Oleh:
RIZKIYANI ASTUTI
G0007224
Pembimbing:
Dr. dr. Bambang Purwanto, SpPD-KGH-FINASIM
BAB I
PENDAHULUAN
Otak merupakan salah satu target organ pada hipertensi, di samping jantung dan
ginjal. Pada hipertensi dapat terjadi perubahan patologik pada pembuluh darah otak,
perubahan ini akan mengganggu perfusi darah ke otak, yang pada gilirannya akan
menimbulkan kelainan pada jaringan otak. Manifestasi dari kelainan ini dalam klinik dikenal
sebagai Cerebrovascular Disease (CVD) atau Stroke (setyopranoto, 2011).
Pada awal abad ke 21, stroke merupakan penyebab utama dari kematian dan
kecacatan di seluruh dunia. Stroke didefinisikan sebagai penurunan sitem syaraf secara tibatiba selama 24 jam tanpa adanya penyebab lainnya selain kelainan vaskuler. Hingga sekitar
50% stroke diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah dan hipertensi merupakan faktor
resiko utama yang dapat dimodifikasi. Resiko terjadinya stroke dapat dilihat dari hubungan
antara kenaikan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik pada pria dan wanita dari semua
kalangan usia, dimana tekanan darah sistolik lebih berpengaruh. Insidensi stroke meningkat
sekitar 25% setiap kenaikan tekanan sistolik 10 mmHg, dan tekanan diastolik lebih dari 110
mmHg. Baik stroke iskemik maupun hemoragik memiliki hubungan yang kuat dengan
hipertensi. Setiap kenaikan tekanan sistolik 20 mmHg resiko terjadinya stroke iskemik dan
hemoragik meningkat 2,23 3,18 kali (Abro dkk, 2012).
Data epidemiologi menunjukkan bahwa hipertensi merupakan salah satu faktor risiko
yang paling panting pada stroke, baik tekanan sistolik maupun diastolik mempunyai peranan
yang sama terhadap kemungkinan timbulnya stroke, diketahui pula bahwa insiden stroke
meningkat sejalan dengan tingginya tekanan darah, di samping itu tekanan darah yang tetap
tinggi pada penderita stroke berpengaruh buruk terhadap prognosa jangka panjang, baik
(terhadap kemungkinan terjadinya stroke ulang atau kematian jangka panjang pasca stroke)
(Cachofeira, 2009).
Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena alasan
penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Tanpa disadari penderita
mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak ataupun ginjal. Gejalagejala akibat hipertensi seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan
darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna (Roger, 2011).
2005).
Jenis-jenis Aneurisma:
Aneurisma sakular (berry)
Ditemukan pada titik bifurkasio arteri intracranial. Aneurisma ini terbentuk pada lesi
pada dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik akibat kerusakan
structural (biasanya congenital), maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri
media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat
berasalanya arteri oftalmika atau arteri komunikasn posterior (30%) dan basilar tip (10%)
Aneurisma Fusiformis
Pembesaran pembuluh darah yang memanjang (berbentuk gelondong) disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Struktur ini
biasanya disebabkan oleh aterosklerosis dan atau hipertensi, dan hanya sedikit yang
menjadi sumber perdarahan. Aliran yan lambat pada aneurisma
fusiformis
dapat
listrik neuron terhenti tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih
reversibel. Penurunan aliran darah ini jika semakin parah dapat menyebabkan jaringan
otak mati, yang sering disebut sebagai infrak. Jadi, infark otak timbul karena iskemik otak
yang lama dan parah dengan perubahan fungsi dan struktur otak yang ireversibel.
Perjalanan klinis pasien dengan stroke infrak akan sebanding dengan tingkat
penurunan aliran darah ke jaringan otak, seperti yang dijelaskan di atas. Menurut
Setyopranoto (2011) perjalanan klinis ini akan dapat mengklasifikasikan iskemik serebral
menjadi 4, yaitu :
a. Transient ischemic Attack (TIA), adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal
serebral yang gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus
atau emboli. Berdasarkan definisi stroke yang sudah dibahas di atas, maka TIA ini
sebenarnya tidak termasuk ke dalam kategori stroke karena durasinya yang kurang dari 24
jam
b. Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).
Seperti juga pada TIA gejala neurologis dari RIND juga akan menghilang, hanya saja
waktu berlangsungnya lebih lama, yaitu lebih dari 24 jam, bahkan sampai 21 hari. Jika
pada TIA dokter jarang melihat sendiri peristiwanya sehingga pada TIA diagnosis
ditegakkan hanya berdasar keterangan pasien saja, maka pada RIND ini ada kemungkinan
dokter dapat mengamati atau menyaksikan sendiri. Biasanya RIND membaik dalam
waktu 24-48 jam. Sedangkan PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurological
Deficit) akan membaik dalam beberapa hari, maksimal 3-4 hari.
3. Stroke In Evolusion (progressing stroke)
Pada bentuk ini gejala / tanda neurologis fokal terus memburuk setelah 48 jam.
Kelainan atau defisit neurologik yang timbul berlangsung secara bertahap dari yang
bersifat ringan menjadi lebih berat.
4. Complete Stroke Non Haemmorhagic
Completed stroke diartikan bahwa kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah
menetap, tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang muncul bermacam-macam,
tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.
D Patofisiologi
1. Endotel2
Menurut Cachofeira (2011) endotel adalah lapisan sel epitelial yang berasal dari
mesoderm yang membatasi dinding pembuluh darah dan dinding pembuluh limfe. Endotel
6
terletak di antara sirkulasi darah dan pembuluh darah. Fungsi utama endotel adalah : 1.
mengatur
tonus
pembuluhdarah,
2.
mengatur
adesi
lekosit
dan
inflamasi,
dan
polos melalui reseptor AT1, selain itu angiotensin II memproduksi vasokonstriktor poten dan
menyebabkan retensi garam dan air. Hal ini merupakan komponen utama dalam patogenesis
berbagai penyakit vaskuler seperti hipertensi. Pada keadaan tertentu seperti penuaan,
menopause, dan keadaan patologis seperti hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, sel
endotel teraktivasi untuk menghasilkan faktor konstriksi seperti EDCF (TXA2, PGH2) dan
radikal bebas yang menghambat efek relaksasi NO.
Radikal bebas dapat menghambat fungsi endotel dengan menyebabkan rusaknya NO.
Ketidakseimbangan antara faktor kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada endotel inilah
yang disebut disfungsi endotel. Sumber lain menyebutkan disfungsi endotel merupakan
perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan availabilitas NO, sehingga
disfungsi endotel harus dibedakan dari kerusakan endotel yang berarti terjadinya kerusakan
anatomi endotel.
Target fungsionil sel Fungsi spesifik
endotel
Lumen
Vasokonstriksi
Vasodilatasi
Endotelin
NO
Angiotensin II
Bradikinin
ET-1
Thromboxane A2
PGH2
Pertumbuhan
Stimulasi
Inhibisi
Platelet Derivated Growth Factor NO
Fibroblas Growth Factor
PGF
IGF-1
TGF
Endotelin
Angiotensin II
Inflamasi
Proinflamasi
Adhesion molecules
VCAM, ICAM
Hemostasis
Anti-koagulan
Antirombotik
Trombomodulin
Prostacyclin
Glikosaminaglikan
TPA
Dermatin sulfat
NO
Tabel 1. Pengaturan fungsi oleh endotel (Cachofeira, 2011)
2. Hipertensi dan disfungsi endotel
Apabila ditinjau secara sederhana maka tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor
penting yaitu :
a. Curah jantung
b. Tahanan perifer.
