Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar belakang
Herpes zoster merupakan salah satu penyakit kulit yang menjadi masalah di

masyarakat. Herpes zoster merupakan jenis kelainan kulit yang disebabkan oleh virus.
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia.
Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia
di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Penyebab spesifik dari Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster
(VVZ), Kelainan dari penyakit ini ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta
timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf
spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.
Hal yang menjadi masalah di masyarakat pada pasien dengan diagnosa penyakit ini
adalah rasa tidak nyaman pada kulit dan estetika dari penampilan eksternal yang
terganggu, serta penyebaran dari penyakit ini bisa melalui kontak langsung atau melalui
inhalasi traktus respiratorius sehingga orang yang berada pada lingkungan disekitar
pasien rentan untuk terkena penyakit yang serupa.

1.2

Tujuan Penyusunan
1.2.1 Tujuan Umum
1.2.1.1 Untuk memenuhi tugas penyusunan tinjauan pustaka
1.2.1.2 Untuk mengetahui penanganan kasus Herpes Zoster
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dari laporan kasus ini adalah untuk mengetahui :
1.2.2.1 Mengetahui penyebab dari Herpes Zoster
1.2.2.2 Mengetahui Tanda dan gejala Herpes Zoster
1.2.2.3 Mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan Herpes Zoster

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi.
Herpes Zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster
(VZV) pada kulit dan mukosa, atau merupakan reaktivasi virus setelah infeksi primer
dengan gambaran klinis radang kulit akut yang bersifat khas seperti gerombolan vesikel
unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
2.2 Epidemiologi
Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh
musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara
laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara
maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34%
setahun

sedangkan

di

Indonesia

lebih

kurang

1%

setahun.

Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster.
Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam
keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia
di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah
melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.

2.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong
virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes
viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik
dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan
gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer
pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer,
infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas
dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk
replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine
(thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
2.4 Patofisiologi
VZP ditularkan melalui kontak langsung atau inhalasi. Predileksi awal infeksi
adalah mukosa saluran nafas atau konjungtiva. Virus ini akan mengalami fase laten
karena dikontrol oleh imunitas seluler. Akan tetapi saat terjadi penurunan limfosit T
(Akibat neoplasma, transplantasi, AIDS, penuaan, atau kondisi imunodefisiensi lainnya),
maka dapat terjadi reaktivasi. Virus ini mengalami dua replikasi, yaitu yang pertama pada
ganglia, kemudian pada hepar, limpa, dan organ lainnya.

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada
dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi.
Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita
(terutama

pada

anak-anak)

dan

timbul

1-2

hari

sebelum

terjadi

erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan
unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas
pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam
kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga.
Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat
menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia
tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa
sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah
menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal
(55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%). Pembesaran kelenjar getah bening
biasanya didapatkan pada sekitar kelainan kulit.
Pada herpes zoster optalmikus terjadi infeksi pada cabang pertama nervus
trigeminus cabang optalmika senhingga timbul kelainan pada mata. Pada kondisi lain
seperti halnya Sindrom Ramsay Hunt akan terdapat gangguan pada saraf facialis dan
otikus yang menyebabkan paralisis otot wajah, kelainan kulit sesuai dermatom, tinitus,
vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, mual, dan gangguan pengecapan.
5

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus


trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua
dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay
Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala
paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan,
tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan.
Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat
dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Pada Herpes zoster
generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmentalditambah kelainan kulit yang
menyebar secara generalisata berupa vesikel yang solitary, da nada umbilikasi. Kasus ini
terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah,
misalnya pada penderita limfoma malignum.
Neuralgia pascaherpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang
mendapat herpes zoster di atas usia 40 tahun.

2.7 Diagnosis
Untuk Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit.3
Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti demam,

pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian
berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu
sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi
keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat
menjadi krusta.
Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa
nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan
sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan.
Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok,
dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom.
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu
menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak. Demikian pula
pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes
serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang
mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil,
hemoragi fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi.
Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan diagnosis. Akan tetapi
pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:

1.

Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan


mikroskop elektron.

2.
7

Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3.

Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

2.8 Diagnosis Banding


Herpes Simpleks
Varisella zoster

2.9 Penatalaksanaan
Terapi sistemik umumnya bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik. Jika disertai infeksi sekunder diberikan antibiotic.
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi
imunitas mengingat fungsinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 haripertama sejak lesi
muncul.
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5x800 mg sehari dan biasanya diberikan
selama 7 hari. Sedangkan valasiklovir cukup 3x1000 mg sehari karena konsentrasi dalam
plasma tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat diteruskan dan
dihentikan setelah 2 hari sejak lesi baru tidak muncul lagi.
Isoprinosin sebagai immunostimulator tidak berguna karena awitas kerjanya baru
setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya seminggu.
Untuk neuralgia pascaherpetik belum ada obat pilihan, dapat dicoba dengan
akupuntur. Obat yang direkomendasikan diantaranya gabapentin dosisnya 1800 mg
2400 mg sehari. Mula-mula dosis rendah kemudian dinaikkan secara bertahap untuk
menghindari efek samping diantaranya nyeri kepala dan rasa melayang. Hari pertama
8

dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg
sehari hingga mencapai 1800 mg sehari. Bila belum ada efeknya dosis dapat ditinggikan.
Nyeri tersebut lambat laun akan menghilang sendiri.
Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom Ramsay Hunt. Pemberian
harus sedini-dininya untuk mencegah trejadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah
prednisone dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih
baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunannya untuk mencegah fibrosis
ganglion.
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak
terjadi infeksi sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi
dpat diberikan salep antibiotik

2.10 Komplikasi

Neuralgia paska herpetik


Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai
beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun,
persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur
penderita maka semakin tinggi persentasenya.

Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi.


Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau
berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan
jaringan nekrotik.

Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

Sindrom Ramsay Hunt


Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit
yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan

Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan
virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan.
Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai
paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas,
vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

2.11 Prognosis
Pada umumnya bonam bila ditangani secara adekuat, pada herpes zoster
ophtalmicus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.
10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Herpes zoster merupakan penyakit yang disebab kan oleh virus varisela-zoster
(VZV), penyakit ini menunjukan manifestasi klinis dengan kelainan kulit berupa vesikel
bergerombol

yang

penyebarannya

mengikuti

dermatom

persyarafan

tertentu

(Herpetiform) dengan disertai rasa nyeri.


Patogenesis terjadinya herpes zoster diakibatkan penularan secara kontak
langsung atau melalui inhalasi, dengan predileksi awal infeksi adalah mukosa saluran
nafas atau konjungtiva. Virus ini mengalami reaktivasi ketika terjadi penurunan imunitas
seperti pada pasien dengan (Neoplasma, AIDS, Penuaan, atau kondisi imunodefisiensi
lainnya). Virus ini mengalami 2 replikasi, yaitu yang pertama pada ganglia dan yang
selanjutnya pada hepar, limpa dan organ lainnya
Diagnosis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemereiksaan
penunjang. Gejala yang timbul pada penyakit ini awalnya adalah manifestasi prodromal
yaitu malaise, demam, pusing, artrhalgia, myalgia dan terkadang timbul rasa gatal. Pada
pemeriksaan efloresensi kulit didapatkan gambaran vesikel yang berkelompok dengan
penyebaran sentrifugal (herpetiform) yang disertai rasa panas. Untuk memastikan
diagnosis bisa dilakukan dengan pemeriksaan tzank yang akan ditemukan sel datia berinti
banyak.
Tatalaksana pada penyakit ini dapat diberikan terapi medikamentosa anti-viral per
oral dengan pilihan asiklovir 5x800 mg selama 7 hari, atau dapat diberikan valasiklovir
3x1000 mg selama 1 hari namun jika didapatkan kelainan kulit yang menetap tatalaksana

11

dapat diteruskan hingga 2 hari. Terapi lainnya yaitu bersifat simptomatis untuk
mengurangi keluhan nyeri dengan diberikan analgetik, serta kortikosteroid dapat
diberikan untuk mencegah timbulnya paralisis.
Prognosis pada pasien dengan penyakit ini umumnya bonam tergantung dengan
tatalaksana yang diberikan.

3.2 Saran
1. Bagi pasien diharapkan menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih dan sehat.
Serta memperbaiki imunitas dengan cara meningkatkan asupan makanan bergizi dan
menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
2. Bagi insitusi diharapkan dapat menambah koleksi buku-buku yang membahas
secara lebih mendalam mengenai penyakit kulit.
3. Bagi petugas medis agar dapat terus meningkatkan pengetahuan serta
keterampilannya dalam hal penanganan pasien dengan Herpes Zoster

12

DAFTAR PUSTAKA
1. Menaldi SL, Bramono K, Indriatmi W, Penyunting. Ilmu penyakit kulit dan
kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Badan penerbit FKUI: 2014.
2. Wolff K. Johnson RA, Saavedra AP, Penyunting. Fitzpattricks color atlass &
synopsis of clinical dermatology. Edisi ke -7. Singapura: Elseviers saunders 2013.
3. Arenas R, Estrada R, Penyunting. Tropical dermatology. Georgetown: Landes
Bioscience; 2001.
4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates,
2000; 92-4.
5. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
6. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu
Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.
7. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.

13

Anda mungkin juga menyukai