Anda di halaman 1dari 10

A.

PRESIDEN
Ilustrasi

Menteri

Jokowi

(Liputan6.com/Joh

an Fatzry)
Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) menilai figur Bambang
Brodjonegoro dan Darmin Nasution sangat layak menjadi Menteri Keuangan (Menko) dan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi).

Menurut salah seorang Analis AAEI, Andrew Argado, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
hanya memberi tanda merah terhadap segelintir nama menteri.
"Minim nama yang dicoretkan. Tapi nama Darmin Nasution dan Bambang Brodjonegoro sudah
aman, bersih. Keduanya memang cukup kompeten dan mampu menggerakkan ekonomi kita,"
ungkap dia dalam Diskusi Prospek IHSG Paska Pelantikan Jokowi-JK di Gedung BEI, Jakarta,
Kamis

(23/10/2014).

Lebih jauh Andrew mengatakan, para pelaku pasar telah mengantisipasi penundaan
pengumuman susunan kabinet oleh Jokowi. Namun yang disayangkan, pembatalan pengumuman
tadi

malam

semakin

melambatkan

realisasi

program

Jokowi-JK.

"Market sudah mengantisipasi penundaan pengumuman, tapi dampak positifnya dari pembatalan
itu

melambatnya

pelaksanaan

auto

pilot

pemerintahan

ini,"

jelasnya.

Saat ini, kata dia, Indonesia masih membukukan defisit transaksi berjalan cukup besar. Tapi

angkanya relatif membaik dibanding akhir tahun lalu. Sementara cadangan devisa Indonesia di
atas

US$

100

miliar

lebih

sangat

aman.

"Dengan kondisi ini, investor bilang tidak perlu panik kalau kurs rupiah Rp 12 ribu per dolar AS
karena ekonomi kita pun masih inline," tukas Andrew. (Fik/Ndw)

B.MPR

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Zulkifli Hasan didampingi Wakil Ketua MPR Oesman
Sapta Odang, EE Mangindaan, Hidayat Nur Wahid dan Mahyudin memimpin rapat gabungan
pimpinan fraksi dengan pimpinan kelompok DPD membahas Pimpinan Lembaga Pengkajian dan
mekanisme

kerjanya.

Dalam rapat yang digelar di ruang GBHN, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, para pimpinan
fraksi dan kelompok DPD sepakat memilih 5 pimpinan Lembaga Pengkajian lewat mekanisme
proporsional

dan

musyawarah

mufakat.

"Jadi kita sepakat 5 pimpinan diusulkan para fraksi dan kelompok DPD dengan mekanisme
proporsional dan musyawarah mufakat. Apa bisa disetujui?" tanya Zulkifli, Rabu (26/8/2015).

Pertanyaan

Zulkifli

Hasan

itu

mendapat

respons

positif

dari

peserta

rapat.

Selanjutnya Pimpinan MPR menyodorkan 5 nama calon pimpinan Lembaga Pengkajian yang
telah

disepakati

di

rapat

gabungan

ke

Lembaga

Pengkajian.

"Kami akan serahkan kelima nama tersebut kepada Badan Pengkajian nanti apakah akan dipilih
oleh mereka atau kami (Pimpinan MPR) yang memilih," tandas Zulkifli.

Sebelumnya, Ketua MPR telah mengukuhkan 60 orang menjadi anggota Lembaga Pengkajian.
Beberapa tokoh dan pakar ketatanegaraan masuk dalam Lembaga Pengkajian MPR ini di
antaranya mantan Ketua MK Hamdan Zoelva, Yudi Latif, Hajriyanto Y Thohari (wakil ketua
MPR periode 2009 - 2014), Margarito Kamis (pakar hukum tatanegara), KH Masdar F Mas'udi,
Didik J. Racbini.
Nama lainnya adalah Ahmad Yani, Ahmad Farhan Hamid (wakil ketua MPR periode 20092014), Irman Putra Sidin (pakar tata negara), Andi Mattalata (mantan Menkumham), Fuad
Bawazier, Ali Masykur Musa, dan Sulastomo.
Lembaga Pengkajian tersebut nantinya bertugas mengkaji sistem ketatanegaraan Indonesia yang
selama ini telah dianut.
5

calon

1.
2.

pimpinan
Kelompok

Fraksi

Lembaga

Pengkajian

DPD:

Partai

Golkar:

Ahmad
Rully

3.

Fraksi

Partai

Gerindra

4.

Fraksi

Partai

Demokrat:

Chairul
Syamsul
Jafar

adalah:
Farhan
Azwar
Bahri
Hafsah

5. Fraksi PDIP: Soedijarto


(Ron/Ado)
C.DPR(DEWAN PERWAKILAN RAKYAT)
Liputan6.com, Jakarta - Wacana kocok ulang atau perombakan kursi Pimpinan DPR mulai
bergulir, pasca Partai Amanat Nasional (PAN) bergabung mendukung pemerintahan Jokowi-JK.
Sebab dalam pemilihan Pimpinan DPR 2014 lalu, partai tersebut masih bergabung dengan
Koalisi Merah Putih (KMP) yang berada di luar pemerintahan.
Namun, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan enggan menanggapi wacana yang kini semakin
berembus di parlemen. Dia justru mengajak semua kalangan memperhatikan nasib rakyat saat
kondisi ekonomi melemah.

"Jadi kami belum bisa (menjawab) pertanyaan tadi itu (wacana kocok ulang), kami tidak akan
bcara soal itu. Bicara kesulitan rakyat boleh," kata Zulkifli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta,
Jumat 11 September 2015.
Ketua MPR ini berharap, partai politik yang ada di parlemen tidak memikirkan soal kekuasaan.
Menurutnya, jika nanti parlemen kembali gaduh seperti saat pemilihan Pimpinan DPR waktu
lalu, maka tidak ada gunanya.
Justru, lanjut dia, seharusnya parlemen bersama-sama pemerintah memperbaiki kondisi ekonomi
saat ini dengan menciptakan stabilitas politik yang baik dan mendukung langkah-langkah solutif
yang diambil oleh pemerintah.
"Saya berharap parpol itu kehadirannya untuk sejahterakan rakyat, oleh karena itu pembicaraan
isu-isu saya kira sekarang harus lah yang terkait dengan kepentingan rakyat langsung, yang
berhubungan langsung dengan kepentingan rakyat. Sementara yang lain-lain saya kira kurang
bijak dan tidak etis kalau bicara masih kepentingan masing-masing," papar dia.
Masih kata Zulkifli, dirinya mendengar langsung kesulitan ekonomi yang kini tengah dihadapi
oleh masyarakat kecil di daerah. Dia berharap, parpol di DPR sebaiknya lebih mementingkan
kepentingan rakyat daripada membuat gaduh kembali.
"Saya ini keliling terus ke daerah-daerah. Kemarin saya ke kampung-kampung banyak ibu-ibu
enggak beli baju baru, ada juga ibu-ibu yang enggak beli bedak, bedaknya dkurangi. Jadi
begitulah berat ekonomi kita," tandas Zulkifli. (Tnt/Mar)
D.BPK(BADAN PEMERIKSA KEUANGAN)

Liputan6.com, Jakarta - Panitia Khusus (Pansus) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait hasil laporan keuangan Pemprov DKI 2014 melanjutkan
rapat dengan eksekutif. Dalam rapat itu, dijabarkan bagaimana Pemprov DKI Jakarta bisa
mendapatkan lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras untuk membangun rumah sakit jantung
dan kanker.

Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono menjelaskan,
berdasarkan Peraturan Presiden No 40 Tahun 2014, pembebasan lahan di bawah 5 hektare tidak
harus melalui Panitia Pembebasan Tanah (P2T). Negosiasi pembelian bisa dilakukan langsung
antara pemilik tanah dengan pemprov melalui SKPD dibantu oleh lurah, camat, dan walikota.
"Kalau lahan itu dimiliki oleh satu orang langsung bisa negosiasi atau lebih singkat lagi bisa
langsung melalui notaris. Tapi, biasanya dirapatkan dulu paling tidak bertanya apakah tanah ini
sengketa atau bermasalah," ucap Heru di ruang komisi A DPRD DKI Jakarta, Selasa (11/8/2015).
Awalnya, pihak RS Sumber Waras memang tidak mau menjual kepada Pemprov DKI Jakarta.
Tapi, lanjut Heru, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak akan
mengubah peruntukan lahan itu dari rumah sakit ke komersial.
Sampai akhirnya, pihak RS Sumber Waras meminta bertemu dengan Ahok guna menawarkan
lahan itu. Akhirnya, Ahok menyetujui membeli satu lahan di RS Sumber Waras untuk dijadikan
rumah sakit jantung dan kanker.
"1 Zona Sumber Waras itu ada 2 sertifikat. 1 bermasalah, 1 kita beli. 2 sertifikat itu bagian dari 1
zona yang ada di Jalan Kiai Tapa," imbuh Heru.
Evaluasi BPK
Hal inilah yang masuk dalam evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK menilai
seharunya nilai jual lahan yang dibeli Pemprov DKI Jakarta berada di zona Jalan Tomang, bukan
Jalan Kiai Tapa. Padahal, jelas RS Sumber Waras masuk zona Kiai Tapa.
"Yang namanya zona walaupun dibelah 5 atau 6 kalau menjadi satu zona ya zona (NJOP) Rp 20
juta itu. Walaupun sudah dibeli atau dikasih jalan bukan ke Kiai Tapa atau Tomang tetap saja itu
bukan berarti Tomang, tetap menjadi zona yang sudah ditetapkan (Kiai Tapa)," tutur Heru.
Sejak 2012, Pemprov DKI Jakarta memang diberi kewenangan untuk mengubah zona suatu
wilayah. Tapi itu tidak dilakukan sama sekali.
"Dari tahun 1994 zona itu tidak pernah diubah, memang zona Kiai Tapa. Begitu dibeli pemda,
dibelah, bukan berarti itu jadi ke Tomang ya enggak dong," imbuh dia.
Beda Persepsi

Hal itu juga sudah disampaikan kepada auditor BPK. Seluruh data baik permasalahan zona
maupun NJOP yang ditetapkan di zona itu sudah diserahkan. Hanya saja, BPK tampaknya tidak
mengindahkan data yang disampaikan Pemprov DKI Jakarta.
"BPK ngecek langsung ke lapangan katanya. Katanya, sebaiknya harganya ikut Tomang, tapi kan
kita menurut data-data itu zona Kiai Tapa. Harusnya data yang kita kasih dikaji," ujar Heru.
Perbedaan persepsi ini akhirnya berujung pada evaluasi yang tercantum dalam LHK DKI Jakarta
tahun anggaran 2014. Heru menegaskan, pihaknya sangat terbuka untuk diaudit akuntan publik
independen dengan ranking 5 besar dunia.
"Pemda DKI Jakarta terbuka saja kalau mau diaudit pakai akuntan publik. Tapi harus 5 besar
internasional atau DJKN (Direktorat Jenderal Keuangan Negara) silakan saja," pungkas Heru.
Sejauh ini DPRD DKI telah membentuk Pansus LHP yang membahas 6 hasil temuan BPK yang
menyebutkan adanya indikasi kerugian negara, atas hasil laporan keuangan Pemprov DKI 2014.
Termasuk, soal pembelian lahan oleh Pemprov DKI di RS Sumber Waras.
Dalam kasus RS Sumber Waras, BPK menemukan pengadaan tidak melalui proses yang
memadai dan menyebabkan dugaan kerugian negara hingga Rp 191 miliar. (Ans/Ado)
E.MA(MAHKAMAH AGUNG)

Liputan6.com, Jakarta - Uji materi yang dilakukan di Mahkamah Agung (MA) dianggap tidak
transparan. Oleh karena itu, Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) mengajukan uji
materi atas Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang MA ke Mahkamah
Konstitusi

(MK).

Pasal tersebut berbunyi, "Putusan Mahkamah Agung diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum."

Perwakilan FKHK, Victor Santoso, mengatakan seharusnya tidak hanya putusan yang diucapkan

di

depan

umum.

Sidang

uji

materi

pun

harus

dibuka

untuk

umum.

Pada permohonannya, Victor menilai Pasal 40 ayat 2 UU Nomor 3 Tahun 2009 yang merupakan
perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tidak
bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang dimaknai, "khusus untuk pengujian peraturan
perundang-undangan di bawah UU terhadap UU harus digelar dalam sidang terbuka untuk
umum."

Tuntutan ini berdasar pengalamannya saat mengajukan uji materi tentang Kantor Staf
Kepresidenan

di

MA.

Saat

itu,

dia

merasa

aneh

dengan

uji

materi

tersebut.

"Di MA, tanpa ada perbaikan apa-apa, langsung diputus oleh MA. Padahal kita tidak tahu kapan
disidangnya, dibahasnya, dibacanya," ujar Victor dalam sidang perbaikan di Gedung MK,
Jakarta,

Selasa

(18/7/2015).

Pada sidang perbaikan ini, Victor juga meminta agar Majelis Hakim Konstitusi untuk
menyatakan Pasal 40 ayat 2 UU MA inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945.

Dia merasa hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan karena berlakunya Pasal 40 ayat 2
tersebut.

Sebab, uji

materi

di MA sangat

berbeda

dengan

uji

materi

di

MK.

"Harusnya seperti di MK, kita bisa melakukan perbaikan, menghadirkan ahli. Kita minta apakah
ini

Di

konstitusional

mata

dia,

bersyarat

peran

MA

atau

inkonstitusional

seharusnya

dikecualikan

bersyarat,"

dalam

proses

ujar

uji

Victor.

materi.

Kabiro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur, mengatakan judicial review atau uji materi di
MA berbeda dengan di MK. Alasannya, sidang uji materi di MA hanyalah bersifat administratif
dan

judex

yurist.

"Hakim agung hanya menilai permohonan sesuai peraturan UU yang berlaku tanpa mengajukan
ahli,"

ujar

Ridwan

saat

diminta

tanggapan

soal

uji

materi

ini.

Sebelum Victor, 3 buruh juga menggugat soal uji materi di MA ini ke MK. Gugatan uji materi

F.MAHKAMAH KONSTITUSI (MK)


Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali mengusulkan pasal larangan penghinaan Presiden
dalam usulan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Pasal tersebut sebelumnya pernah diajukan dan akhirnya kandas setelah Mahkamah Konstitusi
dibawah kepemimpinan Jimly Asshiddiqie mencabut pasal itu.
Menanggapi usulan tersebut, Ketua MK Arief Hidayat tidak banyak komentar bila pasal yang
sudah dicabut MK kembali diusulkan pemerintah. Ia hanya mengatakan bahwa keputusan yang
telah ditetapkan MK merupakan keputusan hukum yang final dan mengikat.
"Saya nggak boleh komentar soal itu. Tapi kita bisa mengatakan begini, putusan MK itu bersifat
final dan mengikat. Itu saja," ujar Arief usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka,
Kompleks

Istana

Kepresidenan,

Jakarta

Pusat,

Senin

(10/8/2015).

Namun begitu, Arief mempersilakan pemerintah bila ingin kembali mengusulkan pasal tersebut.
Tentunya, pengajuan tersebut harus melalui proses terlebih dahulu seperti mendapatkan
persetujuan DPR.
"Ada beberapa memang terjadi, kemudian (pengajuan undang-undang yang sebelumnya telah
ditolak MK) dibuatkan lagi dengan landasan filosofi yang lain, landasan-landasan yuridis yang
lain," kata dia.
Arief pun mencontohkan saat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD (MD3) yang digugat ke MK kemudian kembali diajukan kembali.

"Dalam UU MD3. Itu kan kita mengajukan lagi, padahal kita sudah pernah memutus. Tapi
apakah itu menjadi pengujian UU lagi nggak tahu saya. Saya tidak boleh komentar, karena
kemungkinan itu bisa menjadi objek sengketa atau perkara di MK kembali. Kalau dalam hal-hal
itu saya sangat tidak boleh berkomentar karena melanggar kode etik hakim di MK," jelas Arief.
(Ali/Mut)

G.KOMISI YUDISIAL
Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi (Pansel) calon komisioner Komisi Yudisial (KY)
menggelar sesi wawancara terhadap 18 nama calon komisioner KY yang lolos tahap tiga. Proses
wawancara digelar secara terbuka di Gedung III Sekretariat Negara (Setneg) Jalan Veteran,
Jakarta Pusat.
Salah satu nama yang mengikuti proses tersebut yaitu Profesor Sudjito. Dia adalah guru besar
bidang Filsafat Universitas Gadjah Mada. Saat sesi tanya jawab dimulai, Ketua Pansel
Harkristuti Harkrisnowo mempertanyakan kiprah Sudjito yang sempat lolos seleksi hakim agung
namun langkahnya harus terhenti di babak fit and proper test di DPR.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Sudjito yang pernah menjabat Ketua Komite Etik Guru Besar
UGM membenarkannya. Dia mengatakan, tidak lolos karena menolak praktek lobi-lobi yang
disebut lazim terjadi saat proses seleksi pejabat negara.
"Iya Bu (tidak lolos seleksi di DPR). Saya gagal karena tidak melakukan lobi-lobi di DPR," ujar
Sudjito, Senin (4/7/2015).
Mendapat jawaban tersebut, Harkristuti meminta penjelasan mengenai praktek lobi-lobi yang
dimaksud oleh Sudjito. Menurut dia, tidak ada kewajiban melakukan lobi terhadap DPR untuk
lolos sebagai hakim agung. Sudjito pun mengakui memang tidak ada bukti kalau dirinya di lobi,
namun ia berupaya menghindari praktek tersebut.
"Saya tidak lolos di DPR, tapi masalah saya tidak lolos itu saya tidak tahu penyebabnya.
Memang saya berharap tidak dilobi dan saya pun tidak mau di lobi," ujar Sudjito.
Anggota Pansel Capim KPK itu pun kembali mencecar Sudjito dengan pertanyaan. Dia ditanya
mengapa tidak mau melakukan lobi, padahal tidak semua lobi yang dilakukan buruk dan

mengarah pada tindakan KKN.


Sudjito menjawab tegas. Menurut dia, hal itu tidak sesuai dengan prinsip dan keyakinannya. "Itu
bertentangan dengan moral dan agama saya. Saya tidak mau melakukan itu. Karena itu
bertentangan, jadi lebih baik tidak lolos dari pada melakukan itu," kata Sudjito. (Sun/Mut)yang
dimohonkan Muhammad Hafidz, Wahidin, dan Solihin itu masih diadili di MK. (Bob/Mut)

Anda mungkin juga menyukai