ABSTRAK
Sejak tahun 1980, residu pestisida telah ditemukan mencemari beberapa jenis sayuran seperti kentang,
kubis, sawi, tomat dan wortel pada daerah-daerah sentra sayuran di Jawa Barat (Pacet, Pengalengan, Lembang),
Jawa Tengah (Getasan, Ambarawa, Tawangmangu) dan Jawa Timur (Batu). Hasil analisa dan monitoring terbatas
yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian melalui Direktorat Perlindungan Tanaman
tahun 1980 menunjukkan bahwa residu pestisida tersebut di atas adalah dari jenis DDT, diazinon, dieldrin, fenitrotion
dan klorfirifos. Di negara-negara maju beberapa pestisida telah diteliti dapat bersifat carsinogenic agent, mutagenic
agent, teratogenic agent dan menjadi penyebab dari penyakit-penyakit seperti leukemia dan sebagainya. Tulisan ini
memaparkan data beberapa referensi yang menekankan bagaimana bahaya penggunaan pestisida terhadap
kesehatan dan lingkungan.
Kata kuci : Kerusakan lingkungan, residu pestisida, sayuran
PENDAHULUAN
Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak digunakan sejak tahun 1950an
sampai akhir tahun 1960an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT,
endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat
organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena
walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan pestisida-pestisida tersebut
sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang
masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa
lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.
Pada tanah-tanah pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi, residu
pestisida akan sangat tinggi karena jenis tanah tersebut di atas menyerap senyawa golongan
hidrokarbon berklor sehingga persistensinya lebih mantap. Kandungan bahan organik yang
tinggi dalam tanah akan menghambat proses penguapan pestisida. Kelembaban tanah,
kelembaban udara, suhu tanah dan porositas tanah merupakan salah satu faktor yang juga
menentukan proses penguapan pestisida. Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan
proses penguapan air. Residu pestisida yang larut terangkut bersama-sama butiran air keluar
dari tanah dengan jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin jatuh kembali ke tanah
bersama debu atau air hujan. Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida.
Pestisida dapat menguap karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air hujan
atau pengendapan debu.
PENGGOLONGAN SENYAWA KIMIA PESTISIDA
Insektisida
Herbisida
Fungisida
Membunuh jamur
Nematoda
Membunuh nematoda
Rodentisida
Membunuh tikus
Bakterisida
Membunuh bakteri
Akarisida
Membunuh laba-laba
Algisida
Membunuh alga
Mitisida
Membunuh mite
Molusisida
Membunuh moloska
Avisida
Mengusir burung
Piscisida
Mengendalikan ikan
Ovisida
Menghancurkan telur
Desinfektant
Growth regulator
Merangsang/menghambat pertumbuhan
Defoliant
Penggugur daun
Desiccant
Repellent
Atractant
Menraik serangga
Chemosterilant
Mensterilisasi serangga
dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau keduaduanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan
derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian,
pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala
ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu
sendiri.
Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum
kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan
banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua
tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau
sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya
dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain
sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang
ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang
kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain
adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu
berlangsung cepat (Tarumingkeng,1977).
KASUS-KASUS PENCEMARAN PESTISIDA
Terhadap Hewan Vertebrata
Moore (1974) mengemukakan bahwa burung pemangsa tikus Falcon tininuculus dan
Tyto alba banyak yang terkontaminasi oleh pestisida akibat memangsa tikus yang telah
memakan umpan biji-bijian yang dicampur dieldrin, sedang Jefferies (1972) mengemukakan
bahwa kelelawar dari jenis Pipistrellus, Plocetius dan Myotis ditemukan banyak mengandung
residu organoklorin jenis DDE ( 10,68 ppm), DDT ( 4,62 ppm) dan dieldrin ( 0,29 ppm)
dalam organ hatinya. Di Indonesia, dampak pengaruh samping dari aplikasi DDT dan metabolit
DDE menunjukkan adanya korelasi negatif antara residu DDT pada telur bebek dan tebalnya
kulit telur. Ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pengukuran, efek residu pestisida
tersebut belum significant mencemari bebek yang ada di Indonesia (Koeman, 1974). Pada
hewan amfibi seperti kodok, pencemaran dapat mengubah perilaku dan kelainan morfologi
khususnya terhadap ekor dan moncong (Cooke, 1970).
Terhadap Hewan Invertebrata
Palpp (1976) mengemukakan bahwa pengaruh samping dari pada penggunaan
pestisida terhadap hewan inveterbrata dapat berupa timbulnya pembentukan kekebalan
(resistensi) ataupun resurgensi. Pembentukan kekebalan terjadi melalui beberapa mekanisme
seperti perubahan asetilkolines-trase, menurunnya penyerapan, kekebalan terhadap pengatur
pertumbuhan (growth regulator), kekebalan terhadap piretroid, kekebalan metabolisme
terhadap organofosfat dan karbamat serta kekebalan terhadap senyawa pestisida berklor.
Szeics et al. (1973) menemukan bahwa penyerapan insektisida oleh kulit serangga bertambah
sesuai dengan polaritasnya. Hal ini diamati pada percobaan terhadap Heliothis virescens, akan
tetapi penurunan penyerapan dapat terjadi dan merupakan mekanisnme kekebalan. Walaupun
mekanisme tersebut di atas belum dapat dijelaskan secara rinci, akan tetapi pengamatan pada
larva Heliothis zea yang lebih tua nampak lebih kebal dari yang muda (Gast, 1961).
Kasus lain ditemukan bahwa fungisida dengan sodium metan dan formaldehida yang
digunakan terhadap permukaan atau yang diinjeksikan mempunyai pengaruh tajam dan akan
membunuh binatang-binatang tanah yang terkena sampai pada ke dalaman 15 cm. Jenis
pestisida yang paling besar pengaruhnya terhadap musnahnya faunah tanah adalah insektisida
di banding pestisida lain seperti herbisida dan fungisida. Insektisida-insektisida tersebut yang
paling banyak digunakan adalah hidrokarbon berklor dan organofosfat. Senyawa hidrokarbon
berklor dapat menjadi penyebab berkurangnya populasi tungau pemangsa colembola sehingga
populasi colembola berkembang, sebaliknya senyawa dari jenis aldrin dan derivatnya
pengaruhnya tidak terlalu significant menurunkan populasi tungau (Sheals, 1956).
Terhadap Kehidupan Perairan
Sumber pencemaran perairan oleh pestisida ialah adanya aliran air dari daerah
pertanian terutama selama musim hujan. Pada kadar yang tinggi pestisida dapat membunuh
jazad yang hidup di dalam air. Pestisida-pestisida yang persistensinya tinggi seperti golongan
organoklorin meskipun dengan kosentrasi rendah dapat masuk dalam rantai makanan dan
mengalamai proses peningkatan kadar (biological magnification) sampai pada derajat yang
mematikan (Coutney et.al.,1973). Terhadap kehidupan fitoplankton, perlakuan paraquat pada
dosis 1,0 ppm selama 4 jam dapat menurunkan produktivitas 53%, perlakuan diquat dengan
dosis yang sama selang waktu 48 jam menurunkan produktivitas 45%, sedangkan diuran
dengan dosis 1,0 ppm dalam 4 jam menurunkan produktivitas sampai 87% (Pimentel, 1974).
Daya meracun berbagai pestisida khususnya herbisida terhadap kehidupan ikan telah
banyak diteliti. Misalnya kemampuan meracuni kehidupan ikan, jenis insektisida nampak lebih
kuat dibanding herbisida. Akan tetapi karena pemakaian herbisida sebagai pengendali gulma
intensitas pemakaiannya lebih tinggi, maka dampak kerusakannya lebih nampak. Nilai toksisitas
akut herbisida terhadap ikan umumnya jauh lebih tinggi dari pada konsentrasi yang dibutuhkan
untuk mengendalikan gulma. Sebagai contoh, herbisida paraquat pada kadar aplikasi 1,14 ppm
dapat mematikan ikan lele, dan ikan salmon 3 hari setelah aplikasi (Duursma and Marchand,
1974).
Terhadap Tumbuhan
Aplikasi pestisida pada kadar rendah (sublethal) dapat memberi pengaruh resisten
terhadap tumbuhan pengganggu., oleh karena itu penyemprotan yang tak sempurna dapat
menimbulkan pengaruh jangka panjang yang tak terduga. Di samping itu secara tidak langsung
penggunaan pestisida (herbisida) akan merangsang tumbuhan pengganggu lain yang bukan
sasaran justru menjadi dominan. Sebagai contoh pertumbuhan alang-alang Imperata cylindrica
dapat ditekan dengan penggunaan herbisida, akan tetapi di sisi lain rumput Mikinia micranta
justru akan tumbuh subur dan merajalela di tempat itu karena persaingannya dengan alangalang sudah tidak ada lagi. Demikian juga dengan jenis rumput Pennisetum polystachion yang
mempunyai tingkat kepadatan biji yang sangat banyak (300.000 370.000 biji/tanaman) tidak
dapat tumbuh pada kondisi gelap (di bawah naungan alang-alang), tetapi pada saat alang-alang
dibasmi, maka rumput ini akan tumbuh dominan (Soedarsan dan Amir, 1975).
Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut Watterson (1988) secara umum telah banyak sekali bukti-bukti yang ditemukan
pengaruh samping senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia. Beberapa jenis
penyakit yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh pengaruh samping penggunaan senyawa
pestisida antara lain leukemia, myaloma ganda, lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker
prostae, kanker kulit, kanker perut, melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor
syaraf dan neoplasma indung telur. Selain dari pada itu, beberapa senyawa pestisida telah
terbukti dapat menjadi faktor "carsinogenic agent" baik pada hewan dan manusia, yakni tercatat
ada 47 jenis bahan aktif pestisida ditemukan terbukti sebagai carsinogenic agent pada hewan,
dan 12 jenis lagi terbuti sebagai carsinogenic agent pada manusia (Gosselin, 1984: IARC,
1978: Saleh, 1980) (Tabel 2).
Tabel 2.
Senyawa-Senyawa Pestisida yang Telah Terbukti dapat Menjadi Faktor Penyebab Penyakit Kanker
Hewan
Manusia
acrylonitrile
aldrin
aminotriazole
amitraz
arsenic oxide
Bahan aktif
Hewan
Manusia
ethylene dibromide
ethylen thiourea
formaldehyde
hempa
heptachlor
azinphos-metyl (guthion)
lindane
cadmium
maleic hydrazide
captan
maneb
carbaryl
MCPA
carbontettrachloride
methidathion
chloramben
methylene bromide
chlordane
methylene dichloride
chlordecone (kepone)
mexacarbamate
chlordimeform
mirex
chlorobenzilate
monuron
chlorofenol(group)
parathion
chlorothalenil
pentachlorophenol
2,4-D
permethrin
DBCP
picloram
DDT
rotenone
diallate
sodium azide
1,2, dichloropropane
sulfallate
1,3, dichloropropane
2,4,5-T
dicofol
2,3,6 TBA
dieldrin
tetrachlorvinphos
dimethoate
trichlorfon
endosulfan
trifluralin
Fakta lain ditemukan pula bahwa ternyata tercatat 80 jenis bahan aktif pestisida juga
dapat menjadi penyebab atau sebagai faktor "mutagenic agent" (Moriya, 1983; Weinstein, 1984;
Sandhu, 1980; Simmon, 1980) (Tabel 3). Lebih jauh ditemukan lagi fakta bahwa senyawa
pestisida juga dapat menjadi penyebab penyakit peradangan kulit dan penyakit kulit lainnya
sebagai akibat timbulnya alergi dan iritasi. Yang dapat menyebabkan alergi pada kulit tercatat
ada 20 jenis bahan aktif sedangkan yang menyebabkan iritasi tercatat ada 42 jenis bahan aktif
(Weinstein, 1984: Gosselin, 1984) (Tabel 4).
Tabel 3. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Fakta Penyebab Mutasi Genetik
(Mutagenic Agent)
acephate
Dicrotophos
NBT(2,4-dinitrophenylthiocyanate)
allethtrin
dichlorvos
NNN(5-nthro-1-napthalonitrile)
azinphos-methyl
dimethoate
nitofen
benomyl
dinocap
oxydemeton-methyl
bromocil
dinoseb
oxine copper
butaclor
disulfoton
parathion-methyl
cocodylic acid
echlomezel
pentachlorophneol
captafol
ethylnechlorohydrin
phenazine oxide
captan
ethylenedibromide
phosmer
carbaryl
ethylenedichloride
pirimiphosmethyl
carbendazim
ethylene oxide
polycarbamate
carbofuran
ethylene thiourea
polyoxin D-Zn
chlormethoxynil
EMS
propanil
chlorfenvinphos
ESP
salithion
chloropicrin
fenaminosulf
simazine
chlorpyrifos
fenitrithion
2,4,5-T
cyclophosphamide
ferbam
thiometon
2,4-D acid
folpet
thiram
2,4-BB acid
HEH(2-hydroxyethylenehydrazin)
toxaphene
DBCP
hemel
triallate
DD
MAF
trichlorfon
DDC
MCPA
TTCA(asomate)
DDT
malaeic hydrazide
vamidothion
demeton
metepa
ziram
1,2,dibromethane
methyl dibromide
dicamba
monocrotophos
dichlorfluanid
Sumber : Moriya (1983); Weinstein (1984); Sandhu (1980); Simmmon 1980)
Tabel 4. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Faktor Penyebab Penyakit Radang Kulit
Dan Penyakit Kulit Lainnya (Alergi Dan Iritasi)
Bahan aktif
Jenis peradangan
Bahan aktif
alergi
iritasi
kelthane
anilazine
benomyl
captafol
captan
chloropicrin
Jenis peradangan
alergi
iritasi
lindane
malathion
mancozeb
maneb
mercaptobenothiazole
chlorothalonil
methidathion
cyhexatin
methomyl
DCDA
methylphenol(cresol)
demeton
methyl parathion
dialifur
mevinphos
chazinon
monocrotophos
dimethoate
naled
dinobuton
nitrofen
dinoseb
parathion
disulfoton
PCNB
DNCB
phosmet
DNOC
propagite
DVDP
pyrethroids
endosulfan
sulphur
ethephon
thiram
ethion
toxaphene
ferbam
triazine
folpet
zineb
formaldehyde
zitram
glyphosate
acephate
Cara bekerjanya
endosulfan(thiodan), dieldrin,
kholinnestrase
monokrotofos (azodrin),
Karbamat : aldikarb(temik),
karbaril (sevin)
morfamquat
kulit, kuku, saluran pernafasan muntah dan diare karena ada iritasi
dan saluran pencernaan,
peradangan.
pencernaan makanan,
ginjal
arsin(gas).
koagulasi/pembekuan darah
Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian.Jangan
sekali-kali menggunakan pestisida yang belum terdaftar dan memperoleh izin.
2.
Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran lainnya
yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan tentang kegunaan
Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor atau rusak, dengan label
asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas. Jangan membeli dan menggunakan pestisida
dengan label dalam bahasa asing
4.
Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida
itu
5.
Simpanlah pestisida di tempat khusus yang sejuk, kering dan dapat dikunci, jauh dari
makanan/minuman, dan tidak dapat dijangkau oleh anak-anak, hewan piaraan serta ternak.
6.
Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam
ruangan yang mempunyai ventilasi baik.
7.
Pakailah sarung tangan dan gunakalah wadah, alat pengaduk dan alat penakar yang khusus
hanya untuk pestisida. Semua peralatan tersebut jangan digunakan untuk keperluan lain, lebihlebih yang berhubungan dengan makanan dan minuman.
8.
Bukalah tutup wadah pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak memercik, tumpah atau
berhambur ke udara.
9.
Gunakalah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida
dengan takaran yang berlebihan atau kurang.
10 Periksalah alat penyemprot dan usahaka supaya selalu dalam kedaan baik, bersih dan tidak
bocor.
11 Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan kaian.
12 Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan
pestisida. Pestisida lebih mudah terserap ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka.
13 Selama menyemprot, pakailah baju khusus yang berlengan panjang, penutup kepala penutup
muka, celana panjang, sarung tangan dan sepatu boot
14 Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin
15 Hindarkalah semprotan pestisida terbawa angin ke tempat lain, supaya tidak mengenai tempat
tinggal penduduk, tanaman di tempat lain, sungai, kolam, danau atau makanan ternak.
16 Jangan menyemprot pada waktu angin bertiup kencang, cuaca panas atau akan turun hujan.
17 Bekerjalah demikian rupa sehingga tanaman yang telah disemprot tidak dilalui lagi untuk
menghindari persentuhan dengan tanaman yang telah terkena pestisida
18 Jangan merokok, makan atau minum selama bekerja dengan pestisida.
19 Jika merasa kurang enak badan, berhentilah bekerja dengan segera dan baca petunjuk dalam
label tentang pertongan pertama dan segera hubungi dokter, beri tahu pestisida apa yang
digunakan.
20 Setelah selesai bekerja denga pestisida, mandilah sehera dengan sabun, pakaian dan alat
pelindung lainnya yang dipakai harus segera dicuci dengan sabun.
21 Setalah selesai bekerja, cucilah alat penyemprotan dan alat lainnya serta usahakan air bekas
cucian tidak mengalir ke sungai, saluran air, kolam ikan, sumur dan sumber air lainnya.
22 Bersihkanlah selalu muka dan tangan dengan air dan sabun sebelum beristirahat untuk makan
minum atau merokok.
23 Wadah bekas yang sudah kosong jangan dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman
akan tetapi musnahkan dengan merusak, membakar atau menguburnya di tempat yang aman.
f.
Apabila bahan korosif tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, berilah penderita
minum susu atau putih telur dalam air, atau hanya air saja dalam kondisi dimana susu atau telur
tidak tersedia. Susu atau minyak tidak boleh diberikan kepada penderita keracunan pestsida
hirokarbon berklor.
g.
Apabila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernafasan tidak tersumbat.
Bersihkan hidung dari lendir atau muntahan dan bersihnya mulut dari air liur, lendir, sisa
makanan dan sebagainya. Jangan memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang
tidak sadar.
h. Apabila pernafasan penderita berhenti, usahakanlah pernafasan buatan. Bersihkan lebih
dulu mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya.
i.
Apabila penderita kejang, usahakanlah kekejangan tersebut tidak mengakibatkan cidera.
Longgarkan pakaian disekitar leher, taruh bantal di bawah kepala dan berilah ganjal antara gigi
untuk mencegah supaya bibir atau lidah tidak tergigit.
j.
Penanggulangan keracunan setalah dilakukan pertolongan pertama selanjutnya diambil
tindakan sebagai berikut
i.
untuk golongan pestisida klor organik, dilakukan tindakan mencuci lambung dengan
memberi garam isotoris larutan natrium bikarbonat 5%. Untuk mengurangi absorbsi dapat
diberikan 30 gram norit yang disuspensikan dalam air;
ii.
untuk golongan fosfat organik, diberikan antodote Atropin sulfat intra vena atau intra
muskuler, bila mungkin dilakukan penyuntikan intra vena. Dosis dewasa dan anak-anak lebih
dari 12 tahun 0,4-2,0 mg dan untuk anak-anak 0,05 mg/kg berat badan. Dosis diulangi tiap 1530 menit sampai kelihatan gejala atropinasi/gejala keracunan ringan dari atropin seperti muka
merah, frekuensi detak jantung meningkat (140/menit) dan pupil melebar. Pralidoxim diberi-kan
setalah atropin, bila diberikan sebelum 36 jam setalah keracunan akan dapat menanggulangi
efek dari pestisida fosfat organik ini. Dosis dewasa 1 gr/kg berat badan dan anak-anak 20-50
gr/kg berat badan dengan kecepatan tidak lebih dari setengah dosis total tiap menit. Ulangi lagi
setelah 1 jam bila kelemahan/ kelumpuhan otot belum tertanggulangi;
iii. untuk golongan karbamat, penaggulangan-nya sama dengan pestisida golongan fosfat
organik, tapi disini tidak digunakan pralidoxim;
iv. (untuk golongan senyawa dipiridil tindakannya adalah untuk mengurangi absorbsi dari
saluran pencernaan, diberikan absorben Fullers Earth 30% suspensi dalam air;
v. (untuk golongan antikoagulan dilakukan pemberian antidote fitonadion, yakni dosis dewasa
dan anak-anak lebih dari 12 tahun 25 mgr intra muskuler dan anak-anak di bawah 12 tahun 0,6
mgr/kg berat badan;
vi.
untuk golongan
Dimerkaptopropanol.
arsen
dilakukan
pemberian
antidote
Dimerkaprol
(B.A.L),
k.
Untuk penanggulangan selanjutnya, dilakukan pendataan mencakup tempat kejadian,
tanggal, nama korban, umur, jenis kelamin, keracunan melalui apa (mulut, pernafasan, kulit),
sampel pestisida, muntahan atau sisa makanan (dalam hal penderita tidak diketahui, dapat
disebutkan pestisida-pestisda apa yang biasa digunakan di tempat tersebut, dan jenis-jenis
pertolongan yang telah diberikan kepada penderita.
PENUTUP
Walaupun beberapa rujukan pustaka dari paper ini sudah cukup tua, akan tetapi dari
data-data tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa problematika yang terkait dengan
dampak samping dari penggunaan pestisida baik langsung maupun tidak langsung cukup
significant merusak ekosistem lingkungan dan bahkan kesehatan manusia. Oleh sebab itu ke
depan penanganan pestisida nampaknya masih panjang untuk diperdebatkan dan bahkan
masih perlu diteliti lebih jauh agar ekosistem bumi kita dapat terselamatkan dari proses
pencemaran senyawa-senyawa kimia yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1984. Pestisida Untuk Pertanian danKehutanan.Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan. Direktotarat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan.Jakarta. 1984
Cooke, A.S. 1970. The effect of p.p-DDT on Ted Poles of Common Frog Rana temporaria. Env.
Poll.1:57-71
Coutney, W. R., Jr., and M. H. Robert, Jr. 1973. Environmental Effect on Toxaphene Toxicity to
Selected Fishes and Crustaceans. Ecol. Res. series. EPA-R3-73035. United Stated
Environmental Protection Agency, Wasihington D.C.20460
Duursma, E.K. & M. Marchand. 1974. Aspects of Organic Marine Pollution. Ann. Rev. Oceanogr.
Mar. Biol.12:315-431
Gast, R.T. 1961. Factors Involved in Differential Susceptibility at Corn Earworm Larval to DDT.
J. Econ. Entomol. 54:1203-1206.
Gosselin, R.E. 1984. Clinical Toxicology of Commercial Products. William and Wilkin, Baltimore,
5th.ed
IARC. 1978. IARC Monographs on the Evaluation of Carsinogenic Risk of Chemical to
Humans, Supplement 4. IARC, Lyon.pp.14-22
Jefferies,D, J. 1972. Organochlorine Insecticide Residues in British Bats and Their Significane.
Journal Zoology 166:245-263