DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
Dwi Julia Putri (Leader)
Arie Pranatha
Ayu Tri Yulia
David Kurniawan
Ebby Dira Pratama
Maryadi
Melan Apriaty Simbolon
Rahmat Aprianto
Rega Amriz Aulia
Yanti Jumi Yanti
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
T.A 2015/ 2016
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.
DEFINISI
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan kategori yang ditandai oleh
kenaikan keadaan glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, S.C & Bare, B. G,
2002).
Diabetes Melitus adalah suatu kelainan metabolisme kronis yang terjadi karena
berbagai penyebab, ditandai oleh konsentrasi glukosa darah melebihi normal, disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang diakibatkan oleh
kelainan sekresi hormon insulin, kelainan kerja insulin atau kedua-duanya (Depkes RI,
2005).
Diabetes Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin yang absolut atau
relatif gangguan fungsi insulin (WHO, 2005).
2.
ETIOLOGI
Mekanisme yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada Diabetes Melitus tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya Diabetes Melitus
tipe II.
Faktor-faktor lain adalah:
a.
b.
Obesitas.
c.
Riwayat keluarga.
d.
disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih
dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi
Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat
dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan
insulin terutama pada post reseptor.
Beberapa faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia (Jeffrey) :
1.
Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin
2.
Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan
perubahan vaskuler
3.
3.
4.
5.
6.
Keturunan/ Genetik
7.
PATOFISIOLOGI (WOC)
anus
4.
KLASIFIKASI
Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa yang disahkan oleh World Health
Organization (WHO):
1.
Diabetes melitus tipe 1 atau disebut DM yang tergantung pada insulin (IDDM)
Dahulu dikenal sebagai tipe juvenileonset dan tipe dependen insulin; namun,
kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidensi diabetes tipe 1 sebanyak
30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua subtype: (a) autoimun,
akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa
bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Subtipe ini lebih sering
timbul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia (Price dan Wilson, 2006).
Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering
lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal
atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
2.
Diabetes melitus tipe 2 atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin (NIDDM)
Dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependent
insulin. Insiden diabetes tipe 2 sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya. Obesitas
sering dikatkan dengan penyakit ini (Price dan Wilson, 2006).
3.
4.
5.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala diabetes mellitus type 1 muncul secara tiba-tiba pada usia anakanak sebagai
akibat dari kelainan genetika sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik.
Gejala gejalanya antara lain adalah sering buang air kecil, terus menerus lapar dan haus,
berat badan turun, kelelahan, penglihatan kabur, infeksi pada kulit yang berulang,
meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni, cenderung terjadi pada mereka yang
berusia dibawah 20 tahun.
Sedangkan diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan lahan sampai menjadi
gangguan kulit yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala pada diabetes
mellitus type I, yaitu cepat lemah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, sering buang
air kecil, terus menerus lapar dan haus, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada
penyebabnya, mudah sakit yang berkepanjangan, biasanya terjadi pada mereka yang
berusia diatas 40 tahun tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak
anak dan remaja.
Mansjoer; Kuspuji; Rakhmi; Wahyu; Wiwiek (2008) mengatakan, diabetes melitus
memiliki gejala khas awal berupa polifagia (banyak makan), poliuria (banyak kencing),
polidipsi (banyak minum), lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta
pruritus vulva pada wanita. Menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia),
gejala khas diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi, dan berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas diabetes melitus
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
(pria) dan pruritus vulva (wanita).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Brunner & Suddart (2002):
a.
Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau hiperosmolariti
menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler,
aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya
akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b.
Polidipsia
Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d.
e.
Katarak
Neuropati viseral
Glaukoma
Amiotropi
Retinopati
Ulkus Neurotropik
Penyakit ginjal
Pruritus Vulvae
Penyakit koroner
Dermatopati
Hipertensi
Neuropati perifer
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan
dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi
adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien
DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi
insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan
ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan
hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia
seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia
lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan
dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
6.
KOMPLIKASI
Klasifikasi komplikasi yang dapat ditemukan pada pasien diabetes melitus terdapat dua
jenis, yaitu :
1)
2)
Angka kematian yang berkaitan dengan ketoasidosis dan infeksi pada pasienpasien diabetes tampak terus menurun, tetapi kematian akibat komplikasi
kardiovaskuler dan renal mengalami kenaikan yang mengkhawatirkan. Komplikasi
jangka panjang atau komplikasi kronis semakin tampak pada penderita diabetes
yang berumur panjang. Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang
semua sistem organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang lazim
digunakan adalah, penyakit makrovaskuler, penyakit mikrovaskuler, dan neuropati
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Diabetes melitus dengan berbagai perubahan fisik yang mengharuskan
kepatuhan penderita untuk pengontrolan penyakit dapat menjadi sumber stress yang
mempengaruhi kualitas hidup penderita. Adaptasi psikologis disebut juga dengan
mekanisme koping. Mekanisme koping ini dapat berorientasi pada tugas, yang
mencakup penggunaan teknik penyelesaian masalah secara langsung untuk
menghadapi ancaman, atau dapat juga mekanisme pertahanan ego, yang tujuannya
untuk mengatur distress emosional. Reaksi pasien diabetes melitus mungkin dapat
memperlihatkan hal-hal seperti sikap menyangkal, obsesif, marah, frustasi, takut,
dan depresi (Semiardji, 2006).
Penyakit diabetes melitus dapat memberikan efek psikososial seperti depresi,
dimana pasien menunjukkan sikap yang negatif dalam pengendalian diabetes
melitus seperti tidak mengikuti diet yang telah diprogramkan, kurang aktivitas fisik,
merokok, dan kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan (Riley et al, 2009).
Penyakit yang diderita, pengobatan yang dijalankan dapat mempengaruhi
kapasitas fungsional pasien, psikologis, dan kesehatan sosial serta kesejahteraan
pasien diabetes melitus yang didefinisikan sebagai kualitas hidup (Isa dan Baiyewu,
2008).
7.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1.
Pemeriksaan dengan Hb
Dilakukan untuk pengontrolan DM jangka lama yang merupakan Hb minor sebagai
hasil dari glikolisis normal.
3. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk
memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.
8.
PENATALAKSANAAN
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk
mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak 60 70 %
2) Protein sebanyak 10 15 %
3) Lemak sebanyak 20 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan
kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori dipakai
rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1) Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2) Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3) Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4) Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal
yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah
untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi
(gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai
Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
Menurunkan ambang sekresi insulin
Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan masih
bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih. Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2.
Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (imt 27-30)
dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea.
3.
Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
untuk
merancanakan
pengelolaan
sangat
penting
untuk
Pola Kebiasaan
1) Pola nutrisi
Gejala: Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet; peningkatan
masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/
minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen, muntah,
hipertiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan gula darah),
bau halitosis/ manis, bau buah (nafas aseton).
2) Pola eleminasi
Gejala: Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru tau berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda: urin encer, pucat, kuning: poliuri(dapat berkembang menjadi oliguria/
anuria jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk (infeksi),
abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan menurun: hiperaktif (diare).
3) Aktivitas
Gejala: letih, lemah sulit berjalan / bergerak, tonus otot menurun, kram otot,
gangguan istirahat/ tidur.
Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas,
letargi/ disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot
4) Istirahat dan tidur
Tidur/ istirahat akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan
menimbulkan rasa tidak nyaman.
5) Perceptual
Gejala: Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin dan
fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah), menggunakan obat
diabetik.
Tanda: Memerlukan bantuan dan pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri,
pemantauan glukosa darah.
6) Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas, kesemutan
pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi menurun/
tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan: bola mata cekung.
7) Integritas Ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain.
Tanda: Ansietas.
8) Neurosensori
Gejala: Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot,
gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori (baru,
masa lalu),kacau mental, refleks tendon dalam menurun, aktivitas kejang.
9) Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.
10) Pernafasan
Gejala: Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen (tergantung
adanya infeksi/ tidak).
Tanda: batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan.
11) Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun kekuatan umum/
rentang gerak, parastesia/ paralisis otot termasuk otot pernafasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam).
12) Seksualitas
Gejala: raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa tes yang di lakukan yaitru glokosa darah: meningkat 100-200 mg/dl atau
lebih, aseton plasma (keton): positif secara mencolok, asam lemak bebas: kadar lipid dan
kolesterol meningkat, urin: gula dan aseton positif: berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat, Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang ( 200mg/dl) untuk pasien yang
kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress, hemoglobin glikosilat diatas rentang
normal untuk mengukur presentase, glukosa yang melekat pada hemoglobin rentang
normal 5-6% (Doenges, M. E, et al, 2000).
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon actual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon actual dan potensial klien didapatkan dari data
dasar pengkajian, tinjauan literature yang berkaitan, catatan medis klien masa lalu, dan
konsultasi dengan professional lain.
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul pada klien dengan Diabetes Melitus adalah :
Baca NANDA NIC-NOC 2013
1.
Nyeri Akut
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INTERVENSI
NOC
Tujuan:
Volume
cairan
cairan
tubuh
1.
terpenuhi.
berhubungan dengan
2.
Kriteria
hasil
diuresis osmotik.
Kriteria
hasil:
Mempertahankan volume
cairan yang adekuat dan
3.
keseimbangan elektrolit,
turgor
kulit
normal,
hidrasi adekuat, TTV
4.
stabil, pengisian kapiler
baik.
RASIONAL
NIC
Pantau TTV.
Kaji
nadi
perifer,
pengisian kapiler, turgor
kulit
dan
membran
mukosa.
Ukur
masukan
dan
pengeluaran, catat berat
jenis urin.
Berikan terapi cairan dan
elektrolit sesuai indikasi.
1. hipovolemia
dapat
dimanifestasikan
oleh
hipotensi dan takikardia.
Perkiraan berat ringannya
hipovolemia
ketika
tekanan darah sistolik
pasien turun lebih dari 10
mmHg
dari
posisi
berbaring keposisi duduk/
berdiri.
2. merupakan indikator dari
tingkat dehidrasi, atau
volume sirkulasi yang
adekuat.
3. memberikan
perkiraan
kebutuhan akan cairab
pengganti, fungsi ginjal,
dan keeektifan dari terapi
yang diberikan.
4. tipe dan jumlah dari
cairan tergantung pada
derajad kekurangan cairan
Perubahan
nutrisi NOC:
NIC:
kurang dari kebutuhan Nutritional status: Adequacy 1. Timbang berat badan.
of nutrient
tubuh b/d defisiensi
2. Tentukan program diet dan
Nutritional Status : food and
insulin.
pola makan klien.
Fluid Intake
3. Auskultasi bising usus,catat
Weight Control
adanya
nyeri
abdomen,
Kriteria hasil:
kembung, mual, muntahan
Albumin serum
makanan
yang
belum
Pre albumin serum
dicerna.
Hematokrit
4. Berikan
makanan
yang
Hemoglobin
mengandung nutrient dan
Total iron binding capacity
elektrolit
Jumlah limfosit
5. Identifikasi makanan yang di
sukai/tidak di sukai.
6. Observasi
tanda-tanda
hiperglikemia,
seperti
perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembab/dingin, denyut
nadi cepat, peka rangsangan,
cemas, sakit kepala.
7. Kolaborasi
dalam
pemeriksaan gula darah.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam pengaturan diet
1. Mengkaji
pemasukan
makanan yang adekuta
(absorpsi dan utilisasinya).
2. Mengidentifikasi
kekurangan
dan
penyimpangan
dari
kebutuhan terapeutik.
3. Hiperglikemia
dan
gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit dapat
menurunkan
motilitas/
fungsi lambung (distensi/
ileus paralitik).
4. pemberian
makanan
melalui oral lebih baik jika
pasien sadar dan fungsi
gasrtointestinal baik.
5. jika makanan yang disukai
pasien dapat dimasukkan
dalam
perencanaan
makanan, kerjasama ini
dapat diupayakan setelah
pulang.
6. metabolisme
karbihidrat
Kelelahan
berhubungan dengan
penurunan produksi
energi
metabolik,
perubahan
kimia
darah:
insufisensi
insulin.
NOC:
NIC:
Activity Tollerance
1. Observasi TTV.
Energy Conservation
2. Tingkatkan partisipasi klien
Nutritional Status: Energy
dalam melakukan aktivitas
Kriteria Hasil::
sehari-hari sesuai dengan
Kemampuan aktivitas adekuat
yang dapat ditoleransi.
Mempertahankan
nutrisi
3. Diskusikan dengan klien
adekuat
kebutuhan akan aktivitas.
Keseimbangan aktivitas dan
4. Berikan aktivitas alternatif
istirahat
dengan periode istirahat
Menggunakan tehnik energi
yang
cukup/
tanpa
konservasi
diganggu.
Mempertahankan
interaksi
sosial
1. mengidentifikasikan tingkat
aktivitas
yang
dapat
ditoleransi secara fisiologis.
2. meningkatkan kepercayaan
diri/ harga diri yang positif
sesuai
tingkat aktivitas
yang dapat ditoleransi klien.
3. pendidikan
dapat
memberikan motivasi untuk
meningkatkan
meskipun
tingkat aktivitas meskipun
pasien mungkin sangat
Mengidentifikasi faktor-faktor
fisik dan psikologis yang
menyebabkan kelelahan
Mempertahankan kemampuan
untuk konsentrasi
4
lemah
4. mencegah kelelahan yang
berlebihan
Sensasi
normal
dan
warna
kulit
10.
11.
12.
13.
14.
Resiko
terhadap
infeksi berhubungan
dengan peningkatan
kadar glukosa.
NOC :
Immune Status
Knowledge
:
Infection
control
Risk control
kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan
hangat
Gunakan
pengkajian
risiko untuk memonitor
faktor
risiko
pasien
(Braden Scale, Skala
Norton)
Inspeksi kulit terutama
pada tulang-tulang yang
menonjol dan titik-titik
tekanan ketika merubah
posisi pasien.
Jaga kebersihan alat tenun
Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral
dan vitamin
Monitor serum albumin
dan transferin
NIC:
1. Observasi tanda-tanda infeksi 1. pasien mungkin masuk
(rubor, dolor, calor, tumor,
dengan
infeksi
yang
fungsiolaesa).
biasanya telah mencetuskan
2. Pertahankan tehnik aseptik
keadaan ketoasidosis atau
pada prosedur invasif.
dapat mengalami infeksi
3. Observasi hasil laboratorium
nasokomial.
(leukosit).
2. kadar glukosa yang tinggi
4. Kolaborasi dalam pemberian
dalam darah akan menjadi
mempertahankan
tingkat
ketidakseimbangan
mempengaruhi
fungsi
mental
biasanya,
mengenali
glukosa/ insulin dan
mental
dan
mengkompensasi
elektrolit.
2. menurunkan kebingungan
adanya kerusakkan sensori.
dan
membantu
untuk
mempertahankan
kontak
dengan realitas.
3. meningkatkan
keamanan
pasien terutama ketika rasa
keseimbangan dipengaruhi.
Ketidakberdayaan
NOC:
berhubungan dengan tidak
ketidakberdayaan.
penyakit
jangka
media
terbaik
bagi
pertumbuhan kuman.
3. gula darah akan menurun
perlahan
dengan
penggantian caairan dan
terapi insulin terkontrol.
4.
penanganan awal dapat
membantu
mencegah
terjadinnya sepsis.
1. sebagai
dasar
untuk
membandingkan temuan
abnormal, seperti suhu
yang meningkat dapat
mempengaruhi
fungsi
mental
2. menurunkan kebingungan
dan
membantu
untuk
mempertahankan kontak
dengan realitas.
1. meningkatkan keamanan
pasien terutama ketika rasa
keseimbangan dipengaruhi.
NIC:
terjadi 1. Anjurkan pasien/ keluarga 1. mengidentifikasi
area
perhatiannya dan mudahkan
untuk
mengekspresikan
panjang/
progressif Kriteria hasil
perasaannya
tentang
cara pemecahan masalah.
yang tidak dapat mengakui perasaan putus asa,
perawatan dirumah sakit dan 2. meningkatkan
perasaan
mengidentifikasi
cara-cara
diobati,
penyakitnya
secara
terlibat dan memberikan
sehat
untuk menghadapi
ketergantungan pada
keseluruhan.
kesempatan keluarga untuk
perasaaan, membantu dalam 2. Berikan kesempatan pada
orang lain.
memecahkan masalah
merencanakan
perawatan
kelurga
untuk 3. mengkomunikasikan pada
sendiri dan secara mandiri
mengekspresikan
pasien bahwa beberapa
mengambil tanggung jawab
perhatiannya.
pengendalian dapat dilatih
untuk aktivitas perawatan diri. 3. Anjurkan
pasien
untuk
pada
saat
perawatan
membuat
keputusan
dilakukan
sehubungan
dengan 5. meningkatkan
perasaan
perawatannya.
kontrol terhadap situasi.
4. Berikan dukungan pada pasien
untuk ikut berperan serta
dalam perawatan diri sendiri
dan berikan umpan balik
positif sesuai dengan usahat
yang dilakukan.
8
Pasien
dan
keluarga
kebutuhan pengobatan
perhatian, dan selalu ada
menyatakan
pemahaman
b/d
kurang
untuk pasien
tentang
penyakit,
kondisi,
pemajanan/
2. Bekerja dengan pasien dalam
prognosis
dan
program
mengingat, kesalahan
menata tujuan belajar yang
pengobatan
interpretasi informasi,
diharapkan.
1. menanggapi
dan
memperhatikan
perlu
diciptakan
sebelum
pasien bersidia mengambil
bagian
dalam
proses
belajar
2. partisipasi
dalam
perencanaan
tidak
mengenal
sumber informasi.