FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
LAPORAN KASUS
MEI 2015
OLEH :
RUSHDA BINTI MAT MUHAMMAD
C111 11 861
PEMBIMBING:
dr. HUSAIN
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing,
Mei 2015
Disusun oleh,
(dr. Husain)
Residen pembacaan,
(dr. Agussalim)
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .. 1
DAFTAR ISI. 2
BAB 1: LAPORAN KASUS........................................................................................... 3-15
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
DEFINISI ................ 16
ETIOLOGI.... 16
EPIDEMIOLOGI......... 17
PATOGENESIS...... 17-20
KLASIFIKASI .... 21-23
DIAGNOSIS....................... 24-28
PENGOBATAN.. 29-34
KOMPLIKASI....... 35
DAFTAR PUSTAKA... 36
Pekerjaan
Alamat
Agama
No. RM
: Mahasiswa
: Jl. Tamalanrea Raya Poros BTP No. 26
: Islam
: 711133
ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis
Keluhan Utama
: Batuk
Anamnesis Terpimpin:
Dialami sejak dua bulan terakhir sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya batuk
kering kemudian batuk kadang-kadang ada lendir, warna putih. Riwayat batuk darah ada,
dua kali, 3 hari sebelum masuk rumah sakit, warna merah segar, tidak bercampur
makanan. Demam ada, tidak terus menerus, turun dengan Paracetamol, riwayat menggigil
dan berkeringat malam ada. Nafsu makan menurun 1 bulan terakhir, berat badan menurun
lebih kurang 5kg. Mual dan muntah tidak ada. Sesak napas tidak ada, nyeri ulu hati tidak
ada. Buang air besar biasa, buang air kecil lancar, warna kuning.
Riwayat penyakit sebelumnya :
-
: 120/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 22 x/menit
Suhu
: 37,8 oC
III.PEMERIKSAAN FISIS
3
Kepala
Ekspresi
: biasa
Simetris muka
Deformitas
: tidak ada
Rambut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus
Gerakan
: tidak ada
: bisa ke segala arah
Kelopak Mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
: jernih
Pupil
Telinga
Pendengaran
Tophi
Nyeri tekan di prosesus mastoideus
Hidung
Perdarahan
Sekret
Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Gigi geligi
Gusi
Leher
Kelenjar getah bening
Kelenjar gondok
DVS
Pembuluh darah
Kaku kuduk
Tumor
Dada
Inspeksi
:
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
Lain lain
Paru
Palpasi
:
Fremitus raba
Nyeri tekan
Perkusi
:
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
Batas paru belakang kanan
Batas paru belakang kiri
Auskultasi
:
Bunyi pernapasan
Bunyi tambahan
: bronkhovesikuler
: Rh - - Wh -/++
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
:pekak, batas jantung dalam batas normal (batas jantung kanan di linea
parasternalis dextra, batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistrra
ICS V, batas jantung atas ICS II)
Auskultasi
Perut
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Edema tidak ada
Laboratorium
Jenis Pemerikaan
WBC
RBC
HGB
DARAH
HCT
Hasil
8,42x103/uL
4,91x106/uL
12,1 g/dL
36,4%
Nilai Rujukan
4 - 10 x 103/uL
46 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 48 %
RUTIN
(07/05/2015)
75,2 fl
24,6 pg
32,8 g/dl
318 x103/uL
75,5 %
13,2 %
8,6 %
2,6 %
0,1 %
76 - 92 pl
22 - 31 pg
32 - 36 g/dl
150 - 400 x 103/uL
52.0 - 75,0
20,0 40,0
2,00 8,00
1,00 3,00
0,00 0,10
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT
LYMPH
MONO
EOS
BASO
Jenis Pemeriksaan
GDS
Ureum
KIMIA
Kreatinin
DARAH
SGOT
(07/05/2015)
SGPT
Albumin
