Anda di halaman 1dari 26

CASE SULIT

Katarak Imatur dengan Miopi Maligna

Pembimbing :
dr. Rastri Paramita, SpM.

Disusun oleh:
Jimmy
NIM : 11.2014.275
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RS. MATA DR. YAP, YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : 21 September 2015
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Mata Dr Yap Yogyakarta
Tanda Tangan
Nama

: Jimmy

NIM

: 11.2014.275

.............................

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS
Nama

: Ny.BNH

Umur

: 35 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Alamat

: Solo

Tanggal Pemeriksaan : 21 September 2015


II.

ANAMNESIS - autoanamnesis
Keluhan Utama

Penglihatan mata kiri semakin kabur sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan :
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 7 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami penglihatan
yang kabur. Penglihatan pasien kabur terutama saat pasien melihat jarak jauh
walaupun pasien menggunakan kacamatanya. Pasien juga melihat bayangan seperti
awan yang menutupi penglihatannya dan pasien mengalami rasa silau saat melihat

cahaya secara langsung. Pasien juga lebih nyaman berada diruangan yang minim
cahaya. .Tidak ada penglihatan seperti tirai yang menutupi pandangan pasien, benda
yang mengambang, kilatan, riwayat trauma, maupun penglihatan seperti pelangi saat
terkena sinar lampu. Pasien berobat di klinik mata dan mendapat obat tetes. Setelah
pemakaian obat, penglihatan pasien dirasakan membaik.
Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien kembali memeriksakan
matanya karena pasien penglihatan yang semakin menurun dan terlihat bayangan
seperti awan yang semakin menutupi penglihatan pasien. Pasien mendapat obat tetes
tetapi tidak tahu diagnosa dokter yang menanganinya.
Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami penglihatan yang
semakin kabur terutama pada mata kiri pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
a. Umum
-

Asthma

: tidak ada

Alergi

: tidak ada

DM

: tidak ada

Hipertensi

: tidak ada

Gastritis

: ada

b. Mata
1. Riwayat sakit mata sebelumnya

: tidak pernah

2. Riwayat penggunaan kaca mata

: ada

3. Riwayat operasi mata

: tidak pernah

4. Riwayat trauma mata sebelumnya

: tidak pernah

Riwayat Penyakit Keluarga:


Penyakit mata serupa

: tidak ada

Penyakit mata lainnya

: tidak ada

Asthma

: tidak ada

Alergi

: tidak ada

DM

: tidak ada

Hipertensi

: tidak ada

Dislipidemia

: tidak ada

III.

PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda Vital

: Tekanan Darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 36 C

Kepala/leher

: Pembesaran KGB tidak ada

Thorax, Jantung

: tidak dilakukan

Paru

: tidak dilakukan

Abdomen

: tidak dilakukan

Ekstremitas

: tidak dilakukan

B. STATUS OPTHALMOLOGIS
KETERANGAN

OD

OS

1. VISUS
Visus
Koreksi
Addisi
Distansia pupil
Kacamata Lama

3/60
Tidak dilakukan
-12

1/60
Tidak dilakukan
-12

2. KEDUDUKAN BOLA MATA


Eksoftalmos
Enoftalmos
Deviasi
Gerakan Bola Mata
Strabismus
Nistagmus

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
baik ke segala arah
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
baik ke segala arah
Tidak ada
Tidak ada

Hitam
Simetris

Hitam
Simetris

3. SUPERSILIA
Warna
Simetris

4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR


Edema
Nyeri tekan
Skuama
Krusta
Hiperemis
Erosi
Ektropion
Entropion
Blefarospasme
Trikiasis
Sikatriks
Ptosis
5.

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hematoma
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Anemis
Hordeolum
Kalazion

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Pendarahan Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

7. SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri tekan
8. KORNEA

Putih
Tidak Ada
Tidak ada

Putih
Tidak ada
Tidak ada

Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Abrasi
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus Senilis
Edema
Tes Placido

Jernih
Licin
12mm
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

Jernih
Licin
12mm
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

9. BILIK MATA DEPAN


Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Efek Tyndal

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Coklat kehitaman
Jelas
Tidak ada
Tidak ada

Coklat kehitaman
Jelas
Tidak ada
Tidak ada

10. IRIS
Warna
Kripte
Sinekia
Koloboma
11. PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Cahaya Tak Langsung

Ditengah
Bulat
3 mm
Positif
Positif

Ditengah
Bulat
3 mm
Positif
Positif

12. LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow test
13. BADAN KACA

Keruh
Di tengah
Negatif

Keruh
Di tengah
Negatif

Kejernihan

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai

Negatif
Tidak ada
N/palpasi
Tidak dilakukan

Negatif
Tidak ada
N/palpasi
Tidak dilakukan

14. FUNDUS OKULI


Batas
Warna
Ekskavasio
Rasio Arteri :Vena
C/D Ratio
Reflex Makula
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio
15. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Okuli
Tonometri Schiotz
16. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi
IV.

Sulit dinilai

Sulit dinilai

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan tonometri, didapatkan tekanan intraokular pada mata
kanan :14 dan mata kiri :15. USG biometry : 1-6D

V.

RESUME
Perempuan 35 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur sejak 7 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Penglihatan pasien kabur terutama saat pasien melihat
jarak jauh walaupun pasien sudah menggunakan kacamatanya. Pasien juga melihat
bayangan seperti awan yang menutupi penglihatannya. Pasien juga mengalami rasa
silau saat melihat cahaya secara langsung. Sehingga pasien lebih nyaman berada
diruangan yang minim cahaya. Sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien
kembali memeriksakan matanya karena penglihatan pasien yang semakin menurun
dan pasien mendapat obat tetes, tetapi pasien tidak mengetahui diagnosa dokter yang
menanganinya. Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami
penglihatan yang semakin kabur terutama pada mata kiri pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus mata kanan pasien 3/60, dan mata
kiri pasien 1/60. Lensa kedua mata pasien keruh, letak ditengah dan shadow test
negatif. Badan kaca dan tes konfrontasi sulit dinilai.
Pada pemeriksaan penunjang tonometri pada kedua mata pasien didapatkan
tekanan mata kanan pasien 14 mmHg dan tekanan mata kiri pasien 15 mmHg. Pada
USG biometri didapatkan 1-6D.
VI.

DIAGNOSIS KERJA
ODS katarak matur + miopi malignan

IX.

PENATALAKSANAAN
OS Phaco+ IOL

VII.

PROGNOSIS
OCCULI DEXTRA (OD)

OCCULI SINISTRA (OS)

Ad Vitam

ad Bonam

ad Bonam

Ad Fungsionam

Dubia ad malam

Dubia ad malam

Ad Sanationam

Dubia ad malam

Dubia ad malam

Pembahasan
Pendahuluan
WHO mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60. Kebutaan
adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan WHO,
prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri akan
berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75% dari
kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.1
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan.
Disebutkan, saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di
negara miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga
dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%. Malah dari pelaporan RS Cinere Jakarta
2013, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penderita buta katarak tertinggi kedua di
Asia Tenggara, mencapai 1.5% atau 2 juta jiwa. Setiap tahunnya bertambah 240.000 orang
yang terancam mengalami kebutaan.1
48% kebutaan yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia,
survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di

antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis. Berbagai studi
cross-sectional melaporkan prevelansi katarak pada individu berusia 65-74 tahun adalah
sebanyak 50%; prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu di atas 75 tahun. 1
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi
penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.1,2

Anatomi dan Fisiologi Lensa


a. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebal
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung oleh Zonula Zinnii
yang menghubungkan dengan korpus siliare. Disebelah anterior lensa terdapat humos aquos
dan disebelah posterior terdapat viterus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel
yang dapat dilewati air dan elektrolit. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat
lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastis.2
b. Fisiologi Lensa

Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk mempertahankan
kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai penyedia nutrisi dan
sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior lensa saja yang
terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah lensa
membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun low
resistance gap junction antar sel.2,3

Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan

bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi akubat perubahan
lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat
zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan
mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole
saraf simpatik cabang nervus III. Pada penuaan, kemampuan akomodasi akan
berkurang secara klinis oleh karena terjadinya kekakuan pada nukleus.2
Lensa berfungsi sebagai media refrakta (alat dioptri). Media refrakta yang lain
adalah kornea, humor akuos dan badan kaca. Kekuatan dioptri lensa kira-kira +20 D.
tetapi kalau lensa ini diambil (misalnya pada ekstraksi katarak), kemudia diberikan kaca
mata, maka penggantian kaca mata ini tidak +20 D, tetapi hanya +10 D karena adanya
perubahan letak atau jarak lensa ke retina. Pada anak dan orang muda, lensa dapat
merubah kekuatan dioptrinya saat melihat dekat agar bayangan jatuh diretina. Makin
tinggi umur seseorang, maka makin berkurang kekuatan penambahan dioptrinya, dan
penambahan kekuatan dioptri ini akan hilang setelah umur 60 tahun. Kemampuan lensa
untuk menambah kekuatan refraksinya (kekuatan positifnya) disebut akomodasi.2
Pada orang yang masih mempunyai akomodasi dan tidak miopi tinggi, maka
pada saat melihat dekat terjadi 3 peristiwa yaitu: akomodasi, miosis dan
konvergensi. Yang ketiganya disebut trias melihat dekat. Trias ini hanya terjadi
pada orang normal yang masih mempunyai akomodasi. Pada orang umur lanjut
yang akomodasinya lumpuh, otot siliar tetap dapat berkontraksi saat berusaha
melihat dekat, tetapi tidak terjadi akomodasi karena lensa telah kaku, sehingga tidak
dapat menambah kecembungan.2
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Gambar 1. Perbedaan mata relaksasi dan mata akomodasi.3


Definisi
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan

tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bi sa


melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan
menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.2
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa.2
Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa,
proses penuaan (degeneratif). Meskipun tidak jarang ditemui pada orang muda,
bahkan pada bayi yang baru lahir sebagai cacat bawaan, infeksi virus
(rubella) di masa pertumbuhan janin, genetik , gangguan pertumbuhan, penyakit
mata, cedera pada lensa mata, peregangan pada retina mata dan pemaparan berlebihan dari
sinar ultraviolet. Kerusakan oksidatif oleh radikal bebas, diabetes mellitus, rokok, alkohol,
dan obat-obatan steroid, serta glaukoma ( tekanan bola mata yang tinggi ), dapat
meningkatkan risiko terjadinya katarak.2

EPIDEMIOLOGI
Penelitian terbaru tahun 2004 dari Institut The Wilmer Eye mengatakan sekitar 20,5
juta (17,2%) penduduk Amerika berusia lebih dari 40 tahun memiliki katarak pada salah satu
mata dan 6,1 juta merupakan pseudofakia/afakia. Jumlah ini diduga akan meningkat hingga
30,1 juta kasus katarak, dan 9,5 juta kasus pseudofakia/afakia pada tahun 2020.3
Katarak senilis terus menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan di
dunia. Pada penelitian terbaru yang dilakukan di China, Kanada, Jepang, Denmark,
Argentina, dan India, katarak diidentifikasi sebagai penyebab utama dari gangguan
penglihatan dan kebutaan, dengan statistik berkisar antara 33,3% (Denmark) hingga setinggi
82,6% (india). Data yang didapatkan mengestimasi bahwa 1,2% dari seluruh populasi Afrika
merupakan buta, dengan katarak menyebabkan 36% kebutaan ini.3

Gambar 2. Persentase gangguan penglihatan dan kebutaan menurut WHO 2010.3


ETIOLOGI
Etiologi katarak adalah :4
a. Degeneratif (usia)
b. Kongenital
c. Penyakit sistemik (misal DM, hipertensi, hipoparatiroidisme)
d. Penyakit lokal pada mata (misal uveitis, glaukoma dll)
e. Trauma
f. Bahan toksik (kimia & fisik)
g. Keracunan obat-obat tertentu (kortikosteroid, ergot, dll)
Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti, diduga terjadi karena :
Proses pada nucleus :
Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong kearah
tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat (nukleus), mengalami
dehidrasi, penimbunan ion calcium, dan sklerosis. Pada nukleus ini kemudian terjadi
penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih hipermetrop.4
Proses pada korteks :
Timbulnya celah-celah diantara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan
penimbunan calcium sehingga lensa menjadi lebih padat, lebih cembung dan membengkak,
menjadi lebih miop.4
Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senile sebaiknya singkirkan

penyakit mata local dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus yang dapat menimbulkan
katarak komplikata.4
Klasifikasi
Katarak diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, seperti usia, saat
kemunculan dan lokasi terjadinya. Klasifikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut.2,4
Berdasarkan usia:
1. Katarak developmental
1) Katarak kongenital
Merupakan katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun. Faktafakta penting menyangkut keadaan ini adalah bahawa 33% kasusnya idiopatik
dan bisa unilateral atau bilateral. 33% diwariskan dan keadaan ini biasanya
bilateral. Sedangkan 33% lagi dikaitkan dengan penyakit sistemik dan
biasanya dalam kondisi ini kejadian katarak bersifat bilateral. Separuh dari
keseluruhan katarak kongenital disertai anomaly mata lainnya berupa PHPV
(Primary Hyperplastic Posterior Vitreus), aniridia, koloboma, mikroftalmus,
dan buftalmus (pada glaukoma infantile).
Pada neonatus yang sehat, katarak kongenital timbul karena pewarisan.
Namun kadang tidak diketahui sebabnya. Pada neonatus yang tidak sehat,
katarak kongenital timbul karena infeksi intrauteri atau gangguan metabolik.
Infeksi intrauteri disebabkan Rubella (terbanyak), toksoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus, dan varisela. Ciri-ciri neonatus yang terinfeksi Rubella
adalah badannya kecil (small baby) akibat absorpsi usus tidak sempurna,
katarak, dan adanya penyakit jantung kongenital. Sedangkan gangguan
metabolik yang dapat menyebabkan katarak kongenital adalah galaktosemia,
hipoglikemia, dan hipokalsemia.
2) Katarak juvenile, katarak yang terjadi di bawah usia 9 tahun.
2. Katarak presenilis, yakni katarak yang terjadi di usia lebih dari 9 tahun.
3. Katarak senilis, katarak setelah usia 40 tahun. Katarak senilis diklasifikasikan
berdasarkan lokasi kekeruhan lensa dan maturitas lensa.
Berdasarkan lokasi kekeruhan lensa, katarak dibagi menjadi:
1. Katarak subkapsuler
Insidennya 20 % dari keseluruhan kasus katarak senilis. Katarak ini bisa terjadi di
subkapsuler anterior dan posterior. Pada subkapsularis anterior, biasanya terdapat

pada glaukoma sudut tertutup, toksisitas amiodaron, dan miotik. Sedangkan pada
subkapsularis posterior, biasanya terdapat pada pasien dengan diabetes mellitus
dan penggunaan steroid. Pasien merasa sangat terganggu saat membaca di cahaya
yang terang dan biasanya melihat halo di malam hari. Katarak ini termasuk
katarak imatur dan pemeriksaannya menggunakan lampu celah (slitlamp).
2. Katarak nuklearis
Insidennya 30 % dari keseluruhan kasus katarak senilis. Katarak nuklearis
cenderung progresif perlahan-lahan, dan secara khas mengakibatkan gangguan
penglihatan jauh yang lebih besar daripada penglihatan dekat. Pada awal
terjadinya katarak nuklearis, sering terjadi miopisasi; pandangan jauh tiba-tiba
kabur, dengan koreksi sferis -5/-6 D. Semakin lama semakin besar koreksi yang
diperlukan. Miopisasi ini terjadi karena pada katarak nukelaris, nukleus mengeras
secara progresif sehingga mengakibatkan naiknya indeks refraksi. Pada beberapa
kasus, justru miopisasi mengakibatkan penderita presbiopia mampu membaca
dekat tanpa harus menggunakan kacamata, kondisi ini disebut second sight.
Perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa
dapat mengakibatkan diplopia monokular. Kekuningan lensa progresif yang
dijumpai pada katarak nuklearis mengakibatkan penderita sulit membedakan
corak warna.
3. Katarak kortikal
Lokasinya di anterior dan posterior, dengan insidennya 50 % dari keseluruhan
kasus katarak senilis. Dapat melibatkan korteks anterior, posterior, maupuan
ekuatorial. Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks
lensa serta komposisi air dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang
pada lapisan yang mengelilingi nukleus atau korteks. Katarak kortikal biasanya
terjadi bilateral tetapi dapat terjadi juga secara asimetris dan berpengaruh
terhadap fungsi visual tergantung lokasi kekeruhan pada aksis. Keluhan yang
paling sering dijumpai pada katarak kortikal adalah silau saat melihat ke arah
sumber cahaya. Pemeriksaan lampu celah (slitlamp) biomikroskop berfungsi
untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan
degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke
anterior. Gambarannya seperti embun.
Berdasarkan maturitas
1. Insipien

Akan terlihat gambaran katarak kortikal, katarak subkapsular posterior, korteks


berisi jaringan degenerative (benda Morgagni). Kekeruhan dapat menimbulkan
poliopia karena indeks bias tak sama pada semua bagian lensa.
2. Intumesen
Masuknya air ke dalam celah lensa akibat pemecahan protein lensa dapat
menyebabkan pembengkakan lensa sehingga lensa mencembung dan terjadi
miopisasi, dan mendorong iris, menyebabkan COA menyempit sehingga dapat
menimbulkan glaukoma fakomorfik. Biasanya terjadi pada katarak yang
prosesnya cepat.
3. Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak, belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume
lensa meningkat dan mencembung, juga dapat menimbulkan glaucoma sekunder.2
4. Matur
Seluruh lensa keruh. Cairan lensa bertambah sehingga lensa membesar melebihi
ukuran normal sehingga uji bayangan iris negatif. 1 Meskipun visus berkurang
hingga light perception, pasien masih tetap dapat membedakan arah datangnya
cahaya (light projection normal), di mana hal ini penting dilakukan guna
memberikan indikasi prognosis visual pasca ekstraksi katarak.
5. Hipermatur
Kapsul anterior mengkerut dan lensa menciut, berwarna kuning dan kering akibat
kebocoran air keluar lensa. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan
lipatan kapsul lensa.2
Tabel 3. Klasifikasi katarak berdasarkan tingkat maturitas.4
Kekeruhan

Insipien
Ringan

Cairan lensa

Normal

Iris
Bilik mata

Normal

masuk)
Terdorong

Normal

depan
Sudut bilik
mata
Shadow test
Penyulit

Imatur
Sebagian
Bertambah (air

Matur
Seluruh
Normal

Hipermatur
Masif
Berkurang (air

Normal

keluar)
Tremulans

Dangkal

Normal

Dalam

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Negatif
Tidak

Positif

Negatif
Tidak

Pseudo positif
Uveitis dan

ada

glaukoma

ada

Klasifikasi katarak lainnya

Glaukoma

1. Katarak dan dermatitis atopik


Dermatitis atopi adalah kelainan kulit kronis yang ditandai oleh rasa gatal,
kemerahan, dan kumat-kumatan, sering disertai dengan kenaikan kadar
Imunoglobulin E (IgE) dan riwayat alergi lain maupun asma. Katarak dapat
dijumpai pada 25% pasien dengan dermatitis atopi. Katarak yang terjadi biasanya
bilateral dan terjadi pada usia 20-30an dengan kekeruhan pada subkapsular anterior
di

area

pupil.

2. Katarak traumatik
Bisa karena rudapaksa misalnya kena tinju, ionisasi radiasi, serangan listrik, sinar,
dan sebagainya.
3. Katarak terinduksi obat (drug induced cataract)
Obat-obat yang bisa menimbulkan katarak antara lain golongan steroid,
klorpromazin, miotikum kerja panjang, amiodaron, busulfan. Terjadinya katarak
pada penggunaan steroid bergantung dari dosis dan jangka waktu. Pemakaian
sistemik, topikal, subkonjungtiva, dan semprot hidung masing-masing dapat
berpotensi menimbulkan katarak posterior subkapsular.
4. Katarak komplikata
Dapat disebabkan keratitis berat, iritis, terutama siklitis heterokromik, koroiditis,
kelainan retina termasuk retinitis pigmentosa dan ablasio retina yang telah lanjut,
glaukoma kronik, tumor intraokular serta iskemia okular.

Tanda dan gejala


Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
lengkap. Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:2
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsurangsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pinhole.

2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tingkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar

belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu
mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari.
Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan
tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui
lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastian fungsi
penglihatan; namun uji ini bukan merupakan indikator spesifik hilangnya penglihatan
yang disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan-sedang. Ketergantungan pasien presbiopia
pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua.
Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa, rasa
nyaman ini berangsur menghilang diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan
anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan
ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang hari atau
keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya penderita katarak kortikal
perifer mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang daripada sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling
sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.

8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan
cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding
warna sebenarnya.
10. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering
bergerak-gerak.

Pemeriksaan Fisik
-

Penurunan ketajaman penglihatan


Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan, baik
untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun
jika dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat.

Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,
biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan
pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami
penglihatan kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya

kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya
katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa
menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk
diatasi dengan ekstraksi katarak.

Pemeriksaan Luar
Berdasarkan visus, pasien dikatakan memiliki katarak matur bila visus tidak lebih
baik dari 20/200 dan imatur bila lebih baik dari 20/200. Katarak insipient mungkin
terjadi pada pasien dengan visus 20/20 namun ditemukan opasitas pada lensanya saat
dilakukan pemeriksaan slitlamp. Untuk menentukan penyakit katarak. harus
dilakukan pemeriksaan mata secara lengkap
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan dalam kamar yang gelap. Biasanya
penurunan tajam penglihatan dengan Snellen pada katarak hanya terlihat pada
kamar yang terang. Oleh karenanya, sangat disarankan memeriksa tajam
penglihatan baik di kamar yang gelap maupun terang. Pemeriksaan tajam
penglihatan jauh dan dekat juga perlu dilakukan dan koreksi tajam

penglihatan terbaik perlu dilakukan dengan hati-hati.


Pemeriksaan sinar celah (slitlamp)
Dengan menggunakan slitlamp, secara sistematis dilakukan penilaian
terhadap konjungtiva, apakah terdapat kondisi seperti jaringan parut, bleb,
simblefaron, kondisi ini mempengaruhi pendekatan saat bedah katarak.
Kemudian diperiksa keadaan kornea, bilik depan, iris, dan lensa. Presipitat
keratitik atau adanya iridosiklitis aktif dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
ini. Adanya iris yang bergetar menunjukkan suatu subluksasi atau dislokasi
lensa. Pada iris sebaiknya dicari adanya rubeosis yang dapat menunjukkan
adanya thrombosis vena sentral yang tersembunyi karena katarak. Jenis

katarak dan kondisi kapsul paling baik diperiksa dengan slitlamp.


Pemeriksaan lapang pandang
Sebaiknya dilakukan pada pasien dengan riwayat glaukoma, gangguan saraf
optik, atau kelainan retina. Pemeriksaan lapang pandang dapat membantu
oftalmologis untuk mengenali kehilangan penglihatan yang timbul akibat

proses dari suatu penyakit yang lain.


Funduskopi pada kedua mata (bila mungkin)

Pemeriksaan fundus biasanya dapat dilakukan bila tidak terdapat katarak


matur. Kelainan kongenital seperti koloboma, perubahan-perubahan karena
peradangan, lesi degeneratif, dan kelainan yang lain harus diperhatikan
sehingga prognosis penglihatan pasca bedah dapat diperkirakan. Pada stadium
awal katarak akan tampak suatu gambaran pupil yang putih atau leukokoria
pada pemeriksaan oftalmoskopi direk sehingga lebih berguna untuk menilai
kejernihan media. Pemeriksaan fundus yang lengkap dipergunakan juga untuk
melihat makula, saraf optik, pembuluh retina, dan perifer retina. Opasitas
lensa akan terlihat sebagai warna hitam pada refleks fundus, paling jelas
terlihat pada jarak 15 cm.7 Nervus optikus dan retina mungkin dapat
ditemukan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang dialami pasien.
2.9.

Pengukuran Pra Bedah2


Sebelum operasi katarak, terdapat beberapa pengukuran yang harus dilakukan,

terutama bila akan dilakukan pemasangan IOL (Intra Ocular Lens). Pemeriksaannya yakni:
Refraksi
Pemeriksaan refraksi yang teliti pada kedua mata sebelum operasi dilakukan
untuk merencanakan kekuatan IOL. Bila mata yang satunya jernih tetapi memiliki
kelainan refraksi tinggi, maka kekuatan IOL harus disesuaikan agar tidak terjadi
anisometropia. Bila mata sebelahnya emetrop, maka kekuatan IOL ditargetkan
agar

pasca

operasi

pasien

tersebut

emetrop.

Biometri
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kekuatan lensa IOL. Sebelumnya
harus ditentukan terlebih dahulu panjang aksial bola mata serta kekuatan refraksi

kornea dengan keratometri serta topografi kornea.


Pemeriksaan endotel kornea
Jumlah endotel kornea yang kurang dari 500 tidak boleh dilakukan implantasi
IOL. Risiko timbulnya dekompensasi kornea sangat besar.

2.10.

Penatalaksanaan
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus, medis,

dan kosmetik.

1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas
sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh
pupil yang hitam.
Tatalaksana non bedah hanya efektif dalam memperbaiki fungsi visual untuk
sementara waktu. Di samping itu, walaupun banyak penelitian mengenai tatalaksana
medikamentosa bagi penderita katarak, hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan yang
terbukti mampu memperlambat atau menghilangkan pembentukan katarak pada manusia.
Beberapa agen yang mungkin dapat memperlambat pertubuhan katarak adalah penurun
kadar sorbitol, pemberian aspirin, antioksidan vitamin C dan E.8
Perkembangan operasi katarak antara lain dalam hal bentuk dan panjang sayatan,
arsitektur luka, banyaknya jahitan serta teknik operasi. Tujuannya adalah untuk terpenuhinya
prosedur operasi yang aman, mempunyai efektivitas dan prediktabilitas yang tinggi.
Parameter keberhasilannya adalah pemulihan yang cepat, efek samping, dan komplikasi
yang minimal, serta tajam penglihatan setelah operasi optimal dan stabil. Jika parameter di
atas telah tercapai maka satu hal yang tak kalah penting adalah kepuasan pasien, hal ini
menjadi motivasi ahli bedah untuk terus meningkatkan kualitas teknik bedah katarak dan
pelayanan pada pasien.
Indikasi paling penting dari tindakan bedah pada penderita katarak adalah keinginan
pasien untuk memperbaiki fungsi visual, bukan berdasarkan visus penderita.8
Ekspetasi pasien
Sangat penting unuk berdiskusi dengan pasien dengan miopi malignan mengenai
hasil dan ekspetasi mengenai keadaan setelah operasi katarak. Jika satu mata menjalani
operasi, pasien akan merasakan anisometropia atau perbedaan refraksi diantara kedua mata
yang signifikan sebelum menjalani operasi pada mata satunya. Jika koreksi dilakukan pada
kedua mata, pasien akan mengelukan kesulitan unutk melihat dekat. Sehingga, terkadang

operasi dilakukan pada satu mata terlebih dahulu dilakukan untuk mengendalikan
kemampuan untuk melihat dekat. Jika pasien sudah menjalani operasi refraktif sebelumnya,
penting untuk mengevaluasi status refraksi sebelumnya dan rekam medis sebelumnya. Pada
peningkaan usia dan panjang aksis mata, keduanya berhubungan dengan efek negatif pada
hasil koreksis visus yang terbaik. Penelitian menunjukkan 60% dari mata dengan miopi
memiliki berbagai derajat dari miopi atau degeneralisasi retina yang dikarenakan usia.5
Resiko dan inform consent
Dua hal yang paling sering didiskusikan dalam resiko dari operasi katarak dengan
miopi malignan pada pasien yaitu peningkatan resiko retinal detachment dan berbagai
komplikasi post operasi. Sebelum operasi katarak, pasien mungkin dapat dirujuk ke spesialis
vitreoretinal tetapi hal ini masih kontroversial dan belum disetujui didunia.5
Perhitungan IOL
Salah satu kesulitan dalam perhitungan ukuran lensa pada miopi maligna adalah
perhitungan panjang aksial. Peningkatan aksial dapat mengganggu hasil pengukuran sekitar
70% dari mata dengan panjang aksil lebih dari 33,5 mm diperkirakan memiliki posterior
staphylomata. Atau ectasia pada sklera, koroid, dan epitel pigmen retina. Akhirnya, hampir
seluruh mata dengan miopi patologi diperkirakan memiliki gangguan pada posterior
staphylomata.5
Tidak semua spesialis setuju mengenai metode terbaik untuk memperkirakan panjang
aksial. Berdasarkan beberapa penelitian, jika pasien dapat memfiksasi target, biometri
otomatis seperti master IOL dapat memperikirakan panjang aksial pada pasien refraktif
dihitung dari vertex kornel ke fovea, namun memiliki akurasi yang buruk. Pada studi yang
lain, IOL master digunakan untuk menghitung kekuatan dari IOL dari mata dengan panjang
aksial >27.0 mm dan mata yang dengan IOL berkekuatan negatif.5
Hal lain yang juga diperdebatkan adalah mengenai formula erbaik untuk menghitung
kekuatan IOL. Pada studi tahun 2012, akhirnya rumus Haigis ditemukan. 81% mata memiliki
refraktif yang eror sebanyak 1.0D dari prediksi, dan 54% sebanyak 0.5D dari prediksi
menggunakan rumus Haigis, begitu pula dengan rumus-rumus lainnya.6
Pemilihan IOL

Jika memungkinkan, lebih baik menaruh IOL daripada membiarkan pasien miopi
malignan dengan afakia. IOL berfungsi sebagai barrier untuk pergerakan vitreus dan ablasio
retina. Jika pasien dapat menjalani operasi retina nantinya, lensa yang terbuat dari acrylic
lebih sering digunakan daripada lensa yang terbuat dari silikon akan lebih menguntungkan.6
Pasien yang mendapat IOL dengan kekuatan negatif memiliki insiden untuk
hiperopia postoperatif lebih besar, operasi mungkin ditargetkan sekitar -2.0D dalam kasus
ini.6
Anestesia
Anestesi retrobulbar dan peribulbar meningkankan resiko perforasi sepanjang
lengkung bola mata pasien. Anestesi topika lebih aman, tetapi pasien mungkung lebih tidak
nyaman kaena pergerakan iris sepanjang operasi.7
Komplikasi intraoperatif
berbagai studi difokuskan untuk menilai komplikasi pada miopi malignan.. Beberapa
sudi melaporkan komplikasi intraoperatif tidak meningkat secara signifikan dengan panjang
aksial yang tinggi. Beberapa yang lain melaporkan peningkatan resiko. Pada tahun 2012,
komplikasi intraoperatif meningkat 1.22 lipat untuk setiap 1.0mm peningkatan panjang
aksial.8
Miopi malignan pada mata juga meningkatkan resiko terjadinya kedalaman segment
anterior yang bervariasi dan lens-iris diaphragm retropulsion syndrome, ciri khas gejala ini
yaitu 360 derajat dari kontak iridokapsular yang menyebabkan terjadinya pupilari blok,
dilatasi pupil, dan sakit. Kelemahan zonula menjadi predisposisi dalam kasus ini.8
Teknik operasi
The American Academy of Ophthalmology merekomendasikan beberapa tekhik untuk
meminimalkan komplikasi pada kamar operasi.10
1)

Memastikan tekanan yang adekuat dari segmen anterior selama kapsulorrhexis dengan
menggunakan ophthalmix visvosurgical device (OVD) untuk menghindari lepasnya kapsul

2)

Mengecilkan insisi dan pengempisan berulang dari segmen anterior untuk menghindari
pergerakan pada iris dan vitreus

3)

Menurunkan ketinggian botol irigasi dan meningkatkan aliran untuk menghindari


kedalaman yang berlebihan dari segmen anterior, yang dapat membuat manipulasi lensa
sulit.

4)

Pada kasus lens-iris diaphragm retropulsion syndrome dan blok dari pupil, penggunaan
spatula, canula, atau sinskey hook untuk meninggikan tepi pupil untuk mempermudah
acaridan untuk melewati pupil lebih cepat.
Post operatif managemet
Medikasi
Tanpa memperdulikan status refraktif, tindakan bedah biasanya memberikan steroid
topikal dan NSAIDs untuk mengurangi inflamasi dan menurunkan resiko postoperatif cystic
macular edema (CME), pasien juga sering menggunakan fluoroquinolone antibiotik
topikal.10
Follow up
Pemeriksaan fundus secara berkala untuk menilai kerusakan retina sangat penting
pada postoperatif managemet pada pasien dengan miopi malignan. Jika mata yang lain
katarak, operasi secepatnya sangat penting untuk mengurangi durasi dari anisometropia dari
pasien.10

Kesimpulan
Perempuan 35 tahun datang dengan keluhan penglihatan kabur dan melihat bayangan
seperti awan yang menutupi penglihatannya sejak 7 bulan sebelum masuk rumah sakit
menderita katarak matur yang disertai dengan miopi malignan pada mata kirinya dan katarak
matur pada mata kanannya.
Daftar pustaka
1.

Riordan-Eva P, Whitcher J P. Vaughan & Asbury Oftalmologi umum; alih bahasa:

2.

Brahm U Pendit. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009.


Suhardjo SU, Hartono. Lensa Mata dan Katarak. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012. Hal 65-80.

3.

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2010.

4.

Carroll E W, Jens S A, Curtis R. Disorder of visual function. Dalam: Port C M, Matfin


G. Pathophysiology concepts of altered health states. China: Lippincott Williams &
Wilkins; 2009.

5.

Dodick, JM, Kahn JB. Special Considerations for Cataract Surgery in the Face of
Pathologic Myopia. In: Spaide, RF, Ohno-Matsui, K, Yannuzzi, LA, eds. Pathologic
Myopia. New York, NY: Springer Science+Business Media; 2014:313-314.

6.

Zuberbuhler B, Seyedian M, Tuft S. Phacoemulsification in eyes with extreme axial


myopia. J Cataract Refract Surg. 2009;35(2):335-40.

7.

Roessler GF, Dietlein TS, Plange N, Roepke AK, Dinslage S, Walter P, Mazinani BA.
Accuracy of intraocular lens power calculation using partial coherence interferometry in
patients with high myopia. Ophthalmic Physiol Opt. 2012;32(3):228-33.

8.

Basic Clinical and Science Course. Lens and Cataract. 2013-14. Section 11 pg 200.

9.

High myopia and cataract surgery. American Academy of Ophthalmology. Practicing


Ophthalmologists Learning System. http://one.aao.org/pols-snippet/2217. Accessed
September 28, 2014.

10. Bernheim D, Rouberol F, Palombi K, Albrieux M, Romanet JP, Chiquet C. Comparative

prospective study of rhegmatogenous retinal detachments in phakic orpseudophakic


patients with high myopia. Retina. 2013;33(10):2039-48.

Anda mungkin juga menyukai