Saat seseorang mengalami stress psikologis, maka akan merangasang saraf simpatis untuk
8
PANJANG
PEMBULUH
DARAH
ROKOK,
INTAKE
LEMAK,
KOLESTE
ROL
JARANG
OLAH
RRAGA
STRESS
PSIKOLOGI
NO
AKTIVITAS
SIMPATIS
STRESS
OKSIDATIF
SEL
ENDOTHEL
NE
1 PD
1 GINJAL
1
JANTUNG
DISFUNGSI
ENDOTHEL
SEKRESI
RENIN
KONTRAKSI
HR
ESV
MEDIATOR
VASODILATASI <
VASOKONTRIKSI
ANG
ANG
I
ANG
II
VASOKONTRIKSI
PD
PITUITARI
POSTERIOR
ADRENAL
CORTEX
RESISTENSI
PERIFER
INTAKE Na+
ADH
ALDOSTERON
TD
ECV
RETENSI
H2O
RETENSI
NA+, H2O
HIPERTENSI
PERUBAH
AN
ENDOTHE
L
DISFUNG
SI
ENDOTHE
L
BLOOD
VOLUME
COP
VENOUS
RETURN
ATHEROSCLEROSIS
STROKE
VOLUME
10
11
yang tertimbun dan terbentuklah sel foam / sel sabun yang berisi droplet-droplet lipid dan
menyebabkan permukaan endothelium menjadi tidak rata. Selanjutnya, terjadi peninggian
permeabilitas endotel terhadap lipid. Limfosit T juga terlibat (kemotaksis monosit dan
penetrasi intima juga merupakan awal dari abnormalitas). 11
Kerusakan endotel juga merangsang platelet-platelet untuk bertumpuk, degranulasi,
dan menghasilkan adenosin difosfat serta tromboksan A2. Adenosin difosfat dan tromboksan
A2 selanjutnya menyebabkan penumpukan platelet. Platelet-platelet, sel endotelium,
makrofag, dan limfosit T menghasilkan cytokines like colony stimulating factors, insulin like
growth factor-1, TGF-, interleukin-1, and tumor nekrosis factor. Semua ini bekerja
menghasilkan suatu faktor yang diketahui sebagai platelet derived growth factor (PDGF)
yang menyebabkan sel-sel otot polos terpisah, masuk ke dalam intima dan mengambil
lipoprotein untuk membentuk sel busa, menghasilkan elastin dan kolagen, kemudian
membentuk plak fibrosa. . Selain migrasi makrofag, terjadi migrasi SMCs (Smooth Muscle
Cells) dari tunica media vasa menuju tunica intima yang menimbulkan akumulasi matriks.
Adanya akumulasi matriks ekstra selular misalnya serabut serabut hialin, kolagen, elastin,
dan fibrosa yang diproduksi oleh SMCs akan menimbulkan kalsifikasi dan fibrosis plak
ateroma sehingga elastisitas dan diameter pembuluh darah berkurang.11
12
13
14
hipertensi kronik, pembuluh darah dengan lipohialinosis ini dapat mengalami mikro
aneurisma yang dapat pecah dan terjadi Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan
aterosklerosis, pada lipohialinosis hipertensi dapat dikatakan merupakan faktor penyebab
satu-satunya (Thuillez, 205).
15
pada
setiap
reseptor
glutamat
ionotropik
akan
menyebabkan
depolarisasi membran oleh karena masuknya ion yang bermuatan positif dan secara tidak
langsung merangsang voltage gated calcium channel.5,9
Reseptor NMDA dapat memasukkan kalsium dan natrium ke dalam sel dan
rangsangan yang berlebihan akan menyebabkan kelebihan Ca2+ ke dalam neuron. Reseptor
AMPA-kainate berhubungan dengan saluran ion dan agak kurang permeable terhadap Ca2+.
