Anda di halaman 1dari 24

DEFINISI

1. TuberkolusisTuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan
selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Hood Alsagaff, th 1995.
hal 73).
2. Efusi pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi
ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono
(1999, 786).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura
diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat
( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma
bronchogenic dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark
paru, trauma, pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M
Saleh, 1998, 68)
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan
hemoragis
1.

2.
3.
4.

Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),sindroma
nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma
meig.
Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi,
penyakit kolagen.
Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi
yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi
effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung
kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan
tuberkolosis.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA MASALAH


anatomi dan fisiologiSystem pernafasan terdiri dari hidung , faring , laring ,trakea , bronkus ,
sampai dengan alveoli dan paru-paru
Hidung merupakan saluran pernafasan yang pertama , mempunyai dua lubang/cavum nasi. Didalam
terdapat bulu yang berguna untuk menyaring udara , debu dan kotoran yang masuk dalam lubang
hidung . hidung dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa (Drs. H. Syaifuddin. B . Ac , th
1997 , hal 87 )
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernafasan dan jalan makanan , faring terdapat
dibawah dasar tengkorak , dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher .
faring dibagi atas tiga bagian yaitu sebelah atas yang sejajar dengan koana yaitu nasofaring , bagian
tengah dengan istimus fausium disebut orofaring , dan dibagian bawah sekali dinamakan laringofaring
.(Drs .H.syafuddin. B.Ac 1997 hal 88)

Trakea merupakan cincin tulang rawan yang tidak lengkap (16-20cincin), panjang 9-11 cm dan
dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukosa . trakea
dipisahkan oleh karina menjadi dua bronkus yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri (Drs .H . Syaifuddin
.B. Ac th 1997, hal 88-89).
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea yang membentuk bronkus utama kanan dan kiri , bronkus
kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri cabang bronkus yang lebih kecil disebut
bronkiolus yang pada ujung ujung nya terdapat gelembung paru atau gelembung alveoli
(H.Syaifuddin B Ac th1997, hal 89-90).
Paru- paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung gelembung
.paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Paruparu terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga dada / kavum
mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan darah dibandingkan
dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat udara oleh paru-paru
ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-kira 1/10 nya atau 500 ml
adalah udara pasang surut. Sedangkan kapasitas paru-paru adalah volume udara yang dapat di capai
masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal kedua paru-paru dapat menampung
sebanyak kuranglebih 5 liter. (Drs. H. Syaifuddin . B.Ac .th 1997 hal 90 , Evelyn,C, Pierce , 1995 hal
221).
Paru-paru terletak pada rongga dada. Masing-masing paru berbentuk kerucut. Paru kanan dibagi oleh
dua buah fisura kedalam tiga lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke
dalam dua lobus atas dan bawah (John Gibson, MD, 1995, 121).
Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian
tengah terdapat tampuk paru-paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut
Pleura (Syaifudin B.AC , 1992, 104).
Pleura merupakan membran tipis, transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan : Lapisan viseral,
yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding
dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua
lapisan tersebut.
Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke
dalam tubuh (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi
keluar tubuh (ekspirasi) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan
paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang mana
otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar, akibatnya
diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-otot interkosta
eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara terdorong keluar.
(Ni Luh Gede.Y.A.SKp.1995.hal 124. Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91).
2. Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi
kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh
factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien difusi O2 dan
CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting
yaitu alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995 hal 124, Drs. H. Syaifuddin. B.Ac.1997 hal
93 .Hood .Alsegaff th 1995 . hal 36-37).

3. Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan
bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin
yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang ditransportasikan ke
dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal 40).
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah bergerak satu ke yang lainnya (John
Gibson, MD, 1995, 123). Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua
pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa
yang selalu bergerak secara teratur (Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga
pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar oleh pembuluh limfatik (yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam
mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan lateral dari pleura parietis
disamping adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura
viseralis . Oleh karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang ini normalnya
begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).

Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering
terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari
orang yang terinfeksi sebelumnya .(Sylvia.A.Price.1995.hal 754)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya
sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBCnya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan
jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan
bersarang serta berkembangbiak di paru-paru. (dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran
limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini
dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang
dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai
permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya
basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus
bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan
menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening
menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi
lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh
limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya
disebut focus ghon dan bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui
pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun
basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga tengah atau usus.(Sylvia.A Price:1995;754)
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh

jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat tidak menimbulkan
gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.(Syilvia.A Price:1995;754)
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di
rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H 2O. Akumulasi
cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita
hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau
neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra
pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura.
Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura, (2)
gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi
sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat
menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang
berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga
pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan
ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).

DAMPAK MASALAH
Pada keadaan tubericulosis paru muncul bermacam macam masalah baik bagi penderita maupun
keluarga.
1.

Terhadap penderita

Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan mengalami suatu
perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan
oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya Px dengan effusi pleura akan
tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk
dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya akumulasi
cairan di kavum pleura.
1)

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan
kesalahan dalam perawatan dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan
pelaksanaan perawatan dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para
pekerja di lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan (dr. Hendrawan
Nodesu 1996, hal 14 15).

2)

Pola nutrisi dan metabolisme

Pada penderita tuberculosis paru mengeluh adanya anoreksia, nafsu makan menurun, badan kurus,
berat badan menurun, karena adanya proses infeksi (Marilyn. E. Doenges, 1999).

3)

Pola aktivitas

Pada penderita TB paru akan mengalami penurunan aktivitas dan latihan dikarenakan akibat dari dada
dan sesak napas (Marilyn. E. Doenges, 2000).

4)

Pola tidur dan istirahat

Dengan adanya nyeri dada dan baluk darah pada penderita TB paru akan mengakibatkan tergantung
kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).

5)

Pola hubungan dan peran

Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam hal hubungan dan peran yang
dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
(Marilyn. E. Doenges, 1999).

6)

Pola persepsi dan konsep diri

Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya pengetahuan
tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya
dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000).

7)

Pola penanggulangan stress

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatan stress pada diri penderita,
sehingga banyak penderita yang tidak menjutkan lagi pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996, hal
23).

8)

Pola eliminasi

Pada penderita TB paru jarang dan hampir tidak ada yang mengeluh dalam hal kebiasaan miksi
maupun defeksi.

9)

Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran) tidak ditemukan
adanya gangguan.

10)

Pola reproduksi dan seksual

Pada penderita TB paru pola reproduksi tidak ada gangguan tetapi pola seksual mengalami gangguan
karena sesak nyeri dada dan batuk.

1.

Dampak Masalah Keluarga

Pada keluarga yang salah satunya menderita tuberkulosis paru menimbulkan dampak kecemasan akan
keberhasilan pengobatan, ketidaktahuan tentang masalah yang dihadapi, biaya yang cukup mahal
serta kemungkinan timbulnya penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
Pada umumnya keluarga pasien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan
pasien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga keluarga pasien akan memberi
perhatian yang lebih pada pasien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan pasien karena mungkin

sebagai orang awam keluarga pasien kurang mengerti dengan kondisi pasien dan tentang bagaimana
perawatannya. Lamanya perawatan pasien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi
pasien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah.
Secara langsung peran pasien sesuai statusnya pun akan mengalami perubahan bahkan gangguan
selama pasien dirawat.
Asuhan Keperawatan

Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama
dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito,
2000,2).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut yaitu proses
keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam melakukan praktek
keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, dimana keempat
komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi
dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses keperawatan yang dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
(H. Lismidar, 1990, IX).

Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian terbagi dalam tiga
tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1).

Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan urutan kegiatan yang dilakukan yaitu:
1)

Identitas klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
(dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1).

2)

Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat
ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama
pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

3)

Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan
adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak
nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
4)

Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan
dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

5)

Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga
sehingga diteruskan penularannya.

6)

Riwayat psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang
ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis
paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).

7)
a)

Pola fungsi kesehatan


Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang
kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa
menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak desakan, kurang cahaya
matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996).
b)

Pola nutrisi dan metabolik

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan
berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan
dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu
makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. (Marilyn. E.
Doenges, 1999).

c)

Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga
akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi.

d)

Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami
kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat
adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas. (Marilyn. E. Doegoes,
1999).

e)

Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah
yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya.
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat. (Marilyn. E. Doenges, 1999).
f)

Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien
seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus
mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga
mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. (Marilyn. E.
Doenges, 1999).

g)

Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.

h)

Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit,
sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang
penyakitnya. (Marilyn. E. Doenges, 1999).

i)

Pola reproduksi dan seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara
waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri
dada.

j)

Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien
akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap
lebih tahu mengenai penyakitnya.
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang
bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 23).
k)

Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap
bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.

8)

Pemeriksaan fisik

Status Kesehatan Umum


Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah
pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood
pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran
tinggi badan berat badan pasien.

Berdasarkan sistem sistem tubuh


a)

Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :


Inspeksi
: Adanya tanda tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang tertinggal,
suara napas melemah. (Purnawan Junadi DKK, th 1982, hal 213)
Palpasi

: Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995. Hal 80)

Perkusi

: Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998. Hal 718)

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang nyaring. (Purnawan.
J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang
antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax
kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px
biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu
pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh
rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas
ke medial penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling
jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin
tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkim paru, mungkin saja akan ditemukan
tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan
tanda i e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)

b)

Sistem kordiovaskuler

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5 pada linea medio
claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman
dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan
untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan
suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718).

c)

Sistem neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah
composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks
fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan dan pengecapan.
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4 5 6.

d)

Sistem gastrointestinal

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau
tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan
atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit.
Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces),
turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien
teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara
pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718).

e)

Sistem muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk
mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi
dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari hari yang kurang
meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87).

f)

Sistem integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan
effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O 2. Pada palpasi perlu
diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunakkasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

g)

Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.

h)

Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.

9)

Pemeriksaan penunjang

a)

Pemeriksaan Radiologi

Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar
getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas
paru paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719).
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin
kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal,
meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi.
Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990, 786-787).

b)

Pemeriksaan laboratorium

(1)

Darah

Adanya kurang darah, ada sel sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat
terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff. 1995. Hal 91).

(2)

Sputum

Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis
paru yang biasanya diambil pada pagi hari. (DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long.
Long. Hal 447, th 1996).

(3)

Test Tuberkulosis

Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes
menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein
Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 26, dengan cara
mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5
tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5
9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 72 jam
tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721, Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara.
C. long, 1996, hal 446).

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :


1.

Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat
pada tabel berikut :
Transudat

Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl

<3

>3

Kadar protein dalam effusi

< 0,5

> 0,5

Kadar protein dalam serum


Kadar LDH dalam effusi (1-U)
Kadar LDH dalam effusi

< 200

> 200

< 0,6

> 0,6

Kadar LDH dalam serum


Berat jenis cairan effusi

< 1,016

Rivalta

> 1,016

Negatif

Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :

Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis


reumatoid dan neoplasma

Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona


(Soeparman, 1990, 787).
1.

Analisa cairan pleura

Transudat

: jernih, kekuningan

Eksudat

: kuning, kuning-kehijauan

Hilothorax

: putih seperti susu

Empiema

Empiema anaerob

: berbau busuk

Mesotelioma

: sangat kental dan berdarah

: kental dan keruh

1.
Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil

: Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB

paru

Banyak Limfosit

: Tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat

: Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur

Eritrosit
: Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering
dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm 3menunjukkan infark
paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak

: Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi
: Hanya 50 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas.
Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi,
preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
1.

Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla,
pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).

Analisa data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien. Masalah klien
yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan menurun, aktivitas, lemas, potensial,
penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga dapat ditemukan
adanya masalah yang muncul pada klien tuberkulosis paru komplikasi effusi pleura. Selanjutnya
masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatn
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan
merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien yang dapat diatas dengan
tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12).
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian, maka
diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa aktual, potensial dan
kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
tuberkulosis paru komplikasi effusi pleura sebagai berikut :
1)
Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya
upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999)
2)
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan,
anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
3)
Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko
potogen. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
4)
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5)
Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan
upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
6)
Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan
efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
7)
Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada.
(lynda, J. Carpenito, 1998).
8)
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder
terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
9)
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
10)
Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernafas).
11)
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas
serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
12)
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik
yang lemah). (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).

13)
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
informasi. (Barbara Engram, 1993).
Perencaaan
Setelah mengumpulkan data, mengelompokan dan merumuskan Diagnosa keperawatan, maka tahap
selanjutnya adalah menyusun rencana tindakan untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah klien.(Budianna Keliat, 1994, 16). Dalam tahap perencanaan ini meliputi 3 tahap yaitu :
menentukan prioritas Diagnosa keperawatan, menentukan tujuan m+erencanakan tindakan
keperawatan.
Dari Diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut :
1.

Diagnosa keperawatan pertama : Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan


sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.
1.
Tujuan : pola nafas efektif
2.
Kriteria hasil :

klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif

frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16 20 kali/menit)

dipsnea berkurang.
1.

Rencana tindakan

a)
Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap
peruhan
b)

Kaji kualitas sputum : warna, bau, konsistensi

c)

Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam

d)

Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi.

e)

Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam.

f)

Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat obatan.


1.

a)

Rasional
Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret.

b)
Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan perawatan
selanjutnya.
c)

Mengetahui sendini mungkin perubahan pada bunyi napas.

d)

Membantu mengembangkan paru secara maksimal.

e)

dan pengobatan

Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar.

f)
Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar
ukuran lumen trakeobroncial.

1.

Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.

1)

Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi

2)

Kriteria hasil

Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat

Berat badan stabil dalam batas yang normal.

3)

Rencana tindakan

a)
Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual /
muntah atau diare.
b)

Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak

c)

Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik

d)

Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

e)

Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.

f)

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.

4)

Rasional

a)

Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat.

b)
Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan
individu dapat memperbaiki masakan diet.
c)

Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan

d)
Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah.
e)

Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster.

f)
Memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan
metabolik dan diet.
1.

Diagnosa keperawatan ketiga : Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan


kurangnya pengtahuan tentang resiko patogen.

1)
Tujuan : klien mengalami penurunan resiko untuk menularkan penyakit seperti yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
2)

Kriteria hasil :

klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan
kontak klien.
3)
a)

Rencana tindakan.
Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat.

b)
Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta
tehnik mencuci tangan yang tepat.
c)

Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.

d)

Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.

e)

Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.

f)

Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.

4)

Rasional

a)
b)

Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi

c)
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular

d)
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan menghindari
insiden eksaserbasi
e)
Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga
atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f)
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran
infeksi.

1.

Diagnosa keperawatan keempat : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan


sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan
perawatan dirumah.

1)

Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya.

2)

Kriteria hasil :

Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.

3)

Rencana tindakan

a)
Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media
yang terbaik bagi klien.
b)
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam,
kesulitan bernafas.
c)
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan
lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
d)

Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.

e)
Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan
secara nyata.
f)

Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat.

g)

Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir.

4)

Rasional

a)

Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

b)
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang penyakit atau efek obat yang
memerlukan evaluasi lanjut.
c)
Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai
perbaikan kondisi klien.
d)
Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasama dalam program.
e)

Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.

f)
Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi.
Pengulangan penguatkan belajar.
g)
Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara
nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan.
1.
1)

Diagnosa keperawatan kelima : Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret
kental, kelemahan dan upaya untuk batuk.
Tujuan : jalan nafas efektif

2)

Kriteria hasil :

klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan

klien dapat mempertahankan jalan nafas

pernafasan klien normal (16 20 kali per menit).

3)

Rencana tindakan :

a)
Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan
otot aksesori.
b)

Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif.

c)
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas
dalam.
d)

Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.

e)

Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi.

f)

Lembabkan udara respirasi.

g)

Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid.

4)

Rasional.

a)
Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi
sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot
aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.
b)
Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan
paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.
c)
Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi
maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan.
d)
Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran
sekret.
e)
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah
dilakukan.
f)

Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.

g)
Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan
trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.

1.

Diagnosa keperawatan keenam : Resiko terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan


dengan penurunan permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.

1)

Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal

2)

Kreteria hasil :

Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea

Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan

normal.

Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang

3)

Rencana tindakan

a)
Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya
ekspansi dinding dada
b)
Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk
membran mukosa
c)

Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi

d)

Tingkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan

e)

Awasi segi GDA / nadi oksimetri

f)

Berikan oksigen tambahan yang sesuai.

4)

Rasional

a)
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus
luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan
b)

Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ vital dan jarigan

c)
Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu
menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d)
Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan
beratnya gejala
e)
Penurunan kandungan oksigen (PaO 2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO 2menunjukan
kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f)
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan ventilasi
atau menurunya permukaan alveolar paru.

1.

Diagnosa keperawatn ketujuh : Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan
sesak napas dan nyeri dada.

1)

Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi.

2)

Kriteria hasil :

memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur

Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat

Tanda tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada.

3)
a)

Rencana tindakan
kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit

b)

Observasi efek abot obatan yang dapat di derita klien

c)

Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita

d)

Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.

e)

Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman.

4)

Rasional

a)

Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita

b)
Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk perubahan
mood dan uisomnia
c)

Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita

d)

Memudahkan klien untuk bisa tidur

e)

1.

Lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur.

Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya


ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan

: Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil

Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X
dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
1.

Identifikasi faktor penyebab.

Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga
dapat mengambil tindakan yang tepat.
1.

Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
1.

Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur
ditinggikan 60 90 derajat.

Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
1.

Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).

Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
1.

Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
1.

Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.

Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta
abdomen membuat batuk lebih efektif.
1.

Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.

Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.

1.

Diagnosa Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak
nafas.

Tujuan

: Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil

Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil laboratorium dalam
batas normal.

Rencana tindakan :
1.

Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.

Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama, ekonomi
dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
1.

Auskultasi suara bising usus.

Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan pada fungsi
pencernaan.
1.

Lakukan oral hygiene setiap hari.

Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
1.

Sajikan makanan semenarik mungkin.

Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan nafsu makan.


1.

Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan memudahkan
reflek.
1.

Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit TKTP

Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan antibody karena
diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
1.

Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan pemeriksaan laboratorium


alabumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare)
jika intake diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak dalam
tubuh.

1.

Diagnosa Keperawatan Cemas atau ketakutan berhubungan dengan adanya ancaman


kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan
kecemasan.
Kriteria hasil

: Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi


:

Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya.
Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali
permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Rencana tindakan :
1.
2.

Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.

Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam
perawatan.
1.

Ajarkan teknik relaksasi

Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan


1.

Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.

Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat dalam
mengatasi stress.
1.

Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.

Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik


1.

Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
1.

Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.

Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi dengan baik,
perasaan yang mengganggu dapat diketahui.

1.

Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang
menetap dan nyeri pleuritik.

Tujuan

: Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil

Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan,
pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur
dalam waktu 3-8 jam per hari.

Rencana tindakan :
1.
Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O 2 dan
CO2.
1.
Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum
dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses
tidur.
1.

Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.


1.

Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.

Rasional : Untuk mengetahui perubahan terhadap kondisi pasien.

1.

Diagnosa Keperawatan Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-hari berhubungan


dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Tujuan

:Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil

Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel
hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
1.

Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya
perubahan tanda-tanda vital.

Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.


1.

Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.


1.

Awasi Px saat melakukan aktivitas.

Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan selanjutnya.


1.

Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.


1.

Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.


1.

Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi
normal.

1.

Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan


berhubungan dengan kurangnya informasi.

mengenai

kondisi,

aturan

pengobatan

Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :

Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.

medik.

PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi

Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.

Rencana tindakan :
1.

Kaji patologi masalah individu.

Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk
pemahaman kondisi dinamik dan pentingnya intervensi terapeutik.
1.

Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.

Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru infeksi dan keganasan dapat
meningkatkan insiden kambuh.
1.

Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada tibatiba, dispena, distress pernafasan).

Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik untuk mencegah, menurunkan
potensial komplikasi.
1.

Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).

Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah


kekambuhan.

Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan interpersonal,
teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik
dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi yang telah
dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna
Keliat,SKp. tahun 1994,4).
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1.
2.
3.
4.

Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi


Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan efisien pada
situasi yang tepat
Keamanan fisik dan psikologia dilindungi
Dokumentasi intervensi dan respon klien.

(Budi Anna Keliat, SKp, tahun 1994, hal 13).

Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan
lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai
dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.


Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan aktivitas seperti
biasanya.
Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti sesak nafas, nyeri
dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang merawatnya.
Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan dengan
penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak menguntungkan bagi kesehatan
seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan
tentang kondisi penyakitnya.

Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana
yang ditentukan, adapu alternatif tersebut adalah :
1.
2.
3.

Tujuan tercapai
Tujuan tercapai sebagian
Tujuan tidak tercapai

(Budi Anna Keliat, SKP, th 1994, hal 69.


Daftar Pustaka
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.
Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga University Press.
Surabaya.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensens Medical surgical Nursing A Phsycopsicologyc Approach.
W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta.
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC Jakarta.
Diana C. Baughman. ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC, Jakarta
Keliat, Budi Anna. (1991). Proses Keperawatan. Arcan. Jakarta.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius
Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan
/pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.

keperawatan

Pedoman

untuk

Perencnaan

Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai