Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada
struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir 1.
Prevalensi PJB di seluruh dunia berkisar antara 6 - 10 per 1000 kelahiran. Saat
ini dari 220 juta penduduk Indonesia, diperhitungkan bayi yang lahir mencapai
6.600.000 dan 48.800 diantaranya adalah penyandang PJB. PJB dapat
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu penyakit jantung bawaan asianotik
dan sianotik. Jumlah pasien PJB asianotik jauh lebih besar daripada yang
sianotik yaitu 3-4 kali, tetapi PJB sianotik menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi daripada asianotik.4
Gangguan

pertumbuhan

yang

dilaporkan

pada

PJB

mungkin

disebabkan karena kombinasi tipe PJB, masukan nutrisi yang kurang,


malabsorbsi, kegagalan penggunaan energi untuk tumbuh karena adanya
anoxia, dan hipermetabolisme. Secara lebih spesifik lagi disebutkan bahwa PJB
sianotik menyebabkan gangguan pertumbuhan karena terjadinya hipoksia
kronis dan hipoksemia, sedangkan pada PJB asianotik menyebabkan gangguan
pertumbuhan karena berkurangnya curah jantung ke sistemik. Bila dilihat dari
perbedaan hemodinamik antara PJB sianotik dan asianotik, maka kedua tipe ini
dapat berefek ke pertumbuhan dengan berbagai derajat4.
Manifestasi klinis kelainan ini bervariasi dari yang paling ringan
sampai berat. Pada bentuk yang ringan, sering tidak ditemukan gejala, dan
tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan klinis. Sedangkan pada PJB berat,
gejala sudah tampak sejak lahir dan memerlukan tindakan segera. Seiring
dengan berkembangnya teknologi, khususnya ekokardiografi, banyak kelainan
jantung yang sebelumnya tidak dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang biasa, EKG, radiologi dengan menggunakan alat ini dapat dideteksi
dengan mudah.4

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana cara penegakan diagnosis dan penatalaksanaan awal penyakit
jantung bawaan
1.3 Tujuan Umum
Mengetahui cara penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit jantung
bawaan
1.4 Tujuan Khusus
Mengetahui definisi penyakit jantung bawaan
Mengetahui tanda dan gejala klinis anak dengan penyakit jantung bawaan
Mengetahui klasifikasi penyakit jantung bawaan
Mengetahui cara penatalaksanaan penyakit jantung bawaan
1.5 Manfaat

Menambah pengetahuan tentang penyakit jantung bawaan

Dapat dijadikan sumber informasi referensi dalam diagnosis dan


penatalaksanaan penyakit jantung bawaan

BAB II
STATUS PEDIATRIK
A. IDENTIFIKASI
Nama
: An. RFR
Usia
: 1 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Nama Ayah
: SHT
Nama Ibu
: NS
Suku Bangsa : Sumatera
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Depati, Lubuk Linggau
MRS
: 27/07/2015 pukul 13.51 WIB
No. Medrec
: 879755
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis (28 Juli 2015)
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama
: Sesak nafas
Keluhan tambahan : Demam, pucat
9 bulan SMRS, penderita demam selama 4 hari, demam
dirasakan sepanjang hari, batuk pilek tidak ada, kejang tidak ada, BAK
dan BAB tidak ada keluhan. Penderita dibawa ke SpA di Musi Rawas
dan dikatakan menderita penyakit jantung bawaan. Penderita disarankan
untuk berobat ke RS Bunda Lubuk Linggau. Di RS tersebut, penderita
didiagnosis menderita penyakit jantung bawaan dan harus dirawat,
namun karena keterbatasan sarana dan prasarana, penderita dirujuk ke
RS Siti Khodijah dan dirawat inap selama 2 minggu. Penderita
kemudian pulang dengan perbaikan dan rutin rawat jalan ke RS Siti
Khodijah.
4 hari SMRS, penderita kontrol ke poli anak RSMH karena sesak
nafas. Sesak nafas tidak dipengaruhi posisi, cuaca, dan dipengaruhi
aktivitas. Demam ada tapi tidak terlalu tinggi, batuk tidak ada. ANak
juga terlihat pucat. Penderita dianjurkan untuk rawat inap.
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sering berhenti bila menyusu (-)
3

Riwayat biru saat bayi (-)


3. Riwayat kehamilan ibu dan kelahiran anak
Anak adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, Lahir dari ibu G3P2A0.
Sakit saat hamil (-) , perdarahan (-), demam saat hamil dan menjelang
hamil (-), minum jamu atau obat-obat diluar yang diberikan bidan (-).
Riwayat KPD (-), ketuban kental hijau (-), bau (-)
Masa Kehamilan
Partus
Tempat
Ditolong oleh
Tanggal
BB
PB
Lingkar kepala

: 9 bulan 10 hari
: Normal, spontan
: Puskesmas
: Bidan
: 30 Juni 2014
: 3300 gram
: Ibu lupa
: Ibu lupa

4. Riwayat makanan
a. ASI
: lahir sekarang. Diberikan 2-3 kali sehari
b. Bubur : 6 bulan sekarang. Diberikan 3 kali sehari
c. Nasi
: 1 tahun sekarang. Diberikan 3 kali sehari
5. Riwayat imunisasi
Imunisasi Dasar
BCG
DPT 1
Hib 1
Polio 1
Hepatitis
B1
Campak

V
V
V
V

DPT 2
Hib 2
Polio 2
Hepatitis

V
V
V

B2

DPT 3
Hib 3
Polio 3
Hepatitis
B3

Kesan: Imunisasi dasar lengkap dan sesuai umur


6. Riwayat keluarga
Perkawinan
Umur
Pendidikan
Penyakit yang diderita

: 1 kali
: ibu 38 tahun; ayah 43 tahun
: SMA
: Penyakit jantung bawaan disangkal
4

V
V
V

Ibu

Ayah

Kakak
(P)

Kakak
(L)

Os (L)

7. Riwayat perkembangan
Tengkurap : 7 bulan
Duduk
: Belum bisa
Merangkak : Belum bisa
Berdiri
: Belum bisa
Berjalan : Belum bisa
Kesan
: Perkembangan tidak sesuai dengan usia
8. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penderita telah terdiagnosis VSD+PDA sejak bulan April 2015.
Penderita telah terdiagnosis hipertiroid sejak bulan April 2015 dan rutin
mengkonsumsi Prophyltiouracyl 3 x 15 mg p.o
9. Riwayat Sosio Ekonomi
Ayah bekerja sebagai PNS kota Lubuk Linggau dan ibu bekerja di
kantor kelurahan di Linggau . Menanggung 3 orang anak. Biaya
pengobatan ditanggung oleh BPJS kesehatan.
Kesan : Sosioekonomi menengah keatas.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan fisik umum
a. Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Temperatur
: 37,8oC
d. Pernapasan
: 46 x/m
e. Nadi
: 165 x/m
f. SpO2 tanpa O2 94%, SpO2 dengan O2 99%
g. Berat Badan
: 5,5 kg
h. Tinggi Badan
: 65 cm
Status gizi
BB/U
: < -3 SD
TB/U
: < -3 SD
5

BB/TB

Kesan

: < -3 SD

: BB/U (Gizi buruk)


TB/U (perawakan sangat pendek/kerdil)
BB/TB (Sangat kurus)

2. Pemeriksaan fisik spesifik


a. Kepala:
Mata
: Conjungtiva

anemis

(+/+),

sklera

ikterik

(-/-),Palpebra edem (-/-), mata cekung (-/-), pupil


Hidung

bulat, sentral, diameter 3 cm, reflex cahaya (+/+)


: Deviasi septum (-), mukosa merah muda,
pernapasan cuping hidung (-), epistaksis (-), sekret

Mulut
b. Leher
c. Thorax:
Inspeksi
Palpasi

(+) serosa.
: Sianosis (-), arkus faring simet, hiperemis (-) uvula
di tengah, , makroglosia (-), gusi berdarah (-).
: JVP 5-2 H2O, pembesaran kelenjar getah bening tidak ada
: Bentuk dan gerak simetris, retraksi intercostal (-)
: ictus cordis teraba paling kuat pada ics 4 line

parasternal sinistra
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
:
- Cor : BJ I-II normal, murmur sistolik grade 4/6 ICS III-IV linea
-

parasternal sinistra, thrill (+), gallop (-)


Pulmo: bronchovesicular sound
kiri=kanan, ronkhi (-),

wheezing (-)
d. Abdomen:
Inspeksi
: Datar, lemas
Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Perkusi
: Tidak dilakukan
e. Ekstremitas: akral hangat, CRT<2, sianosis (-), tonus 5/5
f. Genitalia: Laki-laki, testis (+)
3. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 27-07-2015)
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin (Hb)

8.4*

11.3-14.1 g/dL

Eritrosit (RBC)

3.57*

4.40-4.48 x 106/mm3

Leukosit (WBC)

10.2

6.0-17.5 x 103/mm3

Hematokrit

26*

37-41%

Trombosit (Plt)

417

217-497 103/L

MCV

72.5*

81-95 fL

MCH

24*

25-29 pg

MCHC

32*

33-35 g/dL

LED

24*

<15 mm/jam

Hitung Jenis

0/1/40/46/1

0-1/1-6/25-40/2-8

3
IMUNOSEROLOG
I
HORMON

1.27

0.96-1.77 ng/Dl

Free T4

2.07

0.70-5.97 U/Ml

CRP Kualitatif

Positif

Negatif

CRP Kuantitatif

82*

<5

TSH
PERTANDA
INFEKSI

D. DIAGNOSIS
VSD + PDA + Hipertiroid
E. PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan Anjuran
- Foto thorax AP
- Analisa kromosom
Non Farmakologi
- Edukasi keluarga penderita mengenai penyakit yang dideritanya

Menjelaskan kepada ibu penderita tanda jika penderita mengalami


perburukan seperti sesak napas, tidak mau makan atau menyusu,

mengantuk.
Memberitahu kepada keluarga untuk membatasi aktivitas fisik anak.

Farmakologi
-

Furosemid 2 x 5 mg (PO)
Captopril 2 x 3 mg (PO)
PTU 3 x 15 mg (PO)

F. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
Quo ad Functionam

: Dubia
: Dubia

G. Follow-up
Tanggal

Subjektif,

Objektif

&

Penatalaksanaan

Assesment
28 Juli 2015

S:

demam

(-),

sesak

Edukasi
Furosemid 2 x 5

mg (PO)
Captopril 2 x 3

T: 37,0 C.
Kepala: NCH (+), CA (-),

mg (PO)
PTU 3 x 15 mg

SI(-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I-II normal, murmur

(PO)
Monitor

berkurang, batuk (-)


O: KU: tampak sakit sedang
Sens: compos mentis, RR:
38x/menit, HR: 162x/menit,

sign (RR, SpO2)

sistolik gr 4/6 ICS II-II dan


ICS IV LPS sinistra, gallop
(-)
Pulmo: Ves (+) ronkhi (-) ,
Wheezing (-)
Abdomen: datar,

lemas,

hepar/lien

teraba,

tidak

bising usus (+) normal


Ekstremitas: akral hangat,
sianotik (-),
A: VSD +PDA + hipertiroid
29 Juli 2015

S:

demam

(-),

sesak

Vital

Edukasi

berkurang, batuk (-)


O: KU: tampak sakit sedang
Sens: compos mentis, RR:
38x/menit, HR: 162x/menit,
T: 37,0 C.
Kepala: NCH (+), CA (-),

Furosemid 2 x 5

mg (PO)
Captopril 2 x 3

mg (PO)
PTU 3 x 15 mg
(PO)

SI(-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I-II normal, murmur
sistolik gr 4/6 ICS II-II dan

ICS IV LPS sinistra, gallop


(-)
Pulmo: Ves (+) ronkhi (-) ,
Wheezing (-)
Abdomen: datar,

lemas,

hepar/lien

teraba,

tidak

bising usus (+) normal


Ekstremitas: akral hangat,
sianotik (-),
A: VSD +PDA + hipertiroid
30 Juli 2015

S:

demam

(-),

sesak

Edukasi
Furosemid 2 x 5

mg (PO)
Captopril 2 x 3

T: 37,0 C.
Kepala: NCH (+), CA (-),

mg (PO)
PTU 3 x 15 mg

SI(-)
Thorax: simetris, retraksi (-)
Cor: BJ I-II normal, murmur

(PO)
Monitor

berkurang, batuk (-)


O: KU: tampak sakit sedang
Sens: compos mentis, RR:
38x/menit, HR: 162x/menit,

sistolik gr 4/6 ICS II-II dan


ICS IV LPS sinistra, gallop
(-)
Pulmo: Ves (+) ronkhi (-) ,
Wheezing (-)
Abdomen: datar,

lemas,

hepar/lien

teraba,

tidak

bising usus (+) normal


Ekstremitas: akral hangat,

Vital

sign (RR, SpO2)

sianotik (-),
A: VSD +PDA + hipertiroid

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit jantung bawaan (PJB) atau penyakit jantung kongenital
merupakan abnormalitas dari struktur dan fungsi sirkulasi jantung pada
semasa kelahiran. Malformasi kardiovaskuler kongenital tersebut berasal
dari

kegagalan

perkembangan

struktur

jantung

pada

fase

awal

perkembangan janin.1
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit jantung bawaan terjadi sekitar 1% dari keseluruhan bayi
lahir hidup atau sekitar 6-8 per 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat,
terdapat 25.000-35000 bayi lahir dengan PJB setiap tahunnya. Di negara
sedang berkembang dengan fasilitas untuk menegakkan diagnosis yang
masih kurang memadai, masih banyak neonatus dan bayi muda dengan
PJB berat yang meninggal sebelum diperiksa ke dokter.1
Di negara maju, sekitar 40-50% penderita PJB terdiagnosis pada
umur 1 minggu dan 50-60% pada usia 1 bulan. Sejak pembedahan paliatif
atau korektif sekarang tersedia untuk lebih 90% anak PJB, jumlah anak
10

yang hidup dengan PJB bertambah secara dramatis, namun keberhasilan


intervensi ini tergantung dari diagnosis yang dini dan akurat. Oleh sebab
itu insidens penyakit jantung bawaan diharapkan dapat terus diturunkan
dengan mengutamakan peningkatan penanganan dini PJB dengan tidak
mengesampingkan penyakit penyerta yang mungkin diderita untuk
mengurangi angka mortalitas dan morbisitas pada anak dengan PJB.1
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak
diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.
Faktor faktor tersebut antara lain:
1. Faktor endogen
a. Berbagai jenis penyakit genetik: kelainan kromosom
b. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
c. Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
2. Faktor eksogen
a. Riwayat kehamilan ibu: sebelumnya mengikuti program KB oral
atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,
dextroamphetamine, aminopterin, amethopterin, jamu)
b. Ibu menderita penyakit infeksi: rubella
c. Pajanan terhadap sinar X
Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adalah multifaktorial.
Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum
akhir bulan kedua kehamilan, oleh karena pada minggu ke-delapan
kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai. Pada faktor genetik,
hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang
menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga berhubungan adalah
adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB mempunyai
penyimpangan pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down3.
D. PATOFISIOLOGI
Patent ductus arteriosus (PDA) merupakan duktus arteriosus yang
tetap terbuka. Duktus arteriosus berasal dari arkus aorta pada janin dan

11

menghubungkan arteri pulmonalis dengan aorta desendens. Pada bayi


normal saluran ini menutup secara fungsional 1015 jam setelah lahir dan
secara anatomis menjadi ligamentum arteriosum pada usia 23 minggu,
bila tidak menutup disebut dengan PDA. Pada saat lahir, ketika bayi mulai
bernapas, duktus arteriosus akan menutup karena darah harus mengalir ke
paru-paru agar mengandung banyak oksigen. Setelah persalinan terjadi
perubahan sirkulasi dan juga fisiologis yang dimulai segera setelah
eliminasi plasenta dari neonatus. Perubahan tekanan, sirkulasi, dan juga
peningkatan pO2 akan menyebabkan terjadi penutupan spontan pada
duktus arteriosus dalam waktu 2 minggu, PDA akan mengakibatkan pirai
(shunt) kiri ke kanan yang dapat mengakibatkan hipertensi pulmonal dan
sianosis. Besarnya pirai (shunt)ditentukan oleh diameter, panjang PDA,
serta tahanan vaskular paru (PVR). Pada 95% bayi yang baru lahir,
penutupan duktus terjadi dalam waktu 4872 jam. Pada beberapa kasus,
duktus ini tidak menutup atau hanya menutup sebagian. Hal ini terjadi
karena tidak terdapatnya sensor oksigen yang normal pada otot duktus atau
disebabkan kelemahan otot duktus tersebut. Faktor risiko terjadinya PDA
adalah prematuritas serta sindrom gawat pernapasan.3
E.

MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang menunjukkan adanya PJB termasuk sesak napas dan
kesulitan minum. Gejala-gejala tersebut biasanya tampak pada periode
neonatus. Kelainan-kelainan non kardiak juga dapat menunjukkan gejalagejala seperti tersebut di atas. Gejala-gejala yang mengarah ke PJB seperti
adanya bising jantung, hepatomegali, sianosis, nadi femoralis yang teraba
lemah/tidak

teraba,

adalah

juga

gejala

yang

sering

ditemukan.

Membedakan sianosis perifer dan sentral adalah bagian penting dalam


menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer berasal dari daerah
dengan perfusi jaringan yang kurang baik, terbatas pada daerah ini, tidak
pada daerah dengan perfusi baik. Sebaliknya sianosis sentral tampak pada
daerah dengan perfusi jaringan yang baik, walaupun sering lebih jelas
pada tempat dengan perfusi kurang baik.tempat atau daerah yang dapat
12

dipercaya untuk menentukan adanya sianosis sentral adalah pada tempat


dengan perfusi jaringan yang baik seperti pada lidah, dan dinding mukosa.
Sianosis sentral pada jam-jam awal setelah lahir dapat timbul saat bayi
normal menangis. Sianosis pada bayi tersebut disebabkan oleh pirau kanan
ke kiri melalui foramen ovale dan atau duktus arteriosus. Kadar
hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan hiperveskositas
dapatpula menyebabkan sianosis pada bayi normal.2
F.

KLASIFIKASI
Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan secara klinis
menjadi dua kelompok besar, yaitu

PJB sianotik dan PJB asianotik.

Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik umumnya memiliki


kelainan yang lebih sederhana dan tunggal sedangkan tipe sianotik
biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan
bervariasi. Pada keduanya hampir 90% memerlukan intervensi bedah
jantung terbuka untuk pengobatannya. 10% lainnya adalah kelainan seperti
kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri
seiring dengan pertambahan usia anak.1
1. Penyakit jantung bawaan asianotik
Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi
jantung yang dibawa sejak lahir tanpa disertai sianosis. Penyakit
jantung bawaan ini merupakan bagian terbesar dari seluruh penyakit
jantung bawaan. Berdasarkan ada tidaknya pirau (kelainan berupa
lubang pada sekat pembatas antar jantung), kelompok ini dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
a. PJB asianotik dengan pirau
Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau
(shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena
tekanan darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi
kanan, maka aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan.
Akibatnya, aliran darah paru berlebihan. Aliran pirau ini juga bisa
terjadi bila pembuluh darah yang menghubungkan aorta dan
pembuluh pulmonal tetap terbuka. 1

13

Darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke


sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak
biru (asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat
menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk
PJB asianotik dengan aliran pirau dari kiri kanan ialah:
- Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah
kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang
memisahkan antrium kiri dan kanan. Defek ini meliputi 7-10%
dari seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan rasio
perbandingan penderita perempuan dan laki-laki 2:1.1
Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek
septum atrium primum, bila lubang terletak di daerah ostium
primum, defek septum atrium sekundum, bila lubang terletak di
daerah fossa ovalis dan defek sinus venosus, bila lubang
terletak di daerah sinus venosus, serta defek sinus koronarius.1
Sebagian besar penderita defek atrium sekundum tidak
memberikan gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan
anak kecil, kecuali anak sering batuk pilek sejak kecil karena
mudah terkena infeksi paru. Bila pirau cukup besar maka
pasien dapat mengalami sesak napas.1
Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni
dengan auskultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah
katup pulmonal di sela iga 2-3 kiri parasternal. Selain itu
terdapat

juga

pemeriksaan

penunjuang

seperti

elektrokardiografi (EKG) atau alat rekam jantung, foto rontgen


jantung, MRI, kateterisasi jantung, angiografi koroner, serta
ekokardiografi. Pembedahan dianjurkan untuk semua penderita
yang bergejala dan juga yang tidak bergejala dan penutupan
defek tersebut dilakukan pada pembedahan jantung terbuka
dengan angka mortalitas kurang dari 1%.1
-

Ventricular Septal Defect (VSD)

14

Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD)


merupakan kelainan berupa lubang atau celah pada septum di
antara

rongga

ventrikal

akibat

kegagalan

fusi

atau

penyambungan sekat interventrikel. Defek ini merupakan defek


yang paling sering dijumpai, meliputi 20-30% pada penyakit
jantung bawaan. Berdasarkan letak defek, VSD dibagi menjadi
3 bagian, yaitu defek septum ventrikel perimembran, defek
septum ventrikel muskuler, defek subarterial.1
Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar
kecilnya defek. Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis
dan anak masih dapat tumbuh kembang secara normal.
Sedangkan pada defek baik sedang maupun besar pasien dapat
mengalami gejala sesak napas pada waktu minum, memerlukan
waktu lama untuk menghabiskan makanannya, seringkali
menderita infeksi paru dan bahkan dapat terjadi gagal jantung.1
Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi jantung ke-2
yang menigkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum
dan murmur ejeksi sistolik pada daerah katup pulmonal. Terapi
ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta
memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal
berhasil, maka pirau akan menutup selama tahun pertama
kehidupan.

Operasi

dengan

metode

transkateter

dapat

dilakukan pada anak dengan risiko rendah (low risk) setelah


berusia 15 tahun. 1
-

Patent Ductus Arteriousus (PDA)


Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus
persisten adalah duktus arteriosus yang tetap membuka setelah
bayi lahir. Kelainan ini banyak terjadi pada bayi-bayi yang lahir
prematur. Insiden duktus arteriosus persisten sekitar 10-15%
dari seluruh penyakit jantung bawaan dengan penderita
perempuan melebihi laki-laki yakni 2:1. Penderita PDA yang

15

memiliki defek kecil dapat hidup normal dengan tidak atau


sedikitnya gejala, namun defek yang besar dapat menimbulkan
gagal jantung kongestif yang serupa dengan gagal jantung pada
VSD.16 Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya murmur
sinambung (continuous murmur) di sela iga 2-3 kiri sternum
menjalar ke infraklavikuler.
Pengetahuan tentang kapan tepatnya penutupan duktus terjadi
penting dalam tatalaksana penanganan PDA, karena pada kasus
tertentu seperti pasien PDA yang diikuti dengan atresia katup
pulmonal, duktus arteriosus justru dipertahankan untuk tetap
terbuka.

Pada

kasus

PDA

pada

umumnya

penderita

memerlukan penutupan duktus dengan pembedahan.1


b. PJB asianotik tanpa pirau
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya defek
yang menimbulkan hubungan abnormal antara ruang jantung.
Kelainan dapat berupa penyempitan (stenosis) atau bahkan
pembuntuan pada bagian tertentu jantung, yakni katup atau salah
satu

bagian

pembuluh

darah

diluar

jantung

yang

dapat

menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani otot


jantung.16 Jenis PJB tanpa pirau antara lain:
-

Stenosis pulmonal
Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum untuk
menunjukkan adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel
kanan atau a. pulmonalis dan cabang-cabangnya. Kelainan ini
dibagi menjadi 3 tipe yaitu valvar, subvalvar, dan supravalvar.
Stenosis pulmonal 80% merupakan tipe valvuler dan
ditemukan sebagai kelainan yang berdiri sendiri.14,17 Insiden
stenosis pulmonal meliputi 10% dari keseluruhan penyakit
jantung bawaan. 1
Sebagian besar stenosis pulmonal bersifat ringan dengan
prognosis baik sepanjang hidup pasien. Pada stenosis yang

16

berat akan terjadi limitasi curah jantung sehingga menyebabkan


sesak napas, disritmia hingga gagal jantung. Pada stenosis
pulmonal ringan sampai sedang terdengar bunyi jantung ke-2
yang melemah dan terdapat klik ejeksi sistolik. Klik diikuti
dengan murmur ejeksi sistolik derajat I-III pada tepi kiri atas
sternum yang menjalar ke punggung.
-

Stenosis aorta
Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki dua
daun yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal
seperti corong. Dalam jangka waktu tertentu lubang atau
pembukaan katup tersebut sering menjadi kaku dan menyempit
karena terkumpulnya endapan kalsium. 1
Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau pun moderat sering
tidak memberikan keluhan, tapi stenosis akan makin nyata
karena proses fibrosis dan kalsifikasi pada waktu menjelang
kian dewasa. Klik ejeksi sistolik akan terdengar keras dan jelas
di sela iga 2-3 pada tepi kanan atas sternum. Stenosis aorta
yang ringan dan asimptomatik biasanya tidak diperlukan
tindakan apapun kecuali profilaksis antibiotik untuk mencegah
endokarditis. Pada stenosis aorta yang cukup berat perlu
dilakukan tindakan secepatnya dengan valvuloplasti balon atau
pembedahan.1

Koarktasio aorta
Koarktasio aorta meupakan kelainan jantung non sianotik yang
paling banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di
minggu pertama setelah kelahirannya. Insidens koarktasio aorta
kurang lebih sebesar 8-15% dari seluruh kelainan penyakit
jantung bawaan serta ditemukan lebih banyak pada laki-laki
daripada perempuan (2:1). 1
Diagnosis dapat dengan menemukan adanya perbedaan yang
besar antara tekanan darah pada extremitas atas dengan

17

extremitas

bawah.

