Anda di halaman 1dari 40

4

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Jaringan Periodontal


Jaringan periodontal merupakan sistem fungsional jaringan yang
mengelilingi gigi dan melekatkan pada tulang rahang dengan demikian dapat
mendukung gigi sehingga tidak terlepas dari soketnya. Jaringan periodontal terdiri
atas gingiva, tulang alveolar, ligamen periodonsium dan sementum (Megananda,
dkk, 2012).
3.1.1 Ligamen periodontal
Ligamen adalah suatu ikatan, biasanya menghubungkan dua buah tulang.
Akar gigi berhubungan dengan soketnya pada tulang alveolar melalui struktur
jaringan ikat yang dianggap sebagai ligamen. Ligamen periodontal tidak hanya
menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi pada soketnya
dan menyerap beban yang mengenai gigi. Struktur ligamen biasanya menyerap
beban tersebut secara efektif dan meneruskannya ke tulang pendukung (Manson,
2012).

Gambar 1. Ligamen Periodontal (Melfi and Alley, 2000)


Ketebalan ligamen bervariasi dari 0,3-0,1 mm. Ligamen periodontal yang
terlebar pada mulut soket dan pada apeks gigi dan yang tersempit adalah pada
aksis rotasi gigi yang terletak sedikit apikal dari pertengahan akar. Pada keadaan
sehat, gigi mempunyai rentang gerakan yang normal. Seperti sebagian rangka
lainnya, stres fungsional dibutuhkan untuk mempertahankan integritas ligamen

periodontal. Bila stres fungsional besar, ligamen biasanya juga lebih tebal dan bila
gigi tidak berfungsi ligamen akan menjadi tipis setipis 0,06 mm. Dengan
terjadinya proses penuaan, ligamen akan menjadi lebih tipis (Manson, 2012).
Elemen terpenting dari ligamen periodontal adalah principal fibers (serabutserabut dasar). Menurut Phinney and Halstead (2003), enam grup dari prinsipal
fibers yaitu:
a. Alveolar crest, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan tilting
b. Horizontal, berfungsi dengan cara yang kebanyakan sama dengan alveolar crest
c. Oblique, merupakan fibers grup yang sangat banyak. Fungsinya adalah untuk
menahan gaya intrusif yang mendorong gigi ke dalam
d. Apical, berfungsi untuk menahan gaya yang mencoba untuk menarik gigi
keluar, dan juga gaya rotasi
e. Interradicular, berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang gigi pada
kontak interproksimal
f. Interdental (transeptal), berfungsi untuk menahan gaya rotasi dan memegang
gigi di daerah kontak interproksimal

Gambar 2. Principal Fibers dari Ligamen Periodontal (Phinney and Halstead,


2003)
Ligamen

periodontal

mempunyai

grup

substansi

utama

yaitu

proteoglycans dan glycoprotein. Dua grup ini tersusun atas protein dan
polisakarida. Substansi dasar pada ligamen periodontal adalah 70% berupa air.
Fungsi substansi dasar adalah mentransportasikan makanan ke sel dan membuang
produk dari sel ke pembuluh darah (Chandra, 2004).
Menurut Willmann (2007), fungsi ligamen periodontal meliputi fungsi
suportive, formative, resorptive, sensory and nutritive
a. Fungsi suportive
Melekatkan tulang ke soket gigi

Menangguhkan gigi dalam soketnya, memisahkannya dari dinding soket,


sehingga akar tidak bertabrakan dengan tulang ketika mastikasi
b. Fungsi formative
Ligamen periodontal mengandung sementoblas yang memproduksi
sementum sepanjang kehidupan gigi, semenata osteoblas mempertahankan
tulang dari soket gigi
c. Fungsi resorptive
Dalam merespon tekanan yang berat, sel dari ligamen periodontal dapat
memproduksi resorbsi tulang dengan cepat dan kadang-kadang meresorpsi
sementum
d. Fungsi sensory

Ligamen periodontal disuplai dengan serabut saraf yang mengirimkan


tekanan taktil dan sensanyi nyeri
e. Fungsi nutritive

Ligamen periodontal disuplai oleh pembuluh darah yang menyediakan


nutrien untuk sementum dan tulang
3.1.2 Tulang Alveolar
Prosesus alveolaris adalah bagian dari tulang rahang yang menopang gigigeligi. Prosesus alveolaris tidak terlihat pada keadaan anodonsia. Tulang dari
prosesus alveolaris tidak berbeda dengan tulang pada bagian tubuh lainnya
(Manson, 2012).
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons diantara dua lapis tulang kortikal.
Lempeng kortikal luar adalah lanjutan korteks mandibula atau maksila. Lempeng
kortikal dalam bersebelahan dengan membran periodontal gigi yang disebut
lamina dura. Tulang alveolar mengelilingi akar untuk membentuk sakunya.
Pembuluh darah dan saraf ke gigi menembus tulang alveolar ke foramen apikal
untuk memasuki rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai
sumber kalsium siap pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah
hilangnya gigi permanen atau setelah periodontitis dapat terjadi resorpsi nyata dari
tulang alveolar (Bloom and Fawcett, 2002).
Tulang alveolar tersusun atas alveolar bone proper dan supporting bone.
Alveolar bone proper adalah tulang yang melapisi soket. Dalam istilah radiologi
disebut lamina dura. Supporting bone meliputi compact cortical plates dan
spongy bone (Avery et all, 2002).

Gambar 4. Tulang Alveolar (Avery et all, 2002).


a. Alveolar bone proper
Alveolar bone proper adalah lapisan tipis tulang yang mengelilingi akar
gigi dan memberikan perlekatan pada pada prinsipal fibers dari ligamen
periodontal. Alveolar bone proper membentuk lapisan dalam soket (Bathla,
2012).
b. Supporting alveolar bone
Supporting alveolar bone adalah tulang yang mengelilingi alveolar bone
proper dan memberikan dukungan pada soket. Supporting alveolar bone terdiri
dari dua bagian yaitu:
Cortical plates yang terdiri dari compact bone dan membentuk outer dan
inner plates dari tulang alveolar
Spongy bone yang mengisi area diantara plates dan alveolar bone proper.

Spongy bone juga disebut trabecular bone atau cancellous bone (Bathla,
2012).

Gambar 5. Struktur Tulang Alveolar (Bathla, 2012)

Komposisi tulang alveolar terdiri dari bahan inorganik 67% hydroxyapatite


dan bahan organik 33%. Bahan organik terdiri dari kolagen 28% tipe I terutama,
tipe III, V, XII dan XIV. Selain itu, bahan organik juga mengandung protein nonkolagen 5% yaitu berupa osteonectin, oateopontin, bone sialoprotein, osteocalcin,
bone proteoglycan, biglycan, bone proteoglycan II decorin, thrombospodin dan
bone morphogenetic proteins (BMPs) (Bathla, 2012).
3.1.3 Gingiva
Gingiva adalah bagian mukosa mulut yang tersusun dari jaringan ikat
fibrosa, yang ditutupi epitel dan menutupi processus alveolar rahang dan
mengelilingi leher gigi (Newman, 2002). Mukosa mulut terdiri atas 3 bagian
yaitu:
1. Mukosa mastikator atau pengunyahan yang meliputi gingiva dan mukosa
yang meliputi palatum.
2. Mukosa specialized yang meliputi dorsum dari lidah.
3. Mukosa oral meliputi daerah rongga mulut lainnya (Itjingningsih,1991).
Menurut Newman, dkk (2002), gingiva secara anatomis dibagi atas:
1. Free gingiva
Free gingiva Yaitu tepi atau pinggir gingiva yang mengelilingi gigi. Bagian
ini berbatasan dengan attached gingiva atau suatu lekukan dangkal yang disebut
free gingival groove. Lebar gingival kurang lebih 1 mm, dapat dilakukan dengan
alat periodontal probe dan permukaan gigi. Bagian ini juga merupakan salah satu
dinding jaringan lunak dari sulcus gingiva.
2. Attached gingiva
Attached gingiva tidak terpisah dengan marginal gingiva. Padat, lenting,
(resilient), melekat erat keperiosteal tulang alveolar. Sampai meluas ke mukosa
alveolar yang longgar dengan mudah bergerak dibatasi oleh muko gingival
junction. Attached gingiva melekat erat ke periosteum tulang alveolar. Lebarnya
kurang lebih 1-9 mm. Pada bagian palatal maksila gingiva ini berlanjut terus
dengan mukosa palatum sedangkan pada bagian lingual mandibula berakhir di
perbatasannya dengan mukosa oral sampai membran mukosa dasar mulut.
3. Interdental gingiva

Mengisi embrasus gingival, yaitu ruang proximal, di bawah daerah kontak


gigi. Interdental gingiva pada gigi bagian anterior berbentuk piramida, dan bagian
posterior berbentuk seperti lembah.

Gambar 6. Gingiva secara anatomis


Gingiva terdiri atas lapisan epitel berupa epitel skuama berlapis dan jaringan
ikat yang disebut lamina propria.
1. Epitel gingiva
Fungsi epitel gingiva untuk melindungi struktur yang berada dibawahnya,
serta memungkinkan terjadinya perubahan selektif dengan lingkungan oral.
Perubahan tersebut dimungkinkan oleh adanya proses proliferasi dan diferensiasi.
Terdapat 3 epitel pada gingiva yaitu :
a. Epitel oral
Epitel oral yaitu epitel skuama berlapis yang berkeratin (keratin-ized) atau
berparakeratin (parakeratinized) yang membalut permukaan vestibular dan oral
gingiva. Epitel ini meluas dari batas mukogingival ke krista tepi gingiva (crest
gingival margin), kecuali pada per-mukaan palatal dimana epitel ini menyatu
dengan epitel palatum.
b. Epitel sulkular
Epitel ini mendindingi sulkus gingiva dan menghadap ke permukaan gigi
tanpa melekat padanya dan merupakan epitel skuama berlapis yang tipis, tidak
berkeratin, tanpa rete peg dan perluasan-nya mulai dari batas koronal epitel
penyatu sampai ke krista tepi gingiva. Epitel ini penting sekali artinya karena
bertindak sebagai membran semipermeabel yang dapat dirembesi oleh produk
bakteri masuk ke gingiva, dan oleh cairan gingiva yang keluar ke sulkus gingiva.

10

c. Epitel penyatu
Membentuk perlekatan antara gingiva dengan permukaan gigi berupa epitel
skuama berlapis tidak berkeratin. Pada usia muda epitel penyatu terdiri atas 3 - 4
lapis, namun dengan bertambahnya usia lapisan epitelnya bertambah menjadi 10 20 lapis. Epitel ini melekat ke permukaan gigi dengan bantuan lamina basal.
panjangnya bervariasi antara 0,25 - 1,35 mm merentang dari dasar sulkus gingiva
sampai 1,0 mm koronal dari batas semento-enamel pada gigi yang belum
mengalami resesi. Bila gigi telah mengalami resesi, epitel penyatu berada pada
sementum.
2. Jaringan ikat gingiva
Jaringan ikat gingiva terdiri atas dua lapisan:
a. Lapisan papilari (papillary layer) yang berada langsung dibawah epitel, yang
terdiri atas: proyeksi papilari (papillary projection) diselang-selingi oleh rete
peg epitel
b. Lapisan retikular (reticular layer) yang ber-lanjut ke periosteum tulang

alveolar. Substansi dasar jaringan ikat gingiva mengisi ruang antara serat-serat
dan sel-sel, amorf, dan mengandung banyak air

Gambar 7. Epitel & lamina propria


3.1.4 Sementum
Sementum merupakan struktur terkalsifikasi (avaskuler mesenchymal) yang
menutupi permukaan luar anatomis akar, yang terdiri atas matriks terkalsifikasi
yang mengandung serabut kolagen. Sementum menutupi dentin akar gigi mulai
dari bagian korona akar sampai ujung bawahnya. Komposisi sementum terdiri
atas: komponen organic 50-55 %, komponen anorganik 45-50 %, dan air 1%.

11

Gambar 8. Sementum
Sementum berasal dari sel mesenkimal folikel gigi yang berkembang
menjadi sementoblas. Sementoblas menimbun suatu matriks, disebut sementoid
yang mengalami pertambahan pengapuran dan menghasilkan dua jenis sementum
aseluler dan seluler (Grossman, 1995).
Terdapat dua tipe sementum yakni:
1. Sementum Aseluler
Sementum aseluler tidak mengandung sel, terbentuk sebelum gigi mencapai
oclusal plane (erupsi), ketebalannya sekitar 30-230 m. Serabut sharpey
membentuk sebagian besar struktur aseluler sementum. Selain itu juga,
mengandung fibril-fibril kolagen yang terkalsifikasi yang tersusun beraturan atau
parallel terhadap permukaan (Grossman, 1995).

Gambar 9. Sementum aseluler tampak radiologi


2. Sementum Seluler
Sementum seluler banyak ditemukan di daerah apikal dan bifurkasi akar
gigi. Lebih sedikit terkalsifikasi daripada tipe aseluler, serabut sharpey porsinya
sedikit, dan terpisah dari serabut lain yang tersusun parallel pada permukaan akar,
lebih tebal dari aseluler sementum (Grossman, 1995).

12

Gambar 10. Sementum seluler


3.2 Penyakit Periodontal
Penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gingivitis dan
periodontitis. Konsep patogenesis penyakit periodontal yang diperkenalkan oleh
Page dan Schroeder terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : Permulaan, Dini, Menetap
dan Parah. Tiga tahap pertama yaitu permulaan, dini dan menetap merupakan
tahap pada diagnosa gingivitis dan tahap parah merupakan diagnosa periodontitis
(Lamford, S. 1995).

3.2.1 Klasifikasi Penyakit Periodontal


Klasifikasi penyakit periodontal :
1. Gingival Diseases
A. Dental plaque - induced gingival diseases
B. Non plaque - induced gingival diseases
2. Chronic Periodontitis
A. Localized
B. Generalized
3. Aggressive Periodontitis
A. Localized
B. Generalized
4. Periodontitis sebagai manifestasi penyakit sistemik
5. Necrotizing Periodontal Disease
A. Necrotizing Ulcerative Gingivitis (NUG)
B. Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP)
6. Abscesses of the Periodontium

13

A. Gingival abscess
B. Periodontal abscess
C. Pericoronal abscess
7. Periodontitis yang berhubungan dengan lesi endodontic
8. Developmental or Acquired Deformities and Conditions
(Penyakit gingival atau periodontitis karena plak yang diperparah oleh
faktor keadaan lokal / gigi) (Carranza, 2006).
3.2.2 Gejala Klinis Penyakit Periodontal
1. Periodontitis Kronis
Merupakan tipe

periodontitis

yang

paling

sering

terjadi,

perkembangannya lambat. Perkembangan penyakit dapat menjadi lebih


progresif bila dimodifikasi oleh lingkungan aatu faktor sistemik yang
dapat mengganggu respon host terhadap akumulasi plak. Lebih sering
terjadi pada orang dewasa tetapi juga ditemukan pada remaja dan anakanak
Gambaran Klinis :
a. Terdapat akumulasi plak dan kalkulus supragingiva dan subgingiva
b. Keradangan gingiva, poket periodontal, kehilangan perlekatan dan
tulang alveolar
c. Gingiva agak bengkak dengan warna mulai merah muda sampai
keunguan. kehilangan stippling, margin gingiva, membulat atau margin
datar atau cekung
d. Perdarahan gingiva dapat terjadi spontan atau sesudah probing, juga
disertai eskudat dan supurasi
e. Kadang-kadang margin gingiva menebal dan fibrotik sebagai hasil dari
keradangan ringan yang berlangsung lama
f. Kehilangan tulang dapat horizontal atau vertikal
g. Gigi goyang terjadi pada penyakit yang lanjut (Carranza, 2006).
2. Periodontitis Agresif
Mengenai individu sehat sistemik berumur kurang dari 30 tahun.
Berbeda dari periodontitis kronis dalam hal umur terjadinya penyakit, laju
kecepatan perkembangan penyakit, sifat dan komposisi mikroflora
subgingiva pada respon imun host. Periodontitis dapat dalam bentuk
localized atau generalized

14

A. Localized Aggressive Periodontitis (LAP) = Periodontitis Agresif Lokal


a. LAP terjadi pada sekitar masa pubertas
b. kehilangan perlekatan daerah interproksimal M1/Insisif
c. Yang menyolok dari LAP adalah adanya poket yang dalam tanpa
adanya keradangan gingiva
d. Plak pada gigi terkena hanya sedikit, dibandingkan dengan kerusakan
yang ditimbulkan
e. Bakteri Aa dan porphyromonas gingivalis meningkat
f. Kehilangan tulang pada LAP 3-4 kali lebih cepat dari pada
periodontitis kronis
g. Terjadi migrasi distolabial I RA disertai diastema, M1 goyang, akar
terbuka sensitif terhadap perubahan suhu
h. Dapat terbentuk abses periodontal dan kelenjar limfe lokal membesar
i. Kadang keadaan mereda dengan sendirinya
B. Generalized Aggressive Periodontitis (GAP)
a. GAP biasanya mengenai individu dibawah 30 tahun tetapi dapat juga
mengenai pasien yang lebih tua
b. Kehilangan tulang interproksimal sedikitnya 3 gigi permanen selain I
dan M1
c. Plak sedikit dibandingkan kerusakan yang ditimbulkan
d. Plak mengandung P.gingivalis, Aa dan bacteriodes forsythus
e. Dua tipe respon radang gingiva pada GAP, yaitu : keradangan akut
yang parah dan gingiva warna merah muda
f. Pasien GAP dapat mengalami komplikasi sistemik seperti kehilangan
berat badan, depresi mental dan lesu
g. Pasien GAP perlu mempunyai data kesehatan umum untuk mengetahui
kemungkinan terkait dengan penyakit sistemik
h. GAP dapat mereda sendirinya atau sesudah terapi, atau terus
berkembang sehingga gigi lepas
3. Peridodontitis Sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik
Kondisi sistemik dengan jumlah dan fungsi netrofil yang tidak sempurna
merupakan predisposisi terjadinya kehilangan perlekatan. Periodontitis sering
terjadi pada papillo-leferve syndrome, Down Ssyndrome, neutropenia, chadiakHighasi syndrome, hypophospatase, kurangnya adesi leukosit
1. Papillo-Lefevre Syndrome (P-LS)
a. P-LS ditandai dengan lesi kulit hiperkeratosis dan destruksi periodonsium
yang parah

