Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
SAMUEL BPS MANALU 110100122
MUHAMMAD HENDY 110100126
FONA SUNARIA 110100249
RATNA M TAMBA 110100241
LASTRI HILLARY H 110100238
RATU SOKA 110100012
REIDITA ROSELA 110100015
PEMBIMBING:
DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat
dan kurnia-Nya, penulisan laporan kasus : SOL Intrakranial ; Tumor Primer Otak, dapat
diselesaikan. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas pada Kepaniteraan Klinik
Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Meskipun penulisan makalah ini banyak mengalami hambatan, kesulitan dan kendala,
namun karena adanya bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi dari berbagai pihak, penulisan
makalah ini dapat diselesaikan. Di sini kami mengambil kesempatan untuk mengucapkan
jutaan terima kasih kepada pembimbing kami, dr. Caisar Riana.
Namun demikian, karena keterbatasan pengalaman, pengetahuan, kepustakaan dan
waktu, laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk ini, kritik dan saran dari
berbagai pihak sangat diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...........................................................................................1
1.2. Tujuan.........................................................................................................1
1.3. Manfaat......................................................................................................2
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1. Anamnesis..................................................................................................3
2.2. Pemeriksaan Jasmani.................................................................................4
2.3. Pemeriksaan Neurologis.............................................................................5
2.4. Kesimpulan Pemeriksaan.........................................................................11
2.5. Diagnosa...................................................................................................13
2.6. Penatalaksanaan.......................................................................................13
2.7. Rencana Prosedur Diagnostik..................................................................13
2.8. Follow Up................................................................................................14
2.9. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................21
2.10. Jawaban Konsul.....................................................................................23
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi.....................................................................................................26
3.2. Epidemiologi............................................................................................26
3.3. Etiologi.....................................................................................................26
3.4. Patofisiologi.............................................................................................29
3.5. Klasifikasi................................................................................................29
3.6. Manifestasi Klinik....................................................................................30
3.7. Prosedur Diagnostik.................................................................................31
3.8. Diagnosis Banding...................................................................................32
3.9. Penatalaksanaan.......................................................................................33
3.10.Prognosis.................................................................................................38
BAB 4 DISKUSI KASUS............................................................................................39
BAB 5 PERMASALAHAN........................................................................................41
BAB 6 KESIMPULAN................................................................................................42
BAB 7 SARAN.............................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................44
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tumor otak merupakan salah satu bagian dari tumor pada sistem saraf, di
samping tumor spinal dan tumor saraf perifer. Tumor otak ini dapat berupa tumor
yang sifatnya primer ataupun yang merupakan metastasis dari tumor pada organ
lainnya (Hakim, 2005; Wahjoepramono, 2006).
Permasalahan klinis pada tumor otak agak berbeda dengan tumor lain
karena efek yang ditimbulkannya, dan keterbatasan terapi yang dapat dilakukan.
Kerusakan pada jaringan otak secara langsung akan menyebabkan gangguan
fungsional pada sistem saraf pusat, berupa gangguan motorik, sensorik, panca
indera, bahkan kemampuan kognitif. Selain itu efek massa yang ditimbulkan
tumor otak juga akan memberikan masalah serius mengingat tumor berada dalam
rongga tengkorak yang pada orang dewasa merupakan suatu ruang tertutup
dengan ukuran tetap (Wahjoepramono, 2006).
Menurut The Central Brain Tumor Registry of the United States
(CBTRUS), tumor otak primer adalah termasuk dalam 10 besar penyebab
kematian terkait kanker. Diperkirakan sekitar 13.000 orang di Amerika Serikat
meninggal dunia akibat tumor ini setiap tahunnya. Data dari Mayo Klinik,
berdasarkan analisis dari tahun 1950 sampai 1989, dikatakan bahwa insiden tumor
otak primer adalah 19,1 per 100.000 orang pertahun (11,8 per 100.000 untuk
tumor yang simtomatik dan 7,3 per 100.000 untuk tumor yang asimtomatik). Data
ini sama dengan data dari CBTRUS yang memberikan angka 11,47 per 100.000
per tahun. Di Eropa rata rata survival rate pasien tumor otak maligna dewasa
adalah 18,7%.
Prognosis penderita tumor otak primer beragam, pada tumor otak primer
yang maligna median survivalnya 12 bulan. Pada penelitian lain yang mengukur
survival rate pasien brain tumor didapatkan survival rate dalam 5 tahun pasien
tumor otak yang terburuk adalah glioblastoma sebesar 3% sedangkan yang
tertinggi adalah ependimoma yaitu 74% (Wahjoepramono, 2006; Arber, 2010;
Sloan 2002)
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1. ANAMNESIS
2.1.1. IDENTITAS PRIBADI
Nama
:
M. Amin
Jenis Kelamin
:
L
Usia
:
40 tahun
Suku Bangsa
:
Jawa
Agama
:
Islam
Alamat
:
Jl. pulau seram lk 6
Status
:
Sudah Menikah
Pekerjaan
:
Swasta
Tanggal Masuk :
22/10/2015
2.1.2. ANAMNESA
Keluhan Utama :
Telaah
:
:
:
Tidak jelas
Tidak jelas
Berdebar-debar
(-),
Angina (-)
Traktus respiratorius
(-)
Traktus digestivus
Traktus urogenitalis
Penyakit terdahulu & kecelakaan
Intoksikasi & obat-obat2an
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Tidak jelas
Tidak jelas
SMA
Swasta
Menikah
:
:
:
:
:
:
:
120/80 mmHg
53x/menit
20x/menit
36,8C
Ruam (-), selaput lendir dbn
Pembesaran KGB (-)
Tanda-tanda inflamasi (-)
:
:
:
:
:
:
2.2.3.
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
:
:
:
Rongga dada
Rongga abdomen
Simetris fusiform
Stem Fremitus Ka=Ki
Sonor
Vesikuler
Simetris
Soepel
Timpani
Peristaltik (+) Normal
2.2.4.
Toucher
GENITALIA
:
Tidak dilakukan pemeriksaan
Compos mentis
Bulat
Tertutup
Pulsasi a.temporalis, a.carotis reguler
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Okuli Dextra
1/300
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
+
TDP
TDP
TDP
TDP
TDP
+
TDP
TDP
TDP
TDP
TDP
Oculi Dextra
:
+
:
-
Lebar
:
Bentuk
:
RC Langsung
:
RC Tidak langsung :
Rima palpebra
:
Deviasi konjugasi
:
Dolls eye phenomena:
Strabismus
:
NERVUS V
Motorik
Membuka & Menutup mulut
:
Palpasi otot masseter & temporalis :
Kekuatan gigitan
:
Sensorik
Kulit
:
Selaput lendir
:
Refleks kornea
Langsung
:
Tidak langsung
:
Refleks masseter
:
Refleks bersin
:
NERVUS VII
Motorik
Mimik
Kerut kening
Menutup mata
Meniup sekuatnya
Memperlihatkan gigi
Tertawa
Sensorik
Okuli Sinistra
+
-
isokor, 3mm
bulat
(+)
(+)
7mm
(-)
(-)
(-)
isokor, 3mm
bulat
(+)
(+)
7mm
(-)
(-)
(-)
Kanan
Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
tdp
tdp
+
tdp
tdp
tdp
Kanan
:
:
:
:
:
:
Kiri
+
+
+
+
+
+
8
NERVUS VIII
Auditorius
Pendengaran
Test rinne
Test weber
Test schwabach
Vestibularis
Nistagmus
Reaksi kalori
Vertigo
:
Tinnitus
:
:
:
+
+
+
+
Kanan
Kiri
:
:
:
:
+
TDP
TDP
TDP
+
TDP
TDP
TDP
:
:
(-)
TDP
(-)
TDP
(-)
:
NERVUS IX,X
Pallatum mole
Uvula
Disfagia
Disartria
Disfonia
Reflek muntah
Pengecapan 1/3 belakang
(-)
(-)
:
:
:
:
:
:
:
(-)
Simetris
Medial
(-)
(-)
(-)
tdp
tdp
NERVUS XI
Kanan
Kiri
Mengangkat bahu
NERVUS XII
Lidah
Tremor
Atropi
Fasikulasi
:
:
:
(-)
(-)
(-)
Medial
SISTEM MOTORIK
Tropi
:
Tonus otot
:
Kekuatan otot
:
Medial
2.3.6.
Sikap
Eutrofi
Normotonus
ESD : 55555
EID : 55555
Berbaring
2.3.9. REFLEKS
2.3.9.1.
REFLEKS FISIOLOGIS
ESS : 44444
EIS : 44444
2.3.7.
Biceps
Triceps
Radioperiost
APR
KPR
Strumple
:
:
:
:
:
:
2.3.9.2.
Babinsky
Oppenheim
Kanan
Kiri
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
(++)
REFLEKS PATOLOGIS
:
(-)
:
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
+
+
+
+
+
(-)
(-)
10
Chaddock
Gordon
Schaefer
Hoffman-trommer
Klonus lutut
Klonus kaki
:
:
:
:
:
:
2.3.9.3.
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
REFLEKS PRIMITIF:
(-)
2.3.10. KOORDINASI
Lenggang
Bicara
Menulis
Percobaan apraksia
Mimik
Tes telunjuk-telunjuk
Tes telunjuk-hidung
Diadokhokinesia
Tes tumit-lutut
Tes Romberg
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
+
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Simetris
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
Sulit dinilai
2.3.11. VEGETATIF
Vasomotorik
Sudomotorik
Pilo-erektor
Miksi
Defekasi
Potens & libido
:
:
:
:
:
:
+
+
+
Dalam batas normal
Dalam batas normal
Tidak dilakukan pemeriksaan
2.3.12. VERTEBRA
BENTUK
Normal
Scoliosis
Hiperlordosis
:
:
:
(+)
(-)
(-)
:
:
+
+
PERGERAKAN
Leher
Pinggang
11
(-)
Cross laseque
(-)
Test Lhermitte
(-)
Test Naffziger
(-)
Ataksia
Sulit dinilai
Disartria
(-)
Tremor
(-)
Nistagmus
(-)
Fenomena rebound
(-)
Vertigo
(-)
Dan lain-lain
(-)
(-)
Rigiditas
(-)
Bradikinesia
(-)
Dan lain-lain
(-)
Kesadaran kualitatif
Compos Mentis
Ingatan baru
12
Ingatan lama
:
:
:
:
+
+
+
+
Intelegensia
Daya pertimbangan
Reaksi emosi
:
:
sulit dinilai
:
:
:
:
sulit dinilai
sulit dinilai
sulit dinilai
+
Orientasi
Diri
Tempat
Waktu
Situasi
Afasia
Ekspresif
Represif
Apraksia
Agnosia
Agnosia visual
Agnosia jari-jari
Akalkulia
Disorientasi kanan-kiri
Kekuatan motorik :
ESD : 55555
EID : 55555
STATUS PRESENS
Sensorium
Tekanan Darah
Heart Rate
Respiratory Rate
Temperatur
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium
Peningkatan TIK
ESS : 44444
EIS : 44444
Compos mentis
120/80 mmHg
53x
20x
36,8C
Compos mentis
Muntah (-)
Kejang
(-)
Kernig sign
(-)
nasi sinistra.
Anopsia ODS; RC +/+, pupil bulat isokor 3mm
Gerakan bola mata +
Buka tutup mulut +
Sudut mulut simetris
Pendengaran +
Palatum mole, uvula medial
Angkat bahu +
Posisi lidah di medial sewaktu istirahat
Kanan
++/++
Kanan
++/++
Kiri
++/++
Kiri
++/++
Kanan
Kanan
-/-
Kiri
Kiri
-/-
REFLEKS PATOLOGIS
Babinsky
Hoffman / Tromner
14
KEKUATAN MOTORIK
Hemiparese sinistra
2.5. DIAGNOSA
Diagnosa Fungsional :
Anopsia ODS,
Diagnosa Anatomik
Subkorteks
Diagnosa Banding
Diagnosa Kerja
Anopsia ODS,
2.2 Follow Up
15
21 Oktober 2015
S : kedua mata tidak bisa melihat (+), nyeri kepala (+), lemah lengan dan tungkai kiri (+)
O : S : CM TD : 140/90mmHg HR: 52x/I RR: 18x/i T:36,7oC
Peningkatan TIK : Rangsangan meningeal : Nervus Kranialis :
N I : Hiposmia
N II,III : Visus 1/300 ODS
Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, RC +/+
N VII : Sudut mulut simetris
N XII : Lidah dijulurkan medial
Kekuatan motorik
ESD : 55555/55555 ESS : 44444/44444
EID : 55555/55555 EIS : 44444/44444
Funduskopi : Papil edema (+)
A : Blindness Oculi Dextra Sinistra + Hemiparese Sinistra Suspect SOL Intrakranial
P : - Inj Dexamethason 2 amp bolus selanjutnya 1 amp/6jam (tapering off per 3 hari)
- Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
- IVFD RSOL 20 gtt/i
- Neurodex 2x1 tab
R: - Head CT Scan
-
Cek Darah Rutin, LFT, RFT, Elektrolit, KGD N, KGD 2 jam PP, Lipid profile, Uric
Acid
22 Oktober 2015
S : kedua mata tidak bisa melihat (+), nyeri kepala (+), lemah lengan dan tungkai kiri (+)
O : S : CM TD : 130/90mmHg HR: 50x/I RR: 20x/i T:36,7oC
Peningkatan TIK : -
16
23 Oktober 2015
S : kedua mata tidak bisa melihat (+), nyeri kepala (-), lemah lengan dan tungkai kiri (+),
penciuman berkurang (+)
O : S : CM TD : 120/80mmHg HR: 53x/I RR: 19x/i T:36,8oC
Peningkatan TIK : Rangsangan meningeal : Nervus Kranialis :
N I : Hiposmia
N II,III : Visus 1/300 ODS
Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, RC +/+
17
24 Oktober 2015
S : kedua mata tidak bisa melihat (+), nyeri kepala (-), lemah lengan dan tungkai kiri (+),
penciuman berkurang (+)
O : S : CM TD : 120/80mmHg HR: 52x/I RR: 20x/i T:36,8oC
Peningkatan TIK : Rangsangan meningeal : Nervus Kranialis :
N I : Hiposmia
N II,III : Visus 1/300 ODS
Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, RC +/+
N VII : Sudut mulut simetris
N XII : Lidah dijulurkan medial
Kekuatan motorik
18
25 Oktober 2015
S : kedua mata tidak bisa melihat (+), nyeri kepala (-), lemah lengan dan tungkai kiri (+),
penciuman berkurang (+)
O : S : CM TD : 110/80mmHg HR: 48x/I RR: 20x/i T:36,8oC
Peningkatan TIK : Rangsangan meningeal : Nervus Kranialis :
N I : Hiposmia
N II,III : Visus 1/300 ODS
Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, RC +/+
N VII : Sudut mulut simetris
N XII : Lidah dijulurkan medial
Kekuatan motorik
ESD : 55555/55555 ESS : 44444/44444
EID : 55555/55555 EIS : 44444/44444
A : Blindness Oculi Dextra Sinistra + Hemiparese Sinistra Suspect SOL Intrakranial +
Sinusitis Maxillaris Dextra
19
P:-
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
20
otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain, disebut tumor otak metastase.
(Huff, 2009).
Herediter
Sindrom herediter seperti von Recklinghausens Disease, tuberous
sclerosis,
retinoblastoma,
multiple
endocrine
neoplasma
bisa
meningkatkan resiko tumor otak. Gen yang terlibat bisa dibahagikan pada
dua kelas iaitu tumor suppressor genes dan oncogens. Selain itu,
sindroma seperti Turcot dapat menimbulkan kecenderungan genetik untuk
glioma tetapi hanya 2%. ( Mehta, 2011)
Radiasi
Radiasi jenis ionizing radiation bisa menyebabkan tumor otak jenis
neuroepithelial tumors, meningiomas dan nerve sheath tumors. Selain itu,
paparan therhadap sinar X juga dapat meningkatkan risiko tumor otak.
( Keating, 2001)
Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
nitrosamides dan nitrosoureas yang bisa menyebabkan tumor system saraf
21
2.3. Epidemiologi
Berdasarkan data-data dari Central Brain Tumor Registry of the United
State (CBTRUS) dari tahun 2004-2005 dijumpai 23.62 per 100,000 orang- tahun (
umur 20+). Kadar mortilitas di Amerika Utara, Western Europe dan Australia
dijumpai 4-7 per 100,000 orang per tahun pada pria dan 3-5 per 100,000 orang per
tahun pada wanita. Selain itu telah dilaporkan bahawa meningioma merupakan
jenis tumor yang paling sering dijumpai yaitu 33.4% diikuti dengan glioblastoma
yaitu 17.6% ( Quan, 2010).
Di Medan data-data lengkap tentang penyakit tumor otak belum ada,
namun dari observasi yang dilakukan tahun 2005 terhadap 48 penderita tumor
otak yang dirawat di beberapa rumah sakit; RSUP.H.Adam Malik, RS Haji medan
diperoleh hasil sebagai berikut:
Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (72,92 persen) dibanding
perempuan (27,08 persen) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai 60 tahun
(29,17 persen); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi
22
dari 3 bulan sampai usia 50 tahun. hanya 43 penderita (89,59 persen) yang
dioperasi dan lainnya (10,41 persen) tidak dilakukan operasi karena berbagai
alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor
terbanyak berada di cerebellum (20,83 persen), sedangkan tumor-tumor lainnya
tersebar di beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple. Dari hasil pemeriksaan Patologi Anatomi
(PA), jenis tumor terbanyak yang dijumpai adalah; Meningioma (25,00 persen),
sisanya terdiri dari berbagai jenis tumor dan lain-lain yang tak dapat ditentukan
(Hakim. AA, 2005).
2.4 Patofisiologi
Berbagai masalah yang timbul akibat dari SOL terjadi karena otak berada
di dalam kompartemen yang rigid. Falx cerebri berjalan secara vertical dari depan
ke belakang kepala. Tiap kompartemen di setiap sisi menagndung hemisfer
serebri. Keduanya bergabung bersama-sama di bawah dari bagian depan falx oleh
corpus callosum. Di bagian belakang falx, tentorium serebeli berjalan dari satu
sisi ke sisi lain. Dibawahnya, terdapat kompartemen ketiga, yaitu fosa posterior.
Fosa ini mengandung batang otak dan serebelum. Bagian atas batang otak (mid
brain) bersambungan dengan hemisfer serebri melalui sebuah lubang di
tentorium , yaitu hiatus tentorium. Bagian bawah batang otak (contohnya
medulla), bergabung dengan medulla spinalis melalui lubnag di bagian dasar
tengkorak, yaitu foramen magnum.
Pada bagian ventrikel, terdapat banyak plexus choroid yang menghasilkan
cairan serebrospinal. Cairan ini mengalir ke bawah melewati sistem ventrikel,
23
Gambar a. Diagram yang menunjukkan aspek lateral dan potongan medial otak; b.
diagram potongan koronal otak (aspek posterior) dan bentuk ventrikel dilihat dari
sisi kiri; c. diagram yang menunjukkan kekakuan (rigid) rangka tengkorak.
Adanya SOL pada kompartemen yang berbeda pada tengkorak akan
menciptakan pengaruh yang berbeda pula.
24
25
serebri.
Bagian infero-medial hemisfer serebri terdorong melewati hiatus
Lesi massa yang terletak di garis tengah menyebabkan obstruksi aliran CSF ke
bawah melalui sistem ventricular. Pada keadaan seperti ini, bagian vebtrikel yang
berada di atas obstruksi akan berdilatasi, dan kedua hemisfer serebri menjadi
terlalu lebar terhadap kompartemennya.
Pada keadaan dimana terdapat lesi massa pada fosa posterior, akan terjadi
pergerakan pada garis tengah fosa posterior ke satu arah. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya kompresi pada ventrikel keempat dan menghambat
jalannya aliran CSF, menyebabkan dilatasi pada daerah di atas bagian yang
mengalami obstruksi. Akan terjadi pergeseran ke bawah dan menyebabkan
kompresi pada foramen magnum. Pada tentorium serebeli, akan terjadi pergerakan
ke atas dan penekanan pada midbrain atau, jika terjadi dilatasi vebtrikel
supratentorial, dilatasi ventrikel akan semakin jelas dan terjadi herniasi kearah
bawah bilateral. Penekanan pada pusat kesadaran, dilatasi pupil dan gangguan
fungsi vital dapat terjadi pada lesi seperti ini.
26
27
28
2.6 Klasifikasi
Stadium tumor berdasarkan sistem TNM ( stadium TNM ). Terdiri dari 3
kategori, yaitu : T ( tumor primer ), N ( nodul regional, metastase ke kelenjar
limfe regional ) dan M ( metastase jauh ).
Kategori T :
Tx = syarat minimal menentukan indeks T tidak terpenuhi.
Tis = Tumor in situ.
T0 = Tidak ditemukan adanya tumor primer.
T1 = Tumor dengan f maksimal < 2 cm.
T2 = Tumor dengan f maksimal 2 5 cm.
T3 = Tumor dengan f maksimal > 5 cm.
T4 = Tumor invasi keluar organ.
Kategori N :
N0 = Nodul regional negative.
N1 = Nodul regional positif, mobile ( belum ada perletakan ).
N2 = Nodul regional positif, sudah ada perlekatan.
N3 = Nodul jukstregional atau bilateral.
Kategori M :
29
30
Bila jaras motorik ditekan oleh tumor hemiparese kontra lateral, kejang fokal
dapat timbul. Gejala kejang biasanya ditemukan pada stadium lanjut
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia.
Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia.
2. Lobus temporal
Dapat menimbulkan gejala hemianopsia.
Gejala neuropsychiatric seperti amnesia, hypergraphia dan Dj vu juga dapat
timbul.
Lesi pada lopus yang dominan bisa menyebabkan aphasia.
3. Lobus parietalis
Akan menimbulkan gangguan sensori dan motor yang kontralateral.
Gejala homonymous hemianopia juga bisa timbul.
Bila ada lesi pada lobus yang dominant gejala disfasia.
Lesi yang tidak dominan bisa menimbulkan geographic agnosia dan dressing
apraxia.
4. Lobus oksipital
Menimbulkan homonymous hemianopia yang kontralateral
Gangguan penglihatan yang berkembang menjadi object agnosia.
5. Tumor di cerebello pontin angle
31
7. Tumor di cerebelum
Didapati gangguan berjalan dan gejala tekanan intrakranial yang tinggi seperti
mual, muntah dan nyeri kepala. Hal ini juga disebabkan oleh odem yang
terbentuk.
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme dari
otot-otot servikal (Schiff, 2008., Youmans,1990).
2.8 Diagnosis
Manifestasi tergantung pada penyebab gejala, yang dapat terdiri dari:
1.
2.
3.
4.
4.
5.
6.
7.
Mual
Muntah
Kelemahan
Gangguan cara berjalan
Tumor pada Sistem saraf pusat (SSP) juga dapat bermanifestasi sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
Kejang fokal
Perubahan visual yang menetap
Defisit berbahasa
Kelainan sensorik fokus
Timbulnya gejala biasanya berbahaya. Namun, episode akut dapat terjadi
dengan perdarahan ke dalam tumor, atau ketika tumor intraventrikular
tiba-tiba menyumbat ventrikel ketiga.
Adapun upaya yang dapat dilakukan sebagai strategi klinis sehubungan dengan
tujuan diatas adalah :
1) Sedapat mungkin menghindari atau mencegah timbulnya factor-faktor
pencetus TIK seperti demam, kejang, nyeri, penggunaan obat stimulant
SSP seperti ketamin, hiperkapnea, hipoksemia, batuk, muntah, mengejan,
hipotensi
atau
hipertensi,
hipoglikemia
atau
hiperglikemia
dan
hiponatremia.
2) Menghilangkan penyebab primer misalnya evakuasi massa intracranial,
operasi pintas untuk hidrosefalus, memberikan obat-obat atau upaya
mengatasi edema serebral, mengatasi dilatasi serebrovaskuler.
3) Menurunkan tekanan intracranial dengan memposisikan kepala lebih
tinggi juga dengan pemberian obat-obatan antara lain :glukokortikoid,
diuretika, pembatasan cairan, posisi kepala yang ditinggikan, barbiturate,
lidokain, drainase likuor, operasi dekompresi dan hipotermia.
Manitol
34
juga
35
7) Dalam
dosis
tinggi
risiko
juga
dapat
berupa
hipovolemi,
Hiperventilasi
Hiperventilasi diberikan dengan sasaran tercapainya PaCO2 25-35 mmHg.
Tindakan ini dapat
hiperventilasi
juga
jam. Perananya masih controversial dalam terapi TTIK pada kasus-kasus trauma.
Beberapa efek samping yang dapat timbul berkaitan dengan penggunaan steroid
yang lama seperti penurunan system kekebalan, supresi adrenal, hiperglikemia,
hipokalemia, alkalosis metabolic, retensi cairan, penyembuhan luka yang
terlambat, psikosis, miopatia, ulserasi lambung dan hipertensi.
Furosemida
36
masih
relative
tetap,
sehingga
dapat
diharapkan
pemberian
cairan
diharapkan
dapat
mempertahankan
berulang
khususnya
pada
37
turun,
terjadi
dekompresi
dan
menciptakan perfusi serebral yang adekuat. Alternatif lain adalah tindakan reseksi
jaringan otak yang mengalami edema (dekompresi internal) dimana dalam hal ini
tulang dapat ditutup kembali. Operasi dekompresi merupakan tindakan yang
dipilih untuk kasus-kasus yang tidak berespons terhadap terapi lain. (Satyanegara
dkk, 2010)
38
BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori
Kasus
Penderita tumor otak lebih banyak Pasien ini merupakan seorang laki laki dan
pada
laki-laki
dibanding
persen)
(72,92
perempuan
dengan
(27,08
kelompok
usia
tumor
otak
memiliki gejala seperti perubahan perilaku namun tidak disertai mual dan vertigo.
contohnya, pasien mungkin mudah lelah atau
kurang
konsentrasi.
Selain
itu,
gejala
39
pasien
ini
juga
mengeuhkan
1. Kejang fokal
2. Perubahan visual yang menetap
3. Defisit berbahasa
4. Kelainan sensorik focus
Gold standard untuk mendiagnosa tumor otak Telah
dilakukan
CT-scan
kepala
tanpa
adalah dengan menggunakan MRI dengan kontras, dan didapatkan sauatu massa
kontras.
Untuk menghindari peningkatan intrakranial, Pada pasien ini dilakukan head up 30o untuk
dilakukan peninggian kepala 20o-30o.
menghindari
peningkatan
tekanan
intrakranial.
40
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
41
42
43