Case DHF
Case DHF
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sekitar 2,5 miliar manusia yang merupakan duaperlima dari penduduk
dunia mempunyai resiko tinggi tertular demam dengue. Setiap tahunnya sekitar
50-100 juta penderita dengue dan 500.000 penderita Demam Berdarah Dengue
dilaporkan oleh WHO diseluruh dunia, dengan jumlah kematian sekitar 22.000
jiwa, terutama anak-anak.(1)
Di Indonesia, DHF pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Sampai dengan tahun
1983, DHF telah dilaporkan terdapat di semua propinsi di Indonesia kecuali
Timor Timur. Di Indonesia pengaruh musim terhadap demam berdarah dengue
tidak begitu jelas, tetapi dalam garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah
penderita meningkat antara September-November dengan mencapai puncaknya
antara bulan Maret-Mei. Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis
kelamin penderita, tetapi kematian ditemukan lebih banyak pada anak perempuan
dibandingkan laki-laki. (2)
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah
tanah air. Insiden Demam Berdarah Dengue di Indonesia antara 6 hingga 15 per
100.000 penduduk
kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan
mortalitas Demam Berdarah Dengue cenderung menurun hingga mencapai 2%
pada tahun 1999.(3)
BAB II
ISI
2.1 Pendahuluan
Infeksi virus dengue merupakan suatu penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 melalui perantara nyamuk
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Keempat serotipe dengue terdapat di
Indonesia. DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat, diikuti serotipe DEN-2. (4)
2.2 Epidemiologi
Istilah haemoragic fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di
Filipina pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemi penyakit serupa di
Bangkok. Setelah tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam epidemi di
beberapa negara lain di Asia Tenggara, di antaranya di Hanoi (1958), Malaysia
(1962-1964), Saigon (1965) yang disebabkan virus dengue tipe 2, dan Calcutta
(1963) dengan virus dengue tipe-2 dan chikungu berhasil diisolasi dari beberapa
kasus. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968,
tetapi konfirmasi virulogis baru diperoleh pada tahun 1970. DI Jakarta kasus
pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di
Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan
pada tahun 1972 di Sumatra Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi
Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974 epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan
dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh
propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota-kota
besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah
Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus
meningkat dari 0,05 (1968) menjadi8,14 (1983), dan mencapai angka tertinggii
pada tahun 1998 yaitu35,19 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita
sebanyak 72.133 orang. Pada saat ini DBD telah menyebarluas di kawasan Asia
Tenggara, Pasifik Barat dan daerah Karibia. (5)
menjadi tiga, yaitu fase demam, fase kritis dan fase penyembuhan. Fase demam
berlangsung pada demam hari ke-1 hingga ke-3, fase kritis terjadi pada demam
hari ke-3 hingga 7, dan fase penyembuhan terjadi setelah demamhari ke 6-7.
Perjalanan penyakit tersebut menentukan dinamika perubahan tanda dan gejala
klinis pada pasien dengan infeksi demam berdarah dengue (DBD).(6)
Pada DBD, terjadi peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan
kebocoran plasma ke jaringan, sedangkan pada demam dengue tidak terjadi hal
ini. Kondisi tersebut dapat mengakibatkan syok hipovolemia. Peningkatan
permeabilitas vaskular akan terjadi pada fase kritis dan berlangsung maksimal 48
jam.(6)
Trombositopenia
Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar kasus DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada masa syok. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalens dan nilai normal biasanya tercapai 7-10 hari
sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan dengan meningkatnya
megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit
diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain
trombositopenia ialah depresi fungsi megakariosit. Penyelidikan dengan
radioisotop membuktikan bahwa penghancuran trombosit terjadi dalam sistem
retikuloendotel,limpa dan hati. Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak
diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi penyebab yaitu virus dengue,
komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan aktivasi sistem
pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi
trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis
terbukti ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan
gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
perdarahan pada DBD.(5)
2.5 Diagnosis
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah
Kriteria Laboratorium :
-
Gejala
DD
DBD
DBD
II
DBD
III
DBD
IV
teratur.
kapiler
sehingga
menyebabkan
perembesan
plasma,
Laboratorium
Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:
-
Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai dari hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi) : Bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitis kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan).(3)
2.7 Tatalaksana
Protokol 1. Tatalaksana kasus tersangka infeksi virus Dengue (7)
Tersangka infeksi virus dengue
8
Demam
tinggi
mendadak
terus
Ada kedaruratan
Tatalaksana Kasus DD
Rawat jalan
Parasetamol
RawatJumlah
jalan trombosit
100.000/ul
Jumlah trombosit
>100.000/ul
Paracetamol
BB <15kg
: 6-7ml/kgBB/jam
BB15-40 kg
: 5 ml/kgBB/jam
BB>40kg
: 3-4 ml/kgBB/jam
Gelisah
Distes pernafasan
Frek nadi naik
Perbaikan
Tidak gelisah
Nadi kuat
Tekanan darah
stabil
Diuresis cukup
(1ml/kgBB/am)
Ht turun (2x
pemeriksaan)
Tanpa tanda-tanda
syok,
Ht tetap tinggi / naik
Perburukan
Tetesan dipertahankan
Tetesan
dikurangi
Rumatan atau
sesuai kebutuhan
Perbaikansesuai
tetesan
Masuk ke
protokol syok
Rumatan
: O2 2-4 l/menit
Circulatin
Perhatikan
Teratasi
Tidak teratasi
10
Kristaloid 10ml/kgBB/jam
Lanjutan cairan
O2 2-4l/menit
Hb, Ht, trombosit, leukosit
Kembali sesuai
protokol 1
evaluasi
teratasi
Tidak teratasi
Syok
berulang
Kembali sesuai
protokol 2
Ht
Transfusi PRC
10 ml/kgBB
teratasi
Ht tetap tinggi/naik
tidak ada tanda
Koloid 1020ml/kgBB/jam
sesuai dosis
evaluasi
Tidak
teratasi
Pemakaian inotropik
dan koloid
11
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita dengue terutama terjadi pada
waktu dilakukan tindakan pengobatan terhadap Demam Berdarah Dengue dan
Dengue Syok Syndrom.
1. Komplikasi susunan saraf pusat. Komplikasi pada SSP dapat berbentuk
konvulsi, kaku kuduk, perubahan kesadaran dan paresis. Kejang-kejang
kadang-kadang terlihat pada waktu fase demam pada bayi. Keadaan ini
mungkin akibat tingginya demam, karena pada pemeriksaan cairan
serebrospinal tidak terjadi kelainan.
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit demam berat yang
sering mematikan, disebabkan oleh infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut,
ditularkan oleh nyamuk spesies Aedes ditandai oleh permeabilitas kapiler,
kelainan hemostasis.
Demam Berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih
menimbulkan masalah kesehatan di Negara yang sedang berkembang.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarto, Demam Berdarah Dengue Dengue Haemorrhagic Fever. Sagung
Sero.2012. H 2-20.
2. Latief A, Pudjaji A, et al. Buku kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak, Penerbit :
FK UI. H 607-621.
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Demam Berdarah Dengue . Sudoyo AW,
Setiyohadi, Awi L, Simadibrata M. Penerbit : Interna Publishing. 2010. h
2773-2779.
4. Sumarno S S et al. Pedoman Pelayanan Medis. Infeksi Virus Dengue.
Pudjiaji, AH et al. Penerbit : Badan Penerbit IDAI. 2009. H 141-149.
5. Soedarmo S S, Gerna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis Edisi Kedua. Penerbit : Badan Penerbit IDAI. 2015. H 155180
14
15