SKENARIO 1
BLOK KEDOKTERAN KELUARGA
KELOMPOK A 4
Ketua
Sekretaris
Anggota
: Anisa Rahmayati
1102010025
: Juwita
1102012138
: Fitri Permatasari
1102012089
Ahmad Naji Karsanaputra
1102012011
Alifa Umami
1102012016
Dayu Fitria Indriati
1102012049
Dhonrizal Gusnanda
1102012062
Gilang Mayarari
1102012098
Iwa Fathi Syahdia
1102012133
Giri Mahesa Putra Zatnika
1102012100
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2015/2016
SKENARIO
Pembiayaan Kesehatan
Dr. Ahmad, 31 tahun, praktek di sebuah klinik dokter keluarga yang berkerja sama
dengan BPJS. Klinik ini dikelola dengan baik sehingga dalam waktu yang relatif singkat
mengalami kemajuan yang cukup pesat dan dikenal luas di masyarakat. Suatu hari di klinik
ini dikunjungi seorang pasien, Ny. A, 38 tahu, dengan kehamilan trimester 1 pada G5P2A2.
Pasien ingin melakukan pemeriksaan kahamilan secara rutin di klinik dr. Ahmad karena
pasien mendapat informasi bahwa pelayanan di klinik ini baik. Pasien mempunyai keluhan
sering mual, muntah, lemas, cepat lelah, dan sesak. Dokter kemudian melakukan
pemeriksaan fisik bersama bidan. Pada pemeriksaan ditemukan bahwa kandungan dalam
kondisi yang baik namun ibu tampak pucat, takikardi, murmur, takipnea, dan terdapat nyeri
tekan epigastrium.
Dr. Ahmad menyarankan agar pasien mengikuti pemeriksaan ANC yang teratur dan
menjelang partus kelak pasien akan dirujuk ke spesialis Obgyn yang sudah bekerja sama
dengan klinik dokter keluarga tersebut.Pasien menanyakan ke dokter tentang pilihan
pembiayaan persalinan, mengingat kemungkinan membutuhkan biaya yang lebih besar.
Kata Sulit
1. BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial : Badan usaha milik negara yang
ditugaskan oleh pemerintahan untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2. Rujukan : Upaya melimpahkan wewenang dan tanggung jawab penanganan kasus
penyakit yang sedang ditangani oleh seorang dokter kepada dokter lain yang sesuai.
3. Asuransi : Istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan atau sistem atau
bisnis dimana perlindungan finansial untuk jiwa, kesehatan, kehilangan dan
kematian.
4. ANC : Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan
janin secara berkala yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan
yang ditemukan.
Pertanyaan
1. Bagaimana sistem pembayaran pasien ke dokter keluarga ?
2. Bagaimana pengelolaan pembiayaan klinik milik dokter keluarga dan apa perbedaan
dengan rumah sakit ?
Bagaimana syarat mengikuti BPJS ?
Bagaimana BPJS dalam pandangan islam ?
Bagaiaman sistem rujukan dokter keluarga ?
Siapa saja yang mendapatkan BPJS ?
Apakah ada perbedaan asuransi kesehatan dengan BPJS ?
3.
4.
5.
6.
7.
Jawab
Hipotesis
Yang bisa mendapatkan BPJS adalah warga negara indonesia dan warga negara asing yang
sudah menetap 6bualn di Indonesia dan dengan membawa syarat foto copy KTP, foto copy
KK, dan foto 3x4. BPJS menurut hukum islam adalah haram karena yang telah dibayar
tidak sesuai dengan apa yang diterima. Sistem pembayaran BPJS ke dokter keluarga dengan
sistem kapitasi ( asuransi ). Perbedaan BPJS dan asuransi kesehatan lainnya adalah
dilihatdari pengelola, peserta yang bisa ikut dan sistem pembayarannya.Sasaran Belajar
LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang Klinik dokter keluarga
LO 1.1 Menjelaskan tentang syarat dan standart praktek
LO 1.2 Menjelaskan tentang sistem pembayaran pasien ke dokter keluarga
LO 1.3 Menjelaskan tentang sistem rujukan
LO 1.4 Menjelaskan tentang struktur organisasi
LO 1.5 Menjelaskan tentang pengelolaan pembiayaan
LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang BPJS
4. Alat komunikasi
Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan masyarakat sekitarnya.
