Anda di halaman 1dari 7

Manajemen Syok Pada Trauma

Jonathan D Pearson
Jonathan A Round
Michael Ingram

Abstrak
Syok adalah kegagalan sistem sirkulasi untuk menyediakan perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolism
seluler. Syok traumatik paling sering dikaitkan dengan hemoragik, namun pasien
trauma dapat ditemukan dengan syok non hemoragik. Trias kematian yaitu
koagulopati akut, asidosis metabolik dan hiportermia pada pasien trauma
dipertimbangkan dalam pendekatan pada penanganan syok traumatic.
Paradigma ABCDE
meliputi pengenalan syok pada survei primer dengan
penanganan dini yang berkesinambungan, Resusitasi hipotensi meliputi
penggantian volume terbatas, di mana ia merupakan waktu perfusi organ yang
kurang dapat ditoleransi, untuk mencegah pelepasan gumpalan darah dan
perdarahan ulang. Bukti menunjukkan bahwa koreksi agresif koagulopati
berhubungan dengan trauma akan membantu mengurangi kebutuhan transfusi,
mengurangi perdarahan dan meningkatkan hasil secara keseluruhan. Rasio PRC
untuk fresh frozen plasma dan trombosit mendekati 1:1:1 tampaknya
meningkatkan hasil dan mengurangi angka kematian. Damage control
resucsitation meliputi kunci strategi resusitasi termasuk damage control surgery,
resusitasi hipotensi dan penggunaan produk darah sebagai cairan resusitasi
utama untuk mencegah koagulopati. Penilaian 'Horizontal' tim trauma dengan
peran yang ditugaskan, termasuk seorang pemimpin yang berketrampilan,
meningkatkan hasil ketika menangani pasien trauma.

Kata kunci:
Koagulopati, perdarahan, hipovolemia, trias kematian, masif transfusi, syok,
trauma

Shock adalah kegagalan sistem sirkulasi untuk menyediakan perfusi ke organ


dan oksigenasi jaringan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik
seluler.

Penyebab syok
Etiologi klasik syok berasal baik dari hipovolemia,kardiogenik, distributif atau
obstruktif.

Syok traumatik paling sering dikaitkan dengan hipovolemi yaitu faktor sekunder
akibat perdarahan, namun luka traumatik dapat menyebabkan syok akibat
faktor bukan perdarahan. Syok kardiogenik dapat berhubungan dengan disfungsi
miokardial akibat trauma benda tumpul. Syok obstruktif dapat dilihat pada
tamponade jantung dan tension pneumothorax sementara syok neurogenik
dapat dikaitkan dengan cedera spinal akut.

Fisiologi syok
Jika tidak ditangani, akan terjadi respon fisiologis awal terhadap syok berupa
takikardia dan vasokonstriksi non-esensial pada ujung pembuluh darah yang
dapat mentoleransi iskemia. Fase ini dikatakan sebagai syok kompensasi. Syok
dekompensasi adalah keadaan sementara dimana kurangnya perfusi dan
metabolisme anaerob menyebabkan kerusakan sel yang menghasilkan efek
toksik. Syok masih reversibel pada tahap ini. Syok ireversibel terjadi ketika
hipotensi lama, asidosis berat dan koagulopati menjadi tidak responsif terhadap
terapi cairan dan obat, akhirnya menyebabkan kematian. Klasifikasi perdarahan
menggunakan tanda-tanda klinis memungkinkan perkiraan kehilangan darah
akut dan dapat membantu dalam pemberian terapi cairan awal(Tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi kehilangan darag dengan tanda-tanda klinis bersamaan


Kelas I

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

Kehilang darah
(ml)

>750

750-1500

1500-2000

.>2000

Kehilang darah
(% vol darah)

>15%

15-30%

30-40%

>40%

Denyut nadi

<100

>100

>120

>140

Tekanan darah

Normal

Normal

Menurun

Menurun

Tekanan
(mmHg)

Normal
atau
Meningkat

Menurun

Menurun

Menurun

Frekuensi
napas

14-20

20-30

30-40

>35

Urin
output
(ml/jam)

>30

20-30

5-15

Tidak ada

CNS/Status
mental

Sedikit cemas

Cemas ringan

Cemas,
Bingung

Bingung, letih

nadi

ATLS (Advance Trauma Life Support)

Asidosis
Pada tingkat selular, hipoperfusi mengurangi ketersediaan adenosine trifosfat
(ATP) yang diperlukan untuk pemeliharaan potensial transmembran. Membran
sel yang bocor menyebabkan peningkatan penyerapan cairan interstisial dan
edema sel
berat. Edema ini mengobstruksi kapiler yang berdekatan dan
mengurangi distribusi oksigen. Sel yang tidak cukup perfusi mengalami
kekurangan substrat esensial dan akan mula melakukan metabolisme anerobik
yang memproduksikan laktat dan radikal bebas. Sitotoksin ini tidak diekskresikan
karena sirkulasi yang mengalami kegagalan dan menyebabkan asidosis serta
kerusakan lebih lanjut pada sel yang sudah iskemik, sehingga memulai suatu
kaskade peradangan. Faktor peradangan berperan sebagai inotropik negatif dan
channel kalium yang bergantung pada energi mulai gagal, menyebabkan
vasodilatasi dan syok dekompensasi dan akhirnya menjadi syok ireversibel.

Hipotermia
metabolisme anaerob mencegah produksi panas endogen, hipotermia menjadi
buruk disebabkan oleh paparan dan administrasi cairan dingin atau darah.
Hipotermia merangsang vasokonstriksi melalui jalur adrenergik, memperburuk
hipo-perfusi dan organ kompromi penting. Iskemia usus dapat menyebabkan
tranlokasi bakteri, sehingga menyebabkan syok endotoksin. Vasodilatasi
progresif dan kebocoran kapiler terjadi dengan hilangnya respon terhadap
katekolamin dan cairan.

Koagulopati
Koagulopati kompleks yang terjadi pada trauma bersifat multifaktorial. Faktorfaktor yang mempengaruhi perkembangan koagulopati termasuk cedera jaringan
awal yang memicu kaskade koagulasi. Iskemia mengaktifkan plasminogen
endotel aktivator, sementara hipo-perfusi menghambat inhibitor plasminogen
aktivator, sehingga menyebabkan hyperfibrinolysis. Syok dapat menyebabkan
aktivasi sistemik saluran protein antikoagulan c. Haemodilusi, melalui
administrasi kristaloid, koloid atau sel darah merah, memperburuk koagulopati
sementara hipotermia memiliki efek negatif pada fungsi trombosit. Asidemia
menghambat aktivitas faktor pembekuan dan mengarah ke peningkatan

degradasi fibrinogen. Hal ini diyakini bahwa mediator inflamasi mempengaruhi


koagulopati, tetapi proses ini tidak sepenuhnya dipahami..

Triad Mematikan
Kombinasi koagulopati akut, hipotermia dan asidosis metabolik terlihat pada
pasien trauma dengan perdarahan masif telah disebut "triad mematikan".
Memahami mekanisme ini adalah penting untuk membantu mengembangkan
strategi manajemen dalam pengobatan trauma resusitasi syok.

Manajemen klinis syok traumatic


Tujuan utama dalam mengelola syok adalah untuk mengembalikan volume
sirkulasi, menghentikan pendarahan dan meningkatkan kadar oksigen dalam
jaringan. Hal ini disampaikan melalui pendekatan sistematis 'ABCDE' seperti
yang diajarkan melalui program ATLS, yang melibatkan pengenalan syok pada
survei pertama dari pengobatan dini. Penggantian volume didasarkan pada
respon terhadap pengobatan awal dan tidak bergantung pada klasifikasi syok.
Resusitasi cairan agresif secara tradisional dimulai segera setelah gejala atau
tanda-tanda kehilangan darah yang jelas atau dicurigai ditemukan. ATLS (edisi
ketujuh) 2004 mempromosikan cairan resusitasi hangat yaitu 2 liter Ringer laktat
di mana defisit primer digantikan oleh aturan dari 3 ke 1 untuk 300 ml cairan per
100 ml kehilangan darah. Bukti terbaru bahwa cairan resusitasi agresif mengakui
dapat meningkatkan perdarahan dan ATLS (Edisi Kedelapan) 2008 sekarang
menyarankan untuk menunda resusitasi cairan secara agresif pada luka tembus
dengan pendarahan karena mempunyai potensi membentuk gumpalan darah.
Konsep hipotensi permisif; dengan tekanan darah lebih rendah untuk
menghindari pendarahan ulang, telah diterima sebagai strategi untuk resusitasi
sebelum operasi definitif untuk mengontrol perdarahan.
Ada pengakuan yang signifikan akan pentingnya koagulopati dan
presentasi dalam trauma awal. Meskipun ATLS 2008 tidak mendukung
penggunaan rutin produk darah untuk resusitasi, bukti konflik baru-baru ini
mendukung penggunaan awal produk darah untuk mengobati koagulopati
trauma dan menghindari dilusi koagulopati dengan pembatasan cairan kristaloid.
Pengalaman militer dan sipil menyoroti pentingnya pendekatan tim untuk
manajemen trauma. Manajemen "Horizontal" dan manajemen "vertikal" dikenal
dengan baik dalam meningkatkan penilaian, pengambilan keputusan dan
intervensi waktu untuk menyelamatkan nyawa.

Cairan Resusitasi

Hipotensi permisif atau resusitasi hipotensi telah dikembangkan dengan gagasan


bahwa resusitasi cairan agresif pada pasien trauma dapat memperburuk
perdarahan dengan pelepasan bekuan darah yang sudah terjadi sebelumnya,
menyebabkan perdarahan ulang dan kehilangan darah lebih lanjut. Konsep ini
melibatkan penggantian volume terbatas sampai perdarahan terkontrol, selama
waktu perfusi organ akhir ditoleransi. Rekomendasi saat ini dalam praktik
perawatan baik administrasi pra-rumah sakit sipil dan militer menganjurkan
suatu bolus kecil cairan (250 ml) untuk mendapatkan denyutan nadi arteri radial
(menyamakan dengan sekitar 80e90 mmHg) pada pasien trauma tanpa cedera
kepala. Bukti yang menunjukkan durasi maksimum tubuh dapat mentolerir dari
strategi hipotensi ini telah menyebabkan militer untuk mengembangkan sebuah
'hibrida' baru untuk resusitasi. Ini melibatkan hipotensi permisif sampai 1 jam
setelah normotension ditargetkan.

Manajemen Koagulopati
Koagulopati terjadi pada satu per tiga pasien trauma yang dibawa ke Unit Gawat
Darurat. `Acute Traumatic Coagulopathy ( ATC) bisa terjadi minimal 20 menit
setelah terjadinya cedera dan pasien dengan ATC mempunyai nilai mortalitas
yang siknifikan tinggi dan juga mempunyai resiko yang tinggi untuk mengalami
kegagalan multi organ.
Pemahaman mengenai koagulopati pada trauma yang semakin meningkat
telah mengubah protocol transfusi yang masif. Pengkoreksian agresif ATC pada
fase awal mengurangi keperluan transfusi, menurunkan perdarahan
intraoperative dan memberikan hasil yang baik.
Resusitasi hemostatik bertujuan untuk merawat ATC secara aktif.
Penggunaan darah atau produk darah pada fase awal bertujuan untuk
mengembalikan koagulasi normal dan mencegah efek dilusi resusitasi kristaloid.
Bukti kedua trauma militer dan sivilian yaitu memerlukan penggunaan FFP
( Fresh Frozen Plasma), platlet, fibrinogen yang berkonsentrasi tinggi atau
kriopresipitat, penggantian kalsium dan antifibrinolitik. Rasio antara PRC dan FFP
dan platlet masih diperdebatkan, tapi ia hampir jelas menghampri 1:1:1 dan
rasio ini memberikan hasil yang baik dan mengurangi mortalitas.
Pemeriksaan diagnostik pada abnormalitas koagulopati pada kasus trauma
sedang berubah. Pergantungan pada penggunaan waktu protrombin dan waktu
parsial tromboplastin yang telah diaktifasikan pada kasus trauma yang
menyebabkan koagulopati masih dipersoalkan.

Monitoring
koagulasi
menggunakan
trombopalstografi
atau
trombelastometri rasional berhasil dalam target penggantian produk pada fase
awal.

Mitigasi Hipotermi
Penurunan suhu tubuh secara sekunder pada metabolisme anaerobic terjadi
dengan hipo-perfusi. Metode untuk mengelakkan hipotermi harus dilakukan
dengan segera. Pembatasan eksposure tubuh, cairan IV yang hangat, alat-alat
yang dihangatkan dan pengurangan kehilangan suhu melalui evaporasi
dilakukan.

Damage Cotrol resuscitation dan Damage Control Surgery


Telah diketahui secara umum bahwa pasien dengan cedera yang berat lebih
cenderung meninggal karena konsekuensi metabolick akibat cedera daripada
komplikasi dari operasi. Damage control surgery (DCS) adalah pengorbanan
operasi mendadak supaya konsekuensi fisiologis trauma dan operasi yang tersiri
dari 3 bagian, operasi iniasial untuk mencapai hemostasis dan membatasi
kontaminasi. Resusitasi hemostasis dan mengoptimalkan intensif care dan
operasi yang kedua untuk melengkapkan prosedur definitive.
Damage Control Resucitation (DCR) adalah konsep pertama yang
digunakan oleh militer. DCR terdiri dari strategi resusitasi termasuk resusitasi
hipotensi, penggunaan darah dan produk darah sebagai cairan resusitasi primer
dan koreksi ATC secara agresif.
Damage Control Resucitation (DCR) mengoptimalkan status fisiologis
pasien trauma dan memberikan waktu DCS yang panjang. Hal ini berarti, DCR
dan DCS akan terjadi secara konkuren dari waktu terjadi cedera.

Monitoring pada syok.


Pengukuran fisiologis penting dalam manajemen syok termasuk tekanan darah,
heart rate, suhu, urin output dan GCS. Jalur arterial mengizinkan asesmen
berterusan tekanan darah dan akses regular analisis gas darah untuk monitor
laktat dan pH. Akses vena sentral dan monitor tekanan vana sentral bisa
digunakan sebagai panduan dalam penggantian cairan. Pengukuran serial
saturasi oksigen pada vena juga membantu dalam memandu pergantian cairan
pada pasien trauma.
Laktat merupakan marker diagnostic dan prognostic pada syok hemoragik.
Laktat yang diproduksi oleh metabolisme anaerobic, bisa digunakan sebagai
marker tidak langsung untuk hutang oksigen, hipoperfusi jaringan, dan derajat
keparahan syok hemoragik. Bukti menyatakan bahwa nilai laktat awal adalah

tinggi pada non-survivor yang mengalami trauma mayor dan mengambil waktu
yang lama untuk mengembalikan level laktat dihubungkan dengan gagal multi
organ.
Penurunan basa awal bisa memberi estimasi tidak langsung mengenai
asidosis global jaringan akibat gangguan perfusi. Ini bisa digunakan sebagai
predictor independen mortalitas pasien dengan syok hemoragik traumatik.

Tim Trauma.
Pendekatan ATLS dalam manajemen pasien trauma telah dibuat supaya seorang
dokter bisa mengendalikan situasi secara aman untuk pasien yang mengalami
cedera multipel. Dokter mengikuti suatu aturan sistematis mengenai asesmen
dan manejemen satu per satu. Asesmen vertikal ini merupakan pendekatan yang
aman di tempat yang ada sedikit staf.pendekatan kelompok trauma di rumah
sakit secara horizontal. Kerja dilakukan oleh satu kelompok secara sekuen.
Organisasi yang efisien mengurangkan waktu prosedur life-saving dan setiap
kelompok mempunyai peran masing-masing.
Bukti lain pada syok, terdapat hubungan antara waktu yang panjang yang
dihabiskan untuk resusitasi dengan mortalitas. Gunanya kelompok asesmen
trauma dengan peran masing-masing termasuk designated, ketua kelompok
trauma yang berketrampilan melancarkan survery sekunder, pembentukan plan
definitf, pengarahan resusitasi dan panduan trauma.
Dengan pemahaman mengenai fisiologi syok pada trauma termasuk triase
letal yaitu koagulopati, asidosis metabolik dan hipotermi, kita bisa melakukan
rawatan yang terbukti bahwa bisa mengembalikan gangguan fisiologis dan
memperbaiki keadaan pasien. Target strategi termasuk resusitasi hemostatik,
resusitasi hipotensi, DCR dan operasi mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
tapi untuk mengendalikannya diperlukan kelompok trauma yang berketrampilan,
mempunyai latihan yang cukup dan berpengalaman.

Anda mungkin juga menyukai