Anda di halaman 1dari 27

I.

IDENTITAS
Nama

: Tn Z

Umur

: 21 th

Jenis kelamin

: Laki-laki

Status

: Belum Menikah

Alamat

: Bayongbong

Pekerjaan

: Pedagang

Suku

: Sunda

Agama

: Islam

No. CM

: 812546

Tanggal masuk RS

: 4 November 2015

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara

: Autoanamnesis pada tanggal 4 November 2015 di Agate

Keluhan Utama
Sesak nafas sejak kurang lebih 5 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD dr. Slamet Garut dengan keluhan sesak nafas yang
dirasakan sejak kurang lebih 5 hari SMRS. Keluhan sesak nafas diakui menggangu
aktifitasnya. Sesak dirasakan terus menerus sepanjang hari. Keluhan disertai batuk
kering yang dirasakan sejak kurang lebih 5 hari SMRS yang dirasakan setiap hari dan
tidak berkurang. Keluhan mual dan muntah juga dialami pasien. Keluhan nyeri perut
disangkal. Riwayat batuk darah maupun muntah darah disangkal pasien. Riwayat nyeri
dada disangkal pasien.
Selain itu pasien mengeluh demam yang dirasakan sejak kurang lebih 1
minggu SMRS. Demam dirasakan naik turun. Keluhan pusing juga dirasakan pasien.
Keringat saat malam hari dirasakan pasien sudah sejak 3 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Berat badan turun diakui pasien. Nafsu makan pasien diakui normal.

Buang air besar dan buang air kecil lancar setiap hari. Riwayat merokok diakui pasien.
Riwayat pengobatan OAT disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pernah mengalami penyakit serupa disangkal pasien. Riwayat
penyakit diabetes melitus disangkal pasien. Riwayat penyakit saluran pernafasan
disangkal pasien. Riwayat penyakit saluran pencernaan disangkal pasien. Riwayat
menderita tekanan darah tinggi disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Alergi
Alergi terhadap makanan, minuman, obat-obatan dan lain lain disangkal.
Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya serta seorang kakak dan adinya yang
berjumlah 4 orang. Pasien sehari-hari bekerja sebagai pedagang. Pasien tinggal di
lingkungan yang padat. Sanitasi di rumah bersih diakui pasien
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Tandi vital

: Tekanan Darah 100/60mmHg


Nadi 84 x/menit
Respirasi 22 x/menit
Suhu 38,4 oC

Tinggi badan

: 163 cm

Berat Badan

: 51 kg
2

Status Gizi

: Cukup

Kepala
Bentuk

: Oval, simetris, normochephal.


Rambut berwarna hitam dan tidak mudah dicabut.

Mata

: Konjungtiva Anemis -/Sklera ikterik -/Refleks pupil +/+ , pupil bulat isokhor.
Pergerakan ke segala arah baik, eksoftalmus -/-, endoftalmus -/Edema palpebra -/-

Hidung

: Epistaksis -/Deviasi septum (-)


Krepitasi (-)
PCH (-)

Mulut

: Sianosis peri oral (-), faring tidak hiperemis

Leher

: Trakea ditengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)


JVP tidak meningkat

Thoraks
Pulmo
Depan
Inspeksi

: Hemitorax simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan


dinamis. Retraksi sela iga (-/-)

Palpasi

: Fremitus vokal dan taktil asimetris kanan lebih lemah


dibandingkan kiri.

Perkusi

: Sonor pada paru kiri, redup pada paru kanan ICS 1-ICS6.

Auskultasi

: vesikuler kanan lebih lemah dibandingkan kiri.


ronki (-/-), wheezing (-/-).

Belakang
Inspeksi

: Hemitorax simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan


dinamis.

Palpasi

: Fremitus vokal dan taktil asimetris kanan lebih lemah


dibandingkan kiri.

Perkusi

: Sonor pada paru kiri, redup pada paru kanan.

Auskultasi

: vesikuler kanan lebih lemah dibandingkan kiri.


ronki (-/-), wheezing (-/-).

Cor
Inspeksi

: iktus kordis tidak terlihat.

Palpasi

: iktus kordis teraba pada ICS V linea mid clavicula sinistra

Perkusi

: Batas jantung kanan pada linea sternalis dextra ICS IV


Batas jantung kiri pada linea mid clavicula sinistra ICS IV
Batas pinggang jantung pada linea parasternalis ICS III

Auskultasi

: Bunyi jantung 1 dan 2 murni reguler


Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, tidak ada sikatriks.

Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

Perkusi

: Timpani pada keempat kuadran abdomen.

Palpasi

: Hepar tidak teraba membesar.


Lien tidak teraba membesar.
Nyeri tekan pada abdomen (-)
Tidak teraba massa

Ekstremitas
Superior

: Akral hangat (+/+), Edema (-/-), Sianosis (-/-)

Inferior

: Akral hangat (+/+), Edema (-/-), Sianosis (-/-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan lab
1) Hematologi (4/11/2015)
Darah rutin:
a.Hemoglobin
: 14.6 mg/dl
b. Hematokrit : 44%
c.Leukosit
: 7,500 /mm3
d. Trombosit
: 198,000 /mm3
e.Eritrosit
: 4.84 juta/mm3
2) Cairan liquor :
Glukosa cairan
Protein cairan
Rivalta
Preparat BTA
Jumlah sel
Hitung jenis sel:
PMN
MN

: 93 mg/dl
: 4280 mg/dl
: POSITIF
: Negatif
: 740
: 20%
: 80%

(13.0 18.0)
(40 52 %)
(3.800-10.600)
(150.000-440.000)
(3.5 6.5)

(15-45)
(<5)
(40-90)
(70-100)

Rontgen Thorax

V.

DIAGNOSA KERJA
Efusi Pleura Dextra Masif e.c susp TB paru

VI.

DIAGNOSA BANDING
Efusi Pleura Dextra e.c keganasan

VII.
-

USULAN PEMERIKSAAN
Sitologi cairan pleura
Bakteriologi cairan pleura
Biopsi pleura

VIII. PENATALAKSANAAN
IX.

Infus Asering 20 tpm


Ceftazidime 3 x 1gr IV
Ranitidin 2 x 1 amp IV
Paracetamol infus 3 x 1 gr
Ulsidex 3 x 2 tab
Dexamethasone extra 1 amp
Meropenem 2x1gr dalam Nacl 0,9% 100cc
Pungsi Pleura
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad sanationam: ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam

X.
Tanggal

FOLLOW UP RUANGAN
S

5 / 11 / - Demam 1 minggu
2015
- Batuk 5 hari
- Pusing
- Sesak nafas
- Mual muntah
- Keringat malam

KU : SR
KS : CM
T : 100 / 60 mmHg
N : 108 x / menit
R : 20 x / menit
S : 39 o C

-Obs febris Pd :
ec susp TF
-Thorax PA
Pt :
-Infus Asering 500
cc 20 tpm.

Mata: CA - / : SI - / -

-Cefotaxime
gr IV

2x1

Hidung : PCH -

-Ranitidin 2 x 1
(iv)

Mulut : SPO -Paracetamol 3 x


500mg (po)

Cardio :
BJ I II reg. M - G Pulmo :
VBs ka < ki Ro -/- Wh
-/Abdomen :
BU + NT Edema : - / Tanggal

9/11/2015

Ro Thorax: Efusi
pleura dextra masif.
Co Ahli Paru

10/11/2015
-Batuk
-Demam
-Sesak
-Mual

KU : SR
KS : CM
T : 90 / 60 mmHg
N : 80 x / menit
R : 20 x / menit
S : 38,9o C
Mata: CA - / : SI - / -

-Efusi Pleura Pd :
dextra masif
e.c susp TB Pt :
Paru
-Infus Asering 500
cc 20 tpm.
-Ceftazidime
gr IV

3x1

-Ranitidin 2 x 1
7

Hidung : PCH -

(iv)

Mulut : SPO -

-Paracetamol Inf 3
x 1 gr

Cardio :
BJ I II reg. M - G Pulmo :
VBs ka < ki Ro -/- Wh
-/Abdomen :
BU + NT +
Edema : - / -

11/11/2015 -Batuk

Rivalta +

KU : SR
KS : CM
T : 90 / 60 mmHg
N : 70 x / menit
R : 201x / menit
S : 36,3o C
Mata: CA - / : SI - / -

-Ulsidex 3x 2 tab
-Dexa extra 1 amp
-Meropenem 2x1
gr dalam Nacl 0,9
100 cc
Dilakukan pungsi
pleura
dextra
sebanyak 1000 cc
-Efusi Pleura Infus Asering 500
dextra masif cc 20 tpm.
e.c susp TB
Paru
-Ceftazidime 3x1
gr IV
-Ranitidin 2 x 1
(iv)

Hidung : PCH -

-Paracetamol Inf 3
x 1 gr

Mulut : SPO -

-Ulsidex 3x 2 tab

Cardio :
BJ I II reg. M - G -

-Dexa 3 x 1 amp

Pulmo :
VBs ka < ki Ro -/- Wh
-/Abdomen :
BU + NT -

-Meropenem 2x1
gr dalam Nacl 0,9
100 cc
RHZE
450/300/1000/1000

Edema : - / 12/11/2015 - Batuk

KU : SR
KS : CM
T : 90 / 60 mmHg
N : 70 x / menit
R : 201x / menit
S : 36,3o C
Mata: CA - / : SI - / -

Curcuma 3x1
-Efusi Pleura Infus Asering 500
dextra masif cc 20 tpm.
e.c susp TB
Paru
-Ceftazidime 3x1
gr IV
-Ranitidin 2 x 1
(iv)

Hidung : PCH -

-Paracetamol Inf 3
x 1 gr

Mulut : SPO -

-Ulsidex 3x 2 tab

Cardio :
BJ I II reg. M - G -

-Dexa 3 x 1 amp

Pulmo :
VBs ka < ki Ro -/- Wh
-/Abdomen :
BU + NT +

-Meropenem 2x1
gr dalam Nacl 0,9
100 cc
RHZE
450/300/1000/1000
Curcuma 3x1

Edema : - / BLPL

PERTANYAAAN KASUS
1. Bagaimana penegakan diagnosa pada kasus ini ?
Penegakan diagnosa dilakukan melalui:
Anamnesa
Keluhan sesak nafas yang dirasakan sejak kurang lebih 5 hari SMRS.
batuk kering yang dirasakan setiap hari dan tidak berkurang. Demam yang
dirasakan sudah 1 minggu. Keringat saat malam hari dirasakan pasien.
Berat badan turun diakui pasien.

Pemeriksaan Fisik
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

:Hemitorax simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis


dan dinamis
:Fremitus vokal dan taktil asimetris kanan lebih lemah
dibandingkan kiri.
:Sonor pada paru kiri, redup pada paru kanan.
:vesikuler kanan lebih lemah dibandingkan kiri,
ronki -/-,wheezing -/-.

Pemeriksaan penunjang
Foto Thorax PA

- Pungsi Pleura

10

Sehingga didapatkan diagnosa yaitu


Efusi Pleura Dextra e.c Susp TB paru

PEMBAHASAN KASUS
Anatomi dan Fisiologi Pleura
Pleura adalah membran tipis yang melapisi diluar paru dan didalam rongga dada
yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseral dan pleura parietal. Pleura viseral
menempel di paru, bronkus dan fisura mayor, sedangkan pleura parietal melekat di
dinding dada bagian dalam dan mediastinum. Kedua lapisan ini dipisahkan oleh rongga
kedap udara yang berisi cairan lubrikan. Kedua lapisan pleura bersatu didaerah hilus dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus , arteri dan vena bronkialis, serabut
saraf dan pembuluh limfe. Secara histologis, kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial,
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. 2,3,5

11

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap, dan semitransparan. Luas


permukaan pleura visceral sekitar 4000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat badan 70
kg. Pleura parietal terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan
dengan iga dan otot-otot intercostal, pleura diafragmatik, pleura servikal sepanjang 2-3
cm menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot sternokleidomastoideus,
dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ mediastinum.2
Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik sistemik di
pleura parietal. Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui arteriol interkostalis pleura
parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi melalui stoma pada pleura parietal
yang terbuka langsung menuju sistem limfatik.5
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang
ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama dengan tekanan jalan napas
akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan mempengaruhi
pengembangan paru dalam proses respirasi.6
Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang interstisial paru,
saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks, dan rongga peritoneum.
Jumlah cairan pleura bergantung pada mekanisme gaya Starling (laju filtrasi kapiler di
pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di pleura parietal. Senyawasenyawa protein, sel-sel, dan zat-zat partikulat dieliminasi dari rongga pleura melalui

12

penyaliran limfatik ini. Seseorang dengan berat badan 60 kg akan memiliki nilai aliran
limfatik dari masing-masing sisi rongga pleura sebesar 20 mL/jam atau 500 mL/hari.6

Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan di dalam
rongga pleura.6

Epidemiologi

Estimasi prevalensi efusi pleura ada;ah 320 kasus per 100.000 orang di negaranegara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang
mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi pleura sama antara laki-laki dan perempuan.
13

Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks.Sekitar dua per tiga efusi pleura
ganas terjadi pada perempuan.Efusi pleura ganas berhubungan secara signifikan dengan
keganasan payudara dan ginekologi.Efusi pleura yang terkait dengan lupus eritematosus
sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria.1
Etiologi dan Faktor Resiko6

Gagal jantung kongestif


Sirosis hati
Sindrom nefrotik
Dialisis peritoneum
Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
Perikarditis konstriktiva
Keganasan
Atelektasis paru
Pneumotoraks.
TB paru

Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung dari keseimbangan antara
cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini
terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.
Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar paru. Efusi pleura
dapat berupa transudat atau eksudat.6
Proses penumpukan cairan dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses
radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus / nanah, sehingga terjadi
empiema / piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura
dapat menyebabkan hemotoraks.

Efusi cairan yang berupa transudat terjadi

apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik
menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan
melebihi reabsorpi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada :6
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner

14

3. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura


4. Menurunnya tekanan intrapleura
Penyebabnynya karena penyakit lain bukan primer paru seperti gagal jantung
kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia
oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan
pneumotoraks.

Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang

menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga


sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan
ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah
karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa
tuberkulosa. Sebab lain seperti parapneumonia, parasit, jamur, pneumonia atipik,
keganasan paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis reumatoid,
sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan
akibat radiasi.6
Klasifikasi 6
1. Transudat
(filtrasi plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh)
terjadi jika faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorpsi
cairan pleural terganggu ketidakseimbangan tekanan hidrostatik atau
onkotik.
Biasanya hal ini terdapat pada:
Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:
Gagal jantung kiri (terbanyak) Sindrom nefrotik
Obstruksi vena cava superior
Asites pada sirosis hati
2. Eksudat
merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat akibat inflamasi oleh
produk bakteri atautumor yang mengenai permukaan pleural.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain:
infeksi (tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura,infark paru,
karsinoma bronkogenik radiasi, penyakit dan jaringan ikat/kolagen/ SLE
(Sistemic Lupus Eritematosis).

15

Hidrotoraks dan pleuritis eksudativa terjadi karena infeksi


Rongga pleura berisi darah hemotoraks
Rongga pleura berisi cairan limfe kilotoraks
Rongga pleura berisi pus/nanah empiema/piotoraks
Rongga pleura berisi udara pneumotoraks

3.1.7 Manifestasi klinis 1,7


Gejala

Sesak napas

Batuk

Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
Tanda

Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena

Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)

Diagnosis
Anamnesis1,7

Sesak napas

Batuk

Nyeri dada, nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit


pleura

Perlu ditanyakan faktor resiko dan gejala dari etiologi penyakit, seperti gejala-gejala
pada :
Gagal jantung kongestif
Sirosis hati
Sindrom nefrotik
Dialisis peritoneum
Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan
Perikarditis konstriktiva
Keganasan
Atelektasis paru
Pneumotoraks.
TB paru
Pemeriksaan fisik1,7
16

Pada pemeriksaan fisik paru, dapat didapatkan :


Inspeksi : pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang

terkena. Ruang interkostal menonjol (efusi pleura berat)


Palpasi : fremitus vocal dan raba berkurang pada bagian yang terkena.
Perkusi : perkusi meredup di atas efusi pleura
Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura

Pemeriksaan Penunjang
Foto Thoraks (X-Ray)
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada
bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial pasti terdapat
udara dalam rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru
sendiri. Terkadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura
dengan adhesi karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan
posisi lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Cairan
dalam pleura juga dapat tidak membentuk kurva karena terperangkap atau
terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah paru yang berbatasan
dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan efusi subpulmonik.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus paru
(biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan konsolidasi
parenkim lobus, dapat juga mengumpul di daerah paramediastinal dan terlihat
dalam foto sebagai fisura interlobaris, bisa juga terdapat secara parallel dengan
sisi jantung sehingga terlihat sebagai kardiomegali. Cairan seperti empiema dapat
juga terlokalisasi, gambaran seperti bayangan dengan densitas keras di atas
diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain yang dapat
terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada
sisi yang berlawanan dengan cairan. Disamping itu, gambaran foto dada dapat
juga menerangkan asal mula terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung
yang membesar, adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras
pada pneumonia atau abses paru.6

17

18

Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada pasien dengan posisi
duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior
dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000- 1500 cc pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura
shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru-paru
mengembang terlalu cepat. Mekanisme sebenarnya belum diketahui betul, tapi
diperkirakan karena adanya tekanan intrapleura yang tinggi dapat menyebabkan

peningkatan aliran darah melalui permeabilitas kapiler yang abnormal. 6


Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:
Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).
Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
Emboli udara (jarang terjadi)
Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat. Bila
laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena
pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara. Untuk mencegah emboli ini terjadi emboli
pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi kiri dibagian bawah, posisi
kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap diatrium
kanan. 6
Berikut ini adalah aspek-aspek yang dinilai dalam menegakkan diagnosis cairan
pleura:
Warna cairan . biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan ( seroussantokrom). Bila agak kemerah-merahan, dapat terjadi trauma, infark paru, keganasan
dan adanya kebocoran aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan agak purulen, ini
menunjukkan adanya empiema. Bila merah kecoklatan, ini menunjukkan adanya abses
karena amuba.6

Biokimia. Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Transudat

Eksudat
19

Kadar protein dalam efusi (g/dl)


Kadar protein dalam efusi
Kadar protein dalam serum

<3
<0.5

>3
>0.5

Kadar LDH dalam efusi (I.U)

<200

>200

Kadar LDH dalam efusi


Kadar LDH dalam serum

<0.6

>0.6

Berat jenis cairan efusi

<1.016

>1.016

Rivalta

Negatif

positif

Sitologi . pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura sangat penting untuk diagnostik
penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel tertentu.
o Sel neutrofil : menunjukkan adanya infeksi akut
o Sel limfosit : menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis tuberkulosa atau
limfoma maligna
o Sel mesotel : bila jumlahnya meningkat , ini menunjukkan adanya infark paru. Biasanya
o
o
o
o

juga ditemukan banyak sel eritrosit


Sel mesotel maligna : pada mesotelioma
Sel-sel besar dengan banyak inti: pada artritis reumatoid
Sel L.E : pada lupus eritematosus sistemik
Sel maligna : pada tumor paru / metastasis
Bakteriologi. Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bilacairannya purulen (menunjukkan empiema). Efusi yang
purulen dapat mengandung kuman-kuman yang aerob atau anaerob. 6
Biopsi pleura. Pemeriksaan histopatologi satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukkan 50 75 % diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor
pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa
biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hematotoraks, penyebaran
infeksi atau tumor pada dinding dada. 6

PERTANYAAN KASUS
2. Bagaimana penatalaksaan pada kasus ini ?
Infus Asering 500 cc 20 tpm.

20

Ceftazidime 3x 1 gr
Indikasi : Untuk infeksi-infeksi berat Inyang disebabkan oleh organisme yang
peka terhadap Ceftazidime : Septikaemia, bakteriemia, meningitis,
pneumonia, bronkopneumonia, pleuritis, empiema, abses paru, pielonefritis
akut dan kronik, pielitis, prostatitis, kolesistitis, kolangitis, peritonitis, abses
intra abdominal, penyakit inflamasi panggul, osteomielitis, osteitis, artritis
septik, abses ginjal, selulitis, infeksi luka bakar.

Ranitidin 2 x 1 (iv)
Indikasi : Pada keadaan akut tukak duodenum dan mempercepat
pertumbuhannya.
Efek samping : Nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare,
konstipasi, ruam, pruritus, kehilangan libido, dan impoten.

Paracetamol 3 x 1 gr
Indikasi : Antipiretik dan analgesik untuk meringkan sakit kepala, nyeri otot
dan menurunkan panas
Efek samping
: reaksi hipersensitifitas, kerusakan fungsi hati (dosis besar,
dan terapai jangka panjang)

RHZE
Indikasi

: Obat untuk anti tuberculosis

PUNGSI PLEURA

PEMBAHASAN KASUS
Tatalaksana
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala nyeri dan sesak
yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar, mencegah fibrosis pleura, dan
mencegah kekambuhan.6

21

a) Aspirasi cairan pleura


Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostik maupun terapeutik.Berikut ini cara melakukan torakosentesis :
Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau
diletakkan di atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat

dilakukan dalam posisi tidur terlentang.


Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks,
atau di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea

aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup.


Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan

dengan jarum ukuran besar, misalnya nomor 18.


Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc
pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang
daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan
pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru dapat
terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat.6

Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:


- Pneumotoraks (paling sering udara masuk melalui jarum).
- Hemotoraks (karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
- Emboli udara (jarang terjadi)
- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan
cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari
alveoli masuk ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara.Untuk
mencegah emboli ini terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik,
pasien dibaringkan pada sisi kiri dibagian bawah, posisi kepala lebih
rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat terperangkap
diatrium kanan.
Cairan pleura dapat dikeluarkan dengan jalan aspirasi berulang atau
dengan pemasangan selang toraks yang dihubungkan dengan Water Seal
Drainage (WSD).Cairan yang dikeluarkan pada setiap pengambilan sebaiknya
tidak lebih dari 1000 ml untuk mencegah terjadinya edema paru akibat
pengembangan paru secara mendadak. Selain itu, pengeluaran cairan dalam

22

jumlah besar secara tiba-tiba dapat menimbulkan refleks vagal, berupa batukbatuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi.7
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat
namun aman dan sempurna. Pemasangan WSD dapat dilakukan sebagai berikut:
Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya diruang sela iga
7, 8 atau 9 linea aksilaris media atauruang sela iga 2 atau 3 linea

medioklavikularis
Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal

selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis


Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang
Jaringan subkutis dibebaskan dengan klem sampai menemukan

pleura parietalis
Selang dan trokar dimasukkan kedalam rongga pleura dan

kemudian trokar ditarik


Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks
Setelah posisi benar, selang dijepit dengan klem dan luka kulit

dijahit dengan serta dibebat dengan kassa dan plester


Selang dihubungkan dengan dengan botol penampung cairan

pleura
Ujung selang sebaiknya diletakkan dibawah permukaan air
sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk
kedalam rongga pleura

WSD perlu diawasi setiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada
selang, maka cairan mungkin sudah habis dan jaringan paru sudah
mengembang.Untuk memastikan hal ini, dapat dilakukan pembuatan foto
toraks.Selang toraks dapat dicabut jika prosuksi cairan kurang dari 100 ml dan
jaringan paru telah mengembang, ditandai dengan terdengarnya kembali suara
napas dan terlihat pengembangan paru pada foto toraks. Selang dicabut pada
waktu ekspirasi maksimum.7
Indikasi pemasangan WSD:
- Hemotoraks, efusi pleura
- Pneumotoraks > 25 %
- Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
- Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
23

Kontraindikasi pemasangan WSD:


-

Infeksi pada tempat pemasangan


Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

b) Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan pleura
parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke dalam
rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.Pleurodesis merupakan
penanganan terpilih pada efusi keganasan.Bahan kimia yang lazim digunakan
adalah sitostatika seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil,
adriamisin dan doksorubisin.Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyakbanyaknya, obat sitostatika (misalnya tiotepa 45 mg) diberikan dengan selang
waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu disertai pemasangan WSD. Setelah 13
hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga
pleura sehingga mencegah penimbunan kembali cairan didalam rongga tersebut.
Obat lain yang murah dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin. Pada pemberian
obat ini, WSD harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang.
Tetrasiklin 500 mg dilarutkan kedalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian
dimasukkan kedalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan
larutan garam faal, kemudian ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml untuk
membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang
ditimbulkan oleh obat ini. Analgesik narkotik yang diberikan 11.5 jam sebelum
pemberian tetrasiklin juga berguna juga untuk mengurangi rasa nyeri tersebut.
Selang toraks diklem selama sekitar 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar
penyebaran tetrasiklin merata diseluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam
waktu 24-48 jam cairan tidak keluar lagi, selang toraks dapat dicabut.8
c) Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh karena
efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari suatu
keganasan dan pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk operasi yang
lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium, kedua
pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat limfoma

24

atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum, dimana cairan
pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis.8

PERTANYAAN KASUS
3. Bagaimana prognosis pada kasus ini ?
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN KASUS
Prognosis
Prognosis efusi pleura bervariasi tergantung pada penyakit yang mendasari. Morbiditas
dan mortalitas pada pasien efusi pleura berhubungan langsung dengan etiologi, stadium
penyakit, dan hasil pemeriksaan biokimia cairan pleura. Pasien dengan efusi pleura
maligna biasanya memiliki prognosis yang buruk.8

25

KESIMPULAN

Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan sebagai
akibat transudasi (perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik) dan eksudasi (perubahan
permeabilita membran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses infeksi dan
neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan untuk sekedar
melicinkan permukaan kedua pleura yang saling bergerak karena pernapasan. Sedangkan
pada efusi pleura tuberkulosis terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang
diteruskan ke rongga pleura.
Pada kebanyakan penderita umumnya asimtomatis atau memberikan gejala
demam, berat badan yang menurun. Sesak napas terjadi pada waktu permulaan pleuritis,
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan meningkat, terutama kalau
cairannya penuh. Batuk pada umumnya nonproduktif dan ringan, terutama apabila
disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura
pada umumnya, yaitu dengan melakukan torakosintesis agar keluhan sesak penderita
menjadi berkurang, terutama untuk efusi plaura yang berisi penuh. Sedangkan
tuberkulosisnya diterapi dengan OAT seperti tuberkulosis paru, dengan syarat terus
menerus, waktu lama dan kombinasi obat.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, SA. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta : EGC;2005.
2. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.1, Anatomy of the Pleura. Tennessee:
Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
3. Light RW, et al. Pleural Disease, 5th Ed. Ch.2, Physiology of the Pleural Space.
Tennessee : Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
4. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2009
5. Carolyn J. Hildreth,et.al. Pleural Effusion. The Journal of the American Medical
Association. JAMA, January 21, 2009Vol 301, No. 3.
6. Halim, Hadi. Penyakit-Penyakit Pleura. Dalam : Sudoyo, Aru W Dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Hal 2329 - 2336. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2009
7. Kasper, Braunwald, Et Al. Harrisons Principles Of Internal Medicine Vol II. 16 th
Ed. 2005. Mcgraw-Hill: New York
8. Steven A. Sahn. The Pathophysiology of Pleural Effusions. Department of
Medicine,Division of Pulmonary and Critical Care Medicine, Medical University
of South Carolina, Charleston, South Carolina 29425.

27

Anda mungkin juga menyukai