Anda di halaman 1dari 30

WRAP UP

SKENARIO 1
BLOK KEDOKTERAN KELUARGA

KELOMPOK A 4
Ketua
Sekretaris
Anggota

: Anisa Rahmayati
1102010025
: Juwita
1102012138
: Fitri Permatasari
1102012089
Ahmad Naji Karsanaputra
1102012011
Alifa Umami
1102012016
Dayu Fitria Indriati
1102012049
Dhonrizal Gusnanda
1102012062
Gilang Mayarari
1102012098
Iwa Fathi Syahdia
1102012133
Giri Mahesa Putra Zatnika
1102012100

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015/2016
SKENARIO

Pembiayaan Kesehatan
Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga yang berkerja sama
dengan BPJS. Klinik ini dikelola dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat
mengalami kemajuan yang cukup pesat dan dikenal luas di masyarakat. Suatu hari di klinik
ini dikunjungi seorang pasien, Ny. A, 38 tahu, dengan kehamilan trimester 1 pada G5P2A2.
Pasien ingin melakukan pemeriksaan kahamilan secara rutin di klinik dr. Ahmad karena
pasien mendapat informasi bahwa pelayanan di klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan
sering mual, muntah, lemas, cepat lelah, dan sesak. Dokter kemudian melakukan
pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan dalam

kondisi yang baik namun ibu tampak pucat, takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat nyeri
tekan epigastrium.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur dan
menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah bekerja sama
dengan klinik dokter keluarga tersebut.Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan
pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya yang lebih besar.

Kata Sulit
1. BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial : Badan usaha milik negara yang
ditugaskan oleh pemerintahan untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Rujukan : Upaya melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus
penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.
3. Asuransi : Istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan atau sistem atau
bisnis dimana perlindungan finansial untuk jiwa, kesehatan, kehilangan dan
kematian.

4. ANC : Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan
janin secara berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan
yang ditemukan.
Pertanyaan
1. Bagaimana sistem pembayaran pasien ke dokter keluarga ?
2. Bagaimana pengelolaan pembiayaan klinik milik dokter keluarga dan apa perbedaan
dengan rumah sakit ?
Bagaimana syarat mengikuti BPJS ?
Bagaimana BPJS dalam pandangan islam ?
Bagaiaman sistem rujukan dokter keluarga ?
Siapa saja yang mendapatkan BPJS ?
Apakah ada perbedaan asuransi kesehatan dengan BPJS ?

3.
4.
5.
6.
7.
Jawab

1. Sistem pembayaran Asuransi.


2. Pengelolaan pembiayaan : dokter keluarga perkapitasi (asuransi) atau di rumah sakit
3.
4.
5.
6.
7.

fee for service.


WNI foto copy KTP, foto copy KK, foto 3x4
Haram karena yang dibayar tidak sesuai dngan yang diterima.
Penyait diluar kompetensi dokter keluarga tetapi tetap di follow up.
Seluruh warga indonesia dan WNA yang sudah menetap selma 6bulan.
Ada perbedaan dilihat dari pengelola, peserta yang bisa ikut, dan sistem
pembayaran.

Hipotesis
Yang bisa mendapatkan BPJS adalah warga negara indonesia dan warga negara asing yang
sudah menetap 6bualn di Indonesia dan dengan membawa syarat foto copy KTP, foto copy
KK, dan foto 3x4. BPJS menurut hukum islam adalah haram karena yang telah dibayar
tidak sesuai dengan apa yang diterima. Sistem pembayaran BPJS ke dokter keluarga dengan
sistem kapitasi ( asuransi ). Perbedaan BPJS dan asuransi kesehatan lainnya adalah
dilihatdari pengelola, peserta yang bisa ikut dan sistem pembayarannya.Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang Klinik dokter keluarga
LO 1.1 Menjelaskan tentang syarat dan standart praktek
LO 1.2 Menjelaskan tentang sistem pembayaran pasien ke dokter keluarga
LO 1.3 Menjelaskan tentang sistem rujukan
LO 1.4 Menjelaskan tentang struktur organisasi
LO 1.5 Menjelaskan tentang pengelolaan pembiayaan
LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang BPJS

LO 2.1 Menjelaskan definisi


LO 2.2 Menjelaskan kriteria
LO 2.3 Menjelaskan syarat
LO 2.4 Menjelaskan prosedur
LO 2.5 Menjelaskan Pengelolaan keuangan
LI 3. Memahami dan menjelaskan pandangan Islam terhadapt asuransi kesehatan
LI 4. Memahami dan menjelaskan sikap dokter terhadapat pasien berdasarkan Islam

LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang Klinik dokter keluarga


LO 1.1 Menjelaskan tentang syarat dan standart praktek
Standar pelayanan medis :
a) Anamnesa
b) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
c) Penegakan diagnosis dan diagnosis banding
d) Prognosis
e) Konseling membantu pasien (dan keluarga) untuk menentukan pilihan terbaik
penatalaksanaan untuk pasien sendiri.