15

b. Perubahan pada kulit dan periodonsium terjadi bersamaan pada usia 4


tahun
c. Lesi kulit terdiri dari hiperkeratosis dan ichtyosis pada telapak tangan,
telapak kai, lutut, dan siku
d. Dimulai dengan keradangan ringan pada gingiva diikuti dengan
kehilangan tulang alveolar yang parah dan gigi lepas. Gigi sulung hilang
pada usia 5-6 tahun
e. Merupakan kasus yang jarang terjadi
2. Down Syndrome
a. Down syndrome merupakan penyakit bawaan yang disebabkan kromosom
yang abnormal yang ditandai dengan kurang berkembangnya fisik dan
mental
b. Prevalensi penyakit periodontal tinggi, hampir 100% pada usia dibawah 30
tahun
c. Lebih parah pada gigi depan bawah
d. Perkembangan penyakitnya cepat, sering dijumpai lesi acute necrotizing
e. Resistensi terhadap infeksi menurun oleh karena sirkulasi darah terminal
seperti gingiva, terjadinya defek pada maturasi sel T dan kemotaksis PMN
3. Netropenia : Terjadi lesi destruksi generalized periodontitis pada anak
4. Chediak- Highasi Syndrome : Syndrome yang jarang dan ditandai dengan
infeksi bakteri kambuhan termasuk periodontitis dengan destruksi yang cepat
5.Hypophosphatasia
a. Penyakit

skelet

keluarga

yang

jarang,

ditandai

dengan

rickets,

pembentukan tulang kranium yang jelek, craniostenosis, kehilangan gigi


sulung terutama insisif
b. Alkaline phosphatase serum rendah dan dalam darah dan urine terdapat
phospoethanolamine
c. Gigi hilang tanpa ada keradangan gingiva dan pembentukan sementum
(Carranza, 2006).
3.3 Faktor Predisposisi Penyakit Periodontal

16

Terdapat beberapa faktor predisposisi yang berupa endapan atau deposit


selain plak, seperti material alba, food debris/food retention/food impaction,
stain gigi, kalkulus, merokok dan mengunyah tembakau, adanya karies gigi,
konsistensi makanan.
1. Debris
Food debris atau debris makanan adalah makanan yang tersisa di dalam mulut.
Debris dapat dibersihkan dengan aliran saliva dan pergerakan otot-otot di rongga
mulut atau dengan berkumur dan menyikat gigi, kecuali debris terselip di antara
gigi atau masuk kejaringan periodontal. Debris makanan tidak memiliki
perlekatan dengan gigi sehingga mudah lepas dengan efek berkumur saja
(Vernino,2000). Debris makanan paling cepat dicairkan oleh enzim bakteri dan
dibersihkan dari rongga mulut dalam waktu 5 menit setelah makan, namun
beberapa tetap tinggal pada gigi dan mukosa.Aliran saliva, tindakan mekanis
lidah, pipi, dan bibir, dan keselarasan dari gigi dengan rahang mempengaruhi
tingkat pembersihan makanan, yang dipercepat oleh aktivitas mengunyah dan
viskositas rendah saliva. Meskipun mengandung bakteri, debris makanan berbeda
dari lapisan bakteri (plak dan materi alba).
Food debris dapat menjadi tempat perlekatan bakteri E.coli. Mekanisme
pembentukannya setelah makanan tertinggal partikel berwarna putih di disela-sela
gigi atau menempel di gigi, jika tidak dibersihkan akan menjadi tempat perlekatan
bakteri dan menjadi nutrisi bagi bakteri tersebut.
2.

Plak Gigi
Dalam waktu beberapa menit setelah terdepositnya pelikel, pelikel akan

terpopulasi dengan bakteri. Bakteri dapat terdeposit langsing pada email tetapi
biasanya bakteri melekat terlebih dahulu pada pelikel dan agregat bakteri dapat
menyelubungi glikoprotein saliva. Diet makanan keras dan berserat, permukaan
oklusal dan daerah kontak umumnya sangat aus sehingga deposisi bakteri
minimal. Bila digunakan diet lunak, gigi hanya aus sedikit atau bahkan tidak aus
sama sekali dan deposisi bakteri akan berlangsung dengan mudah. Akumulasi
bakteri terbesar terlihat pada daerah yang terlindung dari friksifungsional dan
sapuan lidah. Daerah inter dental dibawah titik kontak merupakan daerah
ketebalan plak terbesar (Manson &Eley, 2012).

17

Hampir 70% plak terdiri dari mikroba dan sisa-sisa produk ekstraseluler dari
bakteri plak, sisa sel dan derivate glikoprotein. Protein, karbohidrat, dan lemak
juga dapa tditemukan disini. Karbohidrat yang paling sering dijumpai adalah
produk bakteri dekstran; juga levandangalaktose. Komponen anorganik utama
adalah kalsium, fosfor, magnesium, potassium, dan sodium. Kandungan garam
anorganik tertinggi pada permukaan lingual insisivus bawah.Ion kalsium ikut
membantu perlekatan antar bakteri dan antara bakteri dengan pelikel(Manson
&Eley, 2012).
3. Material alba
Adalah deposit lunak pada permukaan gigi yang terlihat oleh mata berwarna
kekuningan atau agak putih, strukturnya amorfus terdiri dari partikel- partikel
makanan, mikroorganisme,

leukosit,

protein saliva, serta sel-sel epitel

deskuamasi. Sebagaimana halnya plak gigi, material alba berakumulasi pada


permukaan gigi, gingiva, protesa gigi dalam mulut, dan peratatan ortodonsi
lepasan maupun cekat. Berbeda dan plak gigi, materia aba tidak begitu melekat
dan

dapat

hilang

Mikoorganisme

dengan

berkumur-kumur

keras

atau

semprotan

air.

yang terdapat di dalam material alba tidak sama dengan

struktur mikroorganisme plak, dan tidak dikategorikan sebagai mikroorganisme


yang potensial menyebabkan inflamasi gingiva.
4.

Food debris (food retention & food impaction)


Disebut

juga food impaction

atau food retention,

adalah sisa-sisa

makanan dalam rongga mulut yang biasanya terselip di antara gigi geligi atau
menumpuk pada daerah cekungan di lehergigi dekat gingival terutama pada
gigi-gigi yang berjejal. Meskipun berisi mikorganisme namun food debris tidak
menimbulkan intasi pada gingival. Food debris lebih mudah diberikan daripada
material alba, apalagi plak. Biasanya cukup dengan gerakan fungsionl dari
organ rongga mulut, food debris sudah bisa dihilangkan.
Food impaction lebih spesifik Ietaknya, yaitu diantara gigi-gigi yang
kontak areanya tidak baik atau bahkan tidak terdapat kontak area. Terbukanya
daerah interproksimal menyebabkan bolus makanan selalu menyelip di daerah

18

tersebut, sehingga menjadikan iritasi mekanis dan merupakan tempat yang


ideal untuk akumulasi plak.
5. Stain gigi
Adalah deposit pada permukaan gigi yang merupakan suatu pigmentasi dari
acquired pellicle oleh bakteri kromogenik, makanan, serta bahan kimia tertentu.
Asap rokok, minum teh, atau bahan minuman/minuman

berwarna lainnya

dapat menimbulkan stain gigi. Penggunakan chiorhexidin sebagai obat kumur


diketahui dapat menimbulkan efek samping berupa staining pada permukaan gigi.
Stain menyebabkan
kekasaran

permukaan

iritasi pada jaringan gingiva karena menyebabkan


gigi, sehingga menjadi predisposing

faktor dan

akumulasi plak sebagai pencetus terjadinya penyakit periodontal. Stain dapat


dihilangkan

dengan scaling, atau brushing yang dikombinasik

dengan

pengolesan cairan kimia tertentu seperti TSR (Tooth Stain Removal). Pada
anak-anak stain sering berwarna hijau yang merupakan pigmentasi partikel
saliva oleh bakteri kromogenik.
6. Kalkulus
Adalah endapan keras pada permukaan gigi yang merupakan bakteri plak
yang telah mengalami mineralisai dan kalsifikasi. Oleh karena kalkulus
merupakan kelanjutan dari plak yang yang terkaslifikasi, kalkulus sebetulnya
diawali oleh pembentukan plak. Dengan demikian untuk mencegah adanya
kalkulus, sebaiknya dimulai dan pencegahan akumulasi plak pada

permukaan

gigi. Kalkulus umumnya lebih banyak dijumpai pada permukaan lingual


gigi-gigi depan rahang bawah, dan permukaan bukal gigi- gigi geraham rahang
atas. Menurut letaknya kalkulus dibagi 2 yaitu;
-

Klasifikasi Kalkulus
a. Kalkulus Supragingiva
Menurut definisinya, kalkulus ini dapat ditemukan di sebelah koronal

dari tepi gingiva. Kalkulus terdeposit mula-mula pada permukaan gigi yang
berlawanan dengan letak duktus saliva, pada permukaan lingual insisivus bawah

19

dan permukaan bukal molar atas, tetapi dapat juga terdeposit pada setiap gigi dan
geligitiruan yang tidak dibersihkan dengan baik, misalnya permukaan oklusal gigi
yang tidak mempunyai antagonis. Warnanya agak kekuningan kecuali bila
tercemar oleh faktor lain (misalnya tembakau, anggur, pinang), cukup keras, rapuh
dan mudah dilepas dari gigi dengan alat khusus(Manson &Eley, 2012).
b. Kalkulus subgingiva
Kalkulus subgingiva melekat pada permukaan akar dan distribusinya
tidak berhubungan dengan glandula saliva tetapi dengan adanya inflamasi gingiva
dan pembentukan poket, suatu fakta yang terefleksi dari namanya kalkulus
seruminal. Warnanya hijau tua atau hitam, lebih keras daripada kalkulus
supragingiva dan melekat lebih erat pada permukaan gigi. Kalkulus ini dapat
ditemukan pada akar gigi di dekat batas apikal poket yang dalam, pada kasus yang
parah bahkan dapat ditemukan jauh lebih dalam sampai ke apeks gigi(Manson
&Eley, 2012).
-

Komposisi Kalkulus
Komposisi kalkulus bervariasi sesuai dengan lama deposit, posisinya di

dalam mulut, dan bahkan lokasi geografi dari individu. Terdiri dari 80% masa
anorganik, air, dan matriks organik dari protein dan karbohidrat, juga sel-sel
epitelial deskuamasi, bakteri filamen gram positif, kokus dan leukosit. Proporsi
filamen pada kalkulus adalah lebih besar daripada dibagian mulut lainnya. Fraksi
anorganik terutama terdiri dari fosfat kalsium, dalam bentuk hidroksiapatit,
brushite, whitlockite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu, juga terdapat sejumlah
kecil kalsium karbonat, magnesium fosfat, dan fluorida. Kandungan fluorida dari
kalkulus adalah beberapa kali lebih besar daripada didalam plak(Manson &Eley,
2012).
Permukaan kalkulus tertutup oleh plak bakteri tetapi pada pusat deposit
yang tebal ada kemungkinan steril. Perbedaan bentuk dan distribusi yang nyata
dari kalkulus supragingiva dan subgingiva menunjukkan bahwa komposisi dan
cara deposisinya juga berbeda. Komposisi kalkulus subgingiva sangat mirip
seperti kalkulus supragingiva kecuali bahwa rasio Ca/P nya lebih tinggi dan
kandungan sodiumnya lebih besar. Protein saliva tidak ditemukan pada kalkulus

20

subgingiva, menunjukkan bahwa deposit ini sumbernya non-saliva(Manson


&Eley, 2012).
- Deposisi Kalkulus
Kalkulus adalah plak bakteri yang termineralisasi tetapi tidak semua plak
termineralisasi. Kalkulus supragingiva jarang terlihat pada permukaan fasial molar
bawah tetapi sering ditemukan pada permukaan fasial molar atas yang berlawanan
dengan muara duktus parotis. Mungkin 90% dari kalkulus supragingiva yang
terdapat pada gigi-geligi ditemukan pada insisivus bawah yang terpapar saliva
langsung dari gladula saliva submandibularis dan sublingualis. Prepisitasi garamgaram mineral kedalam plak mungkin dapat dilihat hanya beberapa jam setelah
deposisi plak tetapi umumnya keadaan ini berlangsung 2-14 hari setelah
terbentuknya plak. Mineral pada kalkulus supragingiva berasal dari saliva,
sedangkan pada kalkulus subgingiva berasal dari eksudat cairan gingiva. Pada
plak yang baru terbentuk, konsentrasi kalsium dan ion fosfornya sangat tinggi,
umumnya konsentrasi kalsium pada plak sekitar duapuluh kali lebih besar
daripada di saliva, tetapi tidak terlihat adanya kristal apatit(Manson &Eley, 2012).
Faktor Predisposisi Pembentukan Plak
1. Faktor yang Berperan Dalam Pembentukan
Terdapat 3 faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan plak yaitu (Ritonga,
2005):
a. Saliva
Saliva mengandung campuran glikoprotein terdiridari protein yang dikombinasi
dengan karbohidrat (oligosakarida, contohnyaasamsialik, fukus, galaktosa,
glukosa,

manosa,

dan

dua

heksosamin

N-asetilgalaktosamindan

N-

asetilglukosamin). Bakteri rongga mulut memproduksi enzim-enzim glikosidase


dengan menghancurkan karbohidrat yang digunakan sebagai nutrisi. Salah satu
dari glikosidase ini adalah enzim neuraminidase yang berfungsi memisahkan
asam sialik dari glikoprotein saliva. Asam sialik terdapat dalam glikoprotein
saliva, tidak terdapat dalam plak. Hilangnya asam sialik menyebabkan
berkurangnya kekentalan saliva dan pembentukan endapan yang merupakan salah

21

satu factor yang berperan dalam pembentukan plak. Selain itu saliva juga
mengandung agglutinin spesifik yang menyebabkan penggumpalan bakteri.
b. Makanan
Diet yang dimakan dapat mempengaruhi pertumbuhan plak, karena membantu
pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan gigi.
Konsistensi dari diet dapat mempengaruhi kecepatan pembentukan plak, dimana
kecepatannya lebih besar pada diet lunak dibandingkan yang keras karena
makanan yang lunak tidak memerlukan pengunyahan, sehingga sedikit atau sama
sekali tidak mempunyai efek pembersihan pada gigi.
c. Bakteri
Dalam waktu beberapa jam bakteri akan dijumpai pada pelikel. Bakteri yang
pertama-tama berkoloni di permukaan gigi yang dibalut pelikel adalah didominasi
oleh mikroorganisme fakultatif gram positif. Selanjutnya terjadinya proses
pembentukan plak hingga pematangan bersamaan dengan pertumbuhan bakteri
yang telah melekat maupun kolonisasi dan pertumbuhan spesieslainnya.
2. Faktor Retensi Plak
a. Pemakaian pesawa tortodonti
b. Pemakaian GTSL & GTC
c. Adanya maloklusi
d. Restorasi yang cacat
e. Poket yang dalam
f. Pernafasan melalui mulut
g. Penggunaan tembakau
h. Pemakaian obat-obatan tertentu (Ritonga, 2005).
3.4 Mekanisme Terjadinya Penyakit Periodontal
Proses pembentukan plak dapat dibagi atas tiga tahap yaitu: (1)
pembentukanpelikel yang membalut permukaan gigi, (2) kolonisasi awal oleh
bakteri, dan (3)kolonisasi sekunder dan pematangan plak.

22

Pembentukan pelikel dental pada permukaan gigi merupakan fase awal


daripembentukan plak. Pada tahap awal ini permukaan gigi akan dibalut oleh
pelikelglikoprotein. Pelikel tersebut berasal dari saliva dan cairan sulkular, begitu
juga dariproduk sel bakteri, pejamu dan debris. Pelikel berfungsi sebagai
penghalangprotektif, yang akan bertindak sebagai pelumas permukaan dan
mencegahpengeringan jaringan. Sifat pelikel sangat lengket dan mampu
membantumelekatkan bakteri-bakteri tertentu pada permukaan gigi (Carranzas,
2002)
Dalam waktu beberapa jam bakteri akan dijumpai pada pelikel dental. Hal
inibermulanya tahap kolonisasi awal bakteri pada permukaan gigi. Bakteriyang
pertama-tama mengkoloni permukaan gigi yang dibalut pelikel adalahdidominasi
oleh mikroorganisma fakultatif gram-positif, seperti Actinomycesviscosus dan
Streptococcus sanguis. Pengkoloni awal tersebut melekat ke pelikeldengan
bantuan adhesin, yaitu molekul spesifik yang berada pada permukaan bakteri
(Carranzas, 2002)
Massa plak kemudian mengalami pematangan bersamaan dengan
pertumbuhanbakteri yang telah melekat, maupun kolonisasi dan pertumbuhan
spesies lainnya. Dalam perkembangannya terjadi perubahan ekologis pada
biofilm, yaitu peralihandari lingkungan awal yang aerob dengan spesies bakteri
fakultatif gram-positifmenjadi lingkungan yang sangat miskin oksigen dimana
yang dominan adalahmikroorganisme anaerob gram-negatif (Carranzas, 2002)
Tahap akhirnya merupakan kolonisasi sekunder dan pematangan
plak.Pengkoloni sekunder adalah mikroorganisme yang tidak turut sebagai
pengkoloniawal ke permukaan gigi yang bersih, diantaranya Prevotella
intermedia,