Foto

rontgen

dada

memperlihatkan

kardiomegali dengan kongesti vena pulmonalis, pemeriksaan


Doppler pada aorta akan memperlihatkan aliran arteri yang
terganggu.1
Pada neonates pemberian prostalglandin (PGE1) untuk
membuka kembali duktus arteriosus akan memperbaiki perfusi
sistemik dan mengkoreksi asidosis. Tindakan pelebaran
koarktasio dengan kateter balon bila dikerjakan dengan baik
dapat memberikan hasil yang memuaskan. 1
2. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan kelainan struktur dan
fungsi jantung sehingga mengakibatkan seluruh darah balik vena
sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke
sirkulasi sistemik dan menimbulkan gejala sianosis. Sianosis yang
dimaksud yakni sianosis sentral yang merupakan warna kebiruan pada
mukosa akibat konsentrasi hemoglobin tereduksi >5g/dl dalam
sirkulasi. Berdasarkan dari gambaran foto dada PJB sianotik dapat
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru
berkurang
-

Tetralogi Fallot (TF)


Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik
yang banyak ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh
penyakit jantung bawaan. TF merupakan kelainan yang terdiri
dari kombinasi 4 komponen uakni defek septum ventrikel,
over-riding aorta, stenosis pulmonal, serta hipertensi ventrikel
kanan. Pada TF yang ringan pada waktu istirahat maupun
melakukan aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis
sedangkan pada TF yang moderat hingga berat sianosis akan
tampak bahkan pada saat anak istirahat. Seorang anak yang
mengidap TF akan mudah merasa lelah, sesak dan hiperpnu

18

karena hipoksia. Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung jari


tampak membentol dan berwarna biru (finger clubbing) dan
pada auskultasi terdengar bunyi jantung ke-1 normal sedangkan
bunyi jantung ke-2 tunggal disertai murmur ejeksi sitolik di
bagian parasternal sela iga 2-3 kiri. Bayi-bayi dengan tetralogi
berat memerlukan pengobatan medik dan intervensi bedah pada
masa neonatus. Terapi ditujukan segera pada pemberian segera
penambahan aliran darah pulmonal untuk mencegah sekuele
hipoksia berat. Pemberian PGE1 dapat menyebabkan dilatasi
duktus arteriousus dan memberi aliran darah pulmonal yang
cukup sampai prosedur bedah dapat dilakukan.1
-

Atresia Pulmonal
Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital
sianostik yang sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal
disebabkan oleh gagalnya proses pertumbuhan katup pulmonal,
sehingga tidak terdapat hubungan antara ventrikel kanan
dengan arteri pulmonal. Kelainan ini dapat terjadi dengan
septum ventrikel yang masih intak atau disertai dengan defek
pada septum ventrikel. Insiden atresia pulmonal dengan septum
yang masih intak atau utuh sekitar 0,7-3,1% dari keseluruhan
kasus PJB.1
Gejala dan tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama
kehidupan. Bunyi jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak
terdengar adanya murmur pada sela iga 2-3 parasternal kiri
karena arteri pulmonal atretik. Pada foto rontgen ditemukan
pembesaran

jantung

dengan

vaskularisasi

paru

yang

berkurang.1
Prostalglandin digunakan untuk mempertahankan duktus
arteriosus tetap membuka sambil menunggu intervensi lebih
lanjut. Septostomi atrial dengan balon harus dilakukan
secepatnya apabila pirau antarinteratrial agak retriktif. Koreksi

19

total yakni membuat ligasi koleteral baru dilakukan bila anak


sudah berusia di atas 1 tahun.1
b. Penyakit jantung bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah
-

Transposisi Arteri Besar


Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung yang
paling banyak pada neonatus. Insiden kelainan ini sekitar 25%
dari seluruh kelainan jantung bawaan sianotik atau 5-10% dari
keseluruhan penyakit jantung bawaan dan kelainan ini
ditemukan lebih banyak paada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Pada kelainan ini terjadi perubahan posisi aorta
dan a. pulmonalis, yakni aorta keluar dari ventrikel kanan,
sedangkan a. pulmonalis keluar dari ventrikel kiri. Dengan
demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru tersebut
terpisah, dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada
komunikasi antara dua sirkulasi ini. Manifestasi klinis
bergantung pada adanya percampuran yang adekuat antara
sirkulasi sistemik dan paru dan adanya stenosis pulmonal.
Stenosis pulmonal terdapat pada 10% kasus. Pengobatan
dilakukan untuk mempertahankan duktus arteriosus agar darah
dapat tercampur sampai tindakan bedah dilakukan.1

H. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Alur diagnosis pada penyakit jantung bawaan ini adalah anamnesis,
pemeriksaan fisik, ekg, foto thorax, ekokardiografi, dan kateterisasi jantung.
1. Pemeriksaan fisik
Aktivitas ventrikel kanan meningkat membuktikan bahwa adanya
peningkatan beban kerja dari ventrikel kanan sehingga mengalami
hipertrofi.

Adanya

aktivitas

ventrikel

kanan

yang

meningkat

menyebabkan adanya thrill pada LSB 3 yaitu daerah sekitar ICS 3. Hal
ini membuktikan adanya intensitas bunyi yang mengeras sehingga
terdapat thrill. Terdengar bising ejeksi sistolik menggambarkan bahwa

20

terjadi bising pada saat fase sistolik yaitu pada saat ventrikel
berkontraksi.Bising sistolik ini menggambarkan terjadinya turbulensi
pada saat darah dari ventrikel kanan bercampur dengan darah dari
ventrikel kiri.
2. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien
dengan Hb dan Ht normal atau rendah mungkin menderita defisiensi
besi.
3. Radiologis
Sinar X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal,
tidak ada pembesaran jantung. Gambaran khas jantung tampak apeks
jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
4. Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula
hipertrofi ventrikel kanan.
5. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis dan penurunan
aliran darah ke paru-paru.
6. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek
septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri koronari dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan
pulmonalis normal atau rendah.1

I. PENATALAKSANAAN

21

Dewasa ini telah terjadi peningkatan dan kemajuan teknologi, baik


dalam

diagnosis, teknik pembedahan, serta perbaikan perawatan yang

menyebabkan terjadi peningkatan harapan hidup pada pasien dengan PJB


pascabedah jika dibandingkan tidak dilakukan pembedahan sehingga tidak
jarang teknik pembedahan sering dilakukan sebagai suaru penatalaksanaan
pada pasien PJB. Pada pasien pasien PJB, dapat terjadi berbagai kelainan,
baik pada otot jantung, paru, atau keduanya, yang apabila tidak dikoreksi
kelainan yang terjadi dapat bersifat ireversibel. Oleh karena itu, sebaiknya
pasien PJB diperiksa secara menyeluruh dan dilakukan penatalaksanaan
berupa pembedahan atau operasi pascabedah pada saat yang tepat. Terdapat
2 unsur utama yang diharapkan dalam tindakan pembedahan pada kasus
PJB, yaitu tindakan bedah dengan risiko mortalitas yang rendah serta
peningkatan harapan hidup layaknya orang normal lainnya. Bedah jantung
merupakan bagian integral dalam pelayanan kardiologi anak. Kemajuan
bedah jantung berlangsung sangat pesat dalam 2 dasawarsa terakhir.
Perkembangan teknologi dalam mendeteksi kelainan jantung pada bayi baru
lahir memudahkan dalam aspek pembedahan jantung itu sendiri. Kemajuan
teknologi dalam mendeteksi adanya kelainan jantung pada anak telah
bergeser hingga ke arah neonatus.1
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara
lain:
-

Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik


yang menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya
lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan
meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan
di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan
melebihi tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari
kanan ke kiri sehingga anak mulai sianosis. Tindakan bedah
sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi ini. 5

22

Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada


saat serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya,
tampak sesak bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat

ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.6.


Abses otak. Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya
abses otak terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan
ini diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di
otak. Anak biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit
neurologis.

23

Anda mungkin juga menyukai