalah, pikiran,
serta perasaan klien. Mengetahui apa yang diharapkan dapat meningkatkan rasa
aman klien (Videbeck, 2001, hlm. 259).
(b) Terapi Kelompok
Pada terapi kelompok, klien berpartisipasi dalam sesi bersama kelompok
individu. Para anggota kelompok bertujuan sama dan diharapkan memberi
kontribusi kepada kelompok untuk membantu yang lain dan juga mendapat
bantuan dari yang lain. Peraturan kelompok ditetapkan dan harus dipatuhi oleh
semua anggota kelompok. Dengan menjadi anggota kelompok klien dapat,
mempelajari cara baru memandang masalah atau cara koping atau menyelesaikan
masalah dan juga membantunya mempelajari keterampilan interpersonal yang
penting (Videbeck, 2001, hlm. 70).
(c) Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah bentuk terapi kelompok yang mengikutsertakan klien
dan anggota keluarganya. Tujuannya ialah memahami bagaimana dinamika
keluarga memengaruhi psikopatologi klien, memobilisasi kekuatan dan sumber
fungsional keluarga, merestrukturisasi gaya perilaku keluarga yang maladaptif,
dan menguatkan perilaku penyelesaian masalah keluarga (Steinglass, 1995 dalam
Videbeck, 2001, hlm. 71).

(d) Terapi individual


Psikoterapi individu adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilakunya. Terapi
ini memiliki hubungan personal antara ahli terapi dan klien. Tujuan dari terapi
individu yaitu, memahami diri dan perilaku mereka sendiri, membuat hubungan
personal, memperbaiki hubungan interpersonal, atau berusaha lepas dari sakit hati
atau

ketidakbahagiaan.

Hubungan antara klien dan ahli terapi terbina melalui tahap yang sama dengan
tahap hubungan perawat-klien: introduksi, kerja, dan terminasi. Upaya
pengendalian biaya yang ditetapkan oleh organisasi pemeliharaan kesehatan dan
lembaga asuransi lain mendorong upaya mempercepat klien ke fase kerja sehingga
memperoleh manfaat maksimal yang mungkin dari terapi (Videbeck, 2001, hlm.
69).
2. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu metode
psikofarmakologi dan metode psikososial.
a) Metode Biologik
Berikut adalah beberapa metode biologik untuk penatalaksanaan medis klien
dengan perilaku kekerasan yaitu:
(1) Psikofarmakologi
Penggunaan obat-obatan untuk gangguan jiwa berkembang dari penemuan
neurobiologi. Obat-obatan tersebut memengaruhi sistem saraf pusat (SSP) secara
langsung dan selanjutnya memengaruhi perilaku, persepsi, pemikiran, dan emosi.
(Videbeck,

2001,

hlm.

22).

Menurut Stuart dan Laraia (2005, hlm. 643), beberapa kategori obat yang
digunakan untuk mengatasi perilaku kekerasan adalah sebagai berikut.
1. Antianxiety dan Sedative Hipnotics
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepines
seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan didalam kedaruratan
psikiatrik

untuk

menenangkan

perlawanan

klien.

Tapi

obat

ini

direkomendasikan untuk dalam waktu lama karena dapat menyebabkan


kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk gejala depresi.
Selanjutnya pada beberapa klien yang mengalami disinhibiting effect dari
Benzodiazepines

dapat

mengakibatkan

peningkatan

perilaku

agresif.

Buspirone obat Antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku kekerasan


yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi. Ini ditunjukkan dengan
menurunnya perilaku agresif dan agitasi klien dengan cedera kepala, demensia
dan developmental disability.
2. Antidepressant
Penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan perilaku agresif klien
yang berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan Trazodone, efektif
untuk menghilangkan agresivitas yang berhubungan dengan cedera kepala dan
gangguan mental organik.
(Dr.Budi Anna Keliat, Dkk. 2005)
G. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencedarai diri, orang lain, lingkungan
Perilaku kekerasan
PPS : Halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri
Regimen terapeutik inefektif
Harga diri rendah kronis

Koping keluarga

berduka disfungsional

Tidak efektif
(Nita Fitria, 2009. hal 146)
H. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Perilaku Kekerasan.
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Perubahan persepsi sensori.
Harga diri rendah kronis.
Isolasi sosial.
Berduka fungsional.
Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
Koping keluarga inefektif.
(Nita Fitria, 2009. hal 146)

I.

DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Masalah keperawatan:
a) Perilaku kekerasan / amuk
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
Masalah Keperawatan Data yang perlu di kaji
Perilaku kekerasan Subyektif
/
:

Klien
mengatakan
benci atau kesal pada seseorang.
amuk
Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika

sedang kesal atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.


Obyektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
Merusak dan melempar barang-barang

(Nita Fitria, 2009. hal 147)


J. Rencana Tindakan
Diagnosa 1: perilaku kekerasan
Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap
tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c) Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a)
b)
c)
6.

Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.


Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Diskuiskan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
b) Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa di lakukan klien
c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku
kekerasan, yaitu : tarik nafas dalam dan pukul kasur serta bantal
7. Klien dapat mendemostrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan
Tindakan :
a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
b) Beri contoh cara berbicara yang baik
c) Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
d) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilatih
diruangan
8.

Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap


kemarahan.

Tindakan :
a) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.

b) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal,
berolah raga, memukul bantal / kasur.
c) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
d) Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
9. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
10. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a)

Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan

keluarga.
b) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
11. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a)

Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek

b)

samping).
Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis,

cara dan waktu).


c) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
(Nita Fitria, 2009. hal 148)

DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba
Budi Anna, dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Ed.2 . Jakarta : EGC

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 P


RESIKO PERILAKU KEKERASAN
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

Hari/tanggal

: 7 Februari 2012

Nama klien

: Nn. M

No. MR

Dx / SP ke / Pertemuan ke

:I

Nama perawat pelaksana

: Perawat A

Resiko perilaku kekerasan


A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.

Obyektif

Mata merah, wajah agak merah.


Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang

2. Diagnosa 1: perilaku kekerasan


Tujuan Umum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Orientasi :

Salam Teraupetik
Selamat pagi Mbak. Perkenalkan nama saya Anik wijayanti, panggil saja Anik.
Saya adalah mahasiswa AKPER Muhammadiyah Kendal. Nama Mbak siapa dan suka
dipanggil apa? Baiklah mulai sekarang saya akan pangil Mbak Mita saja, ya

Evaluasi/validasi

kalau boleh tahu, sudah berapa lama Mbak Mita di sini ? Apakah Mbak Mita masih
ingat siapa yang membawa kesini ? bagaimana perasaan Mbak saat ini? Saya lihat Mbak
sering tampak marah dan kesal, sekarang Mbak masih merasa kesal atau marah ?

Kontrak

Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang membuat Mbak Mita marah
dan bagaimana cara mengontrolnya? Ok. Mbak?
Tidak lama kok, 15 menit saja.
Mbak senangnya kita berbicaranya dimana?. Dimana saja boleh kok, asal Mbak merasa
nyaman. Baiklah, berarti kita berbicara disini saja ya, Mbak
2. Kerja :
Nah, sekarang coba Mbak ceritakan Apa yang membuat Mbak Mita merasa marah?
Apakah sebelumnya mbak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan
yang sekarang?
Lalu saat Mbak sedang marah apa yang akan Mbak rasakan? Apakah Mbak merasa
sangat kesal, dada Mbak berdebar-debar lebih kencang, mata melotot, rahang terkatup
rapat dan ingin mengamuk?
Setelah itu apa yang Mbak Mita lakukan?
Apakah dengnan cara itu marah/kesal Mbak dapat terselesaikan? Ya tentu tidak, apa
kerugian yang Mbak Mita alami?
Menurut Mbak Mita adakah cara lain yang lebih baik? Maukah Mbak Mita belajar cara
mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?
Jadi, ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Mbak. Salah satunya adalah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah.
Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu? Namanya teknik napas
dalam
Begini Mbak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak rasakan, maka Mbak berdiri
atau duduk dengan rileks, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup
perlahan lahan melalui mulut
Ayo Mbak coba lakukan, tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah,
lakukan 5 kali.
Bagus sekali, Mbak sudah bisa melakukannya

Nah..Mbak Mita tadi telah melakukan latihan teknik relaksasi napas dalam, sebaiknya
latihan ini Mbak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu
muncul Mbak sudah terbiasa melakukannya
3. Terminasi :

Evaluasi
Evaluasi subjektif:
Bagaiman perasaan Mbak setelah kita berbincang-bincang dan melakukan latihan teknik
relaksasi napas dalam tadi? Ya...betul, dan kelihatannya Mbak terlihat sudah lebih rileks.
Evaluasi objektif
Coba Mbak sebutkan lagi apa yang membuat Mbak marah, lalu apa yang Mbak rasakan
saat itu dan apa yang akan Mbak lakukan. Kemudian apa akibatnya...
Wah...bagus, Mbak masih ingat semua...

Tindak lanjut
Bagaimana kalau latihan ini kita masukkan dalam jadwal kegiatan sehari-hari Mbak?
Kapan waktu yang Mbak inginkan untuk melakukan latihan ini? Bagaimana kalau setiap
jam 11pagi?

Kontrak yang akan datang


Nah, Mbak. Cara yang kita praktikkan tadi baru salah satu dari teknik saja. Masih ada
cara yang bisa digunakan untuk mengatasi marah Mbak. Cara yang kedua yaitu dengan
teknik memukul bantal atau kasur.
Bagaimana kalau kita latihan cara yang kedua ini besok, Mbak maunya kita bertemu
besok jam berapa?Kita latihannya dimana, Mbak? Disini saja lagi , Mbak ok, Mbak.
Kalau begitu saya pamit dulu ya, Mbak.... Assalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai