BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
periodontal. Bila stres fungsional besar, ligamen biasanya juga lebih tebal dan bila
gigi tidak berfungsi ligamen akan menjadi tipis setipis 0,06 mm. Dengan
terjadinya proses penuaan, ligamen akan menjadi lebih tipis (Manson, 2012).
Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah principal fibers (serabutserabut dasar). Menurut Phinney and Halstead (2003), enam grup dari prinsipal
fibers yaitu:
a. Alveolar crest, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan tilting
b. Horizontal, berfungsi dengan cara yang kebanyakan sama dengan alveolar crest
c. Oblique, merupakan fibers grup yang sangat banyak. Fungsinya adalah untuk
menahan gaya intrusif yang mendorong gigi ke dalam
d. Apical, berfungsi untuk menahan gaya yang mencoba untuk menarik gigi
keluar, dan juga gaya rotasi
e. Interradicular, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi pada
kontak interproksimal
f. Interdental (transeptal), berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang
gigi di daerah kontak interproksimal
periodontal
mempunyai
grup
substansi
utama
yaitu
proteoglycans dan glycoprotein. Dua grup ini tersusun atas protein dan
polisakarida. Substansi dasar pada ligamen periodontal adalah 70% berupa air.
Fungsi substansi dasar adalah mentransportasikan makanan ke sel dan membuang
produk dari sel ke pembuluh darah (Chandra, 2004).
Menurut Willmann (2007), fungsi ligamen periodontal meliputi fungsi
suportive, formative, resorptive, sensory and nutritive
a. Fungsi suportive
Melekatkan tulang ke soket gigi
Spongy bone juga disebut trabecular bone atau cancellous bone (Bathla,
2012).
10
c. Epitel penyatu
Membentuk perlekatan antara gingiva dengan permukaan gigi berupa epitel
skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia muda epitel penyatu terdiri atas 3 - 4
lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 20 lapis. Epitel ini melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal.
panjangnya bervariasi antara 0,25 - 1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva
sampai 1,0 mm koronal dari batas semento-enamel pada gigi yang belum
mengalami resesi. Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada
sementum.
2. Jaringan ikat gingiva
Jaringan ikat gingiva terdiri atas dua lapisan:
a. Lapisan papilari (papillary layer) yang berada langsung dibawah epitel, yang
terdiri atas: proyeksi papilari (papillary projection) diselang-selingi oleh rete
peg epitel
b. Lapisan retikular (reticular layer) yang ber-lanjut ke periosteum tulang
alveolar. Substansi dasar jaringan ikat gingiva mengisi ruang antara serat-serat
dan sel-sel, amorf, dan mengandung banyak air
11
Gambar 8. Sementum
Sementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang berkembang
menjadi sementoblas. Sementoblas menimbun suatu matriks, disebut sementoid
yang mengalami pertambahan pengapuran dan menghasilkan dua jenis sementum
aseluler dan seluler (Grossman, 1995).
Terdapat dua tipe sementum yakni:
1. Sementum Aseluler
Sementum aseluler tidak mengandung sel, terbentuk sebelum gigi mencapai
oclusal plane (erupsi), ketebalannya sekitar 30-230 m. Serabut sharpey
membentuk sebagian besar struktur aseluler sementum. Selain itu juga,
mengandung fibril-fibril kolagen yang terkalsifikasi yang tersusun beraturan atau
parallel terhadap permukaan (Grossman, 1995).
12
13
A. Gingival abscess
B. Periodontal abscess
C. Pericoronal abscess
7. Periodontitis yang berhubungan dengan lesi endodontic
8. Developmental or Acquired Deformities and Conditions
(Penyakit gingival atau periodontitis karena plak yang diperparah oleh
faktor keadaan lokal / gigi) (Carranza, 2006).
