Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Abad pertengahan adalah periode sejarah yang terjadi di daratan Eropa yang
ditandai sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran
Romawi Barat pada abad ke-5 hingga munculnya monarkhi-monakhi
nasional. Dimulainya penjelajahan samudera, kebangkitan humanisme, serta
reformasi Protestan dengan dimulainya renaissance pada tahun 1517.
Abad pertengahan sering diwarnai dengan kesan-kesan yang tidak baik. Hal
ini mungkin disebabkan oleh banyaknya kalangan yang memberikan
stereotipe kepada abad pertengahan sebagai periode buram sejarah Eropa
mengingat dominasi kekuatan agama yang begitu besar sehingga
menghambat perkembangan ilmu pengetahuan, prinsip-prinsip moralitas
yang agung membuat kekuasaan agama menjadi begitu luas dan besar di
segala bidang.
Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi
masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu
gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta
mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat
hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran,
politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri
daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran
mereka pun ditolak dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa yang
mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan
ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh. segala keputusan
pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di
parlemen seperti ketika zaman kekasiaran Roma. Keputusan tersebut diambil
oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena
pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para
ahli agama. (lihat perilaku kaum Salafy yang kini justru meniru mereka)
Bahkan segala sesuatu yang bertentangan dengan penafsiran dewan gereja
merupakan pelanggaran hukum berat.
Akibatnya setiap inovasi yang berasal dari kaum ilmuan selalu digagalkan
oleh dewan gereja. Ya itu tadi pokoknya bila dewan gereja tidak paham dan
tidak memiliki dasar argumen yang kuat di dalam injil maka inovasi tersebut
merupakan perkara pelanggaran agama berat. Salah satu yang menjadi
korbannya adalah Nicholas Coppernicus yang berakhir tragis akibat teorinya
yang mengataAkibat terlalu banyak intervensi dewan Gereja pada sendisendi kehidupan, termasuk juga pelarangan terhadap temuan maupun
inovasi baru yang tidak ada pada injil maka akhirnya terjadi stagnasi secara
multi dimensi yang lambat laun berimbas pada timbulnya krisis multi
dimensi.
Masa ini disebut juga sebagai Era atau masa Medieval atau juga Abad
Kegelapan atau Dark Ages) dan dimulai setelah masa Nabi Isa bin Maryam
alaihis salam menapakkan kaki di muka Bumi dan berdakwah. Beliau dikenal
juga sebagai Isa bin (anak) Maryam, yang dengan sejumlah perkecualian dan
catatan perbedaan mendasar adalah hampir dapat dikenal sama juga
sebagai Yesus Kristus atau Yesus dari Nazareth dalam khazanah Kristen.
Kegemparan akan datangnya Yesus dari Nazareth yang tak memiliki ayah
dan nasabnya ditahbiskan kepada Maryam (Maria), ibunya, dan dalam hidup
singkatnya menampilkan berbagai mukjizat luar-biasa itu, mengguncang
peradaban manusia di sekitarnya saat itu, dan banyak orang yang kemudian
berspekulasi akan kenyataan ini.
Di masa ini, lahir pula agama Kristen, dan ide-idenya mendominasi relung
kehidupan masyarakat Eropa dan pengikutnya, termasuk para Pemikirnya.
Dan wajah peradaban Barat pada Abad Pertengahan ini, karenanya,
didominasi oleh Filsafat Kristen.
Filsafat Kristen atau Abad Pertengahan ini, antara lain bertokohkan Filsuf
Plotinus, (Santo atau Saint) Augustinus atau Augustine, (Saint) Anselmus,
Robert Grosseteste, Roger Bacon, Albert Agung, Thomas Aquinas, dsb. Yang
kesemuanya sepakat mengedepankan iman dogmatis (tak boleh dibantahi)
Kristiani, dan telaahnya pun bersifat religius-dogmatis.Akibat pengaruh
hebat dan dominan Agama Kristen yang didominasi oknum kaum Gerejawan
dan Monarki Baratnya dengan segala ragam tafsir dogmatisnya.
Dan tak pelak pemanfaatan Platonisme ala Yunani Kuno (dicetuskan Plato)
yang mengajarkan bahwa kebenaran itu sudah ada dengan sendirinya dan
berpusat kepada Tuhan namun berjenis dan berbungkus baru, yang disebut
Para ahli Filsuf dan Agamawan mereka di saat itu karenanya teguh
bermottokan Credo et intelligam atau Keyakinan (keimanan agama)
berkedudukan di atas pemikiran (logika), keyakinan mengungguli pemikiran
atau lebih mudahnya, Yakini dulu sesuatu, baru carikan alasan untuk
menjelaskannya.
Maka, dengan sendirinya, Akal (di Barat) benar-benar kalah pada masa ini
(terutama terlihat pada isi Filsafat dari Plotinus, Augustinus, Anselmus).
Bahkan potensi pemanfaatan akal diganti mutlak oleh Augustinus dengan
Iman dogmatis, sebelum penghargaan terhadap potensi Akal sempat muncul
kembali kemudian pada masa Thomas Aquinas di akhir masa Abad
Pertengahan itu.
Ini juga tak pelak menyebabkan masyarakat Barat di masa itu secara luas
menjadi percaya dan beriman dogmatis akan rasa hati (atau yang adalah
agama, Kristen, lebih tepatnya Kristen Katolik, bagi mereka), karena menurut
mereka agama adalah rasa hati dan Filsafat adalah pemikiran. Filsafat dan
Agama itu sendiri, satu hal yang di masa sesudahnya terutama masa
Thomas Aquinas, dicoba untuk disatu-padukan namun menemui sejumlah
kendala sampai masa Modern merebak.
menjadi tinggi dan tak dapat disalahkan. Dan karenanya ini juga membuat
mereka makmur secara ekonomi juga sebagai pemegang mandat negara
dengan mandat Otokrasi dan Teokrasi Kristiani.
Dan kenyataan ini bagi sebagian orang lain, misalnya rakyatnya yang
mereka
pimpin,
artinya
juga
adalah
kesemena-menaan
yang
diorganisasikan. Kekuasaan absolut negara dan pusat-pusat kesejahteraan
masyarakat saat itu dipegang mutlak oleh Gereja dan Kerajaan, dengan
pajak sistem Feodalisme berdasarkan tafsir mereka terhadap iman Kristiani
dan bahwa Gereja adalah wakil Tuhan di Bumi dan bahwa sistem
pemerintahan yang terbenar adalah Kerajaan Kristiani penyokongnya.
Golongan Ksatria, dan Raja adalah pelindung rakyat dan rakyat harus
membayar pajak kepada mereka yang penafsirannya seringkali dianggap
semena-mena oleh rakyat.
Gelap juga dianggap sebagai tidak adanya prospek yang jelas bagi
masyarakat Eropa. Keadaan ini merupakan wujud kekuasaan agama, yaitu
gereja Kristiani yang sangat berpengaruh. Gereja serta para pendeta
mengawasi pemikiran masyarakat serta juga politik. Mereka berpendapat
hanya gereja saja yang pantas untuk menentukan kehidupan, pemikiran,
politik dan ilmu pengetahuan. Akibatnya kaum cendekiawan yang terdiri
daripada ahli-ahli sains merasa mereka ditekan dan dikawal ketat. Pemikiran
mereka pun ditolak dan timbul ancaman dari gereja, yaitu siapa yang
mengeluarkan teori yang bertentangan dengan pandangan gereja akan
ditangkap dan didera, malah ada yang dibunuh. segala keputusan
pemerintah dan hukum negara tidak diambil berdasarkan demokrasi di
parlemen seperti ketika zaman kekasiaran Roma. Keputusan tersebut diambil
oleh majelis dewan Gereja. Tidak setiap individu berhak berpendapat, karena
pada zaman itu yang berhak mengeluarkan pendapat-keputusan adalah para
ahli agama. (lihat perilaku kaum Salafy yang kini justru meniru mereka)
Bahkan segala sesuatu yang bertentangan dengan penafsiran dewan gereja
merupakan pelanggaran hukum berat.
Akibatnya setiap inovasi yang berasal dari kaum ilmuan selalu digagalkan
oleh dewan gereja. Ya itu tadi pokoknya bila dewan gereja tidak paham dan
tidak memiliki dasar argumen yang kuat di dalam injil maka inovasi tersebut
merupakan perkara pelanggaran agama berat. Salah satu yang menjadi
korbannya adalah Nicholas Coppernicus yang berakhir tragis akibat teorinya
yang mengatakan akibat terlalu banyak intervensi dewan Gereja pada sendisendi kehidupan, termasuk juga pelarangan terhadap temuan maupun
inovasi baru yang tidak ada pada injil maka akhirnya terjadi stagnasi secara
multi dimensi yang lambat laun berimbas pada timbulnya krisis multi
dimensi