Anda di halaman 1dari 14

KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN GANGGUAN KESEHATAN SEBAGAI DAMPAK

PENGUNAAN PESTISIDA PERTANIAN


M.Sudjak Saenong dan Awaludin Hipi
Peneliti Hama Penyakit pada BALITSEREAL

ABSTRAK
Sejak tahun 1980, residu pestisida telah ditemukan mencemari beberapa jenis sayuran seperti kentang,
kubis, sawi, tomat dan wortel pada daerah-daerah sentra sayuran di Jawa Barat (Pacet, Pengalengan, Lembang),
Jawa Tengah (Getasan, Ambarawa, Tawangmangu) dan Jawa Timur (Batu). Hasil analisa dan monitoring terbatas
yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian melalui Direktorat Perlindungan Tanaman
tahun 1980 menunjukkan bahwa residu pestisida tersebut di atas adalah dari jenis DDT, diazinon, dieldrin, fenitrotion
dan klorfirifos. Di negara-negara maju beberapa pestisida telah diteliti dapat bersifat carsinogenic agent, mutagenic
agent, teratogenic agent dan menjadi penyebab dari penyakit-penyakit seperti leukemia dan sebagainya. Tulisan ini
memaparkan data beberapa referensi yang menekankan bagaimana bahaya penggunaan pestisida terhadap
kesehatan dan lingkungan.
Kata kuci : Kerusakan lingkungan, residu pestisida, sayuran

PENDAHULUAN
Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak digunakan sejak tahun 1950an
sampai akhir tahun 1960an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT,
endrin, aldrin, dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat
organik seperti paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena
walaupun bahan-bahan ini sangat beracun (racun akut), akan pestisida-pestisida tersebut
sangat mudah terurai dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang
masih perlu diperhatikan masa kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa
lampau khususnya terhadap aplikasi derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.
Pada tanah-tanah pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi, residu
pestisida akan sangat tinggi karena jenis tanah tersebut di atas menyerap senyawa golongan
hidrokarbon berklor sehingga persistensinya lebih mantap. Kandungan bahan organik yang
tinggi dalam tanah akan menghambat proses penguapan pestisida. Kelembaban tanah,
kelembaban udara, suhu tanah dan porositas tanah merupakan salah satu faktor yang juga
menentukan proses penguapan pestisida. Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan
proses penguapan air. Residu pestisida yang larut terangkut bersama-sama butiran air keluar
dari tanah dengan jalan penguapan, akan tetapi masih mungkin jatuh kembali ke tanah
bersama debu atau air hujan. Air merupakan medium utama bagi transportasi pestisida.
Pestisida dapat menguap karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke tanah melalui air hujan
atau pengendapan debu.
PENGGOLONGAN SENYAWA KIMIA PESTISIDA

Menurut Watterson (1988), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang beredar


di pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada hewan,tumbuhan maupun
jazad renik, yang mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai
organisme pengganggu tananam (OPT) adalah insektisida, rodentisida, molusisida, avisida, dan
mitisida. Sedangkan yang mengendalikan jazad renik antara lain bakterisida, fungisida, algisida.
Selain dari pada itu terdapat senyawa kimia yang sifatnya hanya sebagai pengusir serangga
(insect repellent), dan sebaliknya ada pula yang justru menarik serangga untuk datang (insect
attractant) serta ada yang dapat memandulkan serangga (Tabel 1).

Tabel 1. Jenis-Jenis Pestisida dan Kegunaannya


Jenis Pestisida

Fungsi dan kegunaannya

Insektisida

Mengontrol and mngendalikan serangga

Herbisida

Membunuh rumput (gulma)

Fungisida

Membunuh jamur

Nematoda

Membunuh nematoda

Rodentisida

Membunuh tikus

Bakterisida

Membunuh bakteri

Akarisida

Membunuh laba-laba

Algisida

Membunuh alga

Mitisida

Membunuh mite

Molusisida

Membunuh moloska

Avisida

Mengusir burung

Piscisida

Mengendalikan ikan

Ovisida

Menghancurkan telur

Desinfektant

Menghancurkan atau menginaktifkan mikroorganisme yang berbahaya

Growth regulator

Merangsang/menghambat pertumbuhan

Defoliant

Penggugur daun

Desiccant

Mempercepat pengeringan tanaman

Repellent

Mengusir serangga, rayap, anjing dan kucing

Atractant

Menraik serangga

Chemosterilant

Mensterilisasi serangga

Sumber: Watterson (1988)

DINAMIKA PESTISIDA DALAM LINGKUNGAN


Menurut Tarumingkeng (1977), dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal
istilah residu. Istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia
pestisida yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau
aplikasi pestisida, sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di

dalam suatu benda dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau keduaduanya. Residu dapat hilang atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan
derajat yang konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian,
pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala
ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali karena proses pertumbuhan tanaman itu
sendiri.
Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum
kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan
banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua
tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau
sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya
dua proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain
sehingga terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang
ditranslokasikan dari proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang
kurang merusak sehingga terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain
adalah pestisida akan bereaksi dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu
berlangsung cepat (Tarumingkeng,1977).
KASUS-KASUS PENCEMARAN PESTISIDA
Terhadap Hewan Vertebrata
Moore (1974) mengemukakan bahwa burung pemangsa tikus Falcon tininuculus dan
Tyto alba banyak yang terkontaminasi oleh pestisida akibat memangsa tikus yang telah
memakan umpan biji-bijian yang dicampur dieldrin, sedang Jefferies (1972) mengemukakan
bahwa kelelawar dari jenis Pipistrellus, Plocetius dan Myotis ditemukan banyak mengandung
residu organoklorin jenis DDE ( 10,68 ppm), DDT ( 4,62 ppm) dan dieldrin ( 0,29 ppm)
dalam organ hatinya. Di Indonesia, dampak pengaruh samping dari aplikasi DDT dan metabolit
DDE menunjukkan adanya korelasi negatif antara residu DDT pada telur bebek dan tebalnya
kulit telur. Ini menunjukkan bahwa pada saat dilakukan pengukuran, efek residu pestisida
tersebut belum significant mencemari bebek yang ada di Indonesia (Koeman, 1974). Pada
hewan amfibi seperti kodok, pencemaran dapat mengubah perilaku dan kelainan morfologi
khususnya terhadap ekor dan moncong (Cooke, 1970).
Terhadap Hewan Invertebrata
Palpp (1976) mengemukakan bahwa pengaruh samping dari pada penggunaan
pestisida terhadap hewan inveterbrata dapat berupa timbulnya pembentukan kekebalan
(resistensi) ataupun resurgensi. Pembentukan kekebalan terjadi melalui beberapa mekanisme
seperti perubahan asetilkolines-trase, menurunnya penyerapan, kekebalan terhadap pengatur
pertumbuhan (growth regulator), kekebalan terhadap piretroid, kekebalan metabolisme
terhadap organofosfat dan karbamat serta kekebalan terhadap senyawa pestisida berklor.
Szeics et al. (1973) menemukan bahwa penyerapan insektisida oleh kulit serangga bertambah
sesuai dengan polaritasnya. Hal ini diamati pada percobaan terhadap Heliothis virescens, akan

tetapi penurunan penyerapan dapat terjadi dan merupakan mekanisnme kekebalan. Walaupun
mekanisme tersebut di atas belum dapat dijelaskan secara rinci, akan tetapi pengamatan pada
larva Heliothis zea yang lebih tua nampak lebih kebal dari yang muda (Gast, 1961).
Kasus lain ditemukan bahwa fungisida dengan sodium metan dan formaldehida yang
digunakan terhadap permukaan atau yang diinjeksikan mempunyai pengaruh tajam dan akan
membunuh binatang-binatang tanah yang terkena sampai pada ke dalaman 15 cm. Jenis
pestisida yang paling besar pengaruhnya terhadap musnahnya faunah tanah adalah insektisida
di banding pestisida lain seperti herbisida dan fungisida. Insektisida-insektisida tersebut yang
paling banyak digunakan adalah hidrokarbon berklor dan organofosfat. Senyawa hidrokarbon
berklor dapat menjadi penyebab berkurangnya populasi tungau pemangsa colembola sehingga
populasi colembola berkembang, sebaliknya senyawa dari jenis aldrin dan derivatnya
pengaruhnya tidak terlalu significant menurunkan populasi tungau (Sheals, 1956).
Terhadap Kehidupan Perairan
Sumber pencemaran perairan oleh pestisida ialah adanya aliran air dari daerah
pertanian terutama selama musim hujan. Pada kadar yang tinggi pestisida dapat membunuh
jazad yang hidup di dalam air. Pestisida-pestisida yang persistensinya tinggi seperti golongan
organoklorin meskipun dengan kosentrasi rendah dapat masuk dalam rantai makanan dan
mengalamai proses peningkatan kadar (biological magnification) sampai pada derajat yang
mematikan (Coutney et.al.,1973). Terhadap kehidupan fitoplankton, perlakuan paraquat pada
dosis 1,0 ppm selama 4 jam dapat menurunkan produktivitas 53%, perlakuan diquat dengan
dosis yang sama selang waktu 48 jam menurunkan produktivitas 45%, sedangkan diuran
dengan dosis 1,0 ppm dalam 4 jam menurunkan produktivitas sampai 87% (Pimentel, 1974).
Daya meracun berbagai pestisida khususnya herbisida terhadap kehidupan ikan telah
banyak diteliti. Misalnya kemampuan meracuni kehidupan ikan, jenis insektisida nampak lebih
kuat dibanding herbisida. Akan tetapi karena pemakaian herbisida sebagai pengendali gulma
intensitas pemakaiannya lebih tinggi, maka dampak kerusakannya lebih nampak. Nilai toksisitas
akut herbisida terhadap ikan umumnya jauh lebih tinggi dari pada konsentrasi yang dibutuhkan
untuk mengendalikan gulma. Sebagai contoh, herbisida paraquat pada kadar aplikasi 1,14 ppm
dapat mematikan ikan lele, dan ikan salmon 3 hari setelah aplikasi (Duursma and Marchand,
1974).
Terhadap Tumbuhan
Aplikasi pestisida pada kadar rendah (sublethal) dapat memberi pengaruh resisten
terhadap tumbuhan pengganggu., oleh karena itu penyemprotan yang tak sempurna dapat
menimbulkan pengaruh jangka panjang yang tak terduga. Di samping itu secara tidak langsung
penggunaan pestisida (herbisida) akan merangsang tumbuhan pengganggu lain yang bukan
sasaran justru menjadi dominan. Sebagai contoh pertumbuhan alang-alang Imperata cylindrica
dapat ditekan dengan penggunaan herbisida, akan tetapi di sisi lain rumput Mikinia micranta
justru akan tumbuh subur dan merajalela di tempat itu karena persaingannya dengan alangalang sudah tidak ada lagi. Demikian juga dengan jenis rumput Pennisetum polystachion yang

mempunyai tingkat kepadatan biji yang sangat banyak (300.000 370.000 biji/tanaman) tidak
dapat tumbuh pada kondisi gelap (di bawah naungan alang-alang), tetapi pada saat alang-alang
dibasmi, maka rumput ini akan tumbuh dominan (Soedarsan dan Amir, 1975).
Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut Watterson (1988) secara umum telah banyak sekali bukti-bukti yang ditemukan
pengaruh samping senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia. Beberapa jenis
penyakit yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh pengaruh samping penggunaan senyawa
pestisida antara lain leukemia, myaloma ganda, lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker
prostae, kanker kulit, kanker perut, melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor
syaraf dan neoplasma indung telur. Selain dari pada itu, beberapa senyawa pestisida telah
terbukti dapat menjadi faktor "carsinogenic agent" baik pada hewan dan manusia, yakni tercatat
ada 47 jenis bahan aktif pestisida ditemukan terbukti sebagai carsinogenic agent pada hewan,
dan 12 jenis lagi terbuti sebagai carsinogenic agent pada manusia (Gosselin, 1984: IARC,
1978: Saleh, 1980) (Tabel 2).
Tabel 2.

Senyawa-Senyawa Pestisida yang Telah Terbukti dapat Menjadi Faktor Penyebab Penyakit Kanker

(Carsinogenic Agent) pada Hewan dan Manusia


Bahan aktif

Hewan

Manusia

acrylonitrile

aldrin

aminotriazole

amitraz

arsenic oxide

Bahan aktif

Hewan

Manusia

ethylene dibromide

ethylen thiourea

formaldehyde

hempa

heptachlor

azinphos-metyl (guthion)

lindane

cadmium

maleic hydrazide

captan

maneb

carbaryl

MCPA

carbontettrachloride

methidathion

chloramben

methylene bromide

chlordane

methylene dichloride

chlordecone (kepone)

mexacarbamate

chlordimeform

mirex

chlorobenzilate

monuron

chlorofenol(group)

parathion

chlorothalenil

pentachlorophenol

2,4-D

permethrin

DBCP

picloram

DDT

rotenone

diallate

sodium azide

1,2, dichloropropane

sulfallate

1,3, dichloropropane

2,4,5-T

dicofol

2,3,6 TBA

dieldrin

tetrachlorvinphos

dimethoate

trichlorfon

endosulfan

trifluralin

Sumber : Gosselin (1984);IARC(1978):Saleh(1980)


Catatan : + = ditemukan bukti; - = tidak ditemukan bukti

Fakta lain ditemukan pula bahwa ternyata tercatat 80 jenis bahan aktif pestisida juga
dapat menjadi penyebab atau sebagai faktor "mutagenic agent" (Moriya, 1983; Weinstein, 1984;
Sandhu, 1980; Simmon, 1980) (Tabel 3). Lebih jauh ditemukan lagi fakta bahwa senyawa
pestisida juga dapat menjadi penyebab penyakit peradangan kulit dan penyakit kulit lainnya
sebagai akibat timbulnya alergi dan iritasi. Yang dapat menyebabkan alergi pada kulit tercatat
ada 20 jenis bahan aktif sedangkan yang menyebabkan iritasi tercatat ada 42 jenis bahan aktif
(Weinstein, 1984: Gosselin, 1984) (Tabel 4).
Tabel 3. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Fakta Penyebab Mutasi Genetik
(Mutagenic Agent)
acephate

Dicrotophos

NBT(2,4-dinitrophenylthiocyanate)

allethtrin

dichlorvos

NNN(5-nthro-1-napthalonitrile)

azinphos-methyl

dimethoate

nitofen

benomyl

dinocap

oxydemeton-methyl

bromocil

dinoseb

oxine copper

butaclor

disulfoton

parathion-methyl

cocodylic acid

echlomezel

pentachlorophneol

captafol

ethylnechlorohydrin

phenazine oxide

captan

ethylenedibromide

phosmer

carbaryl

ethylenedichloride

pirimiphosmethyl

carbendazim

ethylene oxide

polycarbamate

carbofuran

ethylene thiourea

polyoxin D-Zn

chlormethoxynil

EMS

propanil

chlorfenvinphos

ESP

salithion

chloropicrin

fenaminosulf

simazine

chlorpyrifos

fenitrithion

2,4,5-T

cyclophosphamide

ferbam

thiometon

2,4-D acid

folpet

thiram

2,4-BB acid

HEH(2-hydroxyethylenehydrazin)

toxaphene

DBCP

hemel

triallate

DD

MAF

trichlorfon

DDC

MCPA

TTCA(asomate)

DDT

malaeic hydrazide

vamidothion

demeton

metepa

ziram

1,2,dibromethane

methyl dibromide

dicamba

monocrotophos

dichlorfluanid
Sumber : Moriya (1983); Weinstein (1984); Sandhu (1980); Simmmon 1980)

Tabel 4. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Faktor Penyebab Penyakit Radang Kulit
Dan Penyakit Kulit Lainnya (Alergi Dan Iritasi)

Bahan aktif

Jenis peradangan

Bahan aktif

alergi

iritasi

kelthane

anilazine

benomyl

captafol

captan

chloropicrin

Jenis peradangan
alergi

iritasi

lindane

malathion

mancozeb

maneb

mercaptobenothiazole

chlorothalonil

methidathion

cyhexatin

methomyl

DCDA

methylphenol(cresol)

demeton

methyl parathion

dialifur

mevinphos

chazinon

monocrotophos

dimethoate

naled

dinobuton

nitrofen

dinoseb

parathion

disulfoton

PCNB

DNCB

phosmet

DNOC

propagite

DVDP

pyrethroids

endosulfan

sulphur

ethephon

thiram

ethion

toxaphene

ferbam

triazine

folpet

zineb

formaldehyde

zitram

glyphosate

acephate

Sumber : Weinstein (1984); Gosselin (1984)


Catatan : + = ditemukan bukti; - = tidak ditemukan bukti

Secara umum, proses peracunan senyawa pestisida dapat diamati berdasarkan


golongan pestisida yang dipakai di lapangan. Fenomena ini sering ditemukan pada para pekerja
yang terkait langsung dengan pestisida seperti pekerja pada lokasi kepabrikan maupun perkerja
yang langsung menggunakan senyawa pestisida tersebut terhadap organisme target. Pada
golongan pestisida yang mempunyai bahan aktif dari klor organik seperti endrin, aldrin,
endosulfan, dieldrin, lindane(gamma BHC) dan DDT, gejala keracunan yang dapat ditimbulkan
dapat berupa mual, sakit kepala dan tak dapat berkosentrasi. Pada dosis tinggi dapat terjadi
kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan. Hal ini disebabkan kerena
senyawa klor organik mempengaruhi susunan syaraf pusat terutama otak.
Pada senyawa fosfat organik, gejala yang timbul dapat berupa sakit kepala, pusing,
lemah, pupil mengecil, gangguan penglihatan, sesak nafas, mual, muntal, kejang pada perut,
diare, sesak dada dan detak jantung menurun. Senyawa ini menghambat aktivitas enzim
kolonestrasi dalam tubuh penderita. Pada karbamat, gejala keracunannya hampir tak terlihat
jelas, proses kerjanya juga menghambat enzim kolinestrase dalam tubuh, tetapi reaksinya
reversible dan lebih banyak bekerja pada jaringan bukan dalam plasma darah. Yang masuk
kategori senyawa itu adalah aldikarb, carbofuran, metomil, propoksur dan karbaril (Anonim,
1984) (Tabel 5).
Tabel 5. Gejala Keracunan Dan Petunjuk Cara Pertolongan Pertama Pada Penderita
Golongan Pestisida

Cara bekerjanya

Gejala keracunan yang timbul

Klor organik : endrin, aldrin,

Mempengaruhi susunan syaraf Mual, sakit kepala, tak dapat

endosulfan(thiodan), dieldrin,

pusat terutama otak

lindane(gamma BHC), DDT

berkonsentrasi. Pada dosis tinggi


dapat terjadi kejang-kejang muntah
dan dapat terjadi hambatan
pernafasan

Fosfat organik: mevinfos

Menghambat aktivitas enzim

Sakit kepala, pusing-pusing, lemah,

(fosdrin), paration, gution,

kholinnestrase

pupil mengecil, gangguan

monokrotofos (azodrin),

penglihatan dan sesak nafas, mual,

dikrotofos, fosfamidon, diklorvos

muntah, kejang pada perut dan

(DDVP), etion, efntion, diazinon.

diare, sesak pada dada dan detak


jantung menurun.

Karbamat : aldikarb(temik),

Menghambat aktivitas enzim

Tanda-tanda keracunan umunya

carbofuran (furadan), metomil

kholinestarse, tetapi reaksinya lambat sekali baru terlihat

(lannate), propoksur (baygon),

reversible dan lebih banyak

karbaril (sevin)

bekerja pada jaringan, bukan


dalam darah/plasma.

Dipiridil : paraquat, diquat dan

Dapat membentuk ikatan dan Gejala keracunan selalu lambat

morfamquat

merusak jaringan ephitel dari

diketahui, seperti perut, mual,

kulit, kuku, saluran pernafasan muntah dan diare karena ada iritasi
dan saluran pencernaan,

pada saluran pencernaan. 48-72

sedangkan larutan yang pekat jam baru gejala kerusakan seperti


dapat menyebabkan

ginjal seperti albunuria, proteinura,

peradangan.

hematuria, dan peningkatan


kreatinin lever, 72 jam-14 hari
terlihat tanda-tanda kerusakan pada
paru-paru

Antikoagulan : tipe kumarin

Pestisida ini cepat diserap oleh

(warfarin), tipe 1,3 indantion:

pencernaan makanan,

difasinon, difenadion (Ramik)

penyerapan dapat terjadi sejak hidung berdarah, sakit pada rongga

Hematuria (kencing berdarah),

saat tertelan sampai 2-3

perut, kurang darah dan kerusakan

hari.Kumrain dapat diserap

ginjal

melalui. Kedua tipe pestisida ini

Arsen : arsen trioksid, kalium

Menghambat pembentukan zat

arsenat, asam arsenat dan

yang berguna untuk

Pada keracunan akut: nyeri pada

arsin(gas).

koagulasi/pembekuan darah

perut, muntah dan diare. Pada

antara lain protrombin

keracunan sub akut akan timbul

Keracunan arsen pada

gejala seperti sakit kepala, pusing

umumnya melalui mulut

dan banyak keluar ludah

walaupun bisa juga diserap


melalui kulit dan saluran
pernafasan
Sumber: Anonim (1984)

PROSEDUR PELAKSANAAN PENGAMANAN PESTISIDA


Pedoman Umum Penanganan Bahan
Agar senyawa pestisida aman digunakan dan tidak terlalu menimbulkan efek peracunan
pada pemakai, maka pemerintah dan formulator telah menetapkan dan memberi petunjuk
sebagai pedoman umum dalam penanganan senyawa kimia berbahaya. Mulai dari pemilihan
jenis pestisida, tata cara penyimpanan, penakaran, pengenceram, pencampuran sampai
kepada prosedur kebersihannya (Anonim, 1984) (Tabel 6).
Tabel 6. Petunjuk Umum Tentang Keamanan Dalam Menggunakan Senyawa Kimia Pestisida di Lapangan
1.

Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian.Jangan
sekali-kali menggunakan pestisida yang belum terdaftar dan memperoleh izin.

2.

Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran lainnya
yang akan dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan tentang kegunaan

pestisida dalam label pada wadah pestisida tersebut


3.

Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor atau rusak, dengan label
asli yang berisi keterangan lengkap dan jelas. Jangan membeli dan menggunakan pestisida
dengan label dalam bahasa asing

4.

Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida
itu

5.

Simpanlah pestisida di tempat khusus yang sejuk, kering dan dapat dikunci, jauh dari
makanan/minuman, dan tidak dapat dijangkau oleh anak-anak, hewan piaraan serta ternak.

6.

Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam
ruangan yang mempunyai ventilasi baik.

7.

Pakailah sarung tangan dan gunakalah wadah, alat pengaduk dan alat penakar yang khusus
hanya untuk pestisida. Semua peralatan tersebut jangan digunakan untuk keperluan lain, lebihlebih yang berhubungan dengan makanan dan minuman.

8.

Bukalah tutup wadah pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak memercik, tumpah atau
berhambur ke udara.

9.

Gunakalah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida
dengan takaran yang berlebihan atau kurang.

10 Periksalah alat penyemprot dan usahaka supaya selalu dalam kedaan baik, bersih dan tidak
bocor.
11 Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan kaian.
12 Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan
pestisida. Pestisida lebih mudah terserap ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka.
13 Selama menyemprot, pakailah baju khusus yang berlengan panjang, penutup kepala penutup
muka, celana panjang, sarung tangan dan sepatu boot
14 Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin
15 Hindarkalah semprotan pestisida terbawa angin ke tempat lain, supaya tidak mengenai tempat
tinggal penduduk, tanaman di tempat lain, sungai, kolam, danau atau makanan ternak.
16 Jangan menyemprot pada waktu angin bertiup kencang, cuaca panas atau akan turun hujan.
17 Bekerjalah demikian rupa sehingga tanaman yang telah disemprot tidak dilalui lagi untuk
menghindari persentuhan dengan tanaman yang telah terkena pestisida
18 Jangan merokok, makan atau minum selama bekerja dengan pestisida.
19 Jika merasa kurang enak badan, berhentilah bekerja dengan segera dan baca petunjuk dalam
label tentang pertongan pertama dan segera hubungi dokter, beri tahu pestisida apa yang
digunakan.
20 Setelah selesai bekerja denga pestisida, mandilah sehera dengan sabun, pakaian dan alat
pelindung lainnya yang dipakai harus segera dicuci dengan sabun.
21 Setalah selesai bekerja, cucilah alat penyemprotan dan alat lainnya serta usahakan air bekas
cucian tidak mengalir ke sungai, saluran air, kolam ikan, sumur dan sumber air lainnya.
22 Bersihkanlah selalu muka dan tangan dengan air dan sabun sebelum beristirahat untuk makan
minum atau merokok.
23 Wadah bekas yang sudah kosong jangan dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman
akan tetapi musnahkan dengan merusak, membakar atau menguburnya di tempat yang aman.

Sumber Anonim (1984)

Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida


Berdasarkan panduan pertolongan pertama pada kasus keracunan pestisida dalam
Anonim (1984), maka bila terjadi kasus keracunan senyawa kimia pestisida maka ada sebelas
item yang harus dicermati/diteliti dengan saksama agar dapat diambil tindakan medis yang
tepat dan segera untuk menolong jiwa penderita. Ke sebelas urutan tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Apabila gejala keracunan mulai timbul betapapun ringannya gejala tersebut, segeralah
berhenti bekerja dan pergilah ke dokter atau klinik terdekat untuk mendapatkan pertolongan
lebih lanjut. Hal tersebut harus segera dilakukan karena sewaktu-waktu keadaan dapat
berkembang menjadi gawat. Supaya tindakan pertolongan selanjutnya dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat, dokter harus diberitahu nama pestisida yang menyebabkan keracunan. Untuk
ini sebaiknya bawalah label pestisida tersebut untuk ditunjukkan kepada dokter.
b. Dalam hal kulit atau rambut dan pakaian terkena pestisida, cucilah segera kulit dan rambut
yang terkena dengan sabun dan air yang banyak dan lepaskan pakaian untuk diganti dengan
yang bersih.
c. Apabila pestisida mengenai mata, cucilah segera mata dengan air bersih yang banyak
selama 15 menit atau lebih terus menerus. Kemudian ditutup dengan kapas seteril yang
dilengketkan dengan kain pembalut.
d. Apabila debu, bubuk, uap, gas atau buti-butir semprotan terhisap melalui pernafasan,
bawalah penderita ke tempat terbuka yang berudara segar, longgarkan pakaiannya yang ketat
dan baringkan dengan dagunya agak terangkat ke atas supaya dapat bernafas dengan bebas.
Jaga supaya penderita dalam keadaan tenang dan tidak kedinginan (apabila perlu selimutilah
penderita tetapi jangan sampai terlalu kepanasan). Sementara menunggu pertolongan dokter,
awasilah terus keadaan penderita.
e. Apabila pestisida tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, usahakan supaya penderita
muntah dengan cara mencolek bagian belakang tenggorokan dengan jari tangan atau alat lain
yang bersih dan/atau dengan memberi minum larutan garam sebanyak satu sendok makan
dalam segelas air hangat. Ulangi proses pemuntahan sampai yang dimuntahkan berupa cairan
yang jernih. Pada waktu penderita mulai muntah, usahakan mukanya menghadap ke bawah
dan kepalanya agak direndahkan supaya muntahan tidak masuk dalam paru-paru. Selanjutnya
harus dijaga jangan sampai muntahan menghalangi pernafasan. Usaha pemuntahan tidak
dapat dilakukan apabila penderita dalam keadaan kejang atau tidak sadar, penderita telah
menelan bahan yang mengandung minyak bumi dan penderita telah menelan bahan alkalis
atau asam kuat yang korosif (secara kimiawi merusak jaringan hidup)dengan gejala rasa
terbakar atau nyeri sekali pada mulut dan kerongkongan.

f.
Apabila bahan korosif tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, berilah penderita
minum susu atau putih telur dalam air, atau hanya air saja dalam kondisi dimana susu atau telur
tidak tersedia. Susu atau minyak tidak boleh diberikan kepada penderita keracunan pestsida
hirokarbon berklor.
g.
Apabila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernafasan tidak tersumbat.
Bersihkan hidung dari lendir atau muntahan dan bersihnya mulut dari air liur, lendir, sisa
makanan dan sebagainya. Jangan memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang
tidak sadar.
h. Apabila pernafasan penderita berhenti, usahakanlah pernafasan buatan. Bersihkan lebih
dulu mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya.
i.
Apabila penderita kejang, usahakanlah kekejangan tersebut tidak mengakibatkan cidera.
Longgarkan pakaian disekitar leher, taruh bantal di bawah kepala dan berilah ganjal antara gigi
untuk mencegah supaya bibir atau lidah tidak tergigit.
j.
Penanggulangan keracunan setalah dilakukan pertolongan pertama selanjutnya diambil
tindakan sebagai berikut
i.
untuk golongan pestisida klor organik, dilakukan tindakan mencuci lambung dengan
memberi garam isotoris larutan natrium bikarbonat 5%. Untuk mengurangi absorbsi dapat
diberikan 30 gram norit yang disuspensikan dalam air;
ii.
untuk golongan fosfat organik, diberikan antodote Atropin sulfat intra vena atau intra
muskuler, bila mungkin dilakukan penyuntikan intra vena. Dosis dewasa dan anak-anak lebih
dari 12 tahun 0,4-2,0 mg dan untuk anak-anak 0,05 mg/kg berat badan. Dosis diulangi tiap 1530 menit sampai kelihatan gejala atropinasi/gejala keracunan ringan dari atropin seperti muka
merah, frekuensi detak jantung meningkat (140/menit) dan pupil melebar. Pralidoxim diberi-kan
setalah atropin, bila diberikan sebelum 36 jam setalah keracunan akan dapat menanggulangi
efek dari pestisida fosfat organik ini. Dosis dewasa 1 gr/kg berat badan dan anak-anak 20-50
gr/kg berat badan dengan kecepatan tidak lebih dari setengah dosis total tiap menit. Ulangi lagi
setelah 1 jam bila kelemahan/ kelumpuhan otot belum tertanggulangi;
iii. untuk golongan karbamat, penaggulangan-nya sama dengan pestisida golongan fosfat
organik, tapi disini tidak digunakan pralidoxim;
iv. (untuk golongan senyawa dipiridil tindakannya adalah untuk mengurangi absorbsi dari
saluran pencernaan, diberikan absorben Fullers Earth 30% suspensi dalam air;
v. (untuk golongan antikoagulan dilakukan pemberian antidote fitonadion, yakni dosis dewasa
dan anak-anak lebih dari 12 tahun 25 mgr intra muskuler dan anak-anak di bawah 12 tahun 0,6
mgr/kg berat badan;

vi.
untuk golongan
Dimerkaptopropanol.

arsen

dilakukan

pemberian

antidote

Dimerkaprol

(B.A.L),

k.
Untuk penanggulangan selanjutnya, dilakukan pendataan mencakup tempat kejadian,
tanggal, nama korban, umur, jenis kelamin, keracunan melalui apa (mulut, pernafasan, kulit),
sampel pestisida, muntahan atau sisa makanan (dalam hal penderita tidak diketahui, dapat
disebutkan pestisida-pestisda apa yang biasa digunakan di tempat tersebut, dan jenis-jenis
pertolongan yang telah diberikan kepada penderita.
PENUTUP
Walaupun beberapa rujukan pustaka dari paper ini sudah cukup tua, akan tetapi dari
data-data tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa problematika yang terkait dengan
dampak samping dari penggunaan pestisida baik langsung maupun tidak langsung cukup
significant merusak ekosistem lingkungan dan bahkan kesehatan manusia. Oleh sebab itu ke
depan penanganan pestisida nampaknya masih panjang untuk diperdebatkan dan bahkan
masih perlu diteliti lebih jauh agar ekosistem bumi kita dapat terselamatkan dari proses
pencemaran senyawa-senyawa kimia yang berbahaya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1984. Pestisida Untuk Pertanian danKehutanan.Direktorat Perlindungan Tanaman
Pangan. Direktotarat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan.Jakarta. 1984
Cooke, A.S. 1970. The effect of p.p-DDT on Ted Poles of Common Frog Rana temporaria. Env.
Poll.1:57-71
Coutney, W. R., Jr., and M. H. Robert, Jr. 1973. Environmental Effect on Toxaphene Toxicity to
Selected Fishes and Crustaceans. Ecol. Res. series. EPA-R3-73035. United Stated
Environmental Protection Agency, Wasihington D.C.20460
Duursma, E.K. & M. Marchand. 1974. Aspects of Organic Marine Pollution. Ann. Rev. Oceanogr.
Mar. Biol.12:315-431
Gast, R.T. 1961. Factors Involved in Differential Susceptibility at Corn Earworm Larval to DDT.
J. Econ. Entomol. 54:1203-1206.
Gosselin, R.E. 1984. Clinical Toxicology of Commercial Products. William and Wilkin, Baltimore,
5th.ed
IARC. 1978. IARC Monographs on the Evaluation of Carsinogenic Risk of Chemical to
Humans, Supplement 4. IARC, Lyon.pp.14-22
Jefferies,D, J. 1972. Organochlorine Insecticide Residues in British Bats and Their Significane.
Journal Zoology 166:245-263

Koeman, J.H., J.H. Pennings, R. Rosanto, O. Soemarwoto, P.S.Tjide, S. Blkae, S. Kusudinata,


R. Dja-jodiredjo. 1974. Metals and Chlorinated Hydrocarbon Pesticide in Samples of Fish,
Sawah Duck Eggs, Crustaceans and Molluscs Collected in West and Central Java, Indonesia.
Ecol & Dev 2:1-14
Moriya,M.1983.Further Mutagenicity Studies on Pesticides in Bacterial Reversion Assay
Systems. Mutat. Res., vol.116.pp.185-216
Moore,N.W. 1974. Toxic Chemical and Wildlife Section. Dalam Monk Wood Experiment Station.
Report for 1972-1973.hal.7-14
Palpp, F.W. 1976. Biochemical Genetics of Insecticide Resistance. Ann.Rev.Ent.21:179-197
Pimentel.,D. 1971. Ecological Effects of Pestisides on non Target Species. Execitive Office of
the President. Office of Science and Technology, 1971. Washington D.C.20402
Saleh,M.A.1980. Mutagenic and Carsinogenic Effects of Pesticides. Environ. Sci. Health. vol.
B15 (6): pp.907-927
Sandhu, S. S. and Water, M.D. 1980. Mutagenicity Evaluation of Chemical Pesticides. J.
Environ. Sci. Health/B15 (6): pp.929-948
Sheals,S.G. 1956. Soil Population Studies I.The effectsof Cultivation and Teatment with
Insecticides. Bull.Ent.Res.47:803-833
Simmon,V.F. 1980. An Overview of Shortterm Test for the Mutagenic and Carsinogenic
Potential of Pesticdes. J .Environ. Sci. Health, vol. B15 (6): pp.867-906
Soedarsan, A. dan J. Amir.1975. Beberapa Catatan tentang Pennisetum polystechium (L)
Schult, Sejenis Tumbuhan Pengganggu Diperkebunan. Menara Perkebunan 43:105-107
Szeics,F.M, F.W.Plapp and S.B. Vinson. 1973. Tobacco Budworm Penetration at Several
Insecticide Into the Larva. J. Econ. Entomol. 66:9-15
Watterson, A..1988. Pesticides Users Health and Safety Handbook. An International Guide.
Gower Technical Publishing Company Limites. England
Weinstein,S.1984. Fruits of Your Labor: An Guide to Pesticides Hazards for Californian Field
Workers.Univ.of Calif. Barkeley, USA, pp.V-23,v-25.

Anda mungkin juga menyukai