Prevotellaloescheii,

spesies

Capnocytophaga,

Fusobacterium

nucleatum, dan Porphyromonasgingivalis. Mikroorganisme tersebut melekat ke


sel bakteri yang telah berada dalammassa plak. Interaksi yang menimbulkan
perlekatan bakteri pengkoloni sekunder kebakteri pengkoloni awal dinamakan
koagregasi. Pada stadium akhir pembentukanplak, yang dominan adalah
koagregasi diantara spesies gram-negatif, misalnyakoagregasi Fusobacterium
nucleatum dengan Porphyromonas gingivalis (Carranzas, 2002)

23

Pada penelitian in vivo pada dental plaj diketahui bahwa tipe bakteri yang
perada pada plak supragingiva adalah golongan bakteri morptyper. Cocci gram
positive dan sedikit berdominasi di permukaan gigi. Pada tahap lanjut bakteri pada
plak akan masuk melalui celah gingiva dimana celah tersebut mengandung cairan,
dan mengandung banyak substansi nutrisi yang dipakai bakteri. Host inflamasi
cell mejadi media pertumbuhan bakteri pada celah ini (Carranzas, 2002)
Karakteristik bakteri yang berada dalam plak ini didominasi gram positif
seperti Steptoccocus mitis, S. Sanguis, A. Viscous, Actinomyces Naeslundii, dan
Eubacterium spp. Kemudian pada perbatasan apikal masa plak dari persimpangan
epitel terdapat selapis leukosit dan bakteri yang mendominasi adalah bakteri gram
negatif, seperti S. Oralis, S. Intermedius, P. Micros, P. Gingivalis, P. Intermedia,
Bacteroides forsythus, dan F. Mucleatum (Carranzas, 2002)

24

Setelah menerobos pada epitel bakteri-bakteri tersebut akan menginfeksi


gingiva. Pada lesi awal perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh
darah gingiva yang kecil, di sebelah apikal dari epithelium fungsional khusus
yang merupakan perantara hubungan antara gingiva dan gigi yang terletak
pada dasar leher gingiva. Awalnya tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari
perubahan jaringan. Bila deposit plak masih ada perubahan inflamasi tahap
awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva. Papilla
interdental menjadi sedikit lebih merah dan bengkak serta mudah berdarah
pada sondase, dalam waktu dua sampai seminggu akan terbentuk gingivitis yang
lebih parah.

Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. Pada


tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Pada tahan lebih
lanjut akan berkembang pada permukaan tulang dan kemudian menyebabkan
periodontitis yang berujung gigi goyang dan lepas dari tempatnya.

Mekanisme Bakteri Patogenik dalam Penyakit Periodontal

25

Bakteri pada penyakit periodontal memiliki mekanisme poten untuk menyerang


dan merusak hospes termasuk>> PMN dan Magrofag. Mekanisme bakteri
patogenik dalam penyakit periodontal:
1. Invasi
Masuknya/invasi bakteri atau produk bakteri kejaringan periodontal
diperkirakan penting bagi proses terjadinya penyakit. Studi klinis menunjukkan
bahwa Actinobasilus actinomycetemcomitans dapat melakukan penetrasi ke epitel
gingiva.
2. Memproduksi toksin
Actinobacilus

actinomycetemcomitans

Campylobacter

rectus

dan

memproduksi leukotoksin yang dapat membunuh neutrofil dan monosit.


3. Peran unsur sel/substansi sel
Dinding

bakteri

gram

negatif

mengandung

lipopolisakarida

(LPS,endotoksin) yang mana dikeluarkan setelah bakteri mati. Selain sebagai


pencetus terjadinya proses inflamasi, LPS juga dapat menyebabkan nekrosis
jaringan

4. memproduksi enzim
Actinobacilus actinomycetemcomitans memproduksi enzim kolagenase
yang dapat merusak kolagen tipe 1. hal ini dapat mendorong terjadinya degradasi
kolagen dan gangguan pada jaringan ikat periodontal. Porphyromonas gingivalis
memproduksi beberapa faktor virulensi termasuk kolagenase, endotoksin,
fibrinolisin, posfolipase.
5. Menghindar dari pertahanan penjamu
Untuk dapat bertahan dilingkungan periodontal, bakteri harus mampu
menetralisir atau menghindar dari mekanisme penjamu untuk menyingkirkan dan
membunuh bakteri. Sejumlah mekanisme yang dimiliki patogen periodontal
dalam menghindar atau menghancurkan pertahanan penjamu, meliputi:
a. Penghancuran langsung polimorponuklear leukosit (PMN) dan magrofag.
Leukotoksin

yang

memproduksi

beberapa

strain

dari

actinomycetemcomitans dapat menghancurkan PMN dan Makrofag.

actinobacillus

26

b. Menghambat kemoktasisb(PMN)
Sejumlah spesies bakteri termasuk porphyromonas gingivalis, actinobacillus
actinomycetemcomitans

dan spesies capnocytophaga, dapat menghambat

kemoktasis PMN, dan mengurangi fagositosis dan pembunuh intraselular.


c. Degradasi imuloglobulin
Sejumlah

bakteri

gram

negatif

pigmen-hitam

anaerob

dan

spesies

capnocytophaga memproduksi protease yang dapat menyebabkan degradasi ig G


dan ig A.
d. Memodulasi fungsi sitokin
Sitokin adalah faktor utama yang mengontrol sistem inflamasi dan imun. Ada
bukti bahwa agen infeksi mampu memodulasi fungsi sitokin. Arginin specific
tryps in-like proteinase (RgpA) dari Porphyromonas gingivalis dapat membelah
dan mengaktifkan mediator tertentu dari pro-dan anti inflamatori. Keseimbangan
antara kedua fungsi yang berlawanan ini dapat mempengaruhi keadaan inflamasi
lokal pada jaringan periodontal.

e. Degradasi fibrin
Beberapa gram negatif pigmen-hitam anaerob memiliki aktivitas fibrinolitik
yang mana akan mengurangi jeratan bakteri oleh fibrin untuk fagositosis.
f. Mengubah fungsi limposit
Sejumlah bakteri gram negatif dan spirokheta pada flora subgingiva dapat
mengubah fungsi limfosit dan memproduksi imunosupresif. Proses destruksi
jaringan yang terjadi merupakan akibat dari interaksi bakteri atau substansi bakteri
dengan sel penjamu, yang mana secara langsung maupun tidak langsung
mengarah kepada degradasi jaringan periodontal.
3.5 Mikrobiologi Penyakit Periodontal

27

3.6 Reaksi Imun Host pada Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal merupakan sebuah infeksi kronis bakteri yang
mempengaruhi gingiva dan tulang pendukung gigi. Penyakit inflamasi kronis ini
sebagai hasil dari respon bakteri pada lapisan biofilm gigi dan dapat terbatas pada
jaringan gingiva dengan kerusakan jaringan minimal atau dapat berkembang
menjadi kerusakan jaringan periodontal yang ekstrim dengan hilangnya perlekatan
dan tulang alveolar (Mariano, 2010).
Oleh karena itu, ada sebuah konsep mengenai penyakit periodontal ini.
Kehadiran bakteri patogen saja tidak cukup untuk menyebabkan periodontitis.
Perkembangan penyakit ini terjadi karena kombinasi faktor, termasuk keberadaan
bakteri periodontopatogen, sitokin proinflamasi tinggi, matriks metalloproteinase
(MMP), prostaglandin E2 (PGE2), rendahnya tingkat sitokin anti-inflamasi
termasuk inter-leukin-10 (IL-10), transforming growth factor (TGF-) dan
inhibitor jaringan MMPs (TIMPs) (Mariano, 2010).

28

Gambar 17. Factors Implicated in Periodontal Disease


Selanjutnya, kolonisasi yang sukses pada jaringan host merupakan
kemampuan bakteri dalam menghindar dari mekanisme pertahanan host yang
bertujuan untuk memusnahkan bakteri dari lingkungan periodontal. Proses
kerusakan jaringan dari interaksi bakteri atau substansi bakteri dengan sel host,
secara langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan degradasi jaringan
periodontal.
Mekanisme Respon Host Agen terhadap Penyakit Periodontal
Patogenesis penyakit periodontal merupakan suatu proses inflamasi yang
melibatkan respon imun bawaan dan imun dapatan. Sistem imun alami adalah
suatu mekanisme yang paling awal memberikan perlindungan segera untuk
melawan infeksi atau inflamasi. Sistem imun alami beraksi melalui perekrutan
sel-sel imun, pengaktifan sistem komplemen, identifikasi dan penyingkiran zat-zat
asing,

dan

pengaktifan

sistem

imun

adaptif.