Asam urat
HEMATOLOGI PT
INR
(07/05/2015)
APTT
HbsAg (ICT)
Anti HCV (ICT)
DHF IgG/IgM (ICT)
IgM Salmonella
URINE RUTIN
(07/05/2015)
(TF semikuantitatif)
Warna
Ph
Bj
Protein
Glukosa
Bilirubine
Urobilinogen
Keton
Hasil
139 mg/dl
19 mg/dL
0,90 mg/dL
24 U/L
23 U/L
3,1 gr/dl
5,1 mg/dl
12,2 detik
1,17
26,3 detik
Non Reactive
Non Reactive
Negatif
Nilai Rujukan
140 mg/dl
10 50 mg/dL
< 1,1 mg/dL
< 38 U/L
< 41 U/L
3,5-5,0 gr/dL
3,4-7,0 mg/dl
10-14 detik
22,0-30,0 detik
Non Reactive
Non Reactive
Negatif
Negatif
Negatif
Kuning
6,0
1.010
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Kuning muda
4.5-8.0
1.005-1.035
Negatif
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
6
Nitrit
Blood
Lekosit
Vit. C
Sedimen Lekosit
Sedimen Eritrosit
Sedimen Torak
Sedimen Kristal
Sedimen Epitel Sel
Sedimen Lain-lain
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
< 5 lpb
< 5 lpb
-
Negatif
+-/10
+-/15
5
5
2
-
Paracetamol 1gr/8jam/IV
Ambroxol 30mg/8jam/oral
Rencana Pemeriksaan
FOLLOW UP
TANGGAL
08/05/2015
PERJALANAN PENYAKIT
S : Batuk ada lebih kurang sebulan sebelum
INSTRUKSI DOKTER
P:
Paracetamol
500mg/8jam/oral
7
Ambroxol
30mg/8jam/oral
O:
SS / GK / CM
TD: 120/80 mmHg
N: 88 x/i
P: 22 x/i
S: 37,9 C
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : bronkovesikuler,
BT : Rh - |- , wh -/+ +
BJ : I/II regular, BT (-)
Peristaltik (+) kesan normal
Ext : Edema -/ Foto thorax: TB Paru duplex lama aktif
09/05/2015
Rencana Pemeriksaan
P:
Paracetamol
500mg/8jam/oral
Ambroxol
30mg/8jam/oral
O:
SS / GK / CM
TD: 120/80 mmHg
N: 88 x/i
P: 22 x/i
S: 37,6 C
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : bronkovesikuler
BT : Rh - |- , wh -/++
BJ : I/II regular, BT (-)
Peristaltik (+) kesan normal
Ext : Edema -/ Foto thorax: TB Paru duplex lama aktif
Monitoring :
-
10/05/2015
P:
Paracetamol
500mg/8jam/oral
Ambroxol
30mg/8jam/oral
Monitoring :
Tunggu hasil BTA 3x, gram, jamur
kultur dan sensitivitas sputum
O:
Paracetamol
SS / GK/ CM
TD: 120/80 mmHg
N: 85 x/i
P: 24x/i
S: 36,5 C
Anemis -/-, ikterus -/-,
BP : bronkovesikuler
BT : Rh -|- , wh -/++
BJ : I/II regular, BT (-)
Peristaltik (+) kesan normal
Ext : Edema -/ Foto thorax: TB Paru duplex lama aktif
BTA 2+
500mg/8jam/oral
(bila
demam)
Ambroxol
30mg/8jam/oral
OAT
FDC
tab/24jam/oral
Neurodex
tab/24jam/oral
Hasil
Nilai rujukan
Positif (2+)
Gram positif
Basil
Tunggal
Ekstraselular
PMN: 6/LPB; Epitel sel: 2/LPB
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Tidak ditemukan
Sputum
Sputum
Positif (3+)
Negatif
Positif (1+)
Negatif
Negatif
Negatif
Jenis spesimen
Pewarnaan BTA 1
Pewarnaan BTA 2
Pewarnaan BTA 3
12/05/2015
OAT
FDC
tab/24jam/oral
Neurodex
tab/24jam/oral
10
RESUME
Laki-laki, 22 tahun, masuk ke rumah sakit dengan keluhan batuk yang dialami sejak dua bulan
terakhir sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya batuk kering kemudian batuk kadang-kadang
ada lendir, warna putih. Riwayat batuk darah ada, dua kali, 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
warna merah segar, tidak bercampur makanan. Demam ada, tidak terus menerus, turun dengan
Paracetamol, riwayat menggigil dan berkeringat malam ada. Nafsu makan menurun 1 bulan
terakhir, berat badan menurun lebih kurang 5kg. Mual dan muntah tidak ada. Sesak napas tidak
ada, nyeri ulu hati tidak ada. Buang air besar biasa, buang air kecil lancar, warna kuning.
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal, riwayat berobat 6 bulan sebelumnya
tidak ada, riwayat keluarga dengan keluhan yang sama tidak ada. Dari pemeriksaan fisis
didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, normokardi, febris. Pemeriksaan fisis thoraks, pada
auskultasi didapatkan bunyi tambahan ronkhi di basal kiri dan kanan paru. Pemeriksaan fisis
jantung dan abdomen dalam batas normal. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
limfositopenia. Foto thorax PA didapatkan kesan Tuberkulosis paru duplex lama aktif.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka pasien ini
didiagnosis sebagai Tuberkulosis paru kasus paru DD/ Community acquired pneumonia.
DISKUSI
Diagnosis tuberkulosis didapatkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis didapatkan penderita mengalami demam sudah satu bulan yang
sering hilang timbul. Demam pada pasien tuberkulosis biasanya subfebril menyerupai demam
influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbul demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah bebas dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
Pasien juga mengeluh batuk dialami sudah dua bulan dan ada riwayat batuk berdarah.
Gejala ini banyak ditemukan pada tuberkulosis. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
11
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah
karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
Pasien kadang-kadang berkeringat malam, nafsu makan berkurang sehingga berat badan
turun 5kg. Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun) dan keringat
malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Pemeriksaan fisis thoraks, pada auskultasi didapatkan bunyi pernapasan bronkovesikuler
dan bunyi tambahan ronkhi di basal kiri dan kanan paru. Bronkovesikuler merupakan bunyi yang
terdengar antara vesikuler dan bronkial, di mana ekspirasi menjadi lebih keras, lebih tinggi
nadanya dan lebih memanjang hingga hampir menyerupai inspirasi. Bunyi ini dapat didengar
pada tempat-tempat yang ada bronkiolus besar yang ditutupi satu lapisan tipis alveolus.
Tuberkulosis paru bisa menyebabkan kerna adanya infiltrat. Pemeriksaan fisis jantung dan
abdomen dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak
menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga kurang spesifik. Limfositopenia bisa disebabkan oleh
berbagai macam penyakit infeksi seperti tuberkulosis, infeksi virus hepatitis dan demam tifoid.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan limfositopenia. Pada penderita ini, gambaran foto
thorax PA didapatkan bercak-cak berawan pada lapangan atas kedua paru, kesan Tuberkulosis
paru duplex lama aktif.
Dari gejala klinis, pemeriksaan fisis, laboratorium dan foto thoraks pasien didiagnosis
awal sebagai
Penatalaksanaan awal pada pasien adalah simptomatik untuk keluhan demam dan batuknya yaitu
Paracetamol dan Ambroxol dan di rencanakan pemeriksaan BTA 3x, gram, jamur kultur dan
sensitivitas sputum untuk menegakkan diagnosis.
Setelah hasil pemeriksaan mikroskopis sputum BTA pada pasien ditemukan 1-10 BTA
dalam 1 lapang pandang, yaitu ++ (2+), maka berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
12
pemeriksaan penunjang pasien ini didiagnosis sebagai Tuberkulosis paru BTA positif lesi luas
kasus baru fase intensif. Berdasarkan Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia, paduan obat anti-tuberkulosis yang digunakan adalah kategori 1. Paduan obat antituberkulosis ini diberikan untuk pasien baru TB paru BTA positif, pasien TB paru BTA negatif
foto thoraks positif dan pasien TB ekstra paru. Paduan obat yang disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (KDT). Berdasarkan berat badan pasien, 50kg, obat anti
tuberkulosis yang diberikan pada tahap intensif adalah 3 tablet 4KDT tiap hari selama 56 hari. 4
KDT terdiri dari Isoniazid (150mg), Rifampisin (75mg), Pirazinamid (400mg) dan Etambutol
(275mg).
Isoniazid (INH) tuberkulostatis paling kuat terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam
fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap
kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun di luar sel (ekstraseluler). Mekanisme
kerjanya berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid yang diperlukan untuk membangun
dinding bakteri. Etambutol spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis tetapi tidak terhadap
bakteri lain. Kerja bakteriostatisnya sama kuatnya dengan isoniazid. Mekanisme kerjanya
berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah, juga
menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding sel. Pirazinamid, mekanisme kerjanya
berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal dari
basil tuberkulosis. Begitu pH dalam makrofrag diturunkan, maka kuman yang berada di sarang
infeksi yang menjadi asam akan mati. Rimfampisin mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan
spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga sintesa RNA terganggu.
13
II.
DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman Mycobacterium Tuberculosis
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
ETIOLOGI
Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 x 0,2-0,5m, dengan
bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid
sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. Yang
lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada dinding sel
menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja
bakterisidal antibiotika. M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan
antigenik yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang.
Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi
14
hipersensitivitas tipe lambat. Kuman TB tumbuh secara obligat aerob. Energi diperoleh
dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang pertumbuhan.
Dapat tumbuh dengan suhu 30-400C dan suhu optimum 37-380C. Kuman akan mati pada
suhu 600C selama 15-20 menit. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme
kuman.
III.
EPIDEMIOLOGI
WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk
dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga
menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara
berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita
baru per 100.000 penduduk. Hasil survei prevalensi TB di Indonesia tahun 2004
menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000
penduduk. Secara regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam
3 wilayah, yaitu: 1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000
penduduk, 2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000
penduduk, 3. Wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000
penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per
100.000 penduduk. Berdasar pada hasil survei prevalensi tahun 2004, diperkirakan
penurunan insiden TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.
IV.
PATOGENESIS
A. TUBERKULOSIS PRIMER
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan
limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan
mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
a. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum) .
15
b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik,
sarang perkapuran di hilus)
c. Menyebar dengan cara :
i.
Perkontinuitatum, menyebar
ke
sekitarnya.
Salah
satu
contoh
adalah
sebagai epituberkulosis.
Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru
iii.
atau
Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.
16
Gambar 1: TB Primer
B. TUBERKULOSIS POSTPRIMER
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer
mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized
tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang
terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen
apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
17
sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti
akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di
-
atas
memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
dengan
membungkus
diri
dan
akhirnya
mengecil.
18
Gambar 2: TB Postprimer
V.
KLASIFIKASI
ii.
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis aktif
19
iii.
Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan
radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
ii.
c.
6. Kasus lain:
20
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
TB paru juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. TB Paru BTA (+) yaitu:
BTA (-).
3. Bekas TB paru
BTA (-).
Gejala klinik tidak ada, ada gejala sisa akibat kelainan paru yang di tinggalkan.
Kategori I:
kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti
meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan
neurologik dan lain-lain.
2.
Kategori II:
21
3.
Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB diluar
paru selain kategori I.
4.
VI.
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi
2. Gejala sistemik
22
23
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction
dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus
vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
Lesi luas: Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
Pemeriksaan Penunjang lain
1. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien
efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
2.
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai
indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
3.
darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit pun kurang spesifik.
Uji tuberkulin
Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan
prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi,
bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi
HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
25
PENGOBATAN
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah
kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT.
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
26
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
- Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan
-
Paket Kombipak
- Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan
Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
27
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana
dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
30
Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak
(follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi
persyaratan sembuh atau gagal.
Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
31
Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
VIII.
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis
paru stadium lanjut yaitu :
1.
2.
3.
4.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Chris Tanto FL, Sonia Hanifati. Kapita Selekta Kedokteran. IV ed: Media Aesculapius;
2014.
2. Zulkifli Amin AB. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing; 2014.
3. Crofton J HN, Miller F. Clinical Tuberculosis. III ed. Oxford: Macmillan Publishers;
2009.
4. Dr.Asik Surya DCb, Prof. Dr.Sudijanto Kamso. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011.
5. Rab T. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media; 2010.
6. Tan Hoan Tjay KR. Obat-obat penting: khasiat, penggunaan dan efek-efek sampingnya.
Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo; 2007.
33