Anda di halaman 1dari 3

Aliran Qadariyah

A. Pengertian Aliran Qadariah


Qadariah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Sedangkan pengertian menurut terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia tidak terintervensi oleh Tuhan. Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut ,
dapat di fahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran ynag memberi penekanan
atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.[1]
B. Asal-usul Kemunculan Aliran Qadariyah
Aliran qadariyah mula-mula timbul pada tahun 70 H/689 M. tokoh utama Qadariyah
adalah Mabad Al Juhni Al Bisri dan Jaad bin Dirham dan Ghailan Al-Dimasyqi, Pada masa
pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan (685-705 M). Kedua tokoh inilah yang
pertama kali mempersoalkan tentang qadar. Semasa hidupnya Mabad al-juhani berguru
dengan al-Bisri, sebagaiman Washil bin Atha tokoh pendiri Muktazilah. Jadi Mabad
termasuk tabiin atau generasi kedua setelah Nabi. Sedangkan Ghailan semula tinggal di
Damaskus, ia seorang ahli pidato sehingga banyak orang yang tertarik engan kata-kata dan
pendapatnya. Ayahnya menjadi maulana Ustman bin Affan. Kedua tokoh qadariyah ini amti
terbunuh. Mabad al-juahni mati terbunuh dalam pertempuran maelawan Hajjaj tahun 80 H.
ia terlibat dalam dunia politik dengan mendukung gubernur Sajistan, Abdurrahman alAsyats, menentang kekuasaan Bani Umayyah. Sedangkan Ghailan al- Dimasyqi di hukum
bunuh pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/724-743M), khalifah
dinasti Umayyah kesepuluh.hukuman bunuh atas Ghailan dilakukan karena ia terus
menyebar luaskan faham qadariyah yang dianggap membahayakan pemerintah. Ghailan
gigih menyebar luaskan faham qadariyah di Damaskus sehingga mendapat tekanan dari
khalifah umar bin Abdul Aziz (717-720M). Meskipun mendapat tekanan, Ghailan tetap
melakukan aktivitasnya hingga umar wafat diganti oleh Yazid II (720-724M). Baru pada
masa pemerintahan Hiyam bin Abdul Malik (724-743M) kegiatan Ghailan terhenti dengan
eksekusi hukuman mati yang di jatuhkan kepadanya.[2]
Latar belakang timbulnya qadariah ini sebagai Isyarat menentang kebijakan politik Bani
Umayyah yang di anggapnya kejam . Apabila fikroh Jabariah beependapat bahwa khalifah
Bani Umayyah membunuh orang , hal itu karena sudah di takdirkan Allah dan hal ini berarti
merupakan topeng kekejaman Bani Umayyah, maka fikroh qadariah mau membatasi qadar
tersebut.
Mereka mengatakakan bahwa Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang
bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas
dalam dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik atau yang
buruk. Jika Allah itu telah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu zalim.
Karena itu manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbutannya. Manusia harus
mempunyai kebebasan berkehendak . Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan
dan nasib manusia itu hanyalah tergantung pada qadar Allah saja, selamat atau celaka
seseorang itu ditentukan oleh Allah sebelumnya, pendapat tersebut adalah sesaat. Sebab
pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan berarti menganggap-Nya pula
yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah melakukan kejahatan.[3]

C. Pendapat-Pendapat Aliran Qadariah


Pemuka Mazhab ini adalah Ghailan Al-Dimisqi. Dia di kenal sebagai sebagai seorang
yang alim , mengutamakan hidup zuhud dan takwa serta giat berdakwah mengajak orang
mukmin untuk berpegang kepada akidah yang benar : Allah Maha Esa dan Mahaadil.
Dalam masalah ke Tuhanan, ia menafikan sifat-sifat maani yang lima itu yaitu
lmu, qudrah, iradah, hayah, sama, bashar dan kalam. Dia menafsirkan sifat-sifat ini sebagai
identik dengan dzat, bukan sesuatu yang berbeda dengan dzat.
Adapun tentang Iman, ia mengatakan bahwa iman itu adalah makrifah serta mengakui
dengan lisan adanya Allah dan Rasul-Nya. Yakni dengan hati dan lisan saja, sedangkan
amalan itu bukan dari iman. Amalan menduduki tempat kedua setelah iman. Artinya apabila
seseorang telah menyatakan imannya dengan pengakuan hati dan ucapan lisan, maka dia
tidak lagi sesudahnya untuk beramal seperti shalat, puasa dan sebagainya melainkan dengan
penangguhan karena iman itu sendiri tidak rusak karenanya.
Tentang politik ia mengatakan bahwa khalifah atau imam itu boleh dilantik dari selain
kaum Quraisy selagi ia mampu menjalankan Al-Quran dan Sunnah Nabi.
Adapun pendapat yang khas sehingga karena itu golongan ini di sebut Qadariah adalah
pendapatnya tentang kedudukan manusia di atas Bumi. Golongan ini mengatakan bahwa
manusia mempunyai iradah yang bebas dan kuasa penuh dalam menentukan amal perbuatan
yang dilakukan dan karenanya ia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang
dilakukan.Jika amalnya baik, balasannya juga baik, dan jika buruk, maka balasannya juga
buruk. Artinya nasib manusia di tentukan oleh manusia sendiri dan Tuhan tidak ada kuasa
campur tangan dalam hal tersebut.[4]
Menurut Dr. Ahmad amin dalam kitabnya Farjul Islam halaman 297/298, pokok-pokok
ajaran Qadariyah itu adalah:
1. Orang yng berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin tapi fasik dan orang fasik itu
masuk neraka secara kekal.
2. Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia. Mansuia sendirilah kata mereka,
yang menciptakan segala amal perbuatannya dan karena itulah maka manusia akan
menerima balasan baik (surga) atas segala amalnya yang baik, dan menerima balasan
buruk ( siksa neraka ) atas segala amal perbuatan yang salah dan dosa karena itu pula
maka Allah SWT berhak di sebut adil.
3. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Esa atau Satu dalam arti bahwa Allah tidak
memiliki sifat-sifat azali, seperti ilmu, kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan
dengan zat-Nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT itu mengetahui, berkuasa, hidup,
mendengar dan melihat dengan Dzat-Nya sendiri. Tidak ada sifat-sifat yang menambah
atas dzat Allah. Pendapat yang mengatakan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang qadim
itu menurut qadariyah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu lebih dari satu, padahal
Allah itu satu dan tidak bersekutu dalam segala hal dan dalam segala keadaan.
4. Kaum qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik
dan mana ynga tidak baik, walaupun Allah tida menurunkan Agama. Sebab menurutnya
segala sesuatu ada memiliki sifat yang dapat menyebabkan baik atau buruk. Misalnya,
benar itu memiliki sifat-sifat sendiri yang menyebabkan baik, dan juga sebaliknya ialah
bohong itu memiliki sifat sendiri yang menyebabkan buruk. Oleh karena itulah maka
semua orang yang berakal sama-sama menganggap baik atas perbuatan menyantuni fakir
miskin dan menyelamatkan orang yang tenggelam dan semua menganggap buruk
terhadap perbuatan kufur (tidak berterimakasih) atas kebaikan yang di terima dan
memberikan makanan kepada semua orang kaya yang tidak membutuhkan bantuan,
walaupun hal itu semua tidak di ajarkan oleh agama.[5]

Kita tahu ketika faham qadariyah ketika di bawa ke dalam kalangan mereka orangorang islam yang bukan berasal dari orang Arab padang pasir, hal itu memunculkan
kegoncangan dalam pemikiran mereka. Faham qadariyah ini mereka anggap bertentangan
dengan ajaran islam. Adanya kegoncangan dan sifat menentang faham qadariyah ini dapat
kita lihat dalam hadits-hadits mengenai qadariyah umpamanya:


Artinya:
Kaum qadariyah merupakan majusi umat Islam, dalam arti golongan yang tersesat.
Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana soal qadariyah atau freewill dalam AlQuran
sebagia sumber utama dan pertama mengenai ajaran islam? Kalau kita kembali kepada AlQuran akan kita jumpai di dalamnya ayat-ayat yang boleh membawa kepada faham
qadariyah dan sebaliknya pula kan kita jumpai yang boleh membawa kepada faham
jabariyah.
Ayat yang boleh membawa kepada faham qadariyah adalah:


Artinya:
Tuhan tidak merobah apa yang ada pada sesuatu bangsa, sehingga mereka merobah apa yang
ada pada diri mereka.
Melihat pada ayat seperti yang tersebut di atas, tidak mengherankan kalau faham
qadariah, sungguhpun penganjur-pengajurnya yang pertama telah meninggal dunia, masih
tetap terdapat di dalam kalangan umat islam

Anda mungkin juga menyukai