Sel-sel

fagosit,

seperti

polimorfonuklear neutrofil, monosit, dan makrofag yang merupakan sel-sel imun


alami, memicu pelepasan mediator-mediator kimia seperti sitokin (tumor
necrosis factor [TNF] dan Interleukin [IL]), yang mengaktifkan berbagai sistem
seperti sistem komplemen dan respon fase akut.
Sistem imun adaptif membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih
dahulu sebelum dapat memberikan responnya. Sel-selnya terdiri dari sel-sel
limfosit T dan B. Sel makrofag sebagai sel Antigen Presenting Cell (APC)

29

mempunyai molekul MHC klas II. Melalui MHC klas II, sel B akan menerima
antigen, kemudian antigen ini disajikan ke permukaan sel untuk mengaktivasi sel
T helper. Sel T helper akan menskresikan sitokin yang dapat menstimulasi sel B
berproliferasi menjadi sel memori, selain itu juga mengaktifkan sel B untuk
menghasilkan antibodi. Jika sitokin diproduksi secara tidak tepat akan terjadi
destruksi atau penyakit progresif. Produksi sitokin yang tepat merupakan dasar
untuk perkembangan perlindungan imun.
Dalam periodontitis, langkah awal dalam proses penyakit adalah
kolonisasi dari jaringan periodontal oleh spesies patogen berupa pembentukan
pelikel. Pelikel terdiri dari glikoprotein yang berasal dari saliva. Pelikel memiliki
kandungan substrat yang membuatadanya perlekatan bakteri .Bakteri awal yang
melekat dan merusak serta berkolonisasi pada permukaan gigi yang dilapisi
pelikel yaitu didominasi oleh bakteri gram positif fakultatif seperti Actinomyces
viscosus dan Streptococcus sanguis. Perlekatan Actinomyces viscosus melalui
fimbrae pada permukaan bakteri untuk menghasilkan protein kaya prolin pada
pelikel.
Bakteri gram positif yang berasal dari saliva menyebabkan adanya adhesi
secara selektif dan tertempel pada pelikel serta memberikan peluang terjadinya
kolonisasi dan pertumbuhan plak supragingival diikuti kolonisasi bakteri dalam
waktu yang singkat dan timbul radang pada gusi. Bertambahnya virulensi dan
jumlah bakteri yang melekat pada pelikel (bakteri gram positif dan negatif)
membuat PH di dalam mulut menjadi sangat asam ,karena bakteri memiliki sifat
asidogenik (penghasil asam). Salah satu contoh produk yang dihasilkan
yaitu Lipotechoic acid (LTA) dan peptidoglikan (PG) merupakan induktor sitokin..
Bakteri anaerob gram negatif juga berperan dalam jaringan krevikuler
gingiva, terutama phorporymonas dan bakteriodes, yang akan berkoloni di
permukaan akar gigi di daerah garis gingiva dan poket periodontal .Bakteri gram
negatif berperan besar dalam destruksi jaringan periodonsium sebagai contoh
bakteri gram negatif menghasilkan lipopolisakarida dan endotoksin sebagai
produk bakterinya.

30

Gambar 18. Skema ilustrasi proses kunci dari interaksi host bakteri dalam
penyakit periodontal. Interaksi dari bakteri atau antigen bakteri dengan jaringan
host menyebabkan perekrutan neutrofil (panah putih), produksi antibodi (panah
hitam), dan resorpsi tulang (panah abu-abu). Produksi I L-8 dan ICAM-1 di sel
epitel dalam respon terhadap bakteri periodontal memberikan sinyal chemotactic
untuk neutrofil (PMN). Neutrofil berfungsi mengontrol serangan bakteri oleh
fagositosis tetapi juga mensekresi matriks metaIloproteinases (MMP-8), yang
mungkin berkontribusi terhadap kerusakan jaringan. Interaksi antigen kuman
dengan sel dendritik perifer mengarah ke generasi antibodi sistemik, sedangkan
interaksi dengan sel B lokal menyebabkan produksi antibodi lokal. Antibodi
spesifik untuk banyak mikroorganisme periodontal sangat penting untuk
fagositosis. Komponen complement juga dapat berkontribusi terhadap fagositosis
bakteri dengan efisien. Produksi IL-1, TNF-a, dan PGE2 dalam menanggapi LPS
bakteri menyebabkan resorpsi tulang melalui aktivasi osteoklas, proliferasi, dan
diferensiasi.
Mekanisme pertahanan awal tubuh berlangsung pada sel-sel epitel, melalui
saliva dan cairan sulkus gingiva, dan yang paling penting adalah aksi neutrofil
yang terus - menerus bermigrasi melalui junctional epithelium ke dalam sulkus
atau poket, untuk mempertahankan lingkungan agar tetap normal, tidak teriritasi
terhadap flora bakteri tubuh. Sel - sel epitelium merupakan sel-sel pertama yang
diserang oleh bakteri di dalam sulkus atau poket. Sel - sel epitel menghasilkan

31

barrier sebagai benteng pertahanan terhadap serangan dari bakteri. Sel epitel kaya
akan Ig A yang berfungsi mencegah perlekatan bakteri pada dinding sel epitel dan
kemudian tidak dapat bertahan oleh serangan polisakarida bakteri, sehingga
membuat gingiva menjadi permeable. Setelah sel-sel epitel mengalami kerusakan,
fibroblast bereaksi dan menghasilkan serat-serat kolagen, namun karena bakteri
mengeluarkan produk yang berupa collagenase, serat kolagen akan dirusak oleh
kolagenase tersebut sehingga merusak perlekatan ligamen periodontal dan akibat
paling buruk yaitu attachment loss atau hilangnya perlekatan. Interaksi ini memicu
tahap awal respon inflamasi dan memicu pengaktifan sel di dalam jaringan ikat
dan merekrut neutrofil untuk menghancurkan bakteri.
Ketika sel-sel epitel berinteraksi dengan lipopolisakarida (LPS), PG, dan
LTA, yang merupakan produk-produk bakteri, sel-sel epitel mensekresi IL-1,
TNF-, IL-6, dan IL-8. Lipopolisakarida bekerja di dalam makrofag untuk
menghasilkan prostaglandin E2 dalam jumlah yang banyak. Pada saat yang
bersamaan, faktor-faktor virulen tersebar di dalam jaringan ikat, dan juga
mediator-mediator

inflamatori

yang

diproduksi

oleh

sel-sel

epitelium

menstimulasi sel-sel host untuk berada pada daerah inflamasi tersebut. Sel-sel
host tersebut yaitu monosit/makrofag, fibroblas, sel-sel mast, memproduksi dan
melepaskan sitokin-sitokin pro-inflamatori (IL-1, TNF-, IL-6, IL-12), molekul
molekul khemotaktik (MIP-1a, MIP-2, MCP-1, MCP-5, IL-8), PGE2, histamin,
leukotrin, dan MMPS, yang menghancurkan kolagen jaringan ikat. Cytokinin
dihasilkan oleh sel inflarnasi yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan
dalam sel mesenkim dan mengeluarkan PGE2. Limfosit dan makrofag pada
periodontitis dapat mengeluarkan IL-1 dengan kadar yang tinggi. Limfosit dan
makrofag juga mengeluarkan sebagian besar IL-6. IL-1 menyebabkan produksi
IL-6 dari fibroblas gingiva. TNF dihasilkan dari polimorfonuklear (PMN)
leukosit, limfosit, dan makrofag yang terdapat di dalam jaringan inflamasi.
Sel-sel host seperti PMN, akan membentuk pertahanan lokal melawan
bakteri dan dapat merusak jaringan gingiva yang sehat jikka terjadi peningkatan
jumlah. PMN juga akan memfagositosis bakteri, namun jika jumlah bakteri terlalu
banyak, PMN akan digantikan oleh makrofag yang akan muncul dan melepaskan
banyak mediator inflamasi yang terdiri dari PGE2 dan MMPS. Mediator

32

ini merekrut sel imun tambahan menuju daerah terinflamasi serta makrofag akan
memfagositosis bakteri.
MMP ( Matrix Metalo Protein )
MMP adalah kelompok dari zinc dan kalsium endopeptida yang
disekresikan oleh leukosit PMN, makrofag, fibroblast, tulang, sel epitel , dan sel
endotel. Pada penyakit periodontal, MMP memainkan peran penting pada
degradasi matriks ekstrasel dan membran basalis sebagai aksi sitokin dan aktivasi
osteoklas. Saat terjadinya proses penyakit periodontal, MMP yang dominan
berupa (Marcela, 2006) :
a. MMP 8
- mengurai kolagen tipe I,II sebagai kerusakan periodontal , tetapi tidak
menyebabkan perbaikan
- dilepas oleh sel non-neutrofil seperti fibroblast ligamen gingiva dan
periodontal 4
b. MMP 9
- Ditemukan di sel epitelial acinar
- Dibentuk oleh monosit dan makrofag
c. MMP 13
- Jumlahnya meningkat pada epitelium basalis dan dapat dilihat pada pasien
periodontitis kronis.
- Penting dalam poliferasi untuk mengkaktifkan epitelium pada jaringan ikat
yang difasilitasi migrasi apikal dan lateral dari epitelium junction dan
kerusakan jaringan ikat.
- Dilepaskan oleh tulang, sel kartilago, dan fibroblast tipe kolagenase
sebagai mediator resorpsi tulang dan pengerusakan kartilago selama
penykait seperti ehumatoid dan osteoarthritis.5
Bila infeksi tidak dapat diatasi melalui sistem imun dikarenakan jumlah
bakteri terlalu banyak, makrofag akan berkomunikasi dengan limfosit dan sel-sel
sekitarnya untuk menyajikan antigen ke sel T. Makrofag dan limfosit secara
bersamaan akan mengatur respon imun kronis. Limfosit akan mengalami
kerusakan jika jumlah bakteri terlalu banyak.

33

Sentral respons imun terletak pada peran dan fungsi limposit T, terutama
sel T helper setelah diproses oleh APC seperti makrofag, sel langerhans dan sel
dendritik, antigen akan di sajikan pada sel T helper oleh APC. Akibatnya sel T
helper akan teraktivasi, dan ini merupakan picu bangkitnya respons imun yang
lebih kompleks, baik seluler maupun humoral untuk mengaktifasi sel T helper
dibutuhkan sedikitnya dua sinyal. Sinyal pertama untuk mengikat reseptor antigen
sel T pada komplek antigen MHC kelas dua (HLA) yang berada pada permukaan
APC dan sinyal kedua berasal dari IL-1, suatu protein terlarut yang dihasilkan
oleh APC. Sel T helper yang sudah tersensitisasi antigen akan, mengaktifkan sel T
sitotoksin yang berfungsi menghancurkan se lasing. Sel T memori yang
mempunyai daya ingat, dan sel B sebagai mediator imunitas humoral. Sel T
sitotoksin yang sudah teraktifasi akan melepaskan sitotoksin yang berfungsi
menghasilkan sel target.
Bersamaan dengan rangsangan antigen terhadap sel T helper, sel B juga
akan tersentisisasi antigen. Aktivasi lengkap sel B memerlukan sinyal tambahan
dari sel T helper berupa mediator limfokin, yaitu Cell Growth Factor (BCGF)
yang akan merangsang proliferasi sel B dan Cell Differentiation Factor (BCDF)
yang berfungsi menginduksi differensiasi sel B menjadi sel plasma. Sebagai sel B
yang ber proliferasi tidak mengalami diferensiasi, berubah menjadii sel B memori.
Sel plasma hasil diferensiasi sel B akan bertindak sebagai penghasil antibodi. Bila
kebutuhan anti bodi sudah terpenuhi produksinya oleh sel plasma akan di tekan
oleh sel Ts dengan demikian, terlihat bahwa produksi antibody oleh sel plasma
diatul oleh salah sel T regulator.
Interaksi antigen dengan antibodi, akan membantu kompleks imun yang
akan mengaktifkan system komplemen secara lengkap. Aktivasi system
komplemen ini dapat melalui jalur klasik atau jalur alternative tergantung lokasi
dan jenis antigennya selain itu, makrofag dan PMN neutrofil juga di tarik kearah
konflek imun tersebut. Proses selanjutnya adalah lisisnya sel target atau antigen
karena aktivitas system komplemen, makrofag, dan PMN.
Sel mast berperan dalam peningkatan permeabilitas dan pelebaran
pembuluh darah dengan mediator inflamasinya berupa histamin. Pada saat
makrofag berkomunikasi dengan limfosit, pada saat itu juga terjadi inflamasi pada

34

gingiva yang mengalami peradangan akan berubah warna dari merah muda
menjadi merah tua karena terjadinya dilatasi pembuluh darah kapiler dan
perubahan aliran darah.
Mediator-mediator, seperti IL-1, TNF-, dan histamin dilepaskan sel-sel
host, bersama dengan faktor-faktor bakteri dalam pengaktifan sel-sel endotelium,
mengekspresikan molekul-molekul permukaan seperti P dan E-selektins dan
ICAMs yang penting terhadap pengeluaran leukosit. Leukosit kemudian
bermigrasi melalui jaringan dengan melawan konsentrasi chemoatractants yang
diperoleh dari host (IL-8, MCP-1) atau dari bakteri (fMLP, fimbria) ke daerah
infeksi, dimana leukosit mulai memfagosit bakteri dan faktor-faktor virulennya.
TNF-, PGE2, dan histamin meningkatkan permeabilitas pembuluh darah,
memicu plasma protein mengalir keluar dan masuk ke dalam jaringan ikat dan
sesudah itu ke dalam sulkus, yang merupakan bagian dari cairan sulkus gingiva.
Pada akhirnya, sitokin diproduksi secara lokal, seperti IL-1, TNF-, d an IL-6
untuk masuk kedalam sirkulasi dan mengaktifkan hepatosit untuk mensintesis
proteinprotein fase akut seperti Lipopolysaccharide Binding Protein / CD14,
protein komplemen, protein reaktif-C untuk membantu tubuh menyingkirkan
infeksi.
Makrofag juga mengekspresikan molekul-molekul costimulatori (B7) dan
molekul-molekul MHC kelas II, dan sel-sel dendrit menelan bakteri dan produkproduk bakteri dan memproses bakteri untuk disajikan sebagai antigen kepada
limfa node lokal. Oleh sebab itu, ketika respon inflamasi terorganisir, tubuh telah
bersiap-siap menghadapinya sebagai respon imun adaptif.

35

Destruksi jaringan periodonsium


Perluasan inflamasi pada gingiva sejak terakumulasinya plak diikuti
beberapa tahap, yang secara klinis dan histopatologi dikelompokkan ke dalam
tahap

inisial, early dan established lesion yang secara klinis nyata sebagai

gingivitis, dan periodontitis dikelompokkan ke tahap advanced lesion. Tahap


inisial (inflamasi awal) terjadi selama 4 hari sejak terakumulasinya plak. Secara
klinis tidak terlihat dan ditandai dengan respon inflamasi akut terhadap akumulasi
plak.
Setelah sekitar 7 hari, infiltrasi inflamatori mononuklear leukosit meluas
pada

tahap inisial secara progres ke tahap dini (early lesion). Limfosit dan

makrofag mendominasi daerah perifer lesi dengan hanya terdapat sedikit sel-sel
plasma. Pada tahap ini, infiltrasi terjadi sekitar 15% pada jaringan ikat gingiva,
dengan destruksi kolagen pada daerah infiltrasi mencapai 60-70 %. 22 IL-1
diketahui menstimulasi fibroblas untuk menghasilkan kolagenase.
Setelah 2 hingga 3 minggu, early lesion meluas menjadi established
lesion. Ditandai dengan adanya peningkatan daerah yang

terinfeksi dan

didominasi oleh sel-sel plasma dan limfosit pada daerah perifer lesi, makrofag dan
limfosit terdapat pada lamina propria sulkus gingiva. Infiltrasi neutrofil dominan
terdapat pada epithelium junction dan epithelium sulcular. Junctional epithelium
dan sulcular epithelium berproliferasi dan migrasi lebih dalam ke jaringan ikat.
Sulkus gingiva menjadi dalam dan bagian koronal junctional epithelium
dikonversi ke dalam poket epitelium. Poket epitelium tidak melekat

dengan

permukaan gigi dan banyak mengandung infiltrasi leukosit, yang didominasi oleh
neutrofil yang selanjutnya epitelium bermigrasi ke dalam sulkus gingiva atau
poket. Selanjutnya meluas ke tahap advanced lesion meliputi terbentuknya poket
periodontal, ulserasi dan supurasi, destruksi tulang alveolar dan ligamen
periodontal.

36

Selama poket periodontal semakin dalam, demikian juga perluasan


infiltrasi jaringan

inflamatori, osteosit-osteosit mulai mendestruksi tulang.

RANKL dan macrophage-colony stimulating factor (M-CSF) merupakan faktorfaktor utama yang terlibat dalam differensiasi osteoklas dan RANKL
diekspresikan dengan diaktifkannya limfosit T. IFN- memicu aktivasi sel T dan
sel T mensekresi faktor-faktor osteoklastogenik RANKL dan TNF-. Meskipun
osteoklastogenesis (proses resorpsi tulang) bisa diinduksi oleh TNF- pada
mekanisme dependent dan independent, IL-1 dan IL-6 berperan juga dalam
resorpsi tulang melalui induksi RANKL. RANKL, yang mengikat RANK pada
prekusor-prekusor osteoklas, merupakan salah satu penginduksi kuat terhadap
pembentukan dan aktivitas osteoklas.
Stimulasi terhadap RANKL bisa dikurangi oleh osteoprotegerin (OPG),
yang mengikat RANKL dan menghambat interaksi antara RANKL dan RANK.
Rasio ekspresi RANKL dan OPG penting dalam inflamasi induksi resorpsi tulang,
termasuk periodontitis. Ketika konsentrasi OPG relatif meningkat daripada
ekspresi RANKL, OPG mengikat RANKL, menghambatnya untuk mengikat
RANK.

Pencegahan

berikatannya

RANKL dengan

RANK

mengurangi

pembentukan osteoklas dan terhadap osteoklas yang telah ada sebelumnya.Ketika


ekspresi RANKL relatif

bertambah daripada OPG, RANKL bersiap untuk

mengikat RANK, mengaktifkan pembentukan osteoklas dan resorpsi tulang.


Berikatannya RANKL pada prekusor-prekusor osteoklas terjadi pada saat selsel
stem hematopoietik berdifferensiasi dari bentuk colony forming unit for
granulacytes and macrophages (CFU-GM) menjadi colony forming unit for

37

macrophages (M-CSF). Berikatannya RANKL dengan RANK pada CFU-M


menghadirkan M-CSF menginduksi differensiasi preosteoklas menjadi suatu sel
multinukleat yang kemudian menjadi osteoklas matang.
Osteoklas matang merupakan sel yang mengalami perubahan struktural
untuk memudahkannya masuk ke daerah penghubung antara permukaan tulang
dan membran basal. Osteoklas matang mensekresi enzim-enzim litik ke dalam
daerah resorpsi untuk mengikis tulang. Semakin dalam poket, flora menjadi lebih
anaerobik dan respon host menjadi lebih destruksi dan kronik. Pada akhirnya, lesi
periodontitis secara progres meluas sehingga menyebabkan hilangnya gigi

Pembentukan sel progenitor osteoklas distimulasi oleh IL,-6 bersama-sama


dengan IL-3. Prekursor osteoklas berasal dari koloni yang membentuk rangkaian
unit granulosit-makrofag. IL-6 membantu maturasi sel menjadi osteoklas.

38

Proses resorpsi terjadi dalam dua tahap : degradasi struktur mineral


anorganik diikuti oleh disintegrasi dari matriks organik. Degradasi struktur kristal
anorganik dibawa oleh enzim seperti asam fosfatase dan karbonik anhidrase II ke
dalam osteoklas. Enzim disintesis dalam retikulum endoplasma kasar, diangkut ke
kompleks Golgi dan pindah ke ruffled border dalam vesikel transportasi di mana
mereka melepaskan isinya ke dalam kompartemen disegel berdekatan dengan
permukaan tulang. anhidrase karbonat II enzim mengkatalisis intraseluler konversi
CO 2 sampai H 2 CO 3, yang menyediakan sumber dari H + ion yang akan dipompa
ke daerah subosteoclastic melalui pompa proton yang terkait dengan ruffled
border. Disintegrasi matriks organik dibawa oleh proteinase sistein, kolagenase
dan enzim metaloproteinase matriks. Enzim sistein proteinase yang bertindak
pada pH asam lebih dekat ke ruffled border, sedangkan kolagenase dan matriks
metaloproteinase enzim aktif pada permukaan tulang resorbing mana pH lebih
dekat dengan netral karena kapasitas dapar garam tulang melarutkan. Produk
degradasi anorganik dan organik kemudian menjalani endositosis di ruffled
border, kemudian mereka translokasi dalam vesikula transportasi dan pelepasan
ekstraselular mereka terjadi di sepanjang membran berlawanan ruffled border
(transcytosis).
3.7 Index Periodontal
A. Oral Higiene Indeks (OHI)
Indeks Oral Higiene (OHI) mengukur debris dan kalkulus yang menutupi
permukaan gigi, dan terdiri atas dua komponen : indeks debris dan indeks
kalkulus yang masing-masingnya mempunyai rentangan skor 0-3. Jika yang
diukur hanya ke-enam gigi indeks, indeksnya dinamakan Indeks Oral Higiene
Simplified (OHI-S), dilakukan melalui pemeriksaan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11,
26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya
sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada diganti
dengan gigi 21 dan sebaliknya (Bakar, 2012).

39

Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang
terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga
(Bakar, 2012).
Indeks Debris.

Gigi yang diperiksa adalah gigi yang telah erupsi sempurna dan jumlah gigi
yang diperiksa ada enam buah gigi tertentu dan permukaan yang diperiksa tertentu
pula. Skor debris diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi dengan jumlah
gigi yang diperiksa (Bakar, 2012).
Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama
terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa
makanan, bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi
perlekatannya dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua
macam yaitu (Bakar, 2012):
1. Kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah
oklusal dari tepi free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan.
Konsistensinya keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke
permukaan gigi.
2. Kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual
dari tepi gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam
bercampur dengan darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat
sangat erat kepermukaan gigi.

40

B. Indeks Kalkulus.

Skor kalkulus diperoleh dari jumlah skor permukaan gigi dibagi jumlah gigi
yang diperiksa. Skor indeks oral higiene individu diperoleh dengan menjumlahkan
nilai indeks debris dan indeks kalkulus (Bakar, 2012).
C. Indeks CPITN
Community Periodontal Index of Treatment Needs (CPITN) adalah sebuah
indeks yang dikembangkan oleh WHO untuk evaluasi penyakit periodontal dalam
survei penduduk. Dapat di gunakan untuk melihat kondisi jaringan periodontal
pada suatu kelompok atau subpopulasi dari sejumlah penelitian. Indeks tersebut
dapat memberikan sejumlah informasi mengenai prevalensi dan keparahan
penyakit, tapi kegunaan utamanya adalah mengukur kebutuhan akan perawatan
penyakit periodontal dan juga merekomendasikan jenis perawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal (Rendra, 2010).
Community Periodontal Index of Treatment Needs merupakan suatu survey
akan kebutuhan perawatan periodontal yang memberi informasi akan prevalensi
dan keparahan dari suatu penyakit periodontal. Sistem kebutuhan perawatan
periodontal telah dimodifikasi menjadi CPITN pada tahun 1978 dan disadur dari

41

epidemiologi

survei

oleh

WHO

dan

FDI.

Modifikasi

ini

termasuk

merekomendasikan penggunaan probe WHO, menggunakan gigi molar dan gigi


insisivus pertama kanan sebagai indeks gigi, dan tambahan kategori dengan poket
lebih dari 6 mm yang membutuhkan perawatan komplek seperti bedah atau root
planning dengan anastesi (Rendra, 2010).
Keuntungan dari CPITN adalah sederhana dan cepat, lebih akurat dibanding
dengan Periodontal Index dalam hal mengidentifikasi keparahan penyakit dan
kebutuhan perawatan dengan menggunakan periodontal probe sehingga lebih
spesifik. Kerugiannya pencatatan CPITN hanya berdasar pada indeks gigi, dan
mungkin over estimate terhadap tingkat keparahan, tidak melibatkan attachment
loss yang menggambarkan periodontitis pada saat dahulu atau sekarang dan
kesalahan dalam penomoran sekstan yang akan merubah klasifikasi setelah
perawatan (Rendra, 2010).
D. Indexs CPITN
- Mouth divided into 6 quadrants

0 = healthy gingiva

1 = bleeding after gentle probing (special probe)

2 = calculus or overhangs, pockets < 3.5mm

3 = pockets 4-6mm

4 = pockets > 6mm

- Treatment need categories

0 = no treatment

I = oral hygiene instruction (1)

II = OHI and scaling (2, 3)

III = OHI, scaling, complex treatment (4)

E. Gingival Index
Gingiva indeks pertama kali diusulkan pada tahun 1963 untuk menilai
tingkat keparahan dan banyaknya inflamasi gingiva pada seseorang atau pada

42

subjek dikelompok besar populasi. Menurut metoda ini keempat area gingiva pada
masing-masing gigi (fasial,mesial, distal dan lingual), dinilai tingkat inflamasinya
dan diberi skor dari 0 sampai 4 (Klaus, 1985).

F. Periodontal Disease Index (PDI)


Penilaian tingkat keparahan penyakit periodontal menggunakan Index
Penyakit Periodontal (Periodontal Disease Index (PDI)). PDI tidak mengukur
seluruh gigi, namun hanya 6 gigi terpilih yang termasuk Ramfjord Teeth, yang
dianggap dapat mewakili keseluruhan gigi dalam rongga mulut. Keenam gigi
tersebut, yaitu 16, 21, 24, 36, 41 dan 44 (Klaus, 1985).
Jika salah satu gigi indeks, tersebut tidak ada, dilakukan penggantian gigi
indeks dengan cara menentukan gigi tetangga yang lebih ke distal. Dengan
demikian, gigi tersebut dapat diganti dengan,berturut-turut 17, 11, 25, 37, 42, atau
45 (Klaus, 1985).
Terhadap keenam gigi indeks tersebut, PDI menilai gingivitis dan
hilangnya perlekatan jaringan pendukung. Masing-masing dikategorikan dalam 3
tingkatan. Untuk periodontitis dengan skor 4, 5, dan 6 (Klaus, 1985).

43

Anda mungkin juga menyukai