f) Konsultasi jika diperlukan, dokter keluarga dapat melakukan konsultasi ke dokter


lain (dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan, dokter spesialis, atau dinas
kesehatan) yang dianggap lebih berpengalaman.
g) Rujukan
h) Tindak lanjut
i) Tindakan
j) Pengobatan rasional
k) Pembinaan keluarga dilakukan bila dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan lebih
baik jika adapnya partisipasi keluarga.
Pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga banyak macamnya. Secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga hanya
pelayanan rawat jalan saja. Dokter yang menyelenggarakan praktek dokter keluarga
tersebut tidak melakukan pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah atau
pelayanan rawat inap di rumah sakit. Semua pasien yang membutuhkan pertolongan
diharuskan datang ke tempat praktek dokter keluarga. Jika kebetulan pasien tersebut
memerlukan pelayanan rawat inap, pasien tersebut dirujuk ke rumah sakit.
2. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien
dirumah.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga mencakup
pelayanan rawat jalan serta pelayanan kunjungan dan perawatan pasien di rumah.
Pelayanan bentuk ini lazimnya dilaksanakan oleh dokter keluarga yang tidak mempunyai
akses dengan rumah sakit.
3. Menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di
rumah, serta pelayanan rawat inap di rumah sakit.
Pada bentuk ini, pelayanan yang diselenggarakan pada praktek dokter keluarga telah
mencakup pelayanan rawat jalan, kunjungan dan perawatan pasien di rumah, serta
perawatan rawat inap di rumah sakit. Pelayanan bentuk ini lazimnya diselenggarakan oleh
dokter keluarga yang telah berhasil menjalin kerja sama dengan rumah sakit terdekat dan
rumah sakit tersebut memberi kesempatan kepada dokter keluarga untuk merawat sendiri
pasiennya di rumah sakit.
Fasilitas praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas pelayanan kesehatan strata pertama yang
lengkap serta beberapa fasilitas pelayanan tambahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sekitarnya.
1. Fasilitas untuk praktik
Fasilitas pelayanan dokter keluarga sesuai untuk kesehatan dan keamanan pasien,
pegawai dan dokter yang berpraktik.
2. Kerahasiaan dan privasi
Konsultasi dilaksanakan dengan memperhitungkan kerahasiaan dan privasi pasien.
3. Bangunan dan interior
Bangunan untuk pelayanan dokter keluarga merupakan bangunan permanen atau semi
permanen serta dirancang sesuai dengan kebutuhan pelayanan medis strata pertama
yang aman dan terjangkau oleh berbagai kondisi pasien.

4. Alat komunikasi
Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat sekitarnya.
5. Papan nama
Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang telah diatur oleh
organisasi profesi.
Peralatan klinik
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai dengan fasilitas
pelayanannya, yaitu pelayanan kedokteran di strata pertama (tingkat primer).
1. Peralatan medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis yang minimal harus
dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia layanan strata
pertama.
2. Peralatan penunjang medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan penunjang medis yang minimal
harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan
strata pertama.
3. Peralatan non medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan non medis yang minimal harus dipenuhi
di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan strata pertama.
Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya tidaklah
berbeda dengan tenaga pelaksana pelbagai pelayanan kedokteran lainnya. Tenaga pelaksana
yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Tenaga medis
Tenaga medis yang dimaksudkan disini ialah para dokter keluarga (family
doctor/physician). Tergantung dari sarana pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan
dokter keluarga serta beban kerja yang dihadapi, jumlah dokter keluarga yang
dibutuhkan dapat berbeda. Secara umum dapat disebutkan, apabila sarana pelayanan
tersebut adalah rumah sakit serta beban kerjanya lebih berat, maka jumlah dokter
keluarga yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan jika pelayanan dokter keluarga
tersebut diselenggarakan oleh suatu klinik dokter keluarga, jumlah dokter yang
dibutuhkan umumnya lebih sedikit. Klinik dokter keluarga memang dapat
diselenggarakan hanya oleh satu orang dokter keluarga (solo practice) ataupun oleh
sekelompok dokter keluarga (group practice). Telah disebutkan, dari kedua bentuk ini,
yang dianjurkan adalah bentuk kedua, yakni yang diselenggarakan oleh satu kelompok
dokter keluarga.
2. Tenaga paramedis
Untuk lancaranya pelayanan dokter keluarga, perlu mengikut sertakan tenaga
paramedis. Disarankan tenaga paramedis tersebut seyogoyanya yang telah mendapatkan
pendidikan dan latihan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga, baik aspek medis dan
ataupun aspek non medis. Jumlah tenaga paramedis yang diperlukan tergantung dari
jumlah dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga secara
umum disebutkan untuk setiap satu orang dokter keluarga, diperlukan 2 sampai 3 tenaga
paramedis terlatih.
3. Tenaga non-medis
Sama halnya dengan tenaga paramedis, untuk lancarnya pelayanan dokter keluarga,
perlu pula mengikutsertakan tenaga non-medis. Pada umumnya ada dua katagori tenaga
non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi yang diperlukan untuk menangani
masalahmasalah administrasi. Kedua, pekerjasosial (social worker) yang diperlukan
untuk menangai program penyuluhan/nasehat kesehatan dan atau kunjungan rumah

misalnya. Jumlah tenaga non medis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter
keluarga, dibutuhkan sekurang-kurangnya satu orang tenaga administrasi serta satu
orang pekerja sosial.
Proses-proses penunjang praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki panduan proses-proses yang menunjang kegiatan
pelayanan dokter keluarga.
1. Pengelolaan rekam medik
Pelayanan dokter keluarga menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi rekam medik
dengan dasar rekam medik berorientasikan pada masalah (problem oriented medical
record).
2. Pengelolaan rantai dingin
Pelayanan dokter keluarga peduli terhadap pengelolaan rantai beku (cold chain
management) yang berpengaruh kepada kualitas vaksin atau obat lainnya.
3. Pengelolaan pencegahan infeksi
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan universal precaution management yang
mengutamakan pencegahan infeksi pada pelayanannya.
4. Pengelolaan limbah
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan sistim pembuangan air kotor dan limbah,
baik limbah medis maupun limbah nonmedis agar ramah lingkungan dan aman bagi
masyarakat sekitar klinik.
5. Pengelolaan air bersih
Pelayanan dokter keluarga mengkonsumsi air bersih atau air yang telah diolah sehingga
aman digunakan.
6. Pengelolaan obat
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan sistim pengelolaan obat sesuai prosedur yang
berlaku termasuk mencegah penggunaan obat yang kadaluwarsa.
LO 1.2 Menjelaskan tentang sistem pembayaran pasien ke dokter keluarga
1. Sumber-sumber dana pada klinik kedokteran keluarga
Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis
besar berasal dari :
a) Bersumber dari anggaran pemerintah. Pada sistem ini, biaya dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.Untuk
negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena
memerlukan dana yang sangat besar.
b) Bersumber dari anggaran masyarakat. Dapat berasla dari individu ataupun
perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara
mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta,
dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai peningkatan
biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan
tersebut.
c) Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya
untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu sering diperoleh dari bantuan biaya
pihak lain, misalnya dari organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. misalnya
untuk penanganan HIV dan virus H5N1.
d) Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak diambil
oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi kelemahan-kelemahan

yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya


kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah dengan
menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta
masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan
biaya tambahan
2. Mekanisme Pembayaran
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1. Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara berdaya-guna, adil
dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas
2. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang
terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan pemeliharaan kesehatan
baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela, yang dilaksanakan
secara bertahap
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana social keagamaan)
untuk kepentingan kesehatan
5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di
daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan
kesehatan, Pemerintah menyediakan dana perimbangan (maching grant) bagi daerah yang
kurang mampu.
LO 1.3 Menjelaskan tentang sistem rujukan
Sistem rujukan ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang
melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap satu kasus penyakit
atau masalah kesehatan secara vertikal (dari unit yang lebih mampu menangani), atau
secara horizontal (antar unit-unit yang setingkat kemampuannya). Hal yang dirujuk
bukan hanya pasien saja tapi juga masalah-masalah kesehatan lain, teknologi, sarana,
bahan-bahan laboratorium, dan sebagainya.
Konsultasi adalah upaya meminta bantuan profesional penanganan suatu kasus penyakit
yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lainnya yang lebih ahli.
Secara garis besar rujukan dibedakan menjadi 2, yakni :
Rujukan medik
Rujukan ini berkaitan dengan upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
pasien. Disamping itu juga mencakup rujukan pengetahuan (konsultasi medis) dan
bahan-bahan pemeriksaan. Tujuan: untuk menyembuhkan penyakit dan atau
memulihkan status kesehatan pasien
1. Rujukan pasien (transfer of patient)
Penatalaksanaan pasien dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke
strata pelayanan kesehatan yang lebih sempurna atau sebaliknya untuk pelayanan
tindak lanjut
2. Rujukan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge)
Pengiriman dokter/ tenaga kesehatan yang lebih ahli dari strata pel. kes. Yang lebih
mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk bimbingan dan
diskusi atau sebaliknya, untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan

3. Rujukan bahan pemeriksaan laboratorium (transfer of specimens)


Pengiriman bahanbahan pemeriksaan bahan laboratorium dari strata pelayanan
kesehatan yang kurang mampu ke strata yang lebih mampu atau sebaliknya, untuk
tindak lanjut.

Rujukan kesehatan masyarakat


Rujukan ini berkaitan dengan upaya pencegahan penyakit (preventif) dan
peningkatan
kesehatan (promosi). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan
operasional.
Tujuan: untuk meningkatkan derajat kesehatan dan ataupun mencegah penyakit
yang ada dimasyarakat.
1. Rujukan tenaga,
Pengiriman dokter/tenaga kesehatan dari strata pelayanan kesehatan yang lebih
mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk
menanggulangi masalah kesehatan yang ada di masyarakat atau sebaliknya, untuk
pendidikan dan latihan.
2. Rujukan sarana
Pengiriman berbagai peralatan medis/ non medis dari strata pelayanan kesehatan
yang lebih mampu ke strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu untuk
menanggulangi masalah kesehatan di masyarakat, atau sebaliknya untuk tindak
lanjut.
3. Rujukan operasional
Pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat dari strata pelayanan kesehatan yang kurang mampu ke strata
pelayanan kesehatan yang lebih mampu atau sebaliknya untuk pelayanan tindak
lanjut.
Rujukan kesehatan:
Lingkup: Masalah kesehatan masyarakat
Tujuan: Pemeliharaan den pencegahan
Jalur: Dinas Kesehatan secara bertingkat
Karakteristik
a. Ruang lingkup kegiatan
Konsultasi memintakan bantuan profesional dari pihak ketiga. Rujukan,
melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus penyakit
yang sedang dihadapi kepada pihak ketiga
b. Kemampuan dokter
Konsultasi ditujukan kepada dokter yang lebih ahli dan atau yang lebih pengalaman.
Pada rujukan hal ini tidak mutlak.
c. Wewenang dan tanggung jawab
Konsultasi wewenang dan tanggung jawab tetap pada dokter yang
meminta konsultasi. Pada rujukan sebaliknya.
Tata cara konsultasi (McWhinney, 1981):
a. Penjelasan lengkap kepada pasien alasan untuk konsultasi
b. Berkomunikasi secara langsung dengan dokter konsultan (surat, form khusus,
catatan direkam medis, formal/ informal lewat telfon
c. Keterangan lengkap tentang pasien
d. Konsultan bersedia memberikan konsultasi

Tata cara rujukan :


Terbatas hanya pada masalah penyakit yang dirujuk saja
Tetap berkomunikasi antara dokter konsultan dan dokter yg meminta rujukan
Perlu disepakati pembagian wewenang dan tanggungjawab masing-masing pihak
Pembagian wewenang & tanggungjawab
1. Interval referral, pelimpahan wewenang dan tanggungjawab penderita
sepenuhnya kepada dokter konsultan untuk jangka waktu tertentu, dan selama
jangka waktu tersebut dokter tsb tidak ikut menanganinya
2. Collateral referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
penderita hanya untuk satu masalah kedokteran khusus saja
3. Cross referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan
penderita
sepenuhnya kepada dokter lain untuk selamanya
4. Split referral, menyerahkan wewenang dan tanggungjawab penanganan penderita
sepenuhnya kepada beberapa dokter konsultan, dan selama jangka waktu
pelimpahan
wewenang dan tanggungjawab tersebut dokter pemberi rujukan tidak ikut campur
LO 1.4 Menjelaskan tentang struktur organisasi
1. Kepala klinik
a. Bertanggung jawab terhadap kegiatan yang ada di klinik dokter keluarga
b. Menetapkan kebijakan dalam bidang medis yang berguna bagi peningkatan
pelayanan medik pada klinik dokter keluarga
c. Melakukan pemeriksaan laporan pembukuan
d. Menandatangani dokumen penting dan menyusun program kerja klinik
e. Mengatur dan mengontrol semua kegiatan yang dipimpinnya melalui staf-stafnya.
2. Kepala bagian medis
a. Membantu kepala klinik dalam koordinasi pemberian pelayanan medis
b. Bertanggung jawab atas pelayanan pengobatan umum, pecegahan penyakit
menular, dan kesehatan ibu-anak.
3. Seksi pengobatan umum
Bertanggung jawab dalam melayani pasien yang berobat.
4. Seksi pencegahan penyakit menular
Bertanggung jawab dalam melayani pasien secara teliti dan hati-hati.
5. Seksi Kesehatan Ibu Anak
Melayani dan memperhatikan kesehatan ibu dan anak.
6. Bagian kasir
a. Memberikan pelayanan kepada pasien yang melakukan pembayaran-pembayaran
b. Sebagai tempat pembayaran atas pemeriksaan yang diberikan dokter, yaitu
pembayaran biaya pengobatan dan biaya pembayaran resep obat.
7. Bagian administrasi
a. Membuat laporan dan bertanggung jawab terhadap masalah pembukuan
b. Menginput data diagnosis pasien setelah berobat untuk mengetahui biaya
pengobatan pasien
8. Bagian pendaftaran
a. Sebagai tempat mendaftar bagi pasien yang berobat
b. Memberikan pelayanan terhadap pasien yang berobat
c. Menginput dan mendata hasil diagnosis pasien yang selesai berobat
9. Bendahara

a. Mengatur pengeluaran dan pemasukan pada klinik dokter keluarga


b. Mengatur dan merencanakan inventarisasi penyediaan barang.
10. Bagian farmasi
a. Sebagai tempat pelayanan yang memberikan obat kepada pasien yang sudah
mendapatkan resep obat dari dokter
b. Sebagai tempat pengadaan obat untuk keperluan klinik
c. Mengatur persediaan obat.
LO 1.5 Menjelaskan tentang pengelolaan pembiayaan
Jenis sistem pembiayaan
Jenis pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan antara lain :
1. Penataan Terpadu (managed care)
Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan kesehatan. Pada
saat ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di masyarakat dengan program Jaminan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau JPKM. Managed care membuat biaya pelayanan
kesehatan yang dikeluarkan bisa lebih efisien.
Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik, antara lain:
Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar bahwa kesehatannya
merupakan tanggung jawab masing-masing atau tanggung jawab individu. Perusahaan akan
membantu upaya untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem rujukan.
Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat, misalnya obat yang
digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan tertentu memerlukan life saving.
Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan
2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem ini
memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan yang
dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis layanan oleh karyawan
maupun provider layanan kesehatan.
3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya melaksanakan
pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi yang diambil adalah
asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis pelayanan kesehatan (comprehensive),
yaitu kuratif dan preventif. Asuransi tersebut menanggung seluruh biaya kesehatan, atau

group health insurance (namun kepada pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara
berlebihan).
4. Pemberian Tunjangan Kesehatan
Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan kesehatan atau
memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk uang. Sakit maupun tidak
sakit tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini digunakan untuk mengikuti asuransi
kesehatan (family health insurance). Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya
kesehatan untuk kepentingan lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol,
dan hal hal lain yang malah merugikan kesehatannya.
5. Rumah Sakit Perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan apabila
mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan keluarga pegawai yang
ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya, rumah sakit perusahaan harus
menyiapkan rekam medis khusus, yang lebih lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik.
Perlu diingatkan bahwa pelayanan kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan
diupayakan bisa lebih baik bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan
demikian, pegawai perusahaan yang dirawat akan merasa puas dan bangga terhadap
fasilitas yang disediakan. Rasa senang menerima fasilitas kesehatan ini akan membuahkan
semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan yang dinikmatinya.
LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang BPJS
LO 2.1 Menjelaskan definisi
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah badan hukum publik yang
bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
a. Kriteria
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI
c) Anggota Polri;

d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
4. Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a)

Investor

b)

Pemberi Kerja

c)

Penerima Pensiun, terdiri dari :


Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat
hak pensiun;
Penerima pensiun lain; dan
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.

d) Veteran;
e)

Perintis Kemerdekaan;

f)

Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
dan

g)

Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar


iuran.

Anggota keluarga yang ditanggung :


1.

Pekerja Penerima Upah :


Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri
dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah,

dengan kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;

b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh
lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
LO 2.3 Menjelaskan syarat
Pernyataan menerima dan menyetujui Syarat dan Ketentuan layanan pendaftaran peserta
BPJS Kesehatan :
Penggunaan Website Layanan Pendaftaran BPJS Kesehatan dilakukan oleh pengguna yang
menyatakan setuju dan menerima syarat dan ketentuan Pendaftaran
Peserta BPJS Kesehatan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Jika Peserta tidak
menyetujui syarat ketentuan ini, Peserta tidak diperkenankan menggunakan Layanan
Pendaftaran BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan kapan pun dapat mengubah syarat dan ketentuan penggunaan Layanan
Pendaftaran BPJS Kesehatan yang akan berlaku kepada seluruh pengguna Website Layanan
Pendaftaran BPJS Kesehatan.
Syarat dan Ketentuan :
1. Pengguna Layanan Pendaftaran BPJS Kesehatan harus memiliki usia yang cukup secara
hukum untuk melaksanakan kewajiban hukum yang mengikat dari setiap kewajiban apapun
yang mungkin terjadi akibat penggunaan Layanan Pendaftaran BPJS Kesehatan
2. Mengisi dan memberikan data dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan,
3. Mendaftarkan diri dan anggota keluarganya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
4. Membayar iuran setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
5. Melaporkan perubahan status data peserta dan anggota keluarga, perubahan yang
dimaksud adalah perubahan fasilitas kesehatan, susunan keluarga/jumlah peserta, dan
anggota keluarga tambahan
6. Menjaga identitas peserta (Kartu BPJS Kesehatan atau e ID) agar tidak rusak, hilang atau
dimanfaat oleh orang yang tidak berhak
7. Melaporkan kehilangan dan kerusakan identitas peserta yang diterbitkan oleh BPJS
Kesehatan kepada BPJS Kesehatan

8. Menyetujui membayar iuran pertama paling cepat 14 (empat belas) hari kalender dan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah menerima virtual account untuk
mendapatkan hak dan manfaat jaminan kesehatan
9. Menyetujui mengulang proses pendaftaran apabila :
a) Belum melakukan pembayaran iuran pertama sampai dengan 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak virtual account diterima; atau
b) Melakukan perubahan data setelah 14 (empat belas) hari kalender sejak virtual account
diterima dan belum melakukan pembayaran iuran pertama
LO 2.4 Menjelaskan prosedur
A.

Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran / PBI

Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh
lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat
Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial.
Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi
Pemda yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.
B.

Pendafataran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah / PPU

1. Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta anggota keluarganya


ke Kantor BPJS Kesehatan dengan melampirkan :
a. Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnya
b. Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang ditentukan oleh
BPJS Kesehatan.
2. Perusahaan / Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA) untuk dilakukan
pembayaran ke Bank yang telah bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI)
3. Bukti Pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu
JKN atau mencetak e-ID secara mandiri oleh Perusahaan / Badan Usaha.
C.

Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan Bukan Pekerja

Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja


1. Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS Kesehatan
2. Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga
3. Mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP) dengan melampirkan :

- Fotokopi Kartu Keluarga (KK)


- Fotokopi KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar
- Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada didalam Kartu Keluarga
- Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar.
4.

Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual Account (VA)

5.

Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI)

6.

Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu

JKN. Pendaftaran selain di Kantor BPJS Kesehatan, dapat melalui Website BPJS Kesehatan

Pendaftaran

Bukan

Pekerja

Melalui

Entitas

Berbadan

Hukum

(Pensiunan

BUMN/BUMD)
Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola oleh entitas berbadan hukum
dapat didaftarkan secara kolektif melalui entitas berbadan hukum yaitu dengan mengisi
formulir registrasi dan formulir migrasi data peserta.

LO 2.5 Menjelaskan Pengelolaan keuangan


1. Dana Kapitasi
Istilah kapitasi berasal dari kata kapital yang berarti kepala. Sistem kapitasi berarti cara
perhitungan berdasarkan jumlah kepala yang terikat dalam kelompok tertentu. Dalam hal
JKN ini, kepala berarti orang atau peserta atau anggota program BPJS Kesehatan.
Pendistribusian dana BPJS secara kapitasi adalah suatu metode pembayaran untuk jasa
pelayanan kesehatan di mana pemberi pelayanan kesehatan di FKTP menerima sejumlah
tetap penghasilan per peserta, per periode waktu untuk pelayanan yang telah ditentukan.
Hal ini dipertegas dengan Pasal 1 Angka (6) Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014
yang menyatakan bahwa Dana Kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar
di muka kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta
yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang
diberikan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Perpres No. 32 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama yang selanjutnya disingkat FKTP adalah fasilitas kesehatan yang melakukan
pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistis untuk keperluan observasi,
diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehetan lainnya.

2. Pelaksanaan Dana Kapitasi


Untuk pedoman teknis pelaksanaan kegiatan FKTP yang berada pada Pemerintah Daerah,
dibuat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/2280/SJ Tanggal 5 Mei 2014
Tentang

Petunjuk

Teknis

Penganggaran,Pelaksanaan

dan

Penatausahaan,

sertaPertanggungjawaban Dana KapitasiJaminan Kesehatan Nasional padaFasilitas


Kesehatan Tingkat Pertama MilikPemerintah Daerah. Peraturan ini mengatur bagaimana
tata cara pengelolaan dana kapitasi yang digelontorkan oleh pemerintah melalui BPJS
tersebut ke FKTP dapat berjalan dan di gunakan sesuai dengan kaidah pengelolaan
keuangan Negara yang baik dan benar.
Regulasi yang digulirkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri Nomor 900/2280/SJ Tanggal 5 Mei 2014 membuat banyak Kepala Puskesmas,
Kepala Dinas Kesehatan dan Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah/Bendahara Umum
Daerah (BUD) menjadi ragu dan takut akan konsekuensi hukum terhadap cara
penatausahaan dan pertanggungjawabannya. Hal tersebut terjadi karena sesuai dengan SE
Mendagri tersebut. Dana Kapitasi yang bersumber dari APBN/BPJS ditransfer langsung ke
rekening Bendahara Puskesmas/FKTP milik Pemerintah Daerah. Namun dana kapitasi
tersebut harus tetap dicatatkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah setempat
meskipun aliran Dana Kapitasi tersebut tidak melalui rekening Bendahara Umum Daerah.
Selanjutnya karena masuk dalam Laporan Keuangan Pemda maka pertanggungjawaban
dana kapitasi tersebut menjadi obyek pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
dalam rangka pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
3. Tanggung jawab Dana Kapitasi
Regulasi aturan yang telah dikeluarkan oleh regulator (Perpres 32/2014, Permenkes
19/2014 dan SE Mendagri No. 900/2280/SJmembuka peluang tanggung jawab
renteng.Tanggung jawab secara bersama ini akan berdampak pada masalah hukum, terlihat
pada proses pelaporan pada pasal 8 (2) yang berbunyi : Bendahara Dana Kapitasi JKN
mencatat dan menyampaikan realisasi pendapatan serta belanja kepada Kepala FKTP, lalu
Kepala FKTP menyampaikan hal tersebut kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Dinas bersangkutan dengan melampirkan Surat Pernyataan Tanggung Jawab.
Sehingga timbul tanggung jawab renteng mulai dari Kepala FKTP, Kepala SKPD
Kesehatan, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah/BUD serta Bendahara Kapitasi. Maka
menjadi pertanyaan siapa yang sesungguhnya harus bertanggungjawab penuh apabila
terjadi kesalahan dalam pengelolaan Dana Kapitasi di tingkat FKTP/Puskesmas.

4. Mekanisme transfer dana pemerintah


Ada beberapa sistem mekanisme klasifikasi uang/dana transfer APBN ke Pemerintah
Daerah yang berjalan saat ini, antara lain :
Sistem dana perbantuan artinya dana Pemerintah Pusat harus dipertanggungjawabkan/di
SPJ kan oleh Pemerintah Daerah ke Pemerintah Pusat. Untuk Dana Kapitasi cara ini
cocok/sesuai tapi tidak fleksibel. Ketidakfleksibelan cara ini, dapat menghambat kecepatan
pelayanan di FKTP.
Sistem masukan dana transfer pusat seperti Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan
Dana Dekonsentrasi ke APBD. Cara ini tidak cocok/sesuai untuk Dana Kapitasi karena
akan jadi lebih kacau lagi, karena penganggarannya harus mendapat persetujuan DPRD.
Sistem uang muka, tidak cocok di terapkan dalam penyaluran Dana Kapitasi, karena semua
harus ada kegiatan terlebih dahulu baru pencairan dana diajukandan setelah disetujui.
Dari ketiga cara di atas tidak ada yang cocok dengan kebutuhan pembayaran biaya
pelayanan kesehatan di FKTP. Sehingga pengambil kebijakan/regulator memformulasikan
cara tertentu untuk bagaimana dana bisa tersebar dan tanpa hambatan sekaligus dapat
dipertanggungjawabkan.Yaitu Dana Kapitasi ditransfer langsung dari dana APBN/BPJS ke
rekening Bendahara Dana Kapitasi FKTP secara keseluruhan. Uang diberikan terlebih
dahulu meskipun belum ada kegiatannya.Namun, peruntukannya sudah jelas dan diatur
yaitu maksimal 60% untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan minimal 40%
pembayaran untuk biaya operasional pelaksanaan kesehatan.
Sebelum diundangkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2014 dan
Permenkes Nomor 19 Tahun 2014, pembayaran Dana Kapitasi oleh BPJS ke FKTP
Pemerintah Daerah,periode 1 Januari sampai dengan 30 April 2014, dana Kapitasi terlebih
dahulu harus ditransfer atau masuk dulu ke kas daerah dan baru kemudian dapat digunakan
setelah diusulkan dalam dokumen anggaran melalui RKA (Rencana Kerja Anggaran) dan
DPA (Daftar Pelaksanaan anggaran). Proses seperti ini tentu menjadi hambatan tersendiri
bagi FKTP milik pemerintah daerah untuk dapat segera memanfaatkan dana tersebut
dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Karena adanya hambatan di atas pemerintah membuat terobosan baru melalui Perpres
32/2004 dan Permenkes 19/2014. Dana Kapitasi langsung dibayarkan BPJS Kesehatan ke
FKTP milik Pemerintah Daerah melalui rekening bendahara Dana Kapitasi JKN pada
FKTP. Dana kapitasi ini merupakan bagian dari rekening BUD yang diakui sebagai
pendapatan yang dapat digunakan langsung untuk pembayaran pelayanan kesehatan peserta
JKN pada FKTP meskipun aliran dananya tidak melalui rekening BUD.

Tujuan Dana tersebut ditransfer langsung masuk ke rekening bendahara Puskesmas/FKTP


adalah supaya kegiatan kesehatan tidak terhambat. Sesuai aturan tata kelola keuangan
Pemerintah Daerah,dana kapitasi yang diterima FKTP

tersebut harus dicatat atau

dibukukan. Kita ketahui bahwa sumberuang/Dana Kapitasi sebagian berasal dari iuran
peserta yang disetor ke BPJS. Sebagaimana kaidah tata kelola dana pemerintah, semua
uang yang terkait dengan keuangan negara harus dibukukan dan dibuatkan pelaporannya
sebagai bentuk pertanggungjawaban FKTP. Pada prinsipnya semua layanan kesehatan pada
FKTP harus segera dapat dibayarkan oleh bendahara puskesmas, sehingga FKTP tidak ada
hambatan/kendala

dalam

hal

pelayanan

menangani

kasus-kasus

kesehatan

di

lapangan.Skema aliran pertanggungjawaban Dana Kapitasi BPJSditingkat Pemerintah


Daerah dapat dilihat pada Bagan 1.

5. Bendahara Dana Kapitasi


Dari dasar hukum tersebut di atas dapat terlihat arti penting keberadaan dan peran
bendahara dalam keterlibatannya pada pengelolaan dana kapitasi.Berikut ini adalah hal-hal
terkait dengan pengangkatan bendahara kapitasi:
Bendahara Dana Kapitasi JKN diangkat oleh Kepala Daerah atas usul PPKD untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan Dana
Kapitasi JKN pada PPTK;

Bendahara Dana Kapitasi JKN adalah pejabat fungsional;


Jabatan Bendahara Dana Kapitasi JKN tidak boleh dirangkap oleh kuasa pengguna
anggaran atau kuasa Bendahara Umum Negara /Daerah;
Bendahara Dana Kapitasi JKN dilarang melakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung, kegiatan perdagangan, pengerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau
bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut;
Bendahara Dana Kapitasi JKN memiliki tugas dan fungsi kebendaharaan, yaitu :
Menerima : Seorang bendahara Dana Kapitasi JKN menerima dan menatausahakan dengan
baik aliran kas berupa Dana Kapitasi JKN dari BPJS.
Menyimpan: Bendahara Dana Kapitasi JKN dalam melaksanakan tugasnya menggunakan
rekening Dana Kapitasi JKN dalam menyimpan uangnya atas nama jabatannya (tidak
diperkenankan atas nama pribadi) sebagai bagian dari rekening BUD.
Membayarkan: Tugas fungsional bendahara Dana Kapitasi JKN melaksanakan pembayaran
melalui persediaan uang tunai dan dapat dilakukan atas perintah pengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran. Jika persyaratan tersebut di atas tidak terpenuhi, bendahara Dana
Kapitasi JKN wajib menolak perintah pembayaran dari PA/KPA, karena bendahara Dana
Kapitasi JKN bertanggungjawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakan.

Menatausahakan: Bendahara Dana Kapitasi JKN wajib menyelenggarakan pembukuan


terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran meliputi seluruh transaksi dalam rangka
pelaksanaan anggaran belanda Dana Kapitasi.
Mempertanggungjawabkan: Bendahara

Dana

Kapitasi

JKN

wajib

menyampaikan

pertanggungjawaban atas pengelolaan Dana Kapitasi JKN yang terdapat dalam


kewenangannya.
IURAN
1.

Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh

Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat
negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja
dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan
Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen)
dibayar oleh Peserta.
4.

Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4

dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen)
dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar,
asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta
bukan pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6.

Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda,

atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai

Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.
7.

Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

DENDA KETERLAMBATAN PEMBAYARAN IURAN


1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda
administratif sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling
banyak untuk waktu 3 (tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang
tertunggak oleh Pemberi Kerja.
2.

Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan

Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total
iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan
bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
LI 3. Memahami dan menjelaskan pandangan Islam terhadapt asuransi kesehatan
Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi
dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi
bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak
jelasan atau spekulasi tinggi).
Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:
1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan
(muawadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung
ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasahab akan
menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa
mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta
klaim. Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya.
Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama
bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.
Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan
diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu alaihi
wa sallam telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi
sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

- -

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan
kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur
ketidak jelasan) (HR. Muslim no. 1513).
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak
mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada
spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak
mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena
banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi
tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami accident
atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa
kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya. Inilah judi
yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi
berdasarkan keumuman ayat,




Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi),
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan
(QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.
3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang
berlebih) dan riba nasiah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan
asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati,
dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu adalah riba
fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia terima namun
ada penundaan, maka itu adalah riba nasiah (penundaan). Dalam hal ini nasabah
seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan kedua riba
tersebut haram menurut dalil dan ijma (kesepakatan ulama).
4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui
terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama
dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak
setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini
diharamkan karena bentuk judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga
permainan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,



Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan
pacuan kuda (HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu
Majah no. 2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani). Para ulama memisalkan tiga
permainan di atas dengan segala hal yang menolong dalam perjuangan Islam, seperti
lomba untuk menghafal Al Quran dan lomba menghafal hadits. Sedangkan asuransi
tidak termasuk dalam hal ini.
5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.
Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik. Padahal
dalam akad muawadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal
balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Taala,



Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di
antara kamu (QS. An Nisa: 29). Tentu setiap orang tidak ridho jika telah memberikan
uang, namun tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan.
7. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syari. Seakan-akan
nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak
asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari
mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.

LI 4. Memahami dan menjelaskan sikap dokter terhadapat pasien berdasarkan Islam


Adab-adab yang bersifat khusus diantaranya:
a. Berusaha menjaga kesehatan pasien sebagai konsekuensi amanah dan tanggung
jawabnya dan berusaha menjaga rahasia pasien kecuali dalam kondisi darurat atau untuk
tindakan preventif bagi yang lainnya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda :
"Barangsiapa yang menutup (aib) seorang muslim maka Allah akan menutup (aibnya) pada
hari kiamat. " (HR. al-Bukhari 2442 dan Muslim 7028).
b. Senantiasa menyejukkan hati pasien, menghiburnya dan mendo'akannya.

Salah satunya ialah dengan mengucapkan "Tidak mengapa, insyaallah ini adalah penghapus
dosa", atau meletakkan tangan kanan di tempat yang sakit seraya berdo'a :
" Wahai Robb manusia, hilangkanlah penyakit tersebut, sembuhkanlah, Engkau adalah
penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
ditimpa penyakit lagi. " (HR. Muslim 2191 dan yang lainnya).
c. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang menyembuhkan hanya Allah
Ta'ala sehingga hatinya bergantung kepada Allah, bukan kepada dokter.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam berkata kepada Abu Rimtsah (seorang dokter ahli) :
" Allah adalah dokter, sedangkan kamu adalah orang yang menemani yang sakit. " (HR.
Abu Dawud 4209, ash-shahiihah 1537).
d. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.
Misalnya tatkala stok obat habis ia memberikan obat yang tidak sesuai dengan penyakitnya
atau memberikan obat yang di dalamnya terkandung bahan-bahan yang diharamkan.
e. Hendaknya profesi dalam bidang kedokteran bertujuan untuk memuliakan manusia.
Oleh karena itu tidak diperkenankan bagi seorang dokter atau petugas kesehatan lainnya
untuk membakar potongan tubuh pasien, namun hendaknya diberikan kepada sang pasien
atau keluarganya untuk dikubur. Selain itu tidak diperbolehkan memperjualbelikan darah
pasien, mengadakan operasi-operasi plastik untuk mengubah wajah, telinga, alis, hidung
dan lainnya, karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah yang diharamkan dalam
Islam. Allah Ta'ala berfirman :
(Setan berkata) : "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka mengubahnya. " (QS. an-Nisa' (4) : 119).
Di samping itu, tidak diperbolehkan ta'awun dalam kejelekan, seperti menjual obat-obat
penggugur kehamilan sehingga melariskan perzinaan.
f. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan petugas kesehatan lainnya
hendaknya betul-betul meningkatkan dan menekuni pekerjaanya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam :
"Barangsiapa yang menerjuni kedokteran sedangkan tidak diketahui orang itu ahli
kedokteran, maka ia menanggung (kerugian pasien)." (HR. Abu Dawud 4586, ashshahiihah 635).

g. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang mulia sehingga diharapkan
bagi para dokter untuk menggapai ridha Allah dalam setiap aktivitasnya.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain." (Dikeluarkan oleh ad-Daruqutni, ash-shahiihah 426).
h. Memberikan keringanan biaya pasien yang kurang mampu.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang melapangkan
kesusahan dunia seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan kesusahannya di
akhirat." (HR. Muslim 2699).
Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang dokter adalah :
Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa ditemani mahram
sang perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka sehingga terlihat oleh keluarganya.
Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya atau
memperbanyak pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka tidak mengapa ia
menjama' dua shalat.
Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur jenggot,
memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter atau perawat wanita.
Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para
petugas kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun tempat praktiknya, yaitu :
Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki maupun
perempaun, mengingat pentingnya masalah sahalat.
Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit terhindar dari
ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok atau dinding.
Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit karena itu adalah
bentuk ta'awun dalam kejelekan.
Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular dengan yang
tidak menular, demikian pula agar para pengunjung tidak kontak langsung dengan si pasien
tersebut sehingga penyakitnya tidak menular- dengan izin Allah- kepada yang lainnya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Jangan sekali-kali mencampur yang sakit
dengan yang sehat." (HR. al-Bukhari 5328). Hal itu dikuatkan juga dengan sabda beliau
tentang wabah penyakit menular : "Jika kalian mendengar (ada wabah) di suatu negeri,
maka janganlah kalian memasukinya." (HR. al-Bukhari 5287 dan Muslim 5775).

Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya,
sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam : "Jangan menghadap kiblat tatkala
buang air besar dan kencing dan jangan pula membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144,
Muslim 264, at-Tirmidzi 8, Abu Dawud 9).
Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk menghadap kiblat,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda :
"Sesungguhnya segala sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah arah kiblat." (HR.
ath-Thabrani dalam al-Ausath 2354, dan dihasankan Syaikh al-Haitsami 8/114, as-Sakhawi
(102) dan Syaikh al-albani dalam ash-Shahiihah (2645) dan Shahiih at-Targhib (3085) ).
Adab pemeriksaan terhadap pasien
Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih
mengobati dan atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas
(memandang dan menyentuh) seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan
memijit, dimana dokter tidak memiliki cara lain kecuali terpaksa memandang badan yang
bukan mahramnya atau menyentuh badannya (dan tidak memungkinkan dia menggunakan
kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud menyentuh secara tidak langsung), dalam
hal ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan memandang
saja dan atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut maka
dokter harus mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun sebatas
darurat) dan lebih daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang dan
menyentuh pasien laki-laki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian. Begitu
para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap
dokter, para terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang
terbaik bagi pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh
memberikan obat yang haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika pasiennya
bukan muhrimnya, hendaklah ada pihak ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua
didalam kamar pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Jafar yang mengatakan: Seorang lelaki buta dengan
lebih dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah (sepertinya dia perlu dengan
Rasulullah SAW) Fatimah mengambil kerudungnya dan beliau bersembunyi di dalam
kerudung tersebut (mengambil hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau
menutup dirimu sedangkan dia tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat

saya, tapi saya melihat dia dan dia (jika tidak melihat dan buta) tetapi dia mencium bau
wanita. Rasulullah SAW sedemikian gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa
engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu Al-Imam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)
Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW.
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'am/6 ayat 119:



"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat,
seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti
rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram
adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah
terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi
mahramnya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau
ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh
yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat
wanita, meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka keberadaan suami atau wanita
lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak tersesat di
dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1.

Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis

Allah berfirman: Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan


pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakalah kepada wanita beriman:
Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS. AnNur: 30-31)
2. Tidak berdua-duaan
Rasulullah saw bersabda: Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (khalwat) dengan
wanita kecuali bersama mahromnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah ra berkata, Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah

menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada
pemimpin). (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu
perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, Seandainya kepala
seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita
yang tidak halal baginya. (HR. Thabrani dengan sanad hasan)

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI (1986): Survai Nasional Kesehatan Rumah Tangga tahun
1985/1986, DEPKES RI, Jakarta.
2. Departemen Kesehatan RI (1989): Sistem Kesehatan Nasional, DEPKES RI, Jakarta.

3. Azwar, Azrul (1995): Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan; Yayasan


Penerbitan IDI; Jakarta.
4. Azwar, Azrul, Justam, Judil dan Bustami, Nilda S (1983) : Bunga rampai, dokter
keluarga; Kelompok Studi Dokter Keluarga, Jakarta.
5. Azwar, Azrul (1995): Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi Ketiga, PT. Binarupa
Aksara, Jakarta.
6. Prasetyawati

AE.

Kedokteran

Keluarga

dan

Wawasannya..

Diakses

melalui:

http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pdf
pada 29 Desember 2012
7. Sulastomo (1984), Bunga Rempa Pelayanan Kesehatan, Jakarta.
8. Sudjoko Kuswadji (1996), Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga, Widya Medika, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai