Giri Carakan Rojo Angkoso-Fkik
Giri Carakan Rojo Angkoso-Fkik
SKRIPSI
OLEH :
GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO
NIM : 105101003230
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh :
GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO
NIM : 105101003230
ABSTRAK
Gerakan tubuh yang berlebihan (overexertion), gerakan yang berulang ulang
(repetitive motions) dan postur janggal pada pekerjaan laundry memiliki risiko yang
dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat
mempengaruhi produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan alat
penilaian observasi postur Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengetahui
tingkat risiko ergonomi melalui penilaian terhadap postur janggal (leher, tulang
punggung, kaki, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan), beban, genggaman
tangan dan aktifitas pada pekerja laundry sektor informal. Penelitian ini dilaksanakan
di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan pada bulan Mei Juni
2012.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses
penimbangan, pencucian dan pemerasan serta pengemasan dengan posisi berdiri
dalam kategori risiko menengah. Sedangkan, pada proses pengeringan dan
penyetrikaan dalam kategori risiko tinggi. Pada proses pengemasan dengan posisi
duduk dalam kategori risiko rendah. Saran untuk penelitian ini adalah alat timbangan
diletakkan diatas meja, dimana tinggi meja harus disesuaikan tinggi dan jangkauan
pekerja saat dilakukan penimbangan, mesin pengering pakaian yang digunakan
diberikan dudukan pada kaki mesin, menggunakan wadah pakaian yang memiliki
desain pegangan yang baik, mendesain tempat duduk yang dapat disesuaikan dengan
ketinggian meja setrika dan antropometri pekerja.
Daftar Bacaan : 30 (1989 2010)
ii
iii
iv
A. Data Pribadi
Nama
TTL
Alamat
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
: r.angkoso@gmail.com
B. Riwayat Pendidikan
1993 1999
1999 2002
2003 2005
2005 2012
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu
banyak nikmat, hidayah dan kesempatan kepada saya sehingga saya masih diberikan
amanah untuk dapat menyelesaikan studi ini. Shalawat serta salam, saya haturkan
kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua bisa bertemu dengan
Beliau di JannahNya. Amin.
Saya bersyukur kepada Allah SWT atas semua kemudahan-kemudahan,
pertolongan dan kekuatan sampai hari ini. Saya ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada kedua orang tua saya tercinta (Bapak Tukiman dan Ibu Asiyah) atas
doa, semangat, dukungan, kesabaran yang tiada pernah putus kepada saya sehingga
saya akhirnya bisa menyelesaikan studi ini selama 7 tahun. Selanjutnya kepada adik
saya, Fitrah All Burman, SE yang selalu memberikan doa dan semangat kepada saya.
Bidadari kecil saya My Little Mujahidah Anniza Hazzanova Corie yang
memotivasi saya untuk menjadi ayah yang baik.
Selama proses pengerjaan skripsi ini, saya berterima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu saya karena saya tidak mampu berjuang sendiri tanpa
motivasi dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur yang
terdalam, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
vii
1. Ibu Ir. Febrianti M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat
FKIK UINSH Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk bisa menyelesaikan studi ini.
2. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing Skripsi I, yang telah
memberikan ilmu, kesempatan dan kesabaran untuk membimbing saya
sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini.
3. Ibu Minsarnawati, M.Kes, selaku Pembimbing Skripsi II, yang telah banyak
memotivasi, membimbing dan meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran serta
doanya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.
4. Ibu Raihana N. Alkaff, M.MA, Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Dewi Utami
Iriani, PhD selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran dan
masukan dalam penyempurnaan skripsi saya.
5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat mulai dari tahun 2005
hingga kini, (Pak Baequni, Bu Narila Mutia, Bu Hoirun Nisa, Bu Fajar
Ariyanti, Bu Febrianti, Bu Catur Rosidati, Bu Iting Shofwati, Bu Ella, Pak
Farid Hamzens, Pak Yuli Prapanca Satar), yang telah membantu saya
menggali khazanah ilmu kesehatan masyarakat di FKIK UINSH Jakarta.
Semoga saya dapat mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat.
6. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu saya dalam administrasi kuliah.
7. Seluruh teman-teman yang banyak membantu saya selama studi di FKIK
mulai dari angkatan 2004 hingga 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu, yang telah memotivasi, mendukung dan mendoakan saya untuk
menjadi insan yang lebih baik.
viii
8. Segenap keluarga besar Komda FKIK, KADAFI FKIK, LDK Syahid, BEMJ
Kesmas, BEM FKIK, DPMU, ISMKMI, dll. Terima Kasih atas Idealismenya.
9. Saudaraku yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan dan
kesabaran. Sang Murobbi Ka Hafidz, Salman, Syahru, Indra, Musoffa,
Furqon, Terima kasih atas ukhuwahnya.
10. Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu selama proses skripsi, Nurul,
Hari, Retno, Eka, Endah, Jeje, Jalil, Arif, dll. Terima kasih atas semangatnya.
11. Untuk Sahabatku Ka Umar Al Faruq dan Latifah Hariri (Ka Ipun) dan adikadik mujahidah di Alquran Center Ummu Habibah. Terima kasih atas doa
dan tilawahnya selama saya disana.
12. Serta semua pihak yang mungkin belum saya sebutkan dan tidak dapat saya
sebutkan satu persatu. Terima kasih atas doanya.
13. Semoga Allah SWT mempertemukan kita semua di dalam naungan Ridho dan
JannahNya. Amin.
Saya menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari
sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada skripsi ini, saya dengan senang
hati menanti saran, kritik dan rekomendasi yang membangun dari Bapak, Ibu dan
rekan-rekan serta pembaca untuk memperbaiki dan melengkapi skripsi ini agar
skripsi ini bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan ini.
Jakarta, Januari 2013
Hormat Saya,
Giri Carakan Rojo Angkoso
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... x
DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6
1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................. 7
1.4.1.Tujuan Umum........................................................................ 7
1.4.2.Tujuan Khusus ....................................................................... 7
1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................... 8
1.5.1. Bagi Peneliti ......................................................................... 8
1.5.2. Bagi Tempat Penelitian ........................................................ 9
1.5.3. Bagi Institusi......................................................................... 9
1.6.Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11
2.1. Ergonomi ........................................................................................ 11
2.1.1. Definisi Ergonomi ................................................................ 11
2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi .................................................... 14
2.1.3. Tujuan Ergonomi .................................................................. 18
2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi ............................ 19
xi
xii
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 63
Tabel 2.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 64
Tabel 2.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 65
Tabel 4.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 80
Tabel 4.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 82
Tabel 4.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 83
Tabel 5.1. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja
Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota
Tangerang Selatan .............................................................................. 106
Tabel 5.2. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan
Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 111
Tabel 5.3. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan
Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 113
Tabel 5.4. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam
Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 115
Tabel 5.5. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin
Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 117
Tabel 5.6. Analisis REBA Pada Proses Membilas di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ........... 119
Tabel 5.7. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam
Wadah Di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat
Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 120
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya 15
Gambar 2.2. Konsep Dasar Dalam Ergonomi .................................................... 20
Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan ....................................... 25
Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press ............................................ 25
Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi Radial (b)
Pada Pergelangan Tangan.............................................................. 25
Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b) Pada Pergelangan
Tangan ........................................................................................... 26
Gambar 2.7. Postur Power Grip ........................................................................ 26
Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan Bawah Rotasi
(a) dan Siku Ekstensi Penuh (b) ................................................... 27
Gambar 2.9
xvi
xviii
BAB I
PENDAHULUAN
sepele. Sebagai contoh adalah pada cara, sikap dan posisi kerja yang tidak benar,
fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang kurang
mendukung. Hal ini secara sadar maupun tidak akan berpengaruh terhadap
produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya
(Budiono, 2003).
Penerapan ergonomi yang kurang diperhatikan dapat menyebabkan
timbulnya masalah-masalah yang ergonomi. Salah satu gejala umum yang timbul
akibat kerja adalah gangguan musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal adalah
keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai
dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban
statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan gangguan
musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal
(Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2004).
Menurut Tarwaka (2004), studi tentang MSDs pada beberapa jenis industri
telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang
sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu,
lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.
Berdasarkan laporan the Bureau of Labur Statistics (LBS) tahun 1994,
terdapat sekitar 32 % (705.800 kasus) merupakan penyakit akibat kerja yang
berasal dari pekerjaan berat (overexertion) dan pergerakan kerja yang berulangulang (repetitive motion) dalam pekerjaan manual handling. (NIOSH, 1997).
Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti
belum dapat diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh
NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah
mencapai 13 milyar US dollar setiap tahun (Tarwaka, 2004).
Salah satu sektor industri yang memiliki potensi menimbulkan gangguan
musculoskeletal pada pekerja yaitu industri laundry. Perkembangan industri ini
meningkat pesat setiap tahunnya, khususnya di wilayah perkotaan. Industri ini
awalnya hanya dikelola oleh hotel, rumah sakit, dll. Namun seiring dengan
tingginya kebutuhan akan jasa laundry ini, maka industri ini mulai dikelola oleh
masyarakat umum khususnya sektor informal.
Menurut laporan data OHSAH (1999) selama tahun 1995 hingga 1999,
terdapat 577 kasus gangguan musculoskeletal pada pekerja di sektor industri jasa
laundry, dimana 491 kasus tersebut disebabkan gerakan tubuh yang berlebihan
(overexertion), gerakan yang berulang ulang (repetitive motions) dan postur
janggal. Selain itu, biaya kompensasi untuk keluhan musculoskeletal tersebut
mencapai 3.666.260 dollar.
Hasil studi Departemen Kesehatan tentang profil masalah kesehatan di
Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5 persen penyakit yang
diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang
khususnya dalam
sehingga
pemilik
usaha
dapat
melakukan
tindakan
10
studi kasus pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Timur Kota
Tangerang Selatan terkait dengan pekerjaannya dimana peneliti melakukan
pengamatan pada setiap pekerjaan yang dilakukan pekerja untuk melihat besaran
potensi risiko ergonomi dengan penilaian observasi postur menggunakan metode
Rapid Entire Body Assesment (REBA). Metode ini digunakan untuk
mendapatkan tingkat risiko ergonomi terkait postur janggal, beban, genggaman
dan aktifitas yang dibantu dengan kamera digital dan handycam, sehingga
didapatkan hasil tingkat risiko ergonomi dari masing-masing pekerjaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ergonomi
Istilah ergonomi diperkenalkan oleh W.B. Jastrzebowski tahun 1857,
dimana terminologi dari kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu
Ergon yang artinya kerja dan nomos yang berarti peraturan / hukum. Secara
harfiah, ergonomi diartikan sebagai ilmu tentang kerja (Budiono, 2003). Studi
terhadap aspek pekerjaan dimulai sejak peralihan menuju abad 20 dimana
pengembangan terhadap pengukuran ini dikembangkan oleh Frank dan Lilian
Gilbreth serta Frederick Taylor. Dalam ruang lingkup yang luas, ergonomi
adalah sebuah studi multidisiplin mengenai hukum yang mengatur interaksi
antara manusia, mesin, dan lingkungan. Menurut International Ergonomics
Association (IEA), seorang ahli ergonomi berkontribusi dalam mendesain dan
mengevaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem untuk
menciptakan keserasian terhadap kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan
manusia (Rom, 2007).
2.1.1. Definisi Ergonomi
Definisi mengenai ergonomi telah banyak dijabarkan oleh peneliti
maupun lembaga. Oleh karena itu, untuk lebih memahami pengertian
11
12
adalah
ilmu
yang
penerapannya
berusaha
untuk
adalah
ilmu
serta
penerapannya
yang
berusahan
13
dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggitingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin (Budiono,
2003).
g) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia
dengan mesin serta faktor faktor yang mempengaruhi interaksi
tersebut (Bridger, 2003).
h) Ergonomi adalah
baik
dalam
beraktifitas
maupun
istirahat
dengan
14
15
Gambar 2.1.
Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya
Sumber : Budiono (2003)
16
2. Cognitive ergonomics
Cognitive ergonomics lebih menekankan pada proses-proses mental
seperti
persepsi,
memori,
alasan,
dan
respon motorik
yang
reliabilitas,
17
2. Fisiologi
Fisiologi kerja lebih menekankan pada respons tubuh terhadap
kebutuhan metabolism saat bekerja, Dengan mengukur aktifitas
kardiovaskuler, respirasi dan sistem otot saat bekerja, informasi ini
berguna untuk mencegah kelelahan pada beberapa bagian maupun
seluruh tubuh.
3. Biomekanik
Biomekanik mempertimbangkan penerapan mekanisme normal
dalam menganalisis sistem biologi. Aspek berbeda dari biomekanik
adalah menggunakan beberapa bagian yang berbeda dari penerapan
mekanika. Kebutuhan tersebut digunakan untuk meningkatkan kinerja
pekerja dalam meminimalisir dampak gangguan muskuloskeletal yang
terjadi dalam disiplin ilmu terapan, biomekanika pekerjaan.
Hal
18
kesehatan
dan
meningkatkan
efisiensi
maupun
19
20
Gambar 2.2.
Konsep Dasar Dalam Ergonomi
Sumber : Tarwaka (2004)
1. Kemampuan kerja
Kemampuan kerja seseorang sangat ditentukan oleh :
a) Personal capacity (karakteristik pribadi) : meliputi faktor usia,
jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status
sosial, agama, dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran
tubuh.
b) Physiological capacity (kemampuan fisiologis) : meliputi
kemampuan dan daya tahan kardio-vaskuler, syaraf, otot, panca
indera.
21
2. Tuntutan Tugas
Tuntutan tugas pekerjaan / aktifitas tergantung pada :
a) Task and material characteristic (karakteristik tugas dan
material) : ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin,
tipe, kecepatan dan irama kerja.
b) Organization characteristics ; berhubungan dengan jam kerja
dan jam istirahat, kerja malam, dan bergilir, cuti dan libur,
manajemen.
c) Environmental characteristic ; berkaitan dengan manusia teman
setugas, suhu dan kelembaban, bising dan getaran, penerangan,
sosio-budaya, tabu, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan
pencemar.
22
3. Performa
Performa atau tampilan seseorang sangat tergantung kepada
rasio dari besarnya tuntutan tugas dengan besarnya kemampuan yang
bersangkutan. Dengan demikian, apabila :
a) Bila rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan
seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan
akhir
berupa
ketidaknyamanan,
overstress,
kelelahan,
bila
tuntutan
tugas
lebih
rendah
daripada
penampilan
menjadi
optimal
maka
perlu
adanya
23
24
1.
2.
3.
4.
25
(a)
(b)
26
(a)
(b)
27
2) Postur Siku
Posisi janggal pada siku tangan terjadi jika bagian tangan
bawah
(dari
siku
sampai
jari-jari)
melakukan
gerakan
(a)
(b)
3) Postur bahu
Bahu termasuk posisi berisiko apabila posisi mengangkat
pada bahu memebentuk sudut sebesar 45 dari arah vertikal
sumbu tubuh, baik ke samping tubuh maupun ke arah depan
tubuh. Posisi ini biasanya dilakukan pekerja jika obyek
pekerjaannya berada jauh di depan atau samping dari tubuh
pekerja. Selain itu, postur bahu yang janggal apabila bahu
28
(a)
(b)
4) Postur Leher
a) Menunduk, postur janggal pada leher jika leher menunduk
memebentuk sudut 20 dari garis vertikal dengan ruas
tulang leher. Posisi menunduk dilakukan pekerja jika obyek
yang sedang dikerjakannya berada lebih dari 20 di bawah
pandangan mata, sehingga pekerja harus menundukkan
kepala untuk melihat obyek tersebut.
29
30
5) Postur punggung
a) Membungkuk, merupakan gerakan atau posisi tubuh ke arah
depan sehingga antara sumbu badan bagian atas akan
membentuk sudut 20 dengan garis vertikal. Posisi ini
terjadi apabila benda berada jauh di depan tubuh atau dibawah
31
Gambar 2.14.
Gerakan Punggung Membungkuk 20 ke Depan
Sumber: Humantech, 1995
32
6) Postur kaki
Postur janggal pada kaki antara lain posisi jongkok.
Pekerja melakukan pekerjaannya sambil berjongkok, biasanya
obyek yang dikerjakannya berada di bawah horizontal tubuh.
Posisi lainnya yaitu berdiri dengan bertumpu pada satu kaki dan
kaki lainnya tidak dibebankan. Pekerja melakukan gerakan ini
untuk meraih obyek yang berada melebihi jangkauan tangannya
misalnya jauh di atas kepalanya.
Contoh dari gerakan ini adalah pekerja yang mengambil
atau meletakkan benda di rak yang letaknya tinggi. Kaki juga
dapat dikatakan janggal apabila posisinya berlutut atau salah satu
atau kedua lutut dijadikan tumpuan ketika sedang bekerja.
33
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.17.
Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri
denganBertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c)
Sumber: Humantech, 1995
34
2.2.1.2. Frekuensi
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang
dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan
dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitif.
Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai
kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan
yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
Posisi/postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering
dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat,
inflamasi, tekanan pada otot, dan
terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi
pergerakan pengulangan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan
otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terusmenerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger,
1995).
Faktor-faktor risiko
2.
35
3.
2.2.1.3. Durasi
Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh
faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja /
hari pekerja terpajan risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai
pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan
faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada
faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya (Kurniawati, 2009).
Menurut Bird (2005), durasi didefinisikan sebagai berikut :
a) Durasi singkat
b) Durasi sedang
c) Durasi lama
2.2.1.4. Beban
Beban dapat diartikan sebagai beban muatan (berat) dan
kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam
newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari
kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pembebanan fisik pada
36
pekerjaan
dapat
mempengaruhi
terjadinya
kesakitan
pada
37
yang
bergetar
harus
dikurangi
bilamanapun
memungkinkan.
Getaran ekstrimitas dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah dan jaringan pada jari-jari (misalnya sindrom jari putih) dan
dapat mengakibatkan kondisi kondisi seperti Carpal Tunnel
Syndrome. Keterpaparan tubuh secara menyeluruh, khususnya ketika
sedang duduk, dapat mengakselerasikan pemburukan piringan sendi
di tulang belakang (Bird, 2005).
2.2.2.2. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan
38
39
40
41
dari
pekerjaan
tangan
yang
intensif
sehingga
42
tangan
selama
bekerja,
atau
menggerakkan
43
secara
terus
menerus
hingga
ke
jari-jari
dan
Vibration
Syndrome
(HAVS).
Cidera
akibat
44
45
rekomendasi
dari
Occupational
Safety
and
Health
46
2. Rekayasa manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan
sebagai berikut :
a) Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih
memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat
melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya
upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja.
b) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang
Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam
arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik
47
dapat
dilakukan
48
3. Alat tangan
a. Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar
genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat
atau ringan).
b. Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan tangan.
c. Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam
kondisi layak pakai.
d. Berikan
pelatihan
sehinga
pekerja
terampil
dalam
mengoperasikan alat.
4. Melakukan pekerjaan pada ketinggian
a. Gunakan alat bantu kerja yang memadai seperti : tangga kerja
dan lift.
b. Upayakan untuk mencegah terjadinya sikap kerja tidak alamiah
dengan menyediakan alat-alat yang dapat distel/disesuaikan
dengan ukuran tubuh pekerja.
49
lainnya dimana pekerja bekerja dalam posisi duduk atau berdiri tanpa
berpindah tempat. RULA memberikan sebuah kemudahan dalam
menghitung rating dari beban kerja otot dalam bekerja dimana orang yang
mempunyai risiko pada bagian leher dan beban kerja pada anggota tubuh
bagian atas.
Tool ini memasukkan skor tunggal sebagai gambaran/foto dari
sebuah pekerjaan yang mana rating dari postur, besarnya gaya/beban dan
pergerakan yang diharuskan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi
suatu nilai /skor 1 (rendah) sampai skor 7 (tinggi). Skor tersebut adalah
dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan/aksi itu memberikan
sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk
mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan.
Terdapat 4 pokok utama penerapan RULA yaitu untuk ;
1) Mengukur risiko muskuloskeletal/otot, biasanya sebagai bagian dari
investigasi ergonomis secara luas.
2) Membandingkan beban otot dari disain saat ini dan modifikasi disain
tempat kerja.
3) Evaluasi hasil seperti produktifitas atau keserasian peralatan.
4) Pendidikan bagi pekerja tentang risiko muskuloskeletal yang
ditimbulkan oleh perbedaan postur dalam bekerja.
50
51
52
screening)
dengan
menggunakan
sistem
rating
untuk
53
berisiko
yang
berhubungan
dengan
Musculoskeletal
54
55
2. Prosedur
Metode REBA dapat digunakan ketika mengidentifikasi
penilaian ergonomi ditempat kerja yang membutuhkan analisa
postural lebih lanjut ada dalam prosedur penilaian metode REBA ada
6 tahap yaitu :
a. Melakukan Observasi Aktifitas Pekerjaan
Didalam proses observasi dilakukan pengamatan ergonomi
yang meliputi penilaian tempat kerja, dampak dari tempat kerja
serta posisi kerja, penggunaan alat-alat bekerja dan perilaku
pekerja yang berhubungan dengan risiko ergonomi. Jika
memungkinkan di dalam observasi ini setiap data yang ada
dikumpulkan dengan kamera atau video. Bagaimanapun juga,
dengan menggunakan banyak peralatan observasi sangat
dianjurkan untuk mencegah kesalahan.
b. Memilih Postur Yang Akan Dinilai
Ada beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk memilih
postur kerja mana yang sebaiknya dinilai, kriterianya adalah :
56
harus
dilaporkan
dengan
disertai
hasil
atau
rekomendasi.
c. Melakukan Penilaian Postur Kerja
Dalam menggunakan REBA, lembar penilaian telah
tersedia dan teruji validitasnya. Secara garis besar penilaian
dibagi menjadi dua grup besar yaitu grup A untuk penilaian
punggung, leher dan kaki dan grup B untuk penilaian lengan
bagian atas, lengan bagian bawah dan pergelangan tangan.
57
skor
beban/besarnya
gaya
dan
faktor
58
59
60
61
62
63
64
menilai
65
66
67
8-10
harus
dilakukan
investigasi
dan
adanya
11-15
harus
segera
diganti
dalam
aplikasi
pekerjaannya.
2.5.7. Alasan Pemilihan Metode REBA
Metode REBA dipilih sebagai tools atau metode yang digunakan
dikarenakan metode ini dapat digunakan untuk mengukur seluruh tubuh.
Hal ini sesuai dengan pekerjaan laundry yang menggunakan seluruh
tubuhnya baik dari bagian tubuh atas maupun bawah saat melakukan
aktifitas pekerjaannya. Metode REBA sendiri dapat menilai kegiatan
maupun pekerjaan yang dilakukan dirasa metode REBA cocok untuk
digunakan. Metode REBA merupakan metode yang dikembangkan dari
metode RULA dan OWAS sehingga hal yang terdapat didalam metode
RULA maupun OWAS juga tercakup didalam metode REBA.
Validitas dan realibilitas metode REBA sudah teruji, juga menjadi
pertimbangan sehingga hasil penelitian dapat diterima secara ilmiah.
68
69
70
Menentukan Konteks/
Identifikasi Risiko
Analisis Risiko
Evaluasi Risiko
Penilaian Risiko
Pengendalian Risiko
Kriteria Risiko
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
71
72
RUANG LINGKUP
Identifikasi proses pekerjaan laundry sektor informal di
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
IDENTIFIKASI RISIKO
Menggunakan Metode REBA (Rapid Entire Body
Assessment) Pada Aktifitas Pekerja Laundry sektor
informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan
ANALISIS RISIKO
Melakukan penilaian terhadap postur kerja dengan
metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) :
1. Postur Grup A saat bekerja pada :
a. Leher (Neck)
b. Tulang Punggung (Trunk)
c. Kaki (Legs)
2. Postur Grup B saat bekerja pada :
a. Lengan Atas (Upper Arms)
b. Lengan Bawah (Lower Arms)
c. Pergelangan Tangan (Wrist)
3. Beban (Force/load)
4. Genggaman Tangan (Coupling)
5. Skor Aktifitas
Menentukan tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek
pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
73
Leher
Punggung
Kaki
Definisi
Aktifitas kerja yang
dimulai dari awal hingga
akhir pekerjaan
Pemberian angka untuk
postur tubuh pekerja
berdasarkan kriteria
penilaian REBA
Gerakan menunduk,
menengadah, miring,
rotasi leher yang terjadi
ketika pekerja melakukan
pekerjaan
Gerakan fleksi atau rotasi
punggung yang terjadi
ketika pekerja melakukan
pekerjaan
Cara Ukur
Observasi dan
wawancara
Observasi
Kamera digital,
timbangan,
stopwatch, form
penilaian REBA
Observasi
Kamera digital,
timbangan,
stopwatch, form
penilaian REBA
Observasi
Observasi
Alat Ukur
Form Observasi
dan Pedoman
Wawancara
Kamera digital,
timbangan,
stopwatch, form
penilaian REBA
Kamera digital,
timbangan,
stopwatch, form
penilaian REBA
Hasil Ukur
Langkah kerja pada pekerja dari awal
pekerjaan dimulai hingga akhir pekerjaan
Postur A (leher, punggung dan kaki)
Postur B (lengan atas, lengan bawah dan
pergelangan tangan), beban genggaman dan
aktifitas (Hignett, McAtamney, 2000)
1 : 0o-20o ke depan
2 : > 20o ke depan dan ke belakang
+ 1 : jika berputar atau miring ke kanan dan
atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke
bawah(Hignett, McAtamney, 2000)
1 : lurus atau 0o
2 : 0o 20o ke depan dan ke belakang
3 : 20o-60o ke depan dan > 20o ke belakang
4 : > 60o ke depan
+1 : jika punggung berputar atau miring ke
kanan dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau
ke bawah(Hignett, McAtamney, 2000)
1 : tubuh bertumpu pada kedua kaki, berjalan,
duduk
2 : berdiri dengan satu kaki, tidak stabil
+1 : jika lutut ditekuk 30o-60o ke depan
+2 : jika lutut ditekuk >60o ke depan (Hignett,
McAtamney, 2000)
74
No
Variabel
Lengan atas
Definisi
Cara Ukur
Gerakan aduksi, abduksi, Observasi
fleksi, ekstensi bahu
yang terjadi ketika
pekerja melakukan
pekerjaan
Alat Ukur
Kamera digital,
timbangan,
stopwatch, form
penilaian REBA
Lengan
bawah
Observasi
Kamera digital,
timbangan,
stopwatch, form
penilaian REBA
Kamera digital,
timbangan,
stopwatch, form
penilaian REBA
Pengukuran
langsung
berat beban
Timbangan
Observasi
Kamera digital
dan form
penilaian REBA
Pergelangan
Tangan
Beban
Genggaman
Tangan
Observasi
Hasil Ukur
1 : 0o-20o ke depan dan ke belakang
2 : >20o ke belakang, dan 20o-40o ke depan
3 : antara 45o-90o
4 : >90o ke atas
+1 : jika lengan berputar atau bahu
dinaikkan atau diberi penahan
-1 : jika lengan dibantu oleh alat penopang
atau terdapat orang yang membantu.
(Hignett, McAtamney, 2000)
1 : 60o-100o ke depan
2 : antara 0o-60o ke bawah, dan > 100o ke
atas. (Hignett, McAtamney, 2000)
1 : 0o-15o ke depan dan ke belakang
2 : > 15o ke depan dan ke belakang
+1 : jika terdapat penyimpangan pada
pergelangan tangan. (Hignett, McAtamney,
2000)
0 : < 5 kg
1 : 5-10 kg
2 : > 10 kg
+1 : jika disertai dengan pergerakan yang
cepat. (Hignett, McAtamney, 2000)
0 : memegang beban dengan dibantu oleh
alat bantu
1 : memegang beban dengan mendekatkan
beban ke anggota tubuh yang dapat
menopang
2 : memegang beban hanya dengan tangan
tanpa mendekatkan beban ke anggota tubuh
yang dapat menopang
3 : memegang beban tidak pada tempat
75
No
Variabel
Aktifitas
Definisi
Kegiatan postur tubuh
pekerja pada saat bekerja
Cara Ukur
Observasi
Alat Ukur
Stopwatch
3.
Tingkat
risiko
ergonomi
Perhitungan
hasil REBA
Form penilaian
REBA
BAB IV
METODE PENELITIAN
77
pekerja yang diteliti adalah pekerja yang mempunyai keluhan saat bekerja
maupun setelah pekerja dan memiliki tinggi badan 165 cm. Jumlah pekerja yang
diamati berjumlah 12 orang yang berada di 5 lokasi laundry di Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Seluruhnya diamati dan dinilai tingkat
risiko ergonominya dari setiap langkah pekerjaan yang dilakukan. Proses
penilaian dititikberatkan pada faktor pekerjaan, bukan pada faktor lingkungan,
perorangan maupun psikososial.
4.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data
4.4.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan yaitu dengan cara mengumpulkan data
primer dan data sekunder :
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara :
a. Observasi atau pengamatan langsung saat pekerja melakukan
proses pekerjaan laundry untuk mendapatkan tahapan pekerjaan
tersebut hingga postur janggal saat bekerja (leher, tulang
punggung, kaki, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan
kaki), skor beban, skor genggaman tangan, dan skor aktifitas
dapat diketahui dan selanjutnya dianalisis dengan formulir
REBA.
78
2. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder terdiri dari :
a. Gambaran umum usaha laundry
b. Lembaran instruksi kerja/SOP
4.4.2. Alat Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, alat yang digunakan adalah :
a. Kamera digital digunakan untuk mendokumentasikan proses kerja dan
memotret postur kerja.
b. Alat pengukur waktu (stopwatch) digunakan untuk mengetahui
frekuensi gerakan yang dilakukan pekerja dalam 1 menit dan
mengukur lama postur janggal dipertahankan selama bekerja.
c. Pengukuran terhadap indikator berat beban yang diangkat oleh pekerja
dilakukan dengan mengukur beban secara langsung menggunakan
timbangan.
d. Busur derajat digunakan untuk mengetahui sudut pada postur
kerja/posisi janggal.
e. Formulir penilaian skor Rapid Entire Body Assesment (REBA)
digunakan untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi.
79
80
81
2. Memberi nilai dari grup B yang terdiri dari bagian lengan atas,
lengan bawah, dan pergelangan tangan untuk bagian kanan dan kiri
tubuh. Kriteria penilaian postur grup B adalah :
a. Kriteria penilaian area lengan atas :
1) skor 1 yaitu posisi bahu 0o-20o ke depan dan kebelakang.
2) skor 2 yaitu posisi bahu >20o ke belakang dan 20o-40o ke
depan.
3) skor 3 yaitu posisi bahu antara 45o-90o.
4) skor 4 yaitu posisi bahu >90o keatas.
5) skor pertimbangan (adjustment) yaitu skor ditambah (+) 1
jika lengan berputar atau bahu dinaikkan atau diberi
penahan, dan skor dikurangi (-) 1 jika lengan dibantu oleh
alat penopang atau terdapat orang yang membantu.
82
83
1) skor 0 yaitu memegang beban dengan dibantu dengan alat atau power
grip.
2) skor 1 yaitu memegang beban dengan mendekatkan beban ke anggota
tubuh yang dapat menopang atau dengan finger grip dan press grip.
3) skor 2 yaitu memegang beban hanya dengan tangan tanpa
mendekatkan beban ke anggota tubuh yang dapat menopang.
4) skor 3 yaitu memegang beban tidak pada tempat pegangan yang
disediakan.
Setelah nilai dari grup A dan grup B di dapat maka dimasukkan ke
tabel C.
Tabel 4.3. Tabel REBA Kelompok C
84
2) Skor +1 jika salah satu atau lebih dari anggota tubuh statis >1 menit.
3) Skor +1 jika melakukan gerakan berulang >4 kali dalam 1 menit.
4) Skor +1 jika perubahan postur dengan cepat atau tidak stabil.
Setelah nilai C dijumlahkan dengan nilai aktifitas, maka diperoleh
nilai REBA atau skor akhir REBA serta level perubahan yang harus
dilakukan.
4.4.4.
Analisis Data
Setelah dilakukan pengolahan data, tahap selanjutnya analisis data.
Dari hasil pengamatan langsung, data yang diperoleh, diolah secara
manual dengan memberikan nilai sebagai penilaian tingkat risiko untuk
masing-masing postur A (leher, punggung, dan kaki), postur B (bahu,
lengan, dan pergelangan tangan), beban, genggaman tangan (coupling)
85
pembahasan
pengendaliannya.
untuk
mendapatkan
saran
tindakan
BAB V
HASIL
86
87
dilakukan
penimbangan,
pakaian
tersebut
dicuci
88
89
90
5.3.1. Penimbangan
Proses penimbangan yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor
usaha informal meliputi 2 (dua) cara yaitu penimbangan dengan
timbangan pegas serta penimbangan dengan timbangan biasa.
1. Penimbangan Dengan Timbangan Pegas
Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha
informal saat proses penimbangan menggunakan timbangan pegas
adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :
Gambar 5.1
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan Menggunakan
Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Tahapan
pertama
proses
laundry
ini
meliputi
proses
91
Posisi lengan kanan atas membentuk sudut fleksi 50o serta terdapat
abduksi dimana lengan atas tersebut dijauhkan dari pusat tubuh.
Sedangkan lengan kanan bawah membentuk fleksi 50o dan
pergelangan tangan kanan membentuk fleksi sebesar 10o.
2. Penimbangan Dengan Timbangan Biasa
Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha
informal saat proses penimbangan menggunakan timbangan biasa
adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :
Gambar 5.2
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan Menggunakan
Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Selain
menggunakan
timbangan
pegas,
pekerja
juga
92
fleksi 30o dan pergelangan tangan kiri membentuk fleksi sebesar 10o.
untuk postur tubuh lengan kanan atas terbentuk sudut fleksi sebesar
75o sedangkan posisi lengan bawah kanan membentuk sudut fleksi 35 o
dan pergelangan tangan kanan membentuk sudut 20o yang disertai
dengan posisi pergelangan tangan miring ke samping.
5.3.2. Pencucian dan Pemerasan
1. Memasukkan Pakaian ke Dalam Mesin Cuci
Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha
informal saat proses memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci adalah
seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :
Gambar 5.3
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke
Dalam Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Setelah pakaian tersebut ditimbang, langkah selanjutnya adalah
memasukkan pakaian tersebut kedalam mesin cuci. Pada proses ini,
posisi leher membentuk fleksi 35o dan posisi punggung lurus namun
93
Gambar 5.4
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari
Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Pada tahapan mengeluarkan pakaian dari mesin cuci, posisi leher
pekerja membentuk fleksi sebesar 18o yang disertai dengan posisi leher
miring dan berputar. Posisi punggung lurus namun punggung dalam
keadaan miring ke samping. Tahapan ini dilakukan dalam posisi
94
berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki. Posisi lengan kiri atas
membentuk sudut fleksi 25o. Sedangkan lengan kiri bawah membentuk
sudut fleksi sebesar 110o dan pergelangan tangan kiri membentuk
fleksi sebesar 30o yang disertai dengan deviasi ulnar .
3. Pembilasan
Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha
informal saat proses pembilasan adalah seperti terlihat pada gambar
dan tabel dibawah ini :
Gambar 5.5
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pembilasan di Laundry Sektor
Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan
Pada proses pembilasan, posisi leher pekerja membentuk fleksi
sebesar 15o yang disertai dengan posisi leher miring. Posisi punggung
membentuk fleksi 10o yang disertai posisi punggung yang miring dan
berputar. Tahapan ini dilakukan dalam posisi berdiri dengan bertumpu
pada kedua kaki. Posisi lengan kiri atas membentuk sudut fleksi 30o
95
yang disertai abduksi yaitu posisi lengan atas menjauhi pusat tubuh.
Sedangkan lengan kiri bawah membentuk sudut fleksi sebesar 75o dan
pergelangan tangan kiri membentuk fleksi sebesar 10o yang disertai
gerakan berputar.
4. Memasukkan Pakaian ke Dalam Wadah
Setelah pakaian tersebut dicuci, proses selanjutnya adalah
memasukkan ke dalam wadah. Postur tubuh yang dilakukan oleh
pekerja laundry sektor usaha
pakaian ke dalam wadah adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel
dibawah ini :
Gambar 5.6
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke
Dalam Wadah di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Pada proses memasukkan pakaian kedalam wadah, posisi leher
membentuk sudut fleksi 20o yang disertai leher berputar. Postur
punggung pekerja membentuk fleksi 40o dan disertai dengan posisi
96
dibawah ini :
Gambar 5.7
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengangkat Wadah Pakaian
Untuk Dibawa ke Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
97
Gambar 5.8
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke
Dalam Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
98
Gambar 5.9
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari
Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
99
Gambar 5.10
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penjemuran Pakaian di
Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan
Pada tahapan ini, postur leher pekerja membentuk ekstensi
sebesar 10o yang disertai leher berputar. Posisi punggung lurus namun
100
Gambar 5.11
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan
Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di
Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan
101
102
Gambar 5.12
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan
Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan
Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Pada tahapan ini, posisi leher pekerja membentuk fleksi sebesar
5o ditambah dengan posisi leher yang berputar. Postur punggung fleksi
5o yang disertai dengan posisi punggung yang berputar. Pekerja
melakukan tahapan ini dengan duduk yang menghasilkan posisi lengan
atas kanan fleksi 80o dan gerakan abduksi. Sedangkan pada lengan
bawah kanan terbentuk sudut fleksi sebesar 30o dan pada pergelangan
tangan membentuk fleksi 5o.
3. Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa
Sandaran Punggung
Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha
informal saat proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk
menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran punggung adalah
seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :
103
Gambar 5.13
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan
Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa
Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
104
5.3.5. Pengemasan
1. Pengemasan Dilakukan Dengan Posisi Berdiri
Pada tahap ini, pakaian yang akan dikemas diletakkan diatas
meja setrika. Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor
usaha informal saat proses pengemasan dengan posisi berdiri adalah
seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :
Gambar 5.14
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi
Berdiri di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Proses pengemasan yang dilakukan dengan posisi berdiri
menghasilkan postur leher yang menunduk menghasilkan sudut fleksi
10o dan disertai gerakan berputar. Posisi punggung membentuk fleksi
sebesar 10o ditambah dengan punggung yang berputar. Tahapan ini
dilakukan dengan cara berdiri dengan kedua kaki. Pada lengan kiri atas
terbentuk fleksi sebesar 40o dan disertai dengan abduksi. Posisi lengan
bawah kiri membentuk sudut fleksi 30o dan pergelangan tangan kiri
105
menghasilkan sudut fleksi 5o. Posisi lengan kanan atas terbentuk fleksi
40o, sedangkan lengan bawah kanan dan pergelangan tangan kanan
masing-masing membentuk sudut fleksi 45o dan 5o.
2. Pengemasan Dilakukan Dengan Posisi Duduk
Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha
informal saat proses pengemasan dengan posisi duduk dilantai adalah
seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :
Gambar 5.15
Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi
Duduk di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Selain pengemasan yang dilakukan dengan posisi berdiri,
pengemasan juga dilakukan dengan posisi duduk di lantai. Pada posisi
ini, leher menekuk membentuk sudut fleksi 5o. Posisi punggung
membungkuk sebesar 30o yang disertai dengan punggung miring.
Pekerjaan ini dilakukan dengan cara kerja duduk. Posisi lengan atas
kiri menekuk membentuk fleksi 50o dan lengan kiri bawah membentuk
106
sudut fleksi 65o. Pada pergelangan tangan kiri, sudut yang terbentuk
adalah fleksi 5o.
5.4. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja Laundry
Gambaran beban kerja, coupling dan nilai aktifitas pada kegiatan di
laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang
Selatan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1
Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja Laundry
Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan
Coupling
Berat
Proses Kerja
Nilai Aktifitas
Beban
Kanan
Kiri
1. Penimbangan
a. Penimbangan dengan
<5 kg
Fair
timbangan pegas
b. Penimbangan dengan
5-10 kg Poor
Poor
timbangan biasa
2. Pencucian dan
pemerasan
a.Memasukkan pakaian
<5 kg
Fair
Gerakan berulang
ke dalam mesin cuci
>4x permenit
b.Mengeluarkan pakaian <5 kg
Fair
Gerakan berulang
dari mesin cuci
>4x permenit
c. Pembilasan
<5 kg
Good
Gerakan berulang
>4x permenit
d. Memasukkan pakaian <5 kg
Fair
Fair
Gerakan berulang
ke dalam wadah
>4x permenit
Perubahan postur
secara cepat dan
tidak stabil
3. Pengeringan
a. Mengangkat wadah
>10 kg Poor
Poor
pakaian
107
b. Memasukkan pakaian
ke dalam mesin
pengering
c. Mengeluarkan
pakaian dari mesin
pengering
d. Penjemuran pakaian
4. Setrika dan pelipatan
a. Posisi berdiri
menggunakan meja
setrika tanpa kursi
<5 kg
Fair
Gerakan berulang
>4x permenit
<5 kg
Fair
Gerakan berulang
>4x permenit
5-10 kg
Fair
Fair
<5 kg
Good
Good
b. Posisi duduk
menggunakan meja
setrika dan kursi
dengan sandaran
punggung
c. Posisi duduk
menggunakan meja
setrika dan kursi
tanpa sandaran
punggung
5. Pengemasan
a. Pengemasan
dilakukan dengan
posisi berdiri
b. Pengemasan
dilakukan dengan
posisi duduk
<5 kg
Fair
<5 kg
Good
Good
Salah satu/lebih
bagian tubuh statis
>1 menit
Gerakan berulang
>4x permenit
Salah satu/lebih
bagian tubuh statis
>1 menit
Gerakan berulang
>4x permenit
Salah satu/lebih
bagian tubuh statis
>1 menit
Gerakan berulang
>4x permenit
<5 kg
Good
Good
<5 kg
Good
Proses kerja pertama yang dilakukan dalam proses laundry adalah proses
penimbangan beban. Proses penimbangan ini terdiri dari proses penimbangan
dengan timbangan pegas dan timbangan biasa. Pada proses penimbangan
dengan timbangan pegas, beban yang diterima pekerja masih dibawah 5 kg.
Coupling yang dilakukan saat penimbangan cucian tergolong cukup baik untuk
tangan kanan. Pada tangan kiri tidak terdapat genggaman karena beban hanya
108
Pada
proses ini, memiliki empat tahapan proses. Proses pertama adalah memasukkan
pakaian kedalam mesin cuci. Pada proses ini, beban yang diangkat oleh pekerja
masih dibawah 5kg.
dikategorikan cukup baik walaupun tidak ideal serta terdapat pula gerakan
berulang lebih dari 4 kali permenit.
Setelah dilakukan proses pencucian, pakaian tersebut dikeluarkan dari
mesin cuci. Beban yang diangkat masih dibawah 5 kg walaupun beban berat
bertambah karena pakaian dalam keadaan basah. Coupling yang dilakukan
pekerja cukup baik serta dilakukan secara berulang lebih dari 4 kali permenit.
Pakaian
109
110
ini dilakukan dengan dengan coupling yang cukup baik dan beban yang
diangkat berada pada nilai 5-10 kg pada kedua tangan pekerja.
Setelah pakaian tersebut kering, maka langkah selanjutnya adalah proses
penyetrikaan. Pada proses ini terdapat perbedaan dalam cara kerja diantaranya
dengan posisi berdiri, posisi duduk menggunakan kursi dengan sandaran
punggung maupun posisi duduk menggunakan kursi tanpa sandaran punggung.
Seluruh pekerja laundry menggunakan beban berupa alat setrika yang memiliki
berat kurang dari 5 kg dan coupling yang dilakukan pada proses penyetrikaan
dengan posisi berdiri dan posisi duduk tanpa sandaran punggung tergolong
baik. Sedangkan coupling yang dilakukan pada proses penyetrikaan dengan
posisi duduk dengan kursi sandaran punggung tergolong cukup baik. Hal ini
dikarenakan desain setrika yang digunakan memiliki desain pegangan yang
lebih lebar. Dalam semua proses penyetrikaan, aktifitas dilakukan secara
berulang lebih dari 4 kali permenit dan terdapat posisi statis pada bagian kaki,
baik yang dilakukan dengan posisi berdiri maupun dengan posisi duduk.
Proses selanjutnya adalah pengemasan yaitu memasukkan pakaian yang
telah disetrika dimasukkan kedalam wadah bungkus plastik transparan. Pada
proses ini pula terdapat perbedaan dalam posisi pengemasan baik dengan posisi
berdiri dengan alat bantu meja maupun dengan posisi duduk di lantai. Coupling
yang dilakukan pekerja tergolong baik dan beban pada proses ini kurang dari 5
kg.
111
REBA
pada
proses
penimbangan
menggunakan
112
Aktifitas
k
+0
4
Medium
risk
totalnya menjadi 2.
memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor tabel A yaitu 1. Skor
beban untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A ditambah skor beban
menghasilkan skor postur A yaitu 1.
Skor lengan atas bagian kanan adalah 3 ditambah dengan
penyesuaian yaitu 1 dan totalnya menjadi 4, sedangkan skor lengan
bawah adalah 2. Skor pergelangan tangan adalah 1 ditambah dengan
penyesuaian bernilai 1dan totalnya menjadi 2. Dari ketiga skor tersebut
diperoleh skor tabel B yaitu 6. Skor ini ditambah dengan skor coupling
yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 6. Dari nilai skor postur tubuh A
dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 4. Skor Tabel C
kemudian ditambah dengan nilai aktifitas, namun pada proses ini tidak
ada penambahan untuk nilai aktifitas sehingga nilai akhir REBA yaitu 4.
Nilai 4 berarti proses penimbangan menggunakan timbangan pegas
memiliku tingkat risiko sedang (medium risk).
113
REBA
pada
proses
penimbangan
menggunakan
114
115
ada penambahan untuk nilai aktifitas sehingga nilai akhir REBA yaitu 7.
Nilai 7 berarti proses penimbangan menggunakan timbangan biasa pada
tangan kanan memiliki tingkat risiko sedang (medium risk)
5.5.2. Pencucian dan Pemerasan
Dalam proses ini terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu :
1. Memasukkan Pakaian ke Dalam Mesin Cuci
Analisis REBA pada proses memasukkan pakaian ke dalam
mesin cuci di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:
Tabel 5.4
Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam
Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Postur A
Hasil
Skor
o
Leher
Fleksi 35
2
Total Skor Leher
2
Punggung
Lurus
1
Punggung miring
+1
Total Skor Punggung
2
Kaki
Bertumpu pada kedua kaki
1
Total Skor Kaki
1
Skor Tabel A
3
Beban
1kg
+0
Skor Postur A
3
Hasil
Skor
Postur B
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Fleksi 10o
1
Lengan Atas
Abduksi
+1
Skor Lengan Atas
2
Lengan Bawah
Fleksi 135o
2
Skor Lengan Bawah
2
116
Pergelangan Tangan
Fleksi 10o
1
Skor Pergelangan Tangan
1
Skor Tabel B
2
Coupling
Fair
+1
Skor Postur B
3
Skor Tabel C
3
Aktifitas
Gerakan berulang >4x permenit
+1
Nilai REBA
4
Nilai Risiko Ergonomi
Medium risk
Skor leher untuk proses memasukkan pakaian kedalam mesin
cuci adalah
117
118
119
Tabel 5.6
Analisis REBA Pada Proses Membilas di Laundry Sektor Usaha
Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Postur A
Hasil
Skor
o
Leher
Fleksi 15
1
Leher miring
+1
Total Skor Leher
2
Punggung
Fleksi 10o
2
Punggung miring
+1
Punggung berputar
+1
Total Skor Punggung
4
Kaki
Bertumpu pada kedua kaki
1
Total Skor Kaki
1
Skor Tabel A
5
Beban
0,5 kg
+0
Skor Postur A
5
Hasil
Skor
Postur B
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
o
Fleksi 30
2
Lengan Atas
Abduksi
+1
Skor Lengan Atas
3
Lengan Bawah
Fleksi 75o
1
Skor Lengan Bawah
1
o
Fleksi
10
1
Pergelangan
Tangan
Berputar
+1
Skor Pergelangan Tangan
2
Skor Tabel B
4
Coupling
Good
+0
Skor Postur B
4
Skor Tabel C
5
Aktifitas
Gerakan berulang >4x permenit
+1
Nilai REBA
6
Medium
Nilai Risiko Ergonomi
risk
Skor leher untuk proses pembilasan pakaian adalah 1 ditambah
dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor punggung
adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 2 totalnya menjadi 4,
sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor
120
tabel A yaitu 5. Skor beban untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A
ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu 5.
Skor lengan atas bagian kiri adalah 2 ditambah dengan
penyesuian bernilai 1 totalnya menjadi 3. Skor lengan bawah adalah 1
dan skor pergelangan tangan adalah 1 ditambah dengan penyesuaian
bernilai 1 totalnya menjadi 2. Dari ketiga skor tersebut diperoleh skor
tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor coupling yaitu 0 dan
total skor Postur B adalah 4. Dari nilai skor postur tubuh A dan skor
postur B didapatkan skor tabel C yaitu 5. Skor Tabel C kemudian
ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 1 sehingga nilai akhir REBA
yaitu 6. Nilai 6 berarti proses pembilasan pakaian memiliki tingkat
risiko sedang (medium risk).
4. Memasukkan Pakaian Kedalam Wadah
Analisis REBA pada proses memasukkan pakaian kedalam
wadah di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:
Tabel 5.7
Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam
Wadah Di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Postur A
Hasil
Skor
Leher
Fleksi 20o
1
Leher berputar
+1
Total Skor Leher
2
Punggung
Fleksi 40o
3
121
Punggung berputar
Total Skor Punggung
Kaki
Bertumpu pada kedua kaki
Total Skor Kaki
Skor Tabel A
Beban
2 kg
Skor Postur A
Hasil
Postur B
Kiri
Kanan
o
Lengan Atas
Fleksi 20
Fleksi 20o
Skor Lengan Atas
Lengan Bawah
Fleksi 20o
Fleksi 20o
Skor Lengan Bawah
Pergelangan
Fleksi 10o
Fleksi 10o
Tangan
Skor Pergelangan Tangan
Skor Tabel B
Coupling
Fair
Skor Postur B
Skor Tabel C
Aktifitas
Gerakan berulang >4x permenit
Perubahan postur secara cepat dan
tidak stabil
Nilai REBA
Nilai Risiko Ergonomi
+1
4
1
1
5
+0
5
Skor
Kiri
Kanan
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
+1
2
4
+1
1
1
+1
2
4
+1
+1
+1
6
Medium
risk
6
Medium
risk
122
123
124
125
Tabel 5.9
Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam
Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal
Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Postur A
Hasil
Skor
o
Leher
Ekstensi 10
2
Leher miring
+1
Total Skor Leher
3
o
Punggung
Fleksi 45
3
Punggung miring
+1
Total Skor Punggung
4
Kaki
Bertumpu pada kedua kaki
1
Total Skor Kaki
1
Skor Tabel A
6
Beban
1 kg
+0
Skor Postur A
6
Hasil
Skor
Postur B
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Lengan Atas
Fleksi 110o
4
Skor Lengan Atas
4
o
Lengan Bawah
Fleksi 75
1
Skor Lengan Bawah
1
Pergelangan
Fleksi 5o
1
Tangan
Skor Pergelangan Tangan
1
Skor Tabel B
4
Coupling
Fair
+1
Skor Postur B
5
Skor Tabel C
8
Aktifitas
Gerakan berulang >4x permenit
+1
Nilai REBA
9
High
Nilai Risiko Ergonomi
risk
Skor leher untuk proses memasukkan pakaian ke dalam mesin
pengering adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya
menjadi 3. Skor punggung adalah 3 ditambah dengan penyesuaian
bernilai 1 totalnya menjadi 4, sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari
ketiga skor ini diperoleh skor tabel A yaitu 6. Skor beban untuk proses
126
127
Kaki
1
1
6
+0
6
Skor
Kiri
Kanan
4
4
1
1
1
1
4
+1
5
8
+1
9
High
risk
128
coupling yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor
postur tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 8.
Skor Tabel C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 1
sehingga nilai akhir REBA yaitu 9. Nilai 9 berarti proses
mengeluarkan pakaian dari mesin pengering memiliki tingkat risiko
tinggi (high risk).
4. Penjemuran Pakaian
Analisis REBA pada proses penjemuran
pakaian di laundry
129
1
4
+1
5
8
+0
8
High
risk
1
5
+1
6
8
+0
8
High
risk
130
131
1
6
+0
6
Skor
Kiri
Kanan
1
2
+1
+1
2
3
2
2
2
2
1
1
2
+0
2
6
1
4
+0
4
7
+1
+1
+1
9
High
risk
132
133
134
High
risk
Skor leher untuk proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk
menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran punggung adalah
1 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor
punggung adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya
menjadi 3, sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini
diperoleh skor tabel A yaitu 4. Skor beban untuk proses ini adalah 0.
Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu
4.
Skor lengan atas bagian kanan adalah 3 ditambah dengan
penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 4. Skor lengan bawah adalah 2
dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut
diperoleh skor tabel B yaitu 5. Skor ini ditambah dengan skor coupling
yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 6. Dari nilai skor postur tubuh A
dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 6. Skor Tabel C
kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 2 sehingga nilai akhir
REBA yaitu 8. Nilai 8 berarti proses setrika dan pelipatan dengan posisi
duduk menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran punggung
memiliki tingkat risiko tinggi (high risk).
135
136
Aktifitas
Skor Tabel C
Gerakan berulang >4x permenit
Salah satu/lebih dari anggota
tubuh statis >1 menit
Nilai REBA
Nilai Risiko Ergonomi
5
+1
5
+1
+1
+1
7
Medium
risk
7
Medium
risk
Skor leher untuk proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk
menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran punggung adalah 1
ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor
punggung adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya
menjadi 3 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor
tabel A yaitu 4. Skor beban untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A
ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu 4.
Skor lengan atas bagian kiri adalah 3 ditambah dengan
penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 4. Skor lengan bawah adalah 2
dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut
diperoleh skor tabel B yaitu 5. Skor ini ditambah dengan skor coupling
yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor postur tubuh A
dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 5. Skor Tabel C
kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 2 sehingga nilai
akhir REBA yaitu 7. Nilai 7 berarti proses setrika dan pelipatan dengan
posisi duduk menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran
punggung pada tangan kiri memiliki tingkat risiko sedang (medium
risk)
137
138
Punggung berputar
Total Skor Punggung
Kaki
Bertumpu pada kedua kaki
Total Skor Kaki
Skor Tabel A
Beban
0.5 kg
Skor Postur A
Hasil
Postur B
Kiri
Kanan
o
Fleksi 40
Fleksi 40o
Lengan Atas
Abduksi
Skor Lengan Atas
Lengan Bawah
Fleksi 30o
Fleksi 45o
Skor Lengan Bawah
Pergelangan
Fleksi 5o
Fleksi 5o
Tangan
Skor Pergelangan Tangan
Skor Tabel B
Coupling
Good
Skor Postur B
Skor Tabel C
Tidak terdapat aktifitas yang
Aktifitas
berulang
Nilai REBA
Nilai Risiko Ergonomi
+1
3
1
1
4
+0
4
Skor
Kiri
Kanan
2
2
+1
3
2
2
2
2
2
1
1
4
+0
4
4
1
2
+0
2
4
+0
+0
4
Medium
risk
4
Medium
risk
139
140
Tabel 5.16
Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Duduk
Dilantai di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan
Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan
Postur A
Hasil
Skor
o
Leher
Fleksi 5
1
Total Skor Leher
1
Punggung
Fleksi 30o
3
Punggung Miring
+1
Total Skor Punggung
4
Kaki
Duduk
1
Total Skor Kaki
1
Skor Tabel A
3
Beban
0.5 kg
+0
Skor Postur A
3
Hasil
Skor
Postur B
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
o
Lengan Atas
Fleksi 50
3
Skor Lengan Atas
3
Lengan Bawah
Fleksi 65o
1
Skor Lengan Bawah
1
Pergelangan
Fleksi 5o
1
Tangan
Skor Pergelangan Tangan
1
Skor Tabel B
3
Coupling
Good
+0
Skor Postur B
3
Skor Tabel C
3
Aktifitas
Tidak ada aktifitas berulang
+0
Nilai REBA
3
Nilai Risiko Ergonomi
Low risk
Skor leher untuk proses pengemasan dengan posisi duduk dilantai
adalah
bernilai 1 totalnya menjadi 4 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor
ini diperoleh skor tabel A yaitu 3. Skor beban untuk proses ini adalah 0.
Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu
3.
141
Skor lengan atas bagian kiri adalah 3. Skor lengan bawah adalah 1
dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut
diperoleh skor tabel B yaitu 3. Skor ini ditambah dengan skor coupling
yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 3. Dari nilai skor postur tubuh A
dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 3. Skor Tabel C
kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 0 sehingga nilai
akhir REBA yaitu 3. Nilai 3 proses pengemasan dengan posisi duduk
dilantai memiliki tingkat risiko rendah (low risk)
BAB VI
PEMBAHASAN
142
143
144
Postur lengan atas pada aktifitas ini memiliki risiko yang cukup
besar dikarenakan pada kegiatan ini postur lengan lengan membentuk
fleksi sebesar 50o dan terdapat gerakan abduksi yaitu gerakan posisi
lengan yang menjauhi tubuh. Risiko ini akan menyebabkan tekanan
pada otot leher dan bahu dimana semakin besar sudut yang dibentuk
oleh lengan, maka hal itu akan memperbesar risiko terhadap gangguan
muskuloskeletal. Menurut Pheasant (1991) bahwa posisi bahu yang
ditinggikan atau posisi lengan yang dijauhkan (abduksi) dapat
menyebabkan gangguan pada leher (neck pain).
Postur lengan bawah yang membentuk fleksi sebesar 50o
memiliki risiko yang cukup tinggi. Postur tersebut terbentuk karena
posisi alat timbangan yang harus diangkat oleh pekerja. Menurut
Bridger (1995), sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan
tekana pada otot antagonis yang terdapat pada lengan bawah.
Postur pergelangan tangan memiliki risiko karena membentuk
fleksi 10o yang disertai dengan posisi yang miring ke samping ketika
memegang timbangan. Postur ini dinilai masih dapat diterima. Hal ini
sesuai dengan pendapat Brumfield dan Campoux (1984) dalam Kumar
(2001) posisi 10o fleksi dan 35o ekstensi merupakan posisi yang masih
dapat diterima pada sendi pergelangan tangan dalam melakukan
kegiatan normal sehari-hari.
145
146
risiko
ergonomi
yang
dapat
menyebabkan
gangguan
akfitas
fisik
menyebabkan
kelelahan
dan
gangguan
muskuloskeletal.
Dalam menjalankan aktifitas penimbangan ini, pekerja dalam
posisi berdiri pada kedua kaki disertai posisi punggung yang lurus dan
gerakan punggung yang memutar. Menurut Bridger (2003) postur
ekstrim pada punggung dapat menyebabkan peregangan pada lumbar
dan penekanan otot perut sehingga terjadi kompresi tulang belakang.
Posisi alat timbangan yang berada diatas meja memudahkan
pekerja dalam proses ini sehingga posisi leher hanya membentuk sudut
fleksi 25o. Menurut Grandjean (1993) jika landasan terlalu tinggi,
maka pekerja akan mengangkat bahu untuk menyesuaikan dengan
ketinggian landasan kerja sehingga menyebabkan sakit pada bahu dan
leher. Sebaliknya bila landasan terlalu rendah maka tulang belakang
akan membungkuk sehingga menyebabkan kenyerian pada bagian
belakang (backache).
147
148
149
pakaian sedangkan
150
Posisi kaki pada proses ini adalah berdiri dengan kedua kaki.
Saat berdiri dengan kedua kaki ditopang seimbang oleh kedua kaki dan
tubuh dalam keadaan stabil. Menurut metode yang dikembangkan Sue
Hignett dan Mc Attamney (2000), posisi berdiri menggunakan 2 kaki
dengan keadaan stabil memiliki nilai risiko yang lebih kecil
dibandingkan dengan berdiri dengan 1 kaki.
Beban yang diangkat oleh pekerja ketika memasukkan pakaian
kedalam mesin cuci kurang dari 5 kg. Hal ini masih dapat diterima dan
belum memiliki risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995)
bahwa beban yang berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari
dengan 4,5 kg.
Postur lengan atas pada proses ini membentuk sudut fleksi 10o
yang disertai dengan gerakan lengan yang menjauhi pusat tubuh
(abduksi). Postur ini disebabkan karena pakaian yang akan
dimasukkan ke dalam mesin cuci memiliki desain yang berbeda-beda.
Menurut Pheasant (1991) bahwa posisi bahu ditinggikan atau lengan
dijauhkan juga menyebabkan neck pain.
Postur lengan bawah membentuk fleksi sebesar 135o . Postur ini
disebabkan karena desain bukaan mesin cuci yang digunakan, dimana
pekerja harus menyesuaikan ketinggian bukaan mesin cuci
ketika
151
152
153
154
besar sudut yang dibentuk maka posisi tangan akan semakin jauh
dengan tubuh dan itu merupakan posisi yang berisiko.
Lengan bawah pada bagian kiri membentuk fleksi sebesar 110o.
hal ini disebabkan
155
ini
dapat
terakumulasi
dan
menyebabkan
gangguan
156
157
158
159
160
Hal tersebut
161
162
yang
mengharuskan
punggung
pekerja
berpostur
Hal
ini
sangat
berisiko
menimbulkan
gangguan
163
164
risiko
ergonomi
yang
dapat
menyebabkan
gangguan
Dalam pandangan
165
bahwa beban yang berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari
dengan 4,5 kg.
Lengan atas bagian kanan masing-masing membentuk postur
fleksi 110o. Postur ini terjadi karena anggota tubuh ini digunakan
untuk membantu memasukkan pakaian ke dalam mesin pengering.
Hal itu berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue
Hignett dan Mc Atamney (2000) posisi lengan atas >90 o fleksi
166
Hal tersebut
167
risiko
ergonomi
yang
dapat
menyebabkan
gangguan
168
169
mengeluarkan
pakaian
dari
dalam
mesin
pengering.
170
Hal
171
4. Penjemuran Pakaian
Pada proses penjemuran, faktor risiko ergonomi yang dapat
menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah postur janggal.
Postur leher pekerja membentuk ekstensi sebesar 10o yang
disertai dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena pekerja harus
memperhatikan posisi pakaian mulai dari proses awal hingga proses
penggantungan baju yang akan dijemur. Pendapat Grandjean (1987)
dalam Bridger (1995), posisi fleksi pada bagian leher dan kepala tidak
boleh melebihi 15o, karena dapat menyebabkan postural stress.
Postur punggung pekerja dalam keadaan lurus namun punggung
harus berputar karena postur punggung pekerja harus menyesuaikan
dengan posisi pakaian yang akan dijemur. Proses ini dilakukan dengan
berdiri pada kedua kaki namun tidak stabil. Bernad (1997) bahwa
postur menunjukan bukti yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi
terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan leher,
punggung dan bahu.
Beban yang diangkat pada proses ini masih berada pada ukuran
5 10 kg. Berat beban berasal dari pakaian yang akan dijemur masih
dalam keadaan basah. Beban tersebut berisiko, dimana hal ini sesuai
172
173
investigasi
174
175
176
177
risiko
ergonomi
yang
dapat
menyebabkan
gangguan
178
dan gerakan
membungkuk.
Menurut
Pheasant
(1991)
posisi
179
180
menggunakan
kursi
dengan
sandaran
punggung,dapat
181
182
hal ini terjadi maka postural stress tidak dapat dihindari. Postural
stress ini akhirnya dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri tersebut
dapat diperburuk dengan keadaan posisi leher fleksi dan berotasi.
Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 15o yang
disertai dengan postur punggung yang berputar. Postur ini terjadi
karena postur punggung menyesuaikan jangkauan setrika serta
ketinggian meja setrika. Menurut Grandjean (1993) jika landasan
terlalu
tinggi,
menyesuaikan
maka
dengan
pekerja
akan
ketinggian
mengangkat
landasan
bahu
kerja
untuk
sehingga
183
184
185
maka akibat yang ditimbulkan dari risiko ini dapat terakumulasi dan
menyebabkan MSDs pada pekerja dalam jangka panjang.
6.2.5. Pengemasan
1. Pengemasan Dengan Posisi Berdiri
Pada proses pengemasan dengan posisi berdiri, faktor risiko
ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah
postur janggal.
Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 10o yang disertai
dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena pekerja mengamati
pakaian yang akan dimasukkan kedalam wadah plastik. Menurut
Grandjean (1987) yang disadur oleh Bridger (1995) yang menyatakan
bahwa kepala dan leher tidak boleh dalam keadaan fleksi dan ekstensi
lebih dari 15o dan jika hal ini terjadi maka postural stress tidak dapat
dihindari.
Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 10o
ditambah postur punggung yang
186
187
188
189
190
tangan kiri membentuk fleksi dengan sudut 5o. Menurut Brumfield dan
Campoux (1984) dalam Kumar (2001) posisi 10o fleksi dan 35o
ekstensi merupakan posisi yang masih dapat diterima pada sendi
pergelangan tangan dalam melakukan kegiatan normal sehari-hari.
Postur genggaman pekerja ketika melakukan pengemasan dapat
dikatakan baik karena menggunakan genggaman tangan. Hal ini lebih
baik dari pegangan yang hanya menggunakan kekuatan jari. Hal
tersebut memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak
boleh hanya dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat
cidera pada jari (Kumar,2001).
Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk adalah 2. Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat risiko saat pengemasan pakaian dengan
postur duduk memiliki risiko rendah (low risk). Menurut Sue Hignett
dan Mc Attamney (2000), kegiatan yang memiliki risiko rendah berarti
perubahan mungkin dibutuhkan untuk mencegah risiko tersebut
bertambah tinggi.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian analisis risiko ergonomi berdasarkan aspek
pekerjaan pada pekerja laundry sektor usaha informal, maka dapat diambil
kesimpulan yaitu :
1. Gambaran proses kerja pada laundry sektor usaha informal terdiri dari 5
tahapan
kegiatan
yaitu
penimbangan,
pencucian
dan
pemerasan,
191
192
dilakukan dengan coupling yang bernilai cukup baik. Namun pada proses
penimbangan dengan timbangan biasa dan pengangkatan wadah pakaian
untuk dimasukkan ke mesin pengering, coupling bernilai kurang baik. Nilai
aktifitas yang berupa gerakan berulang dan terdapat postur statis dilakukan
pada proses setrika dan pelipatan.
4. Tingkat risiko pada proses penimbangan, pencucian dan pemerasan serta
pengemasan dengan posisi berdiri dalam kategori risiko menengah.
Sedangkan, pada proses pengeringan dan penyetrikaan dalam kategori
risiko tinggi. Pada proses pengemasan dengan posisi duduk dalam kategori
risiko rendah.
7.2. Saran
1. Pada proses penimbangan, disarankan agar alat timbangan diletakkan
diatas meja dimana tinggi meja harus disesuaikan tinggi dan jangkauan
pekerja saat dilakukan penimbangan.
2. Pekerja sebaiknya menggunakan mesin pengering pakaian yang diberikan
dudukan pada kaki mesin pengering pakaian agar pekerja tidak terlalu
membungkuk saat menggunakan alat tersebut.
3. Saat mengangkat wadah, seharusnya menggunakan wadah pakaian yang
memiliki desain pegangan yang baik untuk meminimalisir risiko ergonomi.
4. Pada proses setrika dan pelipatan, sebaiknya pekerja menggunakan tempat
duduk yang dapat disesuaikan dengan ketinggian meja setrika dan
antropometri pekerja.
193
DAFTAR PUSTAKA
ACGIH. 2007. Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents
& Biological Exposure Indices. Cincinnati: Kemper Meadow Drive
Bird, E, Jr, Frank and L. Germain. 2005. Kepemimpinan Pengendalian, dan Kerugian
Praktis, Edisi ke-3. Terjemahan oleh W. Abdullah. Jakarta: PT. Denvegraha
Bridger, R.S. 2003. Introduction to Ergonomics. Second Edition. London: Taylor &
Francis
Budiono, Sugeng et al. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja :
Hygiene Perusahaan, Ergonomik, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja
(Edisi Kedua). Semarang : Badan Penerbit Undip.
ILO. 1998. Work Organization and Ergonomics. International Labour Office. Geneva
194
195
Kurniawati, 2009. Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi dan Keluhan Subjektif Terhadap
Terjadinya Risiko Terjadinya Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja
Pabrik Proses Inspeksi Kain, Pembungkusan, dan Pengepakan di Departemen
PPC PT SCTI Ciracas Jakarta Timur Tahun 2009. (Skripsi) Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok
Lingard, Helen and Steve Rowlinson, 2005, Occupational Health and Safety in
Construction Project Management, Spon Press, Taylor & Francis Group,
London and New York
Hignett, Sue, and McAtamney Lynn. 2000. Applied Ergonomics : Rapid Entire Body
Assessment. USA: CRC Press.
Oborne, David J,. 1995. Ergonomics at Work Third Edition: Human Factors in
Design and Development. England: John Wiley and Sons Ltd.
196
OHSCO.2007. Resource Manual for the MSD Prevention Guideline for Ontario.
Occupational Health and Safety Council Of Ontario : Musculoskeletal
Disorders Prevention Series
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland: Aspen Publishers
Inc.
Stanton, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. USA:
CRC Press
Sumamur, P.K. 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji
Masagung
197
Vi, P., Penyk, R., Brechun, W., Lefebvre, P., 1998. Ergonomic Improvements To A
Baggage Conveyor System At a Large Airline Company, Proceedings of the
30th Annual Conference of the Human Factors Association of Canada, pp. 323327.
based on Technical note: Rapid Entire Body Assessment (REBA), Hignett, McAtamney, Applied Ergonomics 31 (2000) 201-205
Table A
Neck
2
+2
+1
SCORES
Legs
+2
Neck Score
+2
+1
1
2
3
4
5
Trunk
Posture
Score
1
1
2
2
3
4
2
2
3
4
5
6
3
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
+3
Upper
Arm
Score
Trunk Score
1
1
1
3
4
6
7
Adjust:
Leg Score
(score from
table A
+load/force
score)
3
3
5
6
7
8
4
4
6
7
8
9
1
3
4
5
6
7
2
3
5
6
7
8
3
5
6
7
8
9
4
6
7
8
9
9
2
2
2
4
5
7
8
3
2
3
5
5
8
8
1
1
2
4
5
7
8
2
2
3
5
6
8
9
+2
+
+3
Upper Arm
Score
+2
+1
Lower Arm
Score
+1
+2
1 2
4 5 6 7 8
9 10 11 12
9 10 10 10 10
9 10 10 11 11 11
9 10 10 10 10 10 11 11 11
10 10 10 11 11 11 12 12 12
+1
+2
Add +1
Add +2
Posture Score A
Force/Load Score
10
10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12
11
11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12
12
12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12
Score A
Scoring:
1 = negligible risk
2 or 3 = low risk, change may be needed
4 to 7 = medium risk, further investigation, change soon
8 to 10 = high risk, investigate and implement change
11+ = very high risk, implement change
+4
3
3
4
5
7
8
9
Table C
Score A
Step 3: Legs
2
2
4
5
6
7
1
Wrist
1
1
3
4
5
6
Lower Arm
Table
B
+4
+2
4
4
5
6
7
8
+1
Wrist Score
Posture Score B
Coupling Score
Score B
Table C Score
Activity Score
+1 1 or more body parts are held for longer than 1 minute (static)
+1 Repeated small range actions (more than 4x per minute)
+1 Action causes rapid large range changes in postures or unstable base
This tool is provided without warranty. The author has provided this tool as a simple means for applying the concepts provided in REBA .
REBA: Scoring
Trunk
Use Table A
Use Table B
Group
A
Upper arms
L
Neck
+
Load/Force
Coupling
Legs
Score A
Use Table C
Lower arms
L
R
Wrists
Score B
Score C
+
Activity
Score
REBA Score
Source: Hignett, S., McAtamney, L. (2000) Applied Ergonomics, 31, 201-5.
Professor Alan Hedge, Cornell University, September 2001.
Group
B