3.2.2 Gejala Klinis Penyakit Periodontal
1. Periodontitis Kronis
Merupakan tipe
periodontitis
yang
paling
sering
terjadi,
14
15
skelet
keluarga
yang
jarang,
ditandai
dengan
rickets,
16
Plak Gigi
Dalam waktu beberapa menit setelah terdepositnya pelikel, pelikel akan
terpopulasi dengan bakteri. Bakteri dapat terdeposit langsing pada email tetapi
biasanya bakteri melekat terlebih dahulu pada pelikel dan agregat bakteri dapat
menyelubungi glikoprotein saliva. Diet makanan keras dan berserat, permukaan
oklusal dan daerah kontak umumnya sangat aus sehingga deposisi bakteri
minimal. Bila digunakan diet lunak, gigi hanya aus sedikit atau bahkan tidak aus
sama sekali dan deposisi bakteri akan berlangsung dengan mudah. Akumulasi
bakteri terbesar terlihat pada daerah yang terlindung dari friksifungsional dan
sapuan lidah. Daerah inter dental dibawah titik kontak merupakan daerah
ketebalan plak terbesar (Manson &Eley, 2012).
17
Hampir 70% plak terdiri dari mikroba dan sisa-sisa produk ekstraseluler dari
bakteri plak, sisa sel dan derivate glikoprotein. Protein, karbohidrat, dan lemak
juga dapa tditemukan disini. Karbohidrat yang paling sering dijumpai adalah
produk bakteri dekstran; juga levandangalaktose. Komponen anorganik utama
adalah kalsium, fosfor, magnesium, potassium, dan sodium. Kandungan garam
anorganik tertinggi pada permukaan lingual insisivus bawah.Ion kalsium ikut
membantu perlekatan antar bakteri dan antara bakteri dengan pelikel(Manson
&Eley, 2012).
3. Material alba
Adalah deposit lunak pada permukaan gigi yang terlihat oleh mata berwarna
kekuningan atau agak putih, strukturnya amorfus terdiri dari partikel- partikel
makanan, mikroorganisme,
leukosit,
dapat
hilang
Mikoorganisme
dengan
berkumur-kumur
keras
atau
semprotan
air.
adalah sisa-sisa
makanan dalam rongga mulut yang biasanya terselip di antara gigi geligi atau
menumpuk pada daerah cekungan di lehergigi dekat gingival terutama pada
gigi-gigi yang berjejal. Meskipun berisi mikorganisme namun food debris tidak
menimbulkan intasi pada gingival. Food debris lebih mudah diberikan daripada
material alba, apalagi plak. Biasanya cukup dengan gerakan fungsionl dari
organ rongga mulut, food debris sudah bisa dihilangkan.
Food impaction lebih spesifik Ietaknya, yaitu diantara gigi-gigi yang
kontak areanya tidak baik atau bahkan tidak terdapat kontak area. Terbukanya
daerah interproksimal menyebabkan bolus makanan selalu menyelip di daerah
18
berwarna lainnya
permukaan
faktor dan
dengan
pengolesan cairan kimia tertentu seperti TSR (Tooth Stain Removal). Pada
anak-anak stain sering berwarna hijau yang merupakan pigmentasi partikel
saliva oleh bakteri kromogenik.
6. Kalkulus
Adalah endapan keras pada permukaan gigi yang merupakan bakteri plak
yang telah mengalami mineralisai dan kalsifikasi. Oleh karena kalkulus
merupakan kelanjutan dari plak yang yang terkaslifikasi, kalkulus sebetulnya
diawali oleh pembentukan plak. Dengan demikian untuk mencegah adanya
kalkulus, sebaiknya dimulai dan pencegahan akumulasi plak pada
permukaan
Klasifikasi Kalkulus
a. Kalkulus Supragingiva
Menurut definisinya, kalkulus ini dapat ditemukan di sebelah koronal
dari tepi gingiva. Kalkulus terdeposit mula-mula pada permukaan gigi yang
berlawanan dengan letak duktus saliva, pada permukaan lingual insisivus bawah
19
dan permukaan bukal molar atas, tetapi dapat juga terdeposit pada setiap gigi dan
geligitiruan yang tidak dibersihkan dengan baik, misalnya permukaan oklusal gigi
yang tidak mempunyai antagonis. Warnanya agak kekuningan kecuali bila
tercemar oleh faktor lain (misalnya tembakau, anggur, pinang), cukup keras, rapuh
dan mudah dilepas dari gigi dengan alat khusus(Manson &Eley, 2012).
b. Kalkulus subgingiva
Kalkulus subgingiva melekat pada permukaan akar dan distribusinya
tidak berhubungan dengan glandula saliva tetapi dengan adanya inflamasi gingiva
dan pembentukan poket, suatu fakta yang terefleksi dari namanya kalkulus
seruminal. Warnanya hijau tua atau hitam, lebih keras daripada kalkulus
supragingiva dan melekat lebih erat pada permukaan gigi. Kalkulus ini dapat
ditemukan pada akar gigi di dekat batas apikal poket yang dalam, pada kasus yang
parah bahkan dapat ditemukan jauh lebih dalam sampai ke apeks gigi(Manson
&Eley, 2012).
-
Komposisi Kalkulus
Komposisi kalkulus bervariasi sesuai dengan lama deposit, posisinya di
dalam mulut, dan bahkan lokasi geografi dari individu. Terdiri dari 80% masa
anorganik, air, dan matriks organik dari protein dan karbohidrat, juga sel-sel
epitelial deskuamasi, bakteri filamen gram positif, kokus dan leukosit. Proporsi
filamen pada kalkulus adalah lebih besar daripada dibagian mulut lainnya. Fraksi
anorganik terutama terdiri dari fosfat kalsium, dalam bentuk hidroksiapatit,
brushite, whitlockite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu, juga terdapat sejumlah
kecil kalsium karbonat, magnesium fosfat, dan fluorida. Kandungan fluorida dari
kalkulus adalah beberapa kali lebih besar daripada didalam plak(Manson &Eley,
2012).
Permukaan kalkulus tertutup oleh plak bakteri tetapi pada pusat deposit
yang tebal ada kemungkinan steril. Perbedaan bentuk dan distribusi yang nyata
dari kalkulus supragingiva dan subgingiva menunjukkan bahwa komposisi dan
cara deposisinya juga berbeda. Komposisi kalkulus subgingiva sangat mirip
seperti kalkulus supragingiva kecuali bahwa rasio Ca/P nya lebih tinggi dan
kandungan sodiumnya lebih besar. Protein saliva tidak ditemukan pada kalkulus
20
manosa,
dan
dua
heksosamin
N-asetilgalaktosamindan
N-
21
satu factor yang berperan dalam pembentukan plak. Selain itu saliva juga
mengandung agglutinin spesifik yang menyebabkan penggumpalan bakteri.
b. Makanan
Diet yang dimakan dapat mempengaruhi pertumbuhan plak, karena membantu
pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan gigi.
Konsistensi dari diet dapat mempengaruhi kecepatan pembentukan plak, dimana
kecepatannya lebih besar pada diet lunak dibandingkan yang keras karena
makanan yang lunak tidak memerlukan pengunyahan, sehingga sedikit atau sama
sekali tidak mempunyai efek pembersihan pada gigi.
c. Bakteri
Dalam waktu beberapa jam bakteri akan dijumpai pada pelikel. Bakteri yang
pertama-tama berkoloni di permukaan gigi yang dibalut pelikel adalah didominasi
oleh mikroorganisme fakultatif gram positif. Selanjutnya terjadinya proses
pembentukan plak hingga pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri
yang telah melekat maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesieslainnya.
2. Faktor Retensi Plak
a. Pemakaian pesawa tortodonti
b. Pemakaian GTSL & GTC
c. Adanya maloklusi
d. Restorasi yang cacat
e. Poket yang dalam
f. Pernafasan melalui mulut
g. Penggunaan tembakau
h. Pemakaian obat-obatan tertentu (Ritonga, 2005).
3.4 Mekanisme Terjadinya Penyakit Periodontal
Proses pembentukan plak dapat dibagi atas tiga tahap yaitu: (1)
pembentukanpelikel yang membalut permukaan gigi, (2) kolonisasi awal oleh
bakteri, dan (3)kolonisasi sekunder dan pematangan plak.
22
Prevotellaloescheii,
spesies
Capnocytophaga,
Fusobacterium
23
Pada penelitian in vivo pada dental plaj diketahui bahwa tipe bakteri yang
perada pada plak supragingiva adalah golongan bakteri morptyper. Cocci gram
positive dan sedikit berdominasi di permukaan gigi. Pada tahap lanjut bakteri pada
plak akan masuk melalui celah gingiva dimana celah tersebut mengandung cairan,
dan mengandung banyak substansi nutrisi yang dipakai bakteri. Host inflamasi
cell mejadi media pertumbuhan bakteri pada celah ini (Carranzas, 2002)
Karakteristik bakteri yang berada dalam plak ini didominasi gram positif
seperti Steptoccocus mitis, S. Sanguis, A. Viscous, Actinomyces Naeslundii, dan
Eubacterium spp. Kemudian pada perbatasan apikal masa plak dari persimpangan
epitel terdapat selapis leukosit dan bakteri yang mendominasi adalah bakteri gram
negatif, seperti S. Oralis, S. Intermedius, P. Micros, P. Gingivalis, P. Intermedia,
Bacteroides forsythus, dan F. Mucleatum (Carranzas, 2002)
24
25
actinomycetemcomitans
Campylobacter
rectus
dan
bakteri
gram
negatif
mengandung
lipopolisakarida
4. memproduksi enzim
Actinobacilus actinomycetemcomitans memproduksi enzim kolagenase
yang dapat merusak kolagen tipe 1. hal ini dapat mendorong terjadinya degradasi
kolagen dan gangguan pada jaringan ikat periodontal. Porphyromonas gingivalis
memproduksi beberapa faktor virulensi termasuk kolagenase, endotoksin,
fibrinolisin, posfolipase.
5. Menghindar dari pertahanan penjamu
Untuk dapat bertahan dilingkungan periodontal, bakteri harus mampu
menetralisir atau menghindar dari mekanisme penjamu untuk menyingkirkan dan
membunuh bakteri. Sejumlah mekanisme yang dimiliki patogen periodontal
dalam menghindar atau menghancurkan pertahanan penjamu, meliputi:
a. Penghancuran langsung polimorponuklear leukosit (PMN) dan magrofag.
Leukotoksin
yang
memproduksi
beberapa
strain
dari
actinobacillus
26
b. Menghambat kemoktasisb(PMN)
Sejumlah spesies bakteri termasuk porphyromonas gingivalis, actinobacillus
actinomycetemcomitans
bakteri
gram
negatif
pigmen-hitam
anaerob
dan
spesies
e. Degradasi fibrin
Beberapa gram negatif pigmen-hitam anaerob memiliki aktivitas fibrinolitik
yang mana akan mengurangi jeratan bakteri oleh fibrin untuk fagositosis.
f. Mengubah fungsi limposit
Sejumlah bakteri gram negatif dan spirokheta pada flora subgingiva dapat
mengubah fungsi limfosit dan memproduksi imunosupresif. Proses destruksi
jaringan yang terjadi merupakan akibat dari interaksi bakteri atau substansi bakteri
dengan sel penjamu, yang mana secara langsung maupun tidak langsung
mengarah kepada degradasi jaringan periodontal.
3.5 Mikrobiologi Penyakit Periodontal
27
28
dan
pengaktifan
sistem
imun
adaptif.
Sel-sel
fagosit,
seperti
29
mempunyai molekul MHC klas II. Melalui MHC klas II, sel B akan menerima
antigen, kemudian antigen ini disajikan ke permukaan sel untuk mengaktivasi sel
T helper. Sel T helper akan menskresikan sitokin yang dapat menstimulasi sel B
berproliferasi menjadi sel memori, selain itu juga mengaktifkan sel B untuk
menghasilkan antibodi. Jika sitokin diproduksi secara tidak tepat akan terjadi
destruksi atau penyakit progresif. Produksi sitokin yang tepat merupakan dasar
untuk perkembangan perlindungan imun.
Dalam periodontitis, langkah awal dalam proses penyakit adalah
kolonisasi dari jaringan periodontal oleh spesies patogen berupa pembentukan
pelikel. Pelikel terdiri dari glikoprotein yang berasal dari saliva. Pelikel memiliki
kandungan substrat yang membuatadanya perlekatan bakteri .Bakteri awal yang
melekat dan merusak serta berkolonisasi pada permukaan gigi yang dilapisi
pelikel yaitu didominasi oleh bakteri gram positif fakultatif seperti Actinomyces
viscosus dan Streptococcus sanguis. Perlekatan Actinomyces viscosus melalui
fimbrae pada permukaan bakteri untuk menghasilkan protein kaya prolin pada
pelikel.