5. Papan nama
Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang telah diatur oleh
organisasi profesi.
Peralatan klinik
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai dengan fasilitas
pelayanannya, yaitu pelayanan kedokteran di strata pertama (tingkat primer).
1. Peralatan medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis yang minimal harus
dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia layanan strata
pertama.
2. Peralatan penunjang medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan penunjang medis yang minimal
harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan
strata pertama.
3. Peralatan non medis
Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan non medis yang minimal harus dipenuhi
di ruang praktik untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan strata pertama.
Tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana yang dibutuhkan pada praktek dokter keluarga pada dasarnya tidaklah
berbeda dengan tenaga pelaksana pelbagai pelayanan kedokteran lainnya. Tenaga pelaksana
yang dimaksud secara umum dapat dibedakan atas tiga macam :
1. Tenaga medis
Tenaga medis yang dimaksudkan disini ialah para dokter keluarga (family
doctor/physician). Tergantung dari sarana pelayanan yang menyelenggarakan pelayanan
dokter keluarga serta beban kerja yang dihadapi, jumlah dokter keluarga yang
dibutuhkan dapat berbeda. Secara umum dapat disebutkan, apabila sarana pelayanan
tersebut adalah rumah sakit serta beban kerjanya lebih berat, maka jumlah dokter
keluarga yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan jika pelayanan dokter keluarga
tersebut diselenggarakan oleh suatu klinik dokter keluarga, jumlah dokter yang
dibutuhkan umumnya lebih sedikit. Klinik dokter keluarga memang dapat
diselenggarakan hanya oleh satu orang dokter keluarga (solo practice) ataupun oleh
sekelompok dokter keluarga (group practice). Telah disebutkan, dari kedua bentuk ini,
yang dianjurkan adalah bentuk kedua, yakni yang diselenggarakan oleh satu kelompok
dokter keluarga.
2. Tenaga paramedis
Untuk lancaranya pelayanan dokter keluarga, perlu mengikut sertakan tenaga
paramedis. Disarankan tenaga paramedis tersebut seyogoyanya yang telah mendapatkan
pendidikan dan latihan prinsip-prinsip pelayanan dokter keluarga, baik aspek medis dan
ataupun aspek non medis. Jumlah tenaga paramedis yang diperlukan tergantung dari
jumlah dokter keluarga yang menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga secara
umum disebutkan untuk setiap satu orang dokter keluarga, diperlukan 2 sampai 3 tenaga
paramedis terlatih.
3. Tenaga non-medis
Sama halnya dengan tenaga paramedis, untuk lancarnya pelayanan dokter keluarga,
perlu pula mengikutsertakan tenaga non-medis. Pada umumnya ada dua katagori tenaga
non-medis tersebut. Pertama, tenaga administrasi yang diperlukan untuk menangani
masalahmasalah administrasi. Kedua, pekerjasosial (social worker) yang diperlukan
untuk menangai program penyuluhan/nasehat kesehatan dan atau kunjungan rumah
misalnya. Jumlah tenaga non medis yang diperlukan tergantung dari jumlah dokter
keluarga, dibutuhkan sekurang-kurangnya satu orang tenaga administrasi serta satu
orang pekerja sosial.
Proses-proses penunjang praktik
Pelayanan dokter keluarga memiliki panduan proses-proses yang menunjang kegiatan
pelayanan dokter keluarga.
1. Pengelolaan rekam medik
Pelayanan dokter keluarga menyiapkan, melaksanakan dan mengevaluasi rekam medik
dengan dasar rekam medik berorientasikan pada masalah (problem oriented medical
record).
2. Pengelolaan rantai dingin
Pelayanan dokter keluarga peduli terhadap pengelolaan rantai beku (cold chain
management) yang berpengaruh kepada kualitas vaksin atau obat lainnya.
3. Pengelolaan pencegahan infeksi
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan universal precaution management yang
mengutamakan pencegahan infeksi pada pelayanannya.
4. Pengelolaan limbah
Pelayanan dokter keluarga memperhatikan sistim pembuangan air kotor dan limbah,
baik limbah medis maupun limbah nonmedis agar ramah lingkungan dan aman bagi
masyarakat sekitar klinik.
5. Pengelolaan air bersih
Pelayanan dokter keluarga mengkonsumsi air bersih atau air yang telah diolah sehingga
aman digunakan.
6. Pengelolaan obat
Pelayanan dokter keluarga melaksanakan sistim pengelolaan obat sesuai prosedur yang
berlaku termasuk mencegah penggunaan obat yang kadaluwarsa.
LO 1.2 Menjelaskan tentang sistem pembayaran pasien ke dokter keluarga
1. Sumber-sumber dana pada klinik kedokteran keluarga
Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis
besar berasal dari :
a) Bersumber dari anggaran pemerintah. Pada sistem ini, biaya dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.Untuk
negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena
memerlukan dana yang sangat besar.
b) Bersumber dari anggaran masyarakat. Dapat berasla dari individu ataupun
perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan aktif secara
mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini memberikan
dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak swasta,
dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi tinggi disertai peningkatan
biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak pemakai jasa layanan kesehatan
tersebut.
c) Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya
untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu sering diperoleh dari bantuan biaya
pihak lain, misalnya dari organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. misalnya
untuk penanganan HIV dan virus H5N1.
d) Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak diambil
oleh negara-negara di dunia karena dapat mengakomodasi kelemahan-kelemahan
group health insurance (namun kepada pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara
berlebihan).
4. Pemberian Tunjangan Kesehatan
Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan kesehatan atau
memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk uang. Sakit maupun tidak
sakit tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini digunakan untuk mengikuti asuransi
kesehatan (family health insurance). Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya
kesehatan untuk kepentingan lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol,
dan hal hal lain yang malah merugikan kesehatannya.
5. Rumah Sakit Perusahaan
Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan apabila
mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan keluarga pegawai yang
ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya, rumah sakit perusahaan harus
menyiapkan rekam medis khusus, yang lebih lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik.
Perlu diingatkan bahwa pelayanan kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan
diupayakan bisa lebih baik bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan
demikian, pegawai perusahaan yang dirawat akan merasa puas dan bangga terhadap
fasilitas yang disediakan. Rasa senang menerima fasilitas kesehatan ini akan membuahkan
semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan yang dinikmatinya.
LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang BPJS
LO 2.1 Menjelaskan definisi
BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) adalah badan hukum publik yang
bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.
a. Kriteria
Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja
paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah. Termasuk WNA
yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
4. Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a)
Investor
b)
Pemberi Kerja
c)
d) Veteran;
e)
Perintis Kemerdekaan;
f)
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
dan
g)
dengan kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh
lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat
mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
kerabat lain seperti Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
LO 2.3 Menjelaskan syarat
Pernyataan menerima dan menyetujui Syarat dan Ketentuan layanan pendaftaran peserta
BPJS Kesehatan :
Penggunaan Website Layanan Pendaftaran BPJS Kesehatan dilakukan oleh pengguna yang
menyatakan setuju dan menerima syarat dan ketentuan Pendaftaran
Peserta BPJS Kesehatan yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Jika Peserta tidak
menyetujui syarat ketentuan ini, Peserta tidak diperkenankan menggunakan Layanan
Pendaftaran BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan kapan pun dapat mengubah syarat dan ketentuan penggunaan Layanan
Pendaftaran BPJS Kesehatan yang akan berlaku kepada seluruh pengguna Website Layanan
Pendaftaran BPJS Kesehatan.
Syarat dan Ketentuan :
1. Pengguna Layanan Pendaftaran BPJS Kesehatan harus memiliki usia yang cukup secara
hukum untuk melaksanakan kewajiban hukum yang mengikat dari setiap kewajiban apapun
yang mungkin terjadi akibat penggunaan Layanan Pendaftaran BPJS Kesehatan
2. Mengisi dan memberikan data dengan benar dan dapat dipertanggungjawabkan,
3. Mendaftarkan diri dan anggota keluarganya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
4. Membayar iuran setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
5. Melaporkan perubahan status data peserta dan anggota keluarga, perubahan yang
dimaksud adalah perubahan fasilitas kesehatan, susunan keluarga/jumlah peserta, dan
anggota keluarga tambahan
6. Menjaga identitas peserta (Kartu BPJS Kesehatan atau e ID) agar tidak rusak, hilang atau
dimanfaat oleh orang yang tidak berhak
7. Melaporkan kehilangan dan kerusakan identitas peserta yang diterbitkan oleh BPJS
Kesehatan kepada BPJS Kesehatan
8. Menyetujui membayar iuran pertama paling cepat 14 (empat belas) hari kalender dan
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah menerima virtual account untuk
mendapatkan hak dan manfaat jaminan kesehatan
9. Menyetujui mengulang proses pendaftaran apabila :
a) Belum melakukan pembayaran iuran pertama sampai dengan 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak virtual account diterima; atau
b) Melakukan perubahan data setelah 14 (empat belas) hari kalender sejak virtual account
diterima dan belum melakukan pembayaran iuran pertama
LO 2.4 Menjelaskan prosedur
A.
Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh
lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat
Statistik) yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial.
Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi
Pemda yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.
B.
Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan Bukan Pekerja
5.
6.
Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu
JKN. Pendaftaran selain di Kantor BPJS Kesehatan, dapat melalui Website BPJS Kesehatan
Pendaftaran
Bukan
Pekerja
Melalui
Entitas
Berbadan
Hukum
(Pensiunan
BUMN/BUMD)
Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola oleh entitas berbadan hukum
dapat didaftarkan secara kolektif melalui entitas berbadan hukum yaitu dengan mengisi
formulir registrasi dan formulir migrasi data peserta.
Petunjuk
Teknis
Penganggaran,Pelaksanaan
dan
Penatausahaan,
dibukukan. Kita ketahui bahwa sumberuang/Dana Kapitasi sebagian berasal dari iuran
peserta yang disetor ke BPJS. Sebagaimana kaidah tata kelola dana pemerintah, semua
uang yang terkait dengan keuangan negara harus dibukukan dan dibuatkan pelaporannya
sebagai bentuk pertanggungjawaban FKTP. Pada prinsipnya semua layanan kesehatan pada
FKTP harus segera dapat dibayarkan oleh bendahara puskesmas, sehingga FKTP tidak ada
hambatan/kendala
dalam
hal
pelayanan
menangani
kasus-kasus
kesehatan
di
Dana
Kapitasi
JKN
wajib
menyampaikan
Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh
Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat
negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji
atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja
dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan
Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan
ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen)
dibayar oleh Peserta.
4.
Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4
dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen)
dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar,
asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta
bukan pekerja adalah sebesar:
a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c. Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan
dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6.
Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda,
atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan
sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai
Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat belas) tahun per bulan,
dibayar oleh Pemerintah.
7.
Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan
Pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total
iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan
bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
LI 3. Memahami dan menjelaskan pandangan Islam terhadapt asuransi kesehatan
Berbagai jenis asuransi asalnya haram baik asuransi jiwa, asuransi barang, asuransi
dagang, asuransi mobil, dan asuransi kecelakaan. Secara ringkas, asuransi menjadi
bermasalah karena di dalamnya terdapat riba, qimar (unsur judi), dan ghoror (ketidak
jelasan atau spekulasi tinggi).
Berikut adalah rincian mengapa asuransi menjadi terlarang:
1. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan
(muawadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung
ghoror (unsur ketidak jelasan). Ketidak jelasan pertama dari kapan waktu nasahab akan
menerima timbal balik berupa klaim. Tidak setiap orang yang menjadi nasabah bisa
mendapatkan klaim. Ketika ia mendapatkan accident atau resiko, baru ia bisa meminta
klaim. Padahal accident di sini bersifat tak tentu, tidak ada yang bisa mengetahuinya.
Boleh jadi seseorang mendapatkan accident setiap tahunnya, boleh jadi selama
bertahun-tahun ia tidak mendapatkan accident. Ini sisi ghoror pada waktu.
Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan
diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu alaihi
wa sallam telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi
sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,
- -
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan
kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur
ketidak jelasan) (HR. Muslim no. 1513).
2. Dari sisi lain, asuransi mengandung qimar atau unsur judi. Bisa saja nasabah tidak
mendapatkan accident atau bisa pula terjadi sekali, dan seterusnya. Di sini berarti ada
spekulasi yang besar. Pihak pemberi asuransi bisa jadi untung karena tidak
mengeluarkan ganti rugi apa-apa. Suatu waktu pihak asuransi bisa rugi besar karena
banyak yang mendapatkan musibah atau accident. Dari sisi nasabah sendiri, ia bisa jadi
tidak mendapatkan klaim apa-apa karena tidak pernah sekali pun mengalami accident
atau mendapatkan resiko. Bahkan ada nasabah yang baru membayar premi beberapa
kali, namun ia berhak mendapatkan klaimnya secara utuh, atau sebaliknya. Inilah judi
yang mengandung spekulasi tinggi. Padahal Allah jelas-jelas telah melarang judi
berdasarkan keumuman ayat,
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, maysir (berjudi),
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan
(QS. Al Maidah: 90). Di antara bentuk maysir adalah judi.
3. Asuransi mengandung unsur riba fadhel (riba perniagaan karena adanya sesuatu yang
berlebih) dan riba nasiah (riba karena penundaan) secara bersamaan. Bila perusahaan
asuransi membayar ke nasabahnya atau ke ahli warisnya uang klaim yang disepakati,
dalam jumlah lebih besar dari nominal premi yang ia terima, maka itu adalah riba
fadhel. Adapun bila perusahaan membayar klaim sebesar premi yang ia terima namun
ada penundaan, maka itu adalah riba nasiah (penundaan). Dalam hal ini nasabah
seolah-olah memberi pinjaman pada pihak asuransi. Tidak diragukan kedua riba
tersebut haram menurut dalil dan ijma (kesepakatan ulama).
4. Asuransi termasuk bentuk judi dengan taruhan yang terlarang. Judi kita ketahui
terdapat taruhan, maka ini sama halnya dengan premi yang ditanam. Premi di sini sama
dengan taruhan dalam judi. Namun yang mendapatkan klaim atau timbal balik tidak
setiap orang, ada yang mendapatkan, ada yang tidak sama sekali. Bentuk seperti ini
diharamkan karena bentuk judi yang terdapat taruhan hanya dibolehkan pada tiga
permainan sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
Tidak ada taruhan dalam lomba kecuali dalam perlombaan memanah, pacuan unta, dan
pacuan kuda (HR. Tirmidzi no. 1700, An Nasai no. 3585, Abu Daud no. 2574, Ibnu
Majah no. 2878. Dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani). Para ulama memisalkan tiga
permainan di atas dengan segala hal yang menolong dalam perjuangan Islam, seperti
lomba untuk menghafal Al Quran dan lomba menghafal hadits. Sedangkan asuransi
tidak termasuk dalam hal ini.
5. Di dalam asuransi terdapat bentuk memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.
Pihak asuransi mengambil harta namun tidak selalu memberikan timbal balik. Padahal
dalam akad muawadhot (yang ada syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal
balik. Jika tidak, maka termasuk dalam keumuman firman Allah Taala,
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridho di
antara kamu (QS. An Nisa: 29). Tentu setiap orang tidak ridho jika telah memberikan
uang, namun tidak mendapatkan timbal balik atau keuntungan.
7. Di dalam asuransi ada bentuk pemaksaan tanpa ada sebab yang syari. Seakan-akan
nasabah itu memaksa accident itu terjadi. Lalu nasabah mengklaim pada pihak
asuransi untuk memberikan ganti rugi padahal penyebab accident bukan dari
mereka. Pemaksaan seperti ini jelas haramnya.
Salah satunya ialah dengan mengucapkan "Tidak mengapa, insyaallah ini adalah penghapus
dosa", atau meletakkan tangan kanan di tempat yang sakit seraya berdo'a :
" Wahai Robb manusia, hilangkanlah penyakit tersebut, sembuhkanlah, Engkau adalah
penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak
ditimpa penyakit lagi. " (HR. Muslim 2191 dan yang lainnya).
c. Hendaknya memberitahukan kepada pasien bahwa yang menyembuhkan hanya Allah
Ta'ala sehingga hatinya bergantung kepada Allah, bukan kepada dokter.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam berkata kepada Abu Rimtsah (seorang dokter ahli) :
" Allah adalah dokter, sedangkan kamu adalah orang yang menemani yang sakit. " (HR.
Abu Dawud 4209, ash-shahiihah 1537).
d. Seorang dokter tidak boleh membohongi pasiennya.
Misalnya tatkala stok obat habis ia memberikan obat yang tidak sesuai dengan penyakitnya
atau memberikan obat yang di dalamnya terkandung bahan-bahan yang diharamkan.
e. Hendaknya profesi dalam bidang kedokteran bertujuan untuk memuliakan manusia.
Oleh karena itu tidak diperkenankan bagi seorang dokter atau petugas kesehatan lainnya
untuk membakar potongan tubuh pasien, namun hendaknya diberikan kepada sang pasien
atau keluarganya untuk dikubur. Selain itu tidak diperbolehkan memperjualbelikan darah
pasien, mengadakan operasi-operasi plastik untuk mengubah wajah, telinga, alis, hidung
dan lainnya, karena hal itu termasuk mengubah ciptaan Allah yang diharamkan dalam
Islam. Allah Ta'ala berfirman :
(Setan berkata) : "Dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar
mereka mengubahnya. " (QS. an-Nisa' (4) : 119).
Di samping itu, tidak diperbolehkan ta'awun dalam kejelekan, seperti menjual obat-obat
penggugur kehamilan sehingga melariskan perzinaan.
f. Seorang dokter, perawat, mantri, bidan, apoteker dan petugas kesehatan lainnya
hendaknya betul-betul meningkatkan dan menekuni pekerjaanya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam :
"Barangsiapa yang menerjuni kedokteran sedangkan tidak diketahui orang itu ahli
kedokteran, maka ia menanggung (kerugian pasien)." (HR. Abu Dawud 4586, ashshahiihah 635).
g. Profesi dalam bidang pengobatan termasuk pekerjaan yang mulia sehingga diharapkan
bagi para dokter untuk menggapai ridha Allah dalam setiap aktivitasnya.
Nabi sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Sebaik-baik manusia adalah yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain." (Dikeluarkan oleh ad-Daruqutni, ash-shahiihah 426).
h. Memberikan keringanan biaya pasien yang kurang mampu.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang melapangkan
kesusahan dunia seorang mukmin, maka Allah akan melapangkan kesusahannya di
akhirat." (HR. Muslim 2699).
Adapun adab dan akhlak yang bersifat umum yang harus dimiliki seorang dokter adalah :
Tidak boleh berduaan dengan pasien wanita dalam satu ruangan tanpa ditemani mahram
sang perempuan. Minimal pintu ruangan harus terbuka sehingga terlihat oleh keluarganya.
Seorang dokter tidak boleh menyalami perempuan yang bukan mahramnya atau
memperbanyak pembicaraan dengannya kecuali untuk kepentingan pengobatan.
Hendaknya tetap menjaga shalatnya, kecuali dalam kondisi genting maka tidak mengapa ia
menjama' dua shalat.
Hendaknya menjauhi syiar-syiar dan gaya orang kafir, seperti mencukur jenggot,
memanjangkan kumis, isbal, bebas bercakap-cakap dengan dokter atau perawat wanita.
Di samping adab-adab tersebut di atas, ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh para
petugas kesehatan tentang rumah sakit, klinik, apotek maupun tempat praktiknya, yaitu :
Hendaknya mengkhususkan satu ruangan untuk shalat, baik bagi laki-laki maupun
perempaun, mengingat pentingnya masalah sahalat.
Menjadi kewajiban dan PR kita bersama untuk menjadikan rumah sakit terhindar dari
ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram).
Tidak diperkenankan menggantung gambar makhluk bernyawa di tembok atau dinding.
Hendaknya tidak menyediakan asbak bagi para pengunjung rumah sakit karena itu adalah
bentuk ta'awun dalam kejelekan.
Hendaknya memisahkan antara ruangan pasien yang berpenyakit menular dengan yang
tidak menular, demikian pula agar para pengunjung tidak kontak langsung dengan si pasien
tersebut sehingga penyakitnya tidak menular- dengan izin Allah- kepada yang lainnya.
Rosulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda : "Jangan sekali-kali mencampur yang sakit
dengan yang sehat." (HR. al-Bukhari 5328). Hal itu dikuatkan juga dengan sabda beliau
tentang wabah penyakit menular : "Jika kalian mendengar (ada wabah) di suatu negeri,
maka janganlah kalian memasukinya." (HR. al-Bukhari 5287 dan Muslim 5775).
Hendaknya kamar mandi atau WC tidak menghadap ke arah kiblat atau membelakanginya,
sebagaimana sabda Nabi sholallohu 'alaihi wasalam : "Jangan menghadap kiblat tatkala
buang air besar dan kencing dan jangan pula membelakanginya." (HR. al-Bukhari 144,
Muslim 264, at-Tirmidzi 8, Abu Dawud 9).
Dianjurkan untuk mengubah kantornya ke arah kiblat dan duduk menghadap kiblat,
berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa Rowulullah sholallohu 'alaihi wasalam bersabda :
"Sesungguhnya segala sesuatu memiliki tuan, dan tuannya majelis adalah arah kiblat." (HR.
ath-Thabrani dalam al-Ausath 2354, dan dihasankan Syaikh al-Haitsami 8/114, as-Sakhawi
(102) dan Syaikh al-albani dalam ash-Shahiihah (2645) dan Shahiih at-Targhib (3085) ).
Adab pemeriksaan terhadap pasien
Jika dokter laki-laki (dikarenakan tidak terdapat dokter perempuan) dengan dalih
mengobati dan atau pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan di atas
(memandang dan menyentuh) seperti; mendeteksi denyut nadi, mengambil darah dan
memijit, dimana dokter tidak memiliki cara lain kecuali terpaksa memandang badan yang
bukan mahramnya atau menyentuh badannya (dan tidak memungkinkan dia menggunakan
kaos tangan atau semacamnya, dengan maksud menyentuh secara tidak langsung), dalam
hal ini menyentuh dan memandang tidak ada masalah.
Akan tetapi jika dalam masalah ini dokter mampu mengobati hanya dengan memandang
saja dan atau hanya dengan menyentuh pasien yang bukan mahramnya tersebut maka
dokter harus mencukupkan dengan memandang saja atau menyentuh saja (itupun sebatas
darurat) dan lebih daripada itu tidak boleh. Dokter perempuan dalam hal memandang dan
menyentuh pasien laki-laki yang bukan mahramnya juga berlaku hukum demikian. Begitu
para ulama mengatakan.
Karena orang yang sakit sengaja menemui dan menaruh kepercayaan terhadap
dokter, para terapis atau ahli medis harus memberikan pelayanan dan perlindungan yang
terbaik bagi pesiennya. Namun harus tetap menjaga syariat. Misalnya tidak boleh
memberikan obat yang haram. Juga harus menjaga hubungan lawan jenis. Jika pasiennya
bukan muhrimnya, hendaklah ada pihak ketiga yang menemani. Jangan hanya berdua
didalam kamar pengobatan.
Telah di nukil dari Imam Musa ibnu Jafar yang mengatakan: Seorang lelaki buta dengan
lebih dahulu meminta izin telah memasuki rumah Fatimah (sepertinya dia perlu dengan
Rasulullah SAW) Fatimah mengambil kerudungnya dan beliau bersembunyi di dalam
kerudung tersebut (mengambil hijab), Nabi SAW berkata: Putriku mengapa engkau
menutup dirimu sedangkan dia tidak melihatmu? Beliau berkata: Apabila dia tidak melihat
saya, tapi saya melihat dia dan dia (jika tidak melihat dan buta) tetapi dia mencium bau
wanita. Rasulullah SAW sedemikian gembiranya sambil berkata: Saya bersaksi bahwa
engkau adalah belahan jiwaku. (Hayaatu Al-Imam Husain,Khutbah Hadrat Zaenab)
Lihatlah begitu diagungkannya urusan hijab oleh Rasulullah SAW.
Allah Ta`ala menyebutkan dalam firman-Nya surat al-An'am/6 ayat 119:
"Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya".
Bila memang dalam keadaan darurat dan terpaksa, Islam memang membolehkan untuk
menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat,
seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya.
Meskipun dibolehkan dalam kondisi yang betul-betul darurat, tetapi harus mengikuti
rambu-rambu yang wajib untuk ditaati. Tidak berlaku secara mutlak. Keberadaan mahram
adalah keharusan, tidak bisa ditawar-tawar. Sehingga tatkala seorang muslim/muslimah
terpaksa harus bertemu dan berobat kepada dokter yang berbeda jenis, ia harus didampingi
mahramnya saat pemeriksaan. Tidak berduaan dengan sang dokter di kamar praktek atau
ruang periksa.
Syarat ini disebutkan Syaikh Bin Baz rahimahullah untuk pengobatan pada bagian tubuh
yang nampak, seperti kepala, tangan, dan kaki. Jika obyek pemeriksaan menyangkut aurat
wanita, meskipun sudah ada perawat wanita misalnya, maka keberadaan suami atau wanita
lain (selain perawat) tetap diperlukan, dan ini lebih baik untuk menjauhkan dari kecurigaan.
Adab pergaulan antara laki-laki dan perempuan berguna agar kaum Muslim tidak tersesat di
dunia. Adab-adab tersebut antara lain:
1.
menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada
pemimpin). (HR. Bukhari)
Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu
perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah bersabda, Seandainya kepala
seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita
yang tidak halal baginya. (HR. Thabrani dengan sanad hasan)
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI (1986): Survai Nasional Kesehatan Rumah Tangga tahun
1985/1986, DEPKES RI, Jakarta.
2. Departemen Kesehatan RI (1989): Sistem Kesehatan Nasional, DEPKES RI, Jakarta.
AE.
Kedokteran
Keluarga
dan
Wawasannya..
Diakses
melalui:
http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pdf
pada 29 Desember 2012
7. Sulastomo (1984), Bunga Rempa Pelayanan Kesehatan, Jakarta.
8. Sudjoko Kuswadji (1996), Penjaminan Mutu Praktek Dokter Keluarga, Widya Medika, Jakarta.