Pemba Has An
Pemba Has An
Kelompok VI
Ema Dessy Naediwati
I1B109006
I1B109013
Enny Zahratunnisa
I1B109018
Elfanizar Yusandi
I1B109201
Muhlisoh
I1B109206
Adi Sucipto
I1B109215
JUDUL PRAKTIKUM:
"Pengukuran Glukosa dalam Darah"
TUJUAN PRAKTIKUM
Adapun tujuan praktikum kali ini adalah mengetahui secara kuantitatif
kadar glukosa dalam darah.
METODE PRAKTIKUM
A. Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Easy Touch Pinset
2. Strip glukosa
B. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
1. Sampel darah
C. Cara Praktikum
Pengukuran glukosa dilakukan dengan cara mencocokan kode PIN dan
label nomor pada botol yang berisi strip untuk pengukuran glukosa, kemudian
masukan kode PIN tersebut ke dalam Easy Touch. Masukan strip glukosa ke Easy
Touch. Kemudian teteskan darah langsung ke bagian yang telah disediakan pada
strip glukosa, kemudian darah tersebut akan mengalami reaksi secara otomatis.
Setelah 30 detik, akan didapatkan hasil kadar glukosa yang dapat dilihat pada
layar Easy Touch.
Umur
: 18 tahun
Keadaan
: Tidak puasa
b. Hasil Praktikum
Sesuai hasil praktikum, didapatkan hasil sebagai berikut:
-
B. Pembahasan.
Gula darah terdiri dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa
merupakan monosakarida yang paling dominan, sedangkan fruktosa akan
meningkat pada diet buah yang banyak, dan galaktosa darah akan menigkat pada
saat hamil dan laktasi [2].
Tubuh mendapat energi yamg merupakan hasil perombakan oksidatif
glukosa. Glukosa adalah gula sederhana berisi enam atom C yang terdapat dalam
makanan sebagai sakrosa, laktosa, maltosa dan sebagai penyusun utama dari
polisakarida majemuk yang dikenal dengan nama zat pati atau amilum dalam
makanan [5].
Bagi sebagian besar jaringan di dalam tubuh, glukosa berfungsi sebagai
bahan bakar. Glukosa merupakan bahan bakar utama untuk jaringan tertentu
seperti otak dan sel darah merah [6].
Glukosa merupakan bahan bakar untuk kebanyakan fungsi sel dan
jaringan. Oleh karena itu, proses menyediakan glukosa menjadi prioritas utama
dari homeostasis. Banyak sel dapat memperoleh sebagian kecil kebutuhan energi
oleh pembakaran asam lemak, tetapi jalur energi itu kurang efisien itu
dibandingkan dengan pembakaran glukosa, lagi pula psoses itu menyusun asamasam lemak yang dapat merugikan tubuh bila sampai terjadi penimbunan. Banyak
macam hormon ikut serta dalam darah, baik pada keadaan mantap, maupun
sebagai respon terhadap rangsangan [3].
Metabolisme glukosa: glukagon akan memobilisasi glikogen hati melalui
sistem cAMP-protein kinase dan meningkatkan sintesis enzim yang dibutuhkan
untuk proses kebalikan dari glikolisis atau glukoneogenesis dari asam amino [3].
Setelah makan, sumber glukosa darah adalah makanan. Hati mengoksidasi
glukosa dan menyimpan kelebihannya sebagai glikogen. Hati juga menggunakan
jalur glikolisis untuk mengubah glukosa menjadi piruvat, yang menghasilkan
karbon untuk sintesis asam lemak [6].
Dalam keadaan puasa, hati melepaskan glukosa ke dalam darah, sehingga
jaringan yang bergantung pada glukosa tidak mengalami kekurangan energi. Dua
mekanisme yang berperan dalam proses ini yaitu glikogenolisis dan
mengalami fosforilasi dengan cepat oleh heksokinase pada saat masuk ke dalam
sel [1].
Hormon insulin berperan sentral dalam mengatur glukosa darah. Hormon
ini dihasilkan oleh sel-sel B pada pulau Langerhans pangkreas sebagai reaksi
langsung terhadap keadaan hiperglikemia. Konsentrasi insulin di dalam darah
sejajar dengan konsentrasi glukosa darah. Pemberian insulin akan mengakibatkan
hipoglikemia seketika [1].
Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan dalam sel
, tetapi stimulus yang paling kuat adalah peningkatan glukosa plasma
(hiperglikema). Insulin terikat pada reseptor spesifik dalam membran sel dan
memulai sejumlah aksi termasuk peningkatan ambilan glukosa oleh otot, hati, dan
jaringan adiposa [7].
Insulin merupakan polipeptida yang mengandung 51 asam amino yang
tersusun dalam dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh ikatan disulfida. Suatu
prekursor, yang disebut proinsulin, dihidrolisis dalam granula penyimpan untuk
membentuk insulin dan peptida C residual. Granula menyimpan insulin sebagai
kristal yang mengandung zink dan insulin [7].
Glukosa merupakan stimulus paling kuat untuk pelepasan insulin dari selsel pulau Langerhans. Terdapat sekresi basal yang kontinu dengan lonjakan pada
waktu makan. Sel-sel memiliki kanal K+ yang diatur oleh adenosin trifosfat
(ATP) intraseluler (kanal KATP). Saat glukosa darah meningkat, lebih banyak
glukosa memasuki sel dan metabolismenya menyebabkan peningkatan ATP
intraseluler yang menutup kanal KATP. Depolarisasi sel yang diakibatkannya
mengawali influks ion Ca2+ melalui kanal Ca2+ yang sensitif tegangan dan ini
memicu pelepasan insulin [7].
Reseptor insulin adalah glikoprotein pembentuk membran yang terdiiri
dari dua subunit dan dua subunit yang terikat secara kovalen oleh ikatan
disulfida. Setelah insulin terikat pada subunit , kompleks insulin-reseptor
memasuki sel, dimana insulin dihancurkan oleh enzim lisosom. Internalisasi dari
kompleks insulin-reseptor medasari down-regulation reseptor yang dihasilkan
oleh kadar insulin tinggi (misalnya pada pasien obes). Ikatan insulin pada reseptor
mengaktivasi aktivitas tirosin kinase subunit dan memulai suatu rantai kompleks
reaksi-reaksi yang menyebabkan efek insulin [7].
Hormon lain yang mempengaruhi glukosa darah yaitu [1]:
1. Kelenjar hipofisis anterior, berfungsi menyekresikan hormon yang cendrung
menaikkan kadar glukosa darah dan dengan demikian mengantagonis kerja
insulin. Hormon-hormon ini adalah hormon pertumbuhan, ACTH
(kortikotropin), dan mungkin pula preparat hormon dengan prinsip
diabetogenik lainnya. Sekresi hormon pertumbuhan dirangsang oleh
keadaan hipoglikemia.
2. Glukokortikoid (11-oksisteroid), disekresikan oleh korteks adrenal dan sangat
penting di dalam metabolisme karbohidrat. Pemberian preparat steroid ini
akan menyebabkan peningkatan glukoneogenesis. Glukokortikoid bekerja
secara antagonistik terhadap insulin.
3. Epinefrin, disekresikan oleh medula adrenal sebagai akibat dari rangsangan
yang menimbulkan stres dan menimbulkan glikogenolisis di hati serta otot
karena stimulasi enzim fosforilase dengan menghasilkan cAMP.
4. Hormon tiroid, dipandang sebagai hormon yang mempengaruhi glukosa darah.
Terdapat bukti-bukti eksperimental bahwa tiroksin mempunyai kerja
diabetogenik dan bahwa tindakan tiroidektomi menghambat perkembangan
dianetes.
Nilai normal untuk glukosa darah sebenarnya adalah 50100 mg/100 ml
darah lengkap dalam keadaan puasa (nucter). Puasa minimal 10 jam akan
menghasilkan kadar glukosa 60-110 dengan metode ortho Toluidin dan akan
menghasilkan kadar glukosa lebih tinggi lagi yaitu 80-120 mg dengan metode
reduksi. Untuk keadaan tidak puasa kadar glukosa yakni 120-200 mg/dl [2].
Berikut ini adalah sumber-sumber glukosa dalam darah [2]:
1. Usus. Gula darah akan meningkat setelah makan (sumber peningkatan tersebut
berasal dari usus), tetapi akan normal kembali setelah kurang lebih 2 jam.
2. Glikogen. Glikogen merupakan cadangan karbohidrat dalam tubuh yang
dengan cepat dapat dimobiliasi jika kadar gula darah mulai menurun dalam
sirkulasi, terutama untuk kepentingan energi tubuh pada waktu lapar.
fruktosa-1,6-bisfosfatase
menyebabkan
asidosis
laktat
dan
hipoglikemia.
Penyekatan glukoneogenesis oleh defisiensi enzim ini akan mencegah laktat
dan substrat glukogenik lainnya dikonversikan menjadi glukosa di hati.
3. Gangguan oksidasi asam lemak menyebabkan hipoglikemia.
Beberapa keadaan dengan terjadinya gangguan oksidasi asam lemak akan
ditandai dengan hipoglikemia. Hal ini disebabkan oleh ketergantungan
glukoneogenesis pada oksidasi asam lemak yang aktif.
4. Hipoglikemia dapat terjadi selama kehamilan dan pada neonatus.
Pada saat kehamilan, konsumsi glukosa oleh janin akan meningkat dan
terdapat risiko hipoglikemia maternal dan munkin pula hipoglikemia fetal,
khususnya jika terdapat interval yang lama antara saat makan atau pada malam
hari.
Kemampuan tubuh untuk menggunakan glukosa dapat dipastikan dengan
mengukur toleransi glukosa. Penyakit diabetes melitus tipe-1 ditandai dengan
menurunnya toleransi glukosa akibat berkurangnya sekresi insulin sebagai respon
pemberian glukosa, penurunun juga terjadi pada penyakit diabetes melitus tipe-2
[1].
Kontrol dari glukosa darah dicapai dengan penggunaan injeksi intravena
hormon insulin bersifat garam. Pada suatu kelompok pasien ditugaskan untuk
dijalankan kontrol glukosa konvensional, hormon insulin diberikan apabila kadar
glukosa darah melebihi 180 mg per desiliter, pemberian hormon insulin dikurangi
kemudian dihentikan apabila kadar glukosa darah turun di bawah 144 mg per
desiliter (8.0 mmol per liter) [4].
Dari praktikum, dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh dari pemeriksaan
kadar glukosa dalam darah secara kuantitatif yaitu 91 mg/dl. Pemeriksaan
dilakukan saat probandus tidak dalam keadaan puasa.
Secara teori, seharusnya kadar glukosa dalam darah tidak dalam kondisi
puasa yaitu 120-200 mg/dl, sedangkan apabila tidak dalam keadaan puasa 120200 mg/dl. Namun, hasil pemeriksaan probandus 91 mg/dl.
Apabila kita lihat dari hasil pemeriksaan ini saja, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa probandus hipoglikemia. Tetapi kita tidak dapat begitu saja
menarik kesimpulan hanya berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut.
Kita harus meninjau kembali dari faktor-faktor lain yang mempengaruhi
pemeriksaan kadar glukosa darah tersebut. Faktor yang mempengaruhi bisa dari
alat yang dipakai untuk pemeriksaan. Faktor dari praktikan yang melakukan
pemeriksaan. Pengaruh juga dapat berasal dari probandus.
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari praktikum, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Kadar glukosa darah hasil pemeriksaan darah probandus secara kuantitatif
adalah 93 mg/dl.
2. Gula darah terdiri dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa merupakan
monosakarida yang paling dominan.
3. Meningkatnya gula darah disebut hiperglikemia dan bila gula darah menurun
disebut hipoglikemia.
B. Saran
Jangan terlalu cepat menarik kesimpulan bahwa hasil yang didapat adalah
pasti, kembangkan berpikir kritis, pikirkan faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Modul praktikum biokimia keperawatan edisi 1. Banjarbaru:
Bagian Biokimia-Kimia FK UNLAM, 2010.
2. Widmann, Frances. Tinjauan klinis atas hasil pemeriksaan laboratorium.
Jakarta: EGC, 1989.
3. Marks DB, Allan DM, Colleen MS. Biokimia kedokteran dasar. Jakarta: EGC,
2000.
4. Linder, Maria. Biokimia nutrisi dan metabolisme dengan permakaian secara
klinis. Jakarta: Universitas Indonesia, 1992.
5. Murray, Robert K. Biokimia harper. Jakarta: EGC, 1999.
6. Neal, M. J. At a glance farmakologi medis. Jakarta: Erlangga, 2006.
7. Finper S, Dean R, Steve YS, Deborah B, Denise F, Vinay D. Intensive versus
conventional glucose controlin critically Ill patients. The New England
Journal of Medicine 2009;360:1283-97.
8. The Advance Collaborative Group. Intensive blood glucose control and
vascular outcomes in patients with type 2 diabetes. The New England Journal
of Medicine 2008;358:2560-72.
9. Tjekyan, RMS. Risiko penyakit diabetes mellitus tipe 2 di kalangan peminum
kopi di kotamadya Palembang tahun 2006-2007. Makara Kesehatan
2007;11(2):54-60.
Dosen Praktikum
Adi Sucipto
NIM. I1B109215