Bakteri gram positif yang berasal dari saliva menyebabkan adanya adhesi
secara selektif dan tertempel pada pelikel serta memberikan peluang terjadinya
kolonisasi dan pertumbuhan plak supragingival diikuti kolonisasi bakteri dalam
waktu yang singkat dan timbul radang pada gusi. Bertambahnya virulensi dan
jumlah bakteri yang melekat pada pelikel (bakteri gram positif dan negatif)
membuat PH di dalam mulut menjadi sangat asam ,karena bakteri memiliki sifat
asidogenik (penghasil asam). Salah satu contoh produk yang dihasilkan
yaitu Lipotechoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin..
Bakteri anaerob gram negatif juga berperan dalam jaringan krevikuler
gingiva, terutama phorporymonas dan bakteriodes, yang akan berkoloni di
permukaan akar gigi di daerah garis gingiva dan poket periodontal .Bakteri gram
negatif berperan besar dalam destruksi jaringan periodonsium sebagai contoh
bakteri gram negatif menghasilkan lipopolisakarida dan endotoksin sebagai
produk bakterinya.
30
Gambar 18. Skema ilustrasi proses kunci dari interaksi host bakteri dalam
penyakit periodontal. Interaksi dari bakteri atau antigen bakteri dengan jaringan
host menyebabkan perekrutan neutrofil (panah putih), produksi antibodi (panah
hitam), dan resorpsi tulang (panah abu-abu). Produksi I L-8 dan ICAM-1 di sel
epitel dalam respon terhadap bakteri periodontal memberikan sinyal chemotactic
untuk neutrofil (PMN). Neutrofil berfungsi mengontrol serangan bakteri oleh
fagositosis tetapi juga mensekresi matriks metaIloproteinases (MMP-8), yang
mungkin berkontribusi terhadap kerusakan jaringan. Interaksi antigen kuman
dengan sel dendritik perifer mengarah ke generasi antibodi sistemik, sedangkan
interaksi dengan sel B lokal menyebabkan produksi antibodi lokal. Antibodi
spesifik untuk banyak mikroorganisme periodontal sangat penting untuk
fagositosis. Komponen complement juga dapat berkontribusi terhadap fagositosis
bakteri dengan efisien. Produksi IL-1, TNF-a, dan PGE2 dalam menanggapi LPS
bakteri menyebabkan resorpsi tulang melalui aktivasi osteoklas, proliferasi, dan
diferensiasi.
Mekanisme pertahanan awal tubuh berlangsung pada sel-sel epitel, melalui
saliva dan cairan sulkus gingiva, dan yang paling penting adalah aksi neutrofil
yang terus - menerus bermigrasi melalui junctional epithelium ke dalam sulkus
atau poket, untuk mempertahankan lingkungan agar tetap normal, tidak teriritasi
terhadap flora bakteri tubuh. Sel - sel epitelium merupakan sel-sel pertama yang
diserang oleh bakteri di dalam sulkus atau poket. Sel - sel epitel menghasilkan
31
barrier sebagai benteng pertahanan terhadap serangan dari bakteri. Sel epitel kaya
akan Ig A yang berfungsi mencegah perlekatan bakteri pada dinding sel epitel dan
kemudian tidak dapat bertahan oleh serangan polisakarida bakteri, sehingga
membuat gingiva menjadi permeable. Setelah sel-sel epitel mengalami kerusakan,
fibroblast bereaksi dan menghasilkan serat-serat kolagen, namun karena bakteri
mengeluarkan produk yang berupa collagenase, serat kolagen akan dirusak oleh
kolagenase tersebut sehingga merusak perlekatan ligamen periodontal dan akibat
paling buruk yaitu attachment loss atau hilangnya perlekatan. Interaksi ini memicu
tahap awal respon inflamasi dan memicu pengaktifan sel di dalam jaringan ikat
dan merekrut neutrofil untuk menghancurkan bakteri.
Ketika sel-sel epitel berinteraksi dengan lipopolisakarida (LPS), PG, dan
LTA, yang merupakan produk-produk bakteri, sel-sel epitel mensekresi IL-1,
TNF-, IL-6, dan IL-8. Lipopolisakarida bekerja di dalam makrofag untuk
menghasilkan prostaglandin E2 dalam jumlah yang banyak. Pada saat yang
bersamaan, faktor-faktor virulen tersebar di dalam jaringan ikat, dan juga
mediator-mediator
inflamatori
yang
diproduksi
oleh
sel-sel
epitelium
menstimulasi sel-sel host untuk berada pada daerah inflamasi tersebut. Sel-sel
host tersebut yaitu monosit/makrofag, fibroblas, sel-sel mast, memproduksi dan
melepaskan sitokin-sitokin pro-inflamatori (IL-1, TNF-, IL-6, IL-12), molekul
molekul khemotaktik (MIP-1a, MIP-2, MCP-1, MCP-5, IL-8), PGE2, histamin,
leukotrin, dan MMPS, yang menghancurkan kolagen jaringan ikat. Cytokinin
dihasilkan oleh sel inflarnasi yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan
dalam sel mesenkim dan mengeluarkan PGE2. Limfosit dan makrofag pada
periodontitis dapat mengeluarkan IL-1 dengan kadar yang tinggi. Limfosit dan
makrofag juga mengeluarkan sebagian besar IL-6. IL-1 menyebabkan produksi
IL-6 dari fibroblas gingiva. TNF dihasilkan dari polimorfonuklear (PMN)
leukosit, limfosit, dan makrofag yang terdapat di dalam jaringan inflamasi.
Sel-sel host seperti PMN, akan membentuk pertahanan lokal melawan
bakteri dan dapat merusak jaringan gingiva yang sehat jikka terjadi peningkatan
jumlah. PMN juga akan memfagositosis bakteri, namun jika jumlah bakteri terlalu
banyak, PMN akan digantikan oleh makrofag yang akan muncul dan melepaskan
banyak mediator inflamasi yang terdiri dari PGE2 dan MMPS. Mediator
32
ini merekrut sel imun tambahan menuju daerah terinflamasi serta makrofag akan
memfagositosis bakteri.
MMP ( Matrix Metalo Protein )
MMP adalah kelompok dari zinc dan kalsium endopeptida yang
disekresikan oleh leukosit PMN, makrofag, fibroblast, tulang, sel epitel , dan sel
endotel. Pada penyakit periodontal, MMP memainkan peran penting pada
degradasi matriks ekstrasel dan membran basalis sebagai aksi sitokin dan aktivasi
osteoklas. Saat terjadinya proses penyakit periodontal, MMP yang dominan
berupa (Marcela, 2006) :
a. MMP 8
- mengurai kolagen tipe I,II sebagai kerusakan periodontal , tetapi tidak
menyebabkan perbaikan
- dilepas oleh sel non-neutrofil seperti fibroblast ligamen gingiva dan
periodontal 4
b. MMP 9
- Ditemukan di sel epitelial acinar
- Dibentuk oleh monosit dan makrofag
c. MMP 13
- Jumlahnya meningkat pada epitelium basalis dan dapat dilihat pada pasien
periodontitis kronis.
- Penting dalam poliferasi untuk mengkaktifkan epitelium pada jaringan ikat
yang difasilitasi migrasi apikal dan lateral dari epitelium junction dan
kerusakan jaringan ikat.
- Dilepaskan oleh tulang, sel kartilago, dan fibroblast tipe kolagenase
sebagai mediator resorpsi tulang dan pengerusakan kartilago selama
penykait seperti ehumatoid dan osteoarthritis.5
Bila infeksi tidak dapat diatasi melalui sistem imun dikarenakan jumlah
bakteri terlalu banyak, makrofag akan berkomunikasi dengan limfosit dan sel-sel
sekitarnya untuk menyajikan antigen ke sel T. Makrofag dan limfosit secara
bersamaan akan mengatur respon imun kronis. Limfosit akan mengalami
kerusakan jika jumlah bakteri terlalu banyak.
33
Sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limposit T, terutama
sel T helper setelah diproses oleh APC seperti makrofag, sel langerhans dan sel
dendritik, antigen akan di sajikan pada sel T helper oleh APC. Akibatnya sel T
helper akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang
lebih kompleks, baik seluler maupun humoral untuk mengaktifasi sel T helper
dibutuhkan sedikitnya dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor antigen
sel T pada komplek antigen MHC kelas dua (HLA) yang berada pada permukaan
APC dan sinyal kedua berasal dari IL-1, suatu protein terlarut yang dihasilkan
oleh APC. Sel T helper yang sudah tersensitisasi antigen akan, mengaktifkan sel T
sitotoksin yang berfungsi menghancurkan se lasing. Sel T memori yang
mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T
sitotoksin yang sudah teraktifasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi
menghasilkan sel target.
Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T helper, sel B juga
akan tersentisisasi antigen. Aktivasi lengkap sel B memerlukan sinyal tambahan
dari sel T helper berupa mediator limfokin, yaitu Cell Growth Factor (BCGF)
yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell Differentiation Factor (BCDF)
yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel plasma. Sebagai sel B
yang ber proliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel B memori.
Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi. Bila
kebutuhan anti bodi sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasma akan di tekan
oleh sel Ts dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma
diatul oleh salah sel T regulator.
Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang
akan mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system
komplemen ini dapat melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi
dan jenis antigennya selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah
konflek imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen
karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan PMN.
Sel mast berperan dalam peningkatan permeabilitas dan pelebaran
pembuluh darah dengan mediator inflamasinya berupa histamin. Pada saat
makrofag berkomunikasi dengan limfosit, pada saat itu juga terjadi inflamasi pada
34
gingiva yang mengalami peradangan akan berubah warna dari merah muda
menjadi merah tua karena terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler dan
perubahan aliran darah.
Mediator-mediator, seperti IL-1, TNF-, dan histamin dilepaskan sel-sel
host, bersama dengan faktor-faktor bakteri dalam pengaktifan sel-sel endotelium,
mengekspresikan molekul-molekul permukaan seperti P dan E-selektins dan
ICAMs yang penting terhadap pengeluaran leukosit. Leukosit kemudian
bermigrasi melalui jaringan dengan melawan konsentrasi chemoatractants yang
diperoleh dari host (IL-8, MCP-1) atau dari bakteri (fMLP, fimbria) ke daerah
infeksi, dimana leukosit mulai memfagosit bakteri dan faktor-faktor virulennya.
TNF-, PGE2, dan histamin meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,
memicu plasma protein mengalir keluar dan masuk ke dalam jaringan ikat dan
sesudah itu ke dalam sulkus, yang merupakan bagian dari cairan sulkus gingiva.
Pada akhirnya, sitokin diproduksi secara lokal, seperti IL-1, TNF-, d an IL-6
untuk masuk kedalam sirkulasi dan mengaktifkan hepatosit untuk mensintesis
proteinprotein fase akut seperti Lipopolysaccharide Binding Protein / CD14,
protein komplemen, protein reaktif-C untuk membantu tubuh menyingkirkan
infeksi.
Makrofag juga mengekspresikan molekul-molekul costimulatori (B7) dan
molekul-molekul MHC kelas II, dan sel-sel dendrit menelan bakteri dan produkproduk bakteri dan memproses bakteri untuk disajikan sebagai antigen kepada
limfa node lokal. Oleh sebab itu, ketika respon inflamasi terorganisir, tubuh telah
bersiap-siap menghadapinya sebagai respon imun adaptif.
35
inisial, early dan established lesion yang secara klinis nyata sebagai
tahap inisial secara progres ke tahap dini (early lesion). Limfosit dan
makrofag mendominasi daerah perifer lesi dengan hanya terdapat sedikit sel-sel
plasma. Pada tahap ini, infiltrasi terjadi sekitar 15% pada jaringan ikat gingiva,
dengan destruksi kolagen pada daerah infiltrasi mencapai 60-70 %. 22 IL-1
diketahui menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagenase.
Setelah 2 hingga 3 minggu, early lesion meluas menjadi established
lesion. Ditandai dengan adanya peningkatan daerah yang
terinfeksi dan
didominasi oleh sel-sel plasma dan limfosit pada daerah perifer lesi, makrofag dan
limfosit terdapat pada lamina propria sulkus gingiva. Infiltrasi neutrofil dominan
terdapat pada epithelium junction dan epithelium sulcular. Junctional epithelium
dan sulcular epithelium berproliferasi dan migrasi lebih dalam ke jaringan ikat.
Sulkus gingiva menjadi dalam dan bagian koronal junctional epithelium
dikonversi ke dalam poket epitelium. Poket epitelium tidak melekat
dengan
permukaan gigi dan banyak mengandung infiltrasi leukosit, yang didominasi oleh
neutrofil yang selanjutnya epitelium bermigrasi ke dalam sulkus gingiva atau
poket. Selanjutnya meluas ke tahap advanced lesion meliputi terbentuknya poket
periodontal, ulserasi dan supurasi, destruksi tulang alveolar dan ligamen
periodontal.
36
RANKL dan macrophage-colony stimulating factor (M-CSF) merupakan faktorfaktor utama yang terlibat dalam differensiasi osteoklas dan RANKL
diekspresikan dengan diaktifkannya limfosit T. IFN- memicu aktivasi sel T dan
sel T mensekresi faktor-faktor osteoklastogenik RANKL dan TNF-. Meskipun
osteoklastogenesis (proses resorpsi tulang) bisa diinduksi oleh TNF- pada
mekanisme dependent dan independent, IL-1 dan IL-6 berperan juga dalam
resorpsi tulang melalui induksi RANKL. RANKL, yang mengikat RANK pada
prekusor-prekusor osteoklas, merupakan salah satu penginduksi kuat terhadap
pembentukan dan aktivitas osteoklas.
Stimulasi terhadap RANKL bisa dikurangi oleh osteoprotegerin (OPG),
yang mengikat RANKL dan menghambat interaksi antara RANKL dan RANK.
Rasio ekspresi RANKL dan OPG penting dalam inflamasi induksi resorpsi tulang,
termasuk periodontitis. Ketika konsentrasi OPG relatif meningkat daripada
ekspresi RANKL, OPG mengikat RANKL, menghambatnya untuk mengikat
RANK.
Pencegahan
berikatannya
RANKL dengan
RANK
mengurangi
37
38
39
Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang
terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga
(Bakar, 2012).
Indeks Debris.
Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi
yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu
pula. Skor debris diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi dengan jumlah
gigi yang diperiksa (Bakar, 2012).
Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama
terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa
makanan, bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi
perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua
macam yaitu (Bakar, 2012):
1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah
oklusal dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan.
Konsistensinya keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke
permukaan gigi.
2. Kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual
dari tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam
bercampur dengan darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat
sangat erat kepermukaan gigi.
40
B. Indeks Kalkulus.
Skor kalkulus diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi jumlah gigi
yang diperiksa. Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan
nilai indeks debris dan indeks kalkulus (Bakar, 2012).
C. Indeks CPITN
Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) adalah sebuah
indeks yang dikembangkan oleh WHO untuk evaluasi penyakit periodontal dalam
survei penduduk. Dapat di gunakan untuk melihat kondisi jaringan periodontal
pada suatu kelompok atau subpopulasi dari sejumlah penelitian. Indeks tersebut
dapat memberikan sejumlah informasi mengenai prevalensi dan keparahan
penyakit, tapi kegunaan utamanya adalah mengukur kebutuhan akan perawatan
penyakit periodontal dan juga merekomendasikan jenis perawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal (Rendra, 2010).
Community Periodontal Index of Treatment Needs merupakan suatu survey
akan kebutuhan perawatan periodontal yang memberi informasi akan prevalensi
dan keparahan dari suatu penyakit periodontal. Sistem kebutuhan perawatan
periodontal telah dimodifikasi menjadi CPITN pada tahun 1978 dan disadur dari
41
epidemiologi
survei
oleh
WHO
dan
FDI.
Modifikasi
ini
termasuk
0 = healthy gingiva
3 = pockets 4-6mm
0 = no treatment
E. Gingival Index
Gingiva indeks pertama kali diusulkan pada tahun 1963 untuk menilai
tingkat keparahan dan banyaknya inflamasi gingiva pada seseorang atau pada
42
subjek dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat area gingiva pada
masing-masing gigi (fasial,mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat inflamasinya
dan diberi skor dari 0 sampai 4 (Klaus, 1985).
43