Masuknya kalsium kedalam neuron dapat mengaktivasi nuclear enzymes, misalnya protein
kinase C, Ca Calmodulin / dependent protein kinase II, fosfolipase, nitrit oxide sintesa,
endonuklease, dan ornitin dekarboksilase. 5,13
Semuanya ini menyebabkan kerusakan sel membran dan struktur neuron lainnya
sehingga terjadi kematian sel. Radikal bebas, asam arakhidonat dan nitrit oksida yang timbul
karena proses di atas akan menimbulkan kerusakan neuron selanjutnya. Dalam beberapa jam
16
dan hari setelah serangan stroke, gen spesifik akan teraktivasi dan menyebabkan pelepasan
sitokin dan faktor-faktor lain yang menyebabkan inflamasi serta gangguan pada
mikrosirkulasi. Proses tersebut menyebabkan iskemik penumbra secara progresif semakin
memburuk dan kemudian bersatu dengan inti infark. Hal ini terjadi dalam beberapa jam
setelah onset stroke. Tujuan utama dari terapi akut iskemik stroke adalah menyelamatkan area
hipovolemia pada iskemik penumbra. Area hipovolemia bisa diselamatkan dengan
menghambat proses iskemik (neuronal protection) dengan menurunkan durasi iskemik
(memperbaiki aliran darah pada daerah yang iskemik)2
17
Gambar 9. Tempat-tempat terjadinya bekuan pemicu stroke iskemia. Bekuan darah dapat
terjadi di jantung, di sepanjang dinding pembuluh darah utama (aorta, carotid, basilar artery)
atau arteri kecil yang masuk ke dalam otak. Jika bekuan tersebut terletak dekat dengan bagian
yang mengalami infark maka disebut sebagai trombus; akan tetapi jika bekuan tersebut
bergerak ke otak dari sumber yang jauh maka disebut sebagai emboli. 13
18
d. Stroke hemoragik
Pada stroke hemoragik, kematian neuron terjadi karena tiga hal berikut :
1. Efek Toksik Darah
Adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada jaringan sekitar
melalui efek masa dan komponen darah yang neorotoksik dan produk urainya.
2. Pelepasan agen-agen vasokonstriktor seperti serotonin, prostaglandin, dan darah yang
mengakibatkan terjadinya iskemi fokal dan akhirnya kematian neuron.
3. Peningkatan TIK karena penekanan terhadap jaringan yang dikelilingi hematoma sehingga
menyebabkan herniasi dan iskemia global. Mekanismenya sama seperti pada stroke iskemik.4
Gambar 11. Bagian-bagian otak yang umumnya mengalami stroke hemoragik. (1)
Percabangan kortikal dari arteri intrakranial utama, (2) Percabangan lentikulostriat,
(3) Percabangan termoperfolator, (4) Percabangan pontin paramedian, (5)
Percabangan arteri serebral utama
E.
Diagnosis
Diagnosis yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan riwayat medis pemeriksaan fisik
- Hemidefisit sensorik
- Penurunan kesadaran
- Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglossus (XII) yang bersifat sentral
- Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi
intelektual (demensia)
- Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)
- Defisit batang otak
Gejala
Hemoragik
Iskemik
Permulaan serangan
Waktu serangan
Lokasi
Onset
Defisit fokal
Nyeri kepala
Muntah
Penurunan kesadaran
Kejang
Afasia
Hemiparesis
Rangsangan meningeal
Akut
Aktif
Kortikal
Menit/jam
Berat
++
+
+
+
++
++
+
Sub akut
Bangun pagi
Kortikal, sub kortikal
Pelan (jam/hari)
Ringan-berat
+, +, +,-
Pemeriksaan laboratorium6
Tes darah (misalnya, hitung darah lengkap). Untuk sebagian besar, tes darah
membantu mencari penyakit yang diketahui meningkatkan risiko stroke, termasuk:
a. Kolesterol tinggi
b. Diabetes
c. Gangguan pembekuan darah
3.
Prosedur imaging3,4
Prosedur imaging (CT scan, MRI) membantu dokter menentukan jenis stroke dan
mengesampingkan kondisi lain, seperti infeksi dan tumor otak.
a. Computed Tomography Scan (CT Scan)
Teknik ini biasanya merupakan tes pertama yang dilakukan ketika pasien
20
datang ke gawat darurat rumah sakit dengan gejala stroke, bukan hanya karena dapat
dengan mudah mendeteksi perdarahan di dalam otak, tetapi juga karena dapat
dilakukan dengan cepat. Tes menggunakan dosis rendah sinar-X untuk menampilkan
gambar x-ray otak dan dapat menentukan apakah suatu stroke disebabkan oleh
penyumbatan (iskemia) atau pendarahan (hemoragik), ukuran dan lokasi infark. CT
scan biasanya tidak dapat menghasilkan gambar yang menunjukkan tanda-tanda
stroke iskemik sampai 6-12 jam setelah onset, jadi pengulangan
scan dapat
dilakukan.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat mendeteksi stroke dalam beberapa menit setelah onset. Gambaran
otak juga lebih bagus dibandingkan dengan gambar CT. Karena inilah, MRI adalah
uji preferensi dalam diagnosis stroke. Suatu jenis khusus yang disebut MRI
angiography resonansi magnetik,
listrik jantung.. Normalnya, jantung berdetak dalam pola, teratur berirama yang
mempromosikan aliran darah lancar ke otak dan organ tubuh lainnya. Tetapi ketika
hati telah cacat dalam konduksi listrik, pemukulan berhenti berirama dan dikatakan
menderita aritmia, atau detak jantung yang tidak teratur. Beberapa aritmia, seperti
fibrilasi atrium, menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam bilik jantung.
bekuan darah ini kadang-kadang bermigrasi ke otak dan menyebabkan stroke.
F.
Penatalaksanaan7
1. Stroke iskemik
a. Terapi umum
- Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah
stabil.
-
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan
hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksisampai batas gula darah sewaktu 150
mg%dengan insulin drip intravena kontinu selama2-3 hari pertama. Hipoglikemia
(kadar gula darah< 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan- pelan selama 3 menit, maksimal 100
mg per
22
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan
umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif,
dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
b. Terapi khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia)
2. Stroke hemoragik
a. Terapi umum
- Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk.
-
b. Terapi khusus
-
c. Terapi lanjutan
1. Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya
2. Penatalaksanaan komplikasi
23
Obat
Dosis
Mula
Lama
Efek samping
Keterangan
kerja kerja
kali tekanan darah diastolik
dibagi tiga. [(sistolik+ 2.diastolik)] / 3.
20-80 mg iv
3-6 jam emergency
Nausea, pada stroke
Terutama
2.Labetalol
Jenis obat parenteral
untuk5-10
terapi hipertensi
akut: untuk
bolus setiap
10 menit atau
2 mg/menit,
infus kontinyu
menit
Nikardipin
5 15
mg/jam
infus kontinyu
5-15
menit
Sepanjang
infus
berjalan
Diltiazem
5-40 g/kg/
menit infus
kontinyu
5-10
menit
4 jam
Esmolol
200-500 ug/
kg/menit
untuk 4
menit.
selanjutnya
50-300 ug/kg/
menit iv
1-2
menit
10-20
menit
vomitus,
hipotensi, blok
atau gagal
jantung,
kerusakan hati,
bronkospasme
Takikardi
kegawat daruratan
hipertensi, kecuali
pada gagal jantung
akut
Larut dalam air,
tidak sensitif
terhadap cahaya,
vasodilatasi perifer
dengan tanpa
menurunkan
aktivitas pompa
jantung
Krisis hipertensi
24
25
Jenis obat
Cara
pemberian
Mula
kerja
Lama
kerja
Dosis
dewasa
Frekuensi
pemberian
4.Nifedipin
Obat oral untuk
hipertensi3-6
urgensi
akut:
Oral terapi15-20
jam pada
10 stroke
mg
6 jam
-
menit
Obat Bukal
anti-hipertensi
5-10
menit
Kaptopril
Hipotensi,
nyeri kepala,
takikardia,
pusing, muka
merah
Hiperkalemia,
insufisiensi
ginjal,
hipotensi dosis
awal
10 mg
20-30
menit
6,25-25
mg
6,25-25
mg
30 menit
12 jam
Sedasi
8 jam
Sakit kepala,
fatique,
drowsiness,
weakness
Hirsutisme,
effusi perikard.
Hipotensi
ortostatik,
gg. ejakulasi,
bronkospasme
gg. fungsi hati
4-6 jam
SL
15-30
menit
5 menit
Clonidin
Oral
30 menit
8-12 jam
Prazosin
Oral
15-30
menit
8 jam
0.1-0.2
mg
1-2 mg
Minoxidil
Oral
2 menit
12 jam
510mg
12 jam
Labetalol
Oral
2 menit
12 jam
20-80mg
12 jam
Jenis obat
Cara
pemberian
Mula
kerja
Lama
kerja
Dosis
dewasa
Frekuensi
pemberian
Efek samping
Nifedipin
Oral
10 mg
6 jam
10 mg
20-30
menit
6,25-25
mg
6,25-25
mg
30 menit
Hipotensi,
nyeri kepala,
takikardia,
pusing, muka
merah
Hiperkalemia,
insufisiensi
ginjal,
hipotensi dosis
awal
12 jam
Sedasi
8 jam
Sakit kepala,
fatique,
drowsiness,
weakness
Hirsutisme,
effusi perikard.
Hipotensi
ortostatik,
gg. ejakulasi,
bronkospasme
gg. fungsi hati
Oral
tunggal
3-6 jam
Efek samping
2-3 jam
15-20
3-6 jam
menit
Obat anti-hipertensi
kombinasi
Bukal
3-6 jam
5-10
menit
Kaptopril
Oral
30 menit
4-6 jam
SL
15-30
menit
5 menit
Clonidin
Oral
30 menit
8-12 jam
Prazosin
Oral
15-30
menit
8 jam
0.1-0.2
mg
1-2 mg
Minoxidil
Oral
2 menit
12 jam
510mg
12 jam
Labetalol
Oral
2 menit
12 jam
20-80mg
12 jam
2-3 jam
30 menit
26
Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau >110 mmHg
bila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi
emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain-lain.
Jika tekanan darah sistolik > 230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolik 121
140 mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1 2 menit. Dosis labetalol dapat
diulang atau digandakan setiap 10 20 menit sampai penurunan tekanan darah
yang memuaskan dapat dicapai atau sampai dosis komulatif 300 mg yang
diberikan melalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan
setiap 6 8 jam bila diperlukan. (Pilihan obat lain lihat tabel jenis-jenis obat untuk
terapi emergensi).
Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan/ atau tekanan darah diastolik 105120 mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan
intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut,
edema paru, diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya. Jika peninggian
tekanan darah tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit,
maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan.
Pengobatan alternatif yangmemuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg
setiap 6 jam atau 6,25 25 mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak
berhasil atau jika obat tidak dapat diberikan per oral, maka diberikan labetalol i.v.
seperti cara diatas atau obat pilihan lainnya (urgensi).
Batas penurunan tekanan darah sebanyak banyaknya sampai 20% - 25% dari
tekanan darah arterial rerata, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per kasus.
- Pada stroke perdarahan intraserebral (PIS) dengan tekanan darah sangat tinggi
(tekanan darah sistolik > 220 mmHg, tekanan diastolik > 120 mmHg) harus
diturunkan sedini dan secepat mungkin, untuk membatasi pembentukan edema
vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan.
- Penurunan tekanan darah akan menurunkan risiko perdarahan ulang atau perdarahan
yang terus menerus, akan tetapi daerah otak sekitar hematom bertambah iskemik
karena autoregulasi pada daerah ini telah hilang. Atas dasar ini obat anti hipertensi
diberikan kalau tekanan sistolik > 180 mmHg atau tekanan diastolik > 100 mmHg.
- Dandapani et al. menganjurkan penurunan tekanan darah sedini mungkin pada
perdarahan intra serebral dengan tekanan darah arterial rerata >145 mmHg untuk
mencegah perdarahan ulang, pengurangan tekanan intrakranial dan edema otak serta
mencegah kerusakan organ akhir (end organ)
- Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg,
berikan nikardipin, diltiazem atau nimodipin (dosis dan cara pemberian lihat tabel
jenis-jenis obat untuk terapi emergensi).
- Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan diastolik 105-140 mmHg, atau
tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg :
a. Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10 menit
sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh labetalol drip 28 mg/menit atau;
b. Nicardipin 15-17
c. Diltiazem
d. Nimodipin 18
- Pada fase akut tekanan darah tak boleh diturunkan lebih dari 20% - 25% dari
tekanan darah arteri rerata.
28
BAB III
KESIMPULAN
Stroke merupakan penurunan sitem syaraf secara tiba- tiba selama 24 jam tanpa
adanya penyebab lainnya selain kelainan vaskuler. Hingga sekitar 50% stroke diakibatkan
oleh peningkatan tekanan darah dan hipertensi . Insidensi stroke meningkat sekitar 25%
setiap kenaikan tekanan sistolik 10 mmHg, dan tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg. Baik
stroke iskemik maupun hemoragik memiliki hubungan yang kuat dengan hipertensi. Setiap
kenaikan tekanan sistolik 20 mmHg resiko terjadinya stroke iskemik dan hemoragik
meningkat 2,23 3,18 kali
Di Indonesia, menurut Survei Departemen Kesehatan RI tahun 2007 pada 987.205
subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan
penyebab kematian utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi
stroke rata-rata adalah 0,8%.
Mekanisme hipertensi dapat menyebabkan stroke sendiri terjadi melalui disfungsi
endotel yang menyebabkan aterosklerosis, lipohialinosis dan aneurisma pembuluh darah yang
didukung dengan faktor resiko lainnya antara lain diabetes mellitus, dislipidemia, dan gaya
hidup seperti kebiasaan merokok.
Diagnosis stroke didasarkan pada gejala klinis, pemeriksaan laboratorium untuk
melihat adanya faktor resiko stroke, dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti CT-Scan,
MRI, Angiografi, dan EKG.
Penatalaksanaan stroke terdiri dari terapi pada fase akut, dan fase lanjutan yang
bertujuan mengurangi luka sistem syaraf yang sedang berlangsung dan menurunkan kematian
dan cacat jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi
sistem syaraf, dan mencegah berulangnya stroke.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Abro, Alla-ud-Din, Muhammad Aslam Abbasi, Hafeezullah, Jawaid Sammo, Muzafar
Sheikh. 2007. Incident of Stroke In Context of Hypertension In Local Population.
Pak J Physiol 2007;3(2). www.pps.org.pk/PJP/3-2/08-Allouddin.pdf
(6 Maret
2012)
2. Cachofeira, Victoria, Mara Miana, Natalia de las Heras, Beatriz Martn-Fernndez,
Sandra Ballesteros, Gloria Balfagn, and Vicente Lahera. 2009. Inflammation: A
Link Between Hypertension and Atherosclerosis. Current Hypertension Reviews,
2009, 5, 40-48.
www.benthamscience.com/chr/sample/chr-5-1/D0005H.pdf (6
Maret 2012)
3. Chisholm-Burns, M.A., Wells B.G., Schwinghammer, T.L., Malone P.M., Kolesar J.M.,
Rotschafer, J.C., Dipiro, J.T. 2008. Pharmacotherapy Principle and Practice.
McGraw-Hill Companies, USA.
4. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. 2008.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7th Edition. McGraw-Hill
Companies, USA.
5. Japardi,
Iskandar.
2005.
Patofisiologi
Stroke
Infark
Akibat
http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi31.pdf
Tromboemboli.
(6 Maret
2012)
6. Koda-Kimble, M.A., Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J.,
Kradjan, W.A., Williams, B.R. 2009. Applied Therapeutics: The Clinical Use Of
Drugs. 9th Edition. Lippincott Williams & Wilkins, USA.
7. Misbach, Jusuf, Lumban Tobing, Teguh A.S, Salim Harris. 2007. Guidline Stroke
Perdossi 2007. www. //dc118.4shared.com/img/-DDtRwSP/preview.html (6 Maret
2012)
8. Moheet,
Asma.
2011.
Stroke.
www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/neurology/ische
mic-stroke (6 Maret 2012)
9. Nasution, Darulkutni. 2007. Strategi Pencegahan Stroke. http://dc118.4shared.com/img/30
the
American
Heart
Association.
http://circ.ahajournals.org/content/123/4/e18.full
11. Savoia, Carmine, Lidya Sada, Luigi Zezza. 2011. Vascular Inflammation and Endothelial
Dysfunction in Experimental Hypertension. International Journal of Hypertension
Volume
2011
(2011),
Article
ID
281240.
Ismail.
2011.
Stroke:
Gejala
dan
Penatalaksanaan.
www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf/05_185Stro
kegejalapenatalaksanaan.pdf. (6 Maret 2012)
13. Silvermen, I.E., Rymer, M.M. 2009. Ischemic Stroke An Atlas of Investigation and
Treatment. USA: Clinical Publishing
14. Tuomilehto, J. 2006. Hypertension Combined with Type 2 Diabetes Increases the Risk of
Stroke.
www.
escardio.
org/
communities/
councils/
ccp/
ejournal/
of
Human
Hypertension
(2005)
19.
31