Anda di halaman 1dari 6

TUGAS FINAL TES MANAJEMEN STRATEGIS

Nama : Hendri Yandri Warnadi


NIM : D1A113091
Prodi : Administrasi Publik

Latar Belakang
Pendahuluan
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu
daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan
keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama
atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan
daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan
pembangunannya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi,
tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah
tertinggal dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang
hidup di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari
pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal
yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial, budaya,
ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal
dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada daerah yang
secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara, daerah pulaupulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu perhatian
khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami
ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik.
Pembentukan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal merupakan salah satu
wujud komitmen Pemerintah untuk mempercepat pencapaian sasaran agenda tersebut diatas.
Sebagai lembaga kementerian yang baru, maka terlebih dahulu perlu didukung dengan
penyusunan rencana strategis (renstra) yang menjabarkan strategi pembangunan Daerah
Tertinggal dalam menghadapi permasalahan dan tantangan tersebut diatas.
Pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan kewenangan dari pemerintah daerah
baik Provinsi maupun Kabupaten, sedangkan Pemerintah berfungsi sebagai, motivator dan
fasilitator dalam percepatan pembangunan pada daerah tertinggal. Namun demikian,
pembangunan daerah tertinggal tidak mungkin berhasil tanpa dukungan dan kerja keras para
pemangku kepentingan (stakeholders). Pelaksanaan program pembangunan di daerah

tertinggal menjadi program prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka


Menengah (RPJM) 2005-2009.

Visi
Terwujudnya daerah tertinggal sebagai daerah yang maju dan setaraf dengan daerah lain di
Indonesia
Misi
Mengembangkan perekonomian local melalui pemanfaatan sumber daya local ( sumber daya
manusia, dan kelembagaan) melalui partisipasi semua pemangku kepentingan (stakeholders)
yangada;
1.

Memberdayakan masyarakat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap


pelayanan pendidikan dan kesehatan, penciptaan lapangan kerja, peningkatan akses modal
usaha, teknologi, pasar, informasi;

2.

Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat;

3.

Memutuskan keterisolasian daerah tertinggal melalui peningkatan sarana dan


prasarana komunikasi dan transportasi sehingga memiliki keterkaitan dengan daerah lainnya;

4.

Mengembangkan daerah perbatasan sebagai beranda Negara kesatuan RI melalui


pengembangan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam dan pengembangan
sector-sektor unggulan

5.

Mempercepat rehabilitas dan pemulihan daerah-daerah pasca bencana alam dan pasca
konflik serta mitigasi bencana
Program-program dan indikator
1. Program Pengembangan Ekonomi Lokal
Kegiatan pokok dari pembangunan ekonomi lokal, meliputi : (1) meningkatkan
kemampuan dan keterampilan masyarakat, (2) meningkatkan modal sosial yang ada
dalam masyarakat, (3) mendorong tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi baru, dengan
memperhatikan produk andalan daerah, (4) meningkatkan akses masyarakat dan usaha
mikro, kecil, dan menengah kepada permodalan, pasar, informasi,dan teknologi, (5)
meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah tertinggal dengan pusat-pusat
pertumbuhan, (6) mengembangkan kerjasama dan keterkaitan kegiatan ekonomi antar

daerah dalam kegiatan ekonomi lokal, dan (7) penguatan dan penataan kelembagaan
pemerintahan daerah dan masyarakat.
2. Program Pemberdayaan Masyarakat
Program pemberdayaan masyarakat mempunyai kegiatan pokok, sebagai berikut : (1)
mengupayakan pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat, (2) meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan masyarakat, (3) mengupayakan adanya pengelompokan
permukiman untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyediaan pelayanan
umum, khususnya untuk Komunitas Adat Terpencil (KAT), dan (4) meningkatkan
kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui penegakan hukum
pertahanan yang adil dan transparan secara konsisten.
3. Program Pengembangan Daerah Perbatasan
Program pengembangan daerah perbatasan, kegiatan pokoknya, meliputi : (1)
memfasilitasi dan memotivasi pemerintah daerah untuk menjadikan wilayahnya
sebagai beranda depan Negara dengan mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi,
(2) mengamankan wilayah perbatasan dari kegiatan ilegal dan memfasilitasi dan
pergerakan barang dan orang secara sah dan mudah, (3) menegakkan supermasi
hukum serta aturan perundang-undangan terhadap setiap pelanggaran, (4)
mendeklerasikan serta menetapkan garis perbatasan antar Negara dengan tanda-tanda
batas yang jelas, (5) menyusun rencana dan strategi pengembangan wilayah
perbatasan, dan (6) mengembangkan wawasan kebangsaan masyarakat.
4. Program Pengembangan Prasarana dan Sarana
Program pengembangan prasarana dan sarana, kegiatan pokoknya meliputi : (1)
pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar, terutama bidang pendidikan dan
kesehatan, (2) meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain
melalui skim USO (Universal Service Obligation) untuk telekomunikasi, keperintisan
untuk transportasi, dan listrik masuk desa, (3) menyerasikan system transportasi di
daerah tertinggal ke dalam satu kesatuan system yang terpadu dengan wilayah maju,
(4) memperluas jaringan informasi dan teknologi, dan (5) mengembangkan prasarana
perdesaan khususnya prasarana pertanian dan transportasi penghubung dengan
kawasan perkotaan.

5. Program Pencegahan dan Rehabilitasi Bencana


Program pencegahan dan rehabilitasi bencana, kegiatan pokoknya meliputi : (1)
rehabilitasi sarana da n prasarana sosial-ekonomi yang rusak akibat bencana, (2)
percepatan proses rekonsilisasi antara masyarakat yang terlibat konflik dan pemulihan

mental masyarakat akibat trauma konflik, (3) peningkatan rasa saling percaya dan
harmoni antar kelompok, (4) sosialisasi penerapan spesifikasi bangunan yang
memiliki ketahanan terhadap bencana, dan (5) menerapkan system deteksi dini
terjadinya bencana.
Control dan Evaluasi
1. Ekonomikal. Aspek yang kita perlukan dalam evaluasi ini adalah informasi atas
kinerja yang indikatornya sudah diterapkan terlebih dahulu. Ketika informasi yang
didapat lengkap maka akan semakin baik.
2. Aspek yang bermakna. Tindakana evaluasi yang akan kita lakukan harus sesuai
dengan tujuan yang telah kita tetapkan. Karena itulah yang merupakan penentuan
prioritas, kriteria kerja dalam penilaian, pembobotan yang akurat menjadi penting
dalam evaluasi kerja.
3. Tepat waktu. Evaluasi yang dilakukan dilakukan tepat pada waktunya, karena itu
perusahaan dalam situasi persaingan bisnis sekarang harus memanfaatkan dukungan
teknologi informasi. Berbagai persoalan terkait degan kemutakhiran informasi untuk
pengawasan kini bisa dipecahkan dengan dukungan teknologi.
Landasan Teori
Dalam banyak kepustakaan tentang pembangunan, terdapat beberapa pendekatan dan
teori. Menyebut beberapa diantaranya adalah growth theory, rural development theory, agro
first theory, basic needs theory, dan lain sebagainya. Teori-teori pembangunan itu memuat
berbagai pendekatan ilmu sosial yang berusaha menangani masalah keterbelakangan. Teori
pembangunan benar-benar lepasa landas hanya setelah diketahui bahwa persoalan
pembangunan di Dunia Ketiga bersifat khusus dan secara kualitatif berbeda dari transisi
orisinil. Sepanjang evolusinya, teori pembangunan menjadi semakin kompleks dan
nondisipliner. Dengan demikian, tidak akan ada definisi baku dan final mengenai
pembangunan, yang ada hanyalah usulan mengenai apa yang seharusnya diimplikasikan oleh
pembangunan dalam konteks tertentu (Syamsul, 2005). Salah satu teori pembangunan
wilayah adalah pertumbuhan tak berimbang (unbalanced growth) yang dikembangkan oleh
Hirscham dan Myrdal. Pengembangan wilayah merupakan proses perumusan dan
pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan dalam skala supra urban. Pembangunan
wilayah pada dasarnya dilakukan dengan menggunakan sumber daya alam secara optimal
melalui pengembangan ekonomi lokal, 14 yaitu berdasarkan kepada kegiatan ekonomi dasar
yang terjadi pada suatu wilayah. Teori pertumbuhan tak berimbang memandang bahwa suatu
wilayah tidak dapat berkembang bila ada keseimbangan, sehingga harus terjadi
ketidakseimbangan. Penanaman investasi tidak mungkin dilakukan pada setiap sektor di
suatu wilayah secara merata, tetapi harus dilakukan pada sektor-sektor unggulan yang

diharapkan dapat menarik kemajuan sektor lainnya. Sektor yang diunggulkan tersebut
dinamakan sebagai leading sektor. Sesungguhnya teori pembangunan terkait erat dengan
strategi pembangunan, yakni perubahan struktur ekonomi dan pranata sosial yang diupayakan
untuk menemukan solusi yang konsisten bagi persoalan yang dihadapi. Berbagai pendekatan
menyangkut tema-tema kajian tentang pembangunan, satu diantaranya adalah mengenai isu
pembangunan wilayah. Secara luas, pembangunan wilayah diartikan sebagai suatu upaya
merumuskan dan mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi dan program
pembangunan

yang

di

dalamnya

mempertimbangkan

aspek

wilayah

dengan

mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan menuju tercapainya kesejahteraan yang


optimal dan berkelanjutan (Nugroho dan Dahuri, 2004). Perencanaan pembangunan wilayah
semakin relevan dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi dalam aspek kewilayahan.
Hoover dan Giarratani (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), menyimpulkan tiga pilar penting
dalam proses pembangunan wilayah, yaitu:
1. Keunggulan komparatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini berhubungan dengan
keadaan ditemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik relatif sulit atau
memiliki hambatan untuk digerakkan antar wilayah. Hal ini disebabkan adanya
faktor-faktor lokal (bersifat khas atau endemik, misalnya iklim dan budaya) yang
mengikat mekanisme produksi sumber daya tersebut sehingga wilayah memiliki
komparatif. Sejauh ini karakteristik tersebut senantiasa berhubungan dengan produksi
komoditas dari sumber daya alam, antara lain pertanian, perikanan, pertambangan,
kehutanan, dan kelompok usaha sektor primer lainnya.
2. Aglomerasi (imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena eksternal
yang berpengaruh terhadap pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan
ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena berkurangnya biaya-biaya produksi
akibat penurunan jarak dalam pengangkutan bahan baku dan distribusi produk.
3. Biaya transport (imperfect mobility of good and service). Pilar ini adalah yang paling
kasat mata mempengaruhi aktivitas perekonomian. Implikasinya adalah biaya yang
terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan dalam proses produksi dan
pembangunan wilayah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan wilayah antara lain dipengaruhi oleh aspek-aspek keputusan
lokasional, terbentuknya sistem perkotaan, dan mekanisme aglomerasi. Istilah
pertumbuhan wilayah dan perkembangan wilayah sesungguhnya tidak bermakna
sama. Pertumbuhan dan perkembangan wilayah merupakan suatu proses kontiniu 16
hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang mempengaruhi
suatu wilayah. Perkembangan wilayah senantiasa disertai oleh adanya perubahan

struktural. Wilayah tumbuh dan berkembang dapat didekati melalui teori sektor
(sektor theory) dan teori tahapan perkembangan (development stages theory). Teori
sektor diadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa berkembangnya
wilayah, atau perekonomian nasional, dihubungan dengan transformasi struktur
ekonomi dalam tiga sektor utama, yakni sektor primer (pertanian, kehutanan dan
perikanan), serta sektor tertier (perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa).
Perkembangan ini ditandai oleh penggunaan sumber daya dan manfaatnya, yang
menurun di sektor primer, meningkat di sektor tertier, dan meningkat hingga pada
suatu tingkat tertentu di sektor sekunder.

Anda mungkin juga menyukai