Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Diperkirakan insidensi kolesistitis akut sama baik di Eropa Barat maupun

di Amerika, namun insidensi pasti di seluruh dunia tidak diketahui. Di Inggris,


16,884 kasus kolesistitis dilaporkan dalam periode satu tahun dari 2009 sampai
2010, dengan kira-kira dua pertiga dari kasus terjadi pada wanita. 1
Lebih dari 20 juta orang Amerika diperkirakan menderita batu empedu,
dengan 500.000 operasi kolesistektomi dilakukan setiap tahunnya. Hampir semua
pasien tidak memiliki gejala. Kolesistitis akut merupakan komplikasi tersering
dari batu empedu dan terjadi pada 10% pasien yang datang dengan gejala. 1
Kolesistitis akalkulus akut memiliki insidensi 5 14% dari seluruh kasus
kolesistitis akut. Insidensinya lebih tinggi dijumpai pada pasien yang dirawat di
ruangan intensif, khususnya pasien luka bakar dan trauma. Keadaan ini juga
terjadi 3 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria hingga usia 50 tahun, dan
kira-kira 1.5 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pria setelah usia 50
tahun.1
1.2

Definisi dan Epidemiologi


Kolesistitis adalah inflamasi akut dan kronis dari kandung empedu,

biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus
sistikus dan menyebabkan distensi kandung empedu. Kasus kolesistitis ditemukan
pada sekitar 10% populasi, sekitar 90% kasus berkaitan dengan batu empedu,
sedangkan 10% sisnya tidak. Kasus minorotas yang disebut juga dengan istilah
acalculous cholecystitis ini, biasanya berkitan dengan pasca bedah umum, cedera
berat, sepsis (infeksi berat). Individu yang beresiko terkena kolesistitis adalah
jenis kelamin wanita, umur tua, obesitas, obat-obatan kehamilan, dan suku bangsa
tertentu.
Kolelitiasis adalah terdapatnya batu dalam kandung empedu. Kedua
penyakit diatas dapat terjadi sendiri saja, tapi sering kali dijumpai bersamaan

karena saling berkaitan. Sekitar 95% penderita peradangan kandung empedu akut
memiliki batu empedu.
Batu empedu yang menyumbat saluran empedu akan membuat kandung
empedu meregang, sehingga aliran darah dan getah bening akan berubah,
terjadilah kekurangan oksigen dan kematian jaringan empedu. Sedangkan kasus
tanpa batu empedu, kolesistitis lebih disebabkan oleh faktor keracunan empedu
(endotoksin) yang membuat garam empedu tidak dapat dikeluarkan dari kandung
empedu.

1.3

Anatomi dan Fisiologi

1.3.1

Anatomi

Kandung empedu (vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang
terletak pada permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus,
corpus, dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior

abdomen setinggi ujung costa IX kanan. Corpus merupakan bagian terbesar dari
kandung empedu. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hepar dan
arahnya keatas, belakang, dan kiri. Collum adalah bagian yang sempit dari
kandung empedu. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan
dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis
membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea
dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum permukaan viscera hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah A. cystica cabang A. hepatica
kanan. V. cystic mengalirkan darah langsung ke vena porta. Sejumlah arteri yang
sangat kecil dan vena-vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesic fellea. Disini pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan A. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Variasi anatomi misalnya double folded atau double twisted sangat sering
ditemukan, juga kandung empedu yang besar, non obstruktif, sering dijumpai
pada penderita alkoholisme atau diabetes mellitus.
1.3.2

Fisiologi
Vesica fellea berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas sekitar

50ml. vesica fellea memiliki kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk


membantu proses ini, mukosanya memiliki lipatan-lipatan yang satu sama lain
saling berhubungan. Sehingga permukaannya tampak seperti sarang tawon. Selsel thorak membatasinya juga mempunyai banyak mikrofili
Empedu dibentuk oleh sel-sl hati yang ditampung di dalam kanalikuli.
Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum
interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan
dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran
ini sebelum mencapai duodenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum
disalurkan ke duodenum.
Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan
absorbs air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang

kedap, yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi
volumenya 80-90%.
Menurut Guyton & Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu :
a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorbsi lemak,
karena asam empedu melakuakn dua hal antara lain: asam empedu membantu
mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang
lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas. Asam empedu membantu transport dan absorbsi produk akir lemak
yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh selsel hati.
Pengosongan Kandung Empedu
Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial
kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke
dalam duodenum. Lemak meyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari
mukosa duodenum, hormone kemudian masuk dalam darah, menyebabkan
kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada
ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan
masuknya emepdu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam
cairan emepdu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu
pencernaan dan absorbs lemak.
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:
1. Hormonal
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
merangsang mukosa sehingga hormone cholecystokinin akan terlpas.
Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung
empedu.
2. Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase cephalik dari sekresi


cairan

lambung

atau

dengan

refleks

intestino-intestinal

akan

menyebabkan kontraksi dari kandung empedu


-

Rangsangan langsung dari mkanan yang masuk sampai ke duodenum


dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana
kandung empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan hormonal mauapun


neurologis memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.
Komposisi Cairan Empedu
Komponen
Air

Dari hati
97,5 gm%

Dari kandung empedu


95 mg%

Garam empedu

1,1 gm%

6 mg%

Bilirubin

0,04 gm%

0,3 mg%

Kolesterol

0,1 gm%

0,3-0,9 mg%

Asam lemak

0,12 mg%

0,3-1,2 mg%

Lecithin

0,04 mg%

0,3 mg%

Elektrolit

Garam empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua
macam yaitu: Asam Deoxcycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
-

Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat


dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah
menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi lemak, monoglycerid, kolesterol, dan vitamin yang


larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus diubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar
(90%) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh
mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam
bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi di segmen

distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu
akan terganggu.
Kolesistitis
1. Kolesistitis akut
A. Pengertian
Radang kandung empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut
dinding kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan, dan demam.
B. Etiologi dan Patogenesis
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah
statis cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu, sedangkan
sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis akut
alkalkulus). Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan
kolesistitis akut, masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang
berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin, dan
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti
oleh reaksi inflamasi dan supurasi.

Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat cukup
lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan
kandung empedu, batu disaluran emepdu, atau merupakan salah satu
komplikasi penyakit lain seperti demam tifoid dan diabetes mellitus.

C. Gejala klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik
perut disebelah kanan atas epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu
tubuh. Kadang-kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula kanan dan
dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan
sangat bervariasi tergantung dari adanya kelaianan inflamasi ringan sampai
dengan gangrene atau perforasi kandung empedu. Penderita kadang menderita
demam, mual, dan muntah. Pada orang lanjut usia, demam sering kali tidak
begitu nyata dan nyeri lebih terlokalisasi hanya pada perut kanan atas.
D. Pemeriksaan fisik
Teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis
lokal (Murphy sign).
E. Laboratorium
Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin
<4,0mg/dl). Apabila konsentrasi bilirubin tinggi, perludiperkirakan adanya
batu disaluran empedu ekstrahepatik.
Leukositosis .
Peningkatan

enzim-enzim

hati

(SGOT,SGPT,alkali

fosfatase,dan

bilirubin).
Peninggian transaminase dan fosfatase alkali.
F. Radiologi
Foto polos abdomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitis
akut. Hanya pada 15%

pasien kemungkinan dapat terlihat batu tidak

tembus pandang (radioopak) oleh karena mengandung kalsium cukup


banyak.
Kolesistografi oral tidak dapat memperlihatkan gambaran kandung
empedu bila ada obstruksi sehingga pemeriksaan ini tidak bermanfaat
untuk kolesistitis akut.
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sebaiknya dikerjakan secara rutin dan
sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan dinding
kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstrahepatik. Nilai kepekaan
dan ketepatan USG mencapai 90-95%.

Skintigrafi saluran empedu mempergunakan zat radioaktif HIDA atau


99nTc6 Iminodiacetic acid mempunyai nilai sedikit lebih rendah dari USG
tapi teknik ini tidak mudah. Terlihatnya gambaran duktus koledukus tanpa
adanya gambaran kandung empedu pada pemeriksaan kolesistografi oral
atau scintigrafi sangat menyokong kolesititis akut.
CT

scan

abdomen

kurang

sensitive

dan

mahal

tapi

mampu

memperlihatkan adanya abses perikolesistik yang masih kecil yang


mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan USG.
Kolangiografi transhepatik perkutaneos : pembedahan gambaran dengan
fluroskopi antara penyakit kandung empedu dan kanker pancreas (bila
ikterik ada).
MRI
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari pemeriksaan
tertentu. Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya batu empedu
dalam kandung empedu, dan cairan peradangan disekitar empedu. ERCP
(endoscopic retrograde cholangiopancreatography) juga dapat dilakukan untuk
melihat anatomi saluran empedu, sekaligus untuk mengangkat batu apabila
memungkinkan.
Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi
hepatobilier, yang memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung
empedu dan bagian atas usus halus.
H. Penatalaksanaan
Penderita dengan kolesistitis akut pada umumnya dirawat dirumah sakit,
diberikan cairan dan elektrolit intravena dan tidak diperbolehkan makan
mupun minum. Mungkin akan dipasang pipa nasogastrik untuk menjaga agar
lambung tetap kosong sehingga mengurangi rangsangan terhadap kandung
empedu. Antibiotik diberikan sesegera mungkin dicurigai kolesistitis akut.
Jika diagnosis sudah pasti dan resikonya kecil, biasanya dilakukan
pembedahan untuk mengangkat kandung empedu pada hari pertama atau
kedua. Jika penderita memiliki penyakit lainnya yang meningkatkan resiko

10

pembedahan, operasi ditunda dan dilakkan pengobatan terhadap penyakitnya.


Jika serangan mereda, kandung empedu bisa diangkat 6 minggu kemudian
atau lebih. Jika terdapat komplikasi (misalnya abses, gangren, atau perforasi
kandung empedu), diperlukan pembedahan segera.
Sebgian kecil penderita akan merasakan episode nyeri yang baru atau
berulang, yang menyerupai serangan kandung empedu, meskipun sudah tidak
memiliki kandung empedu. Penyebab terjadinya episode ini tidak diketahui,
tetapi mungkin merupakan akibt dari fungsi sfingter oddi yang abrnormal.
Sfingter Oddi adalah lubang yang mengatur pengaliran empedu kedalam usus
halus. Rasa nyeri ini mungkin terjadi akibat peningkatan tekanan didalam
saluran yang disebabkan oleh penahanan aliran empedu atau sekresi pankreas.
Untuk melebarkan sfingter Oddi dapat menggunakan endoskopi. Hal ini
biasanya akan mengurangi gejala pada penderita yang memiliki kelainan
sfingter, tapi tidak akan membantu penderita yang memiliki nyeri tanpa
disertai kelaianan pada sfingter.
I. Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan 85% kasus, sekalipun kandung empedu
menjadi tebal, fibrotic, penuh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak
jarang

menjadi

kolesititis

rekuren.

Kadang-kadang

kolesistitis

akut

berkembang secara cepat menjadi gangren, empiema, dan perforasi kandung


empedu, fistel, abses hati atau peritonitis umum. Hal ini dapat dicegah dengan
pemberian antibiotic yang adekuat pada awal serangan. Tindakan bedah akut
pada pasien tua (>75tahun) memiliki prognosis jelek disamping kemungkinan
timbul komplikasi pasca bedah.
2. Kolesistitis kronik
Kolesistits kronik lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat
hubungannya dengan litiasis dan lebih sering timbulnya perlahan-lahan.
A. Pengertian
Kolesistitis kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung
empedu, yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam
dan hebat.

11

B. Etiologi
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut,
yang menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan
penciutan kandung empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu
menampung empedu.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya
meningkat pada usia diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya kolesistitis
kronis adalah adanya riwayat kolesistitis akut sebelumnya.
C. Gejala klinis
Timbulnya gejala bisa dipicu oleh makan makanan berlemak. Gejalanya
sangat minimal dan tidak menonjol, seperti dyspepsia, rasa penuh di
epigastrium, dan nausea khususnya setelah makan makanan berlemak tinggi,
yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa.
D. Radiologi

Kolesistografi

oral,

ultrasonografi,

dan

kolangiografi

dapat

memperlihatkan kolelitiasis dan afungsi kandung emepdu. Pada USG,


dinding menjadi sangat tebal dan eko cairan lebih terlihat hiperekoik.
Sering terdapat pada kolesistitis kronik lanjut dimana kandung empedu
susah mengisut. Kadang-kadang hanya eko batunya saja yang terlihat.

Endoskopi retrograde choledochopancreaticography (ERCP) sangat


bermanfaat untuk memperlihatkan adanya batu di kandung empedu dan
duktus koledokus.

Kolesistogram (untuk kolesistitis kronik): menyatakan batu pada sistem


empedu.

CT scan: dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatsi duktus empedu,


dan membedakan antara ikterik obstruksi / non obstruksi.

MRI

E. Diagnosis
Diagnosis kolesistits kronik sering sulit ditegakkan. Riwayat penyakit batu
kandung empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri local di daerah

12

kandung empedu disertai tanda Murphy positif

dapat menyokong

menegakkan diagnosis.
F. Penatalaksanaan
Pengobatan yang biasa dilakukan adalah pembedahan. Kolesistektomi bisa
dilakukan melalui pembedahan perut maupun laparoskopi. Penderita yang
memiliki resiko pembedahan tinggi karena keadaan medis lainnya, dianjurkan
untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan. Bisa
diberikan antasid dan obat-obat antikolinergik.
G. Pencegahan
Seorang yang pernah mangalami serangan kolesistitis akut dan kandung
empedunya belum diangkat, sebaiknya mengurangi asupan lemak dan
menurunkan berat badannya.

13

DAFTAR PUSTAKA
Rasad, Sjahriar. 2010. Radilogi Diagnostik Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes : Radiologi Edisi Kedua.
(diterjemahkan oleh penerbit Erlangga), Jakarta : Penerbit Erlangga
3. Richard S. Snell. 2002. Anatomi Klinik. Edisi Ketiga. Jakarta : EGC
2. Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi Kelima. Jakarta ; Interna publishing
4. Sherlock S, Dooley J. 1993. Disease of the liver and biliary sistem 9 th.
London : Blackwell Scientific Publication
Sjamsuhidajat R, Wim de jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :
EGC

1. British Medical Journal. 2015. Cholecystitis. Available at


http://bestpractice.bmj.com/bestpractice/monograph/78/basics/epidemiology.html. Diakses pada : 14 Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai