Sasaran
Hari / Tanggal
Waktu
: 60 menit
Tempat
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan jiwa masyarakat mampu memahami apa
perannya dalam mencegah penderita dengan gangguan jiwa di rumah.
2. Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti penyuluhan kesehatan selama 1 X 30 menit diharapkan
masyarakat mampu:
a.
b.
c.
d.
2.
a)
Persiapan
Media
Lefleat
LCD
Lembar Balik / Flip Chart
Laptop
Sound / speaker active
Microphone
Metode
Ceramah
b)
D.
1.
2.
Diskusi
Setting Tempat
Peserta duduk di dalam ruangan
Penyaji didepannya
NARASUMBER
LCD
PESERTA / UNDANGAN
E. PENUGASAN :
1.
2.
3.
MC
: Melda Mafrianti
Moderator : Rian Pramandhani
Narasumber : 1. Yosep Frandi
2.
3.
Surya
Eka
Irawa
Oktaviana
Sari
4. Vina Triani
4.
5.
6.
1.
Septa
Ika
sari
Pelaksanaan Kegiatan
NO KEGIATAN
1
Pembukaan
dan salam
PENYULUH
Menyampaikan salam
PESERTA
Menjawab salam
Menjelaskan tujuan
Apersepsi
Mendengarkan
Memberi respon
WAKTU
3 menit
Menyampaikan materi:
2
Penyampaian
materi
Pengertian
kesehatan jiwa
memperhatikan
Menyebutkan ciri
ciri gangguan
jiwa
Penyebab
gangguan jiwa
Cara mengatasi
pasien dengan
gangguan jiwa
Penutup
salam
dan
Menjawab
Tanya jawab
Menyimpulkan
hasil
materi
Menyampaikan salam
G.
1.
2.
a.
b.
c.
d.
12 menit
Mendengarkan
Menjawab salam
Evaluasi
Kegiatan : Jadwal, alat bantu atau media, pengorganisasian, proses penyuluhan
Hasil penyuluhan : memberi pertanyaan pada pasien yang mengikuti penyuluhan di
desa gading rejo tentang :
Apa pengertian sehat jiwa dan gangguan jiwa
Menyebutkan penyebab gangguan jiwa
Apa tanda dan gejala gangguan jiwa
Tugas dan peran keluarga dalam menangani gangguan jiwa
H. Susunan Acara
NO
1.
WAKTU
10.00 - 10.05 WIB
ACARA
1.
Pembukaan
2.
2.
Sambutan sambutan
1.
Ketua Pelaksana
2.
Pak RT
3.
3.
Acara inti
4.
4.
5.
5.
Doa
6.
6.
Penutup
J.
Diskusi kelompok
Bermain peran
K. Upaya Perawatan Pasien gangguan jiwa di masyarakat
1. Pasien jangan di pasung, karena memasung penderita sama artinya dengan
2.
3.
4.
5.
waktu
Keliat budi, ana. Peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa. EGC. 1995
Keliat budi, ana dkk. Proses keperawatan jiwa. EGC. 1987Stuart and Sunden. Pocket guide
to psychiatric nursing. EGC.1998
MANIFESTASI KLINIS
Adanya pikiran tidak wajar dan aneh, yang tetap diyakini (delusi / waham)
Pada tahap awal yang akut (mendadak) biasanya dijumpai keadaan sbb ;
Gaduh gelisah,
Banyak penderita sembuh dari serangan, tapi kemudian kambuh lagi. Hal ini bisa
terjadi beberapa minggu, atau bahkan beberapa tahun setelah serangan pertama.
Sebagian kacil penderita tidak menunjukkan perbaikan yang berarti setelah diobati.
Hal ini biasanya terjadi pada penderita yang terlambat dibawa ke dokter, tidak
diobati dengan benar, atau tidak responsif terhadap obat.
TERAPI PENGOBATAN GANGGGUAN JIWA
Obat obatan memegang peranan penting dalam mengatasi gejala dan mencegah
kekambuhan. Pengobatan yang tepat dapat mengendalikan gejala, sehingga penderita
dapt menjalani kehidupan dengan baik.
Program konseling dan rehabilitasi sosia; juga penting, agar dicapai hasil terapi yang
lebih baik.
Dafter Pustaka
1. Mansjoer, Arif.2001. Kapita selekta kedokteran . Jakarta. Media Aeskulapius: FKUI
2. Stuart, Sunden. 1998. Keperawatan jiwa Edisi III . Jakarta : EGC
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pada saat ini ada kecenderungan penderita dengan gangguan jiwa jumlahnya
mengalami peningkatan. Data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SK-RT) yang
dilakukan Badan Litbang Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun
1995 menunjukkan, diperkirakan terdapat 264 dari 1000 anggota Rumah Tangga
menderita gangguan kesehatan jiwa. Dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini,
data tersebut dapat dipastikan meningkat karena krisis ekonomi dan gejolak-gejolak
lainnya diseluruh daerah. Bahkan masalah dunia internasionalpun akan ikut memicu
terjadinya peningkatan tersebut.
Studi Bank Dunia (World Bank) pada tahun 1995 di beberapa negara
menunjukkan bahwa hari-hari produktif yang hilang atau Dissabiliiy Adjusted Life
Years (DALY's) sebesar 8,1% dari Global Burden of Disease, disebabkan oleh
masalah kesehatan jiwa. Angka ini lebih tinggi dari pada dampak yang disebabkan
penyakit Tuberculosis (7,2%), Kanker (5,8%), Penyakit Jantung (4,4%) maupun
Malaria (2,6%).
Tingginya masalah tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang besar dibandingkan
dengan masalah kesehatan lainnya yang ada dimasyarakat. Kesehatan Jiwa
1.2
Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan masalah-masalah kesehatan
jiwa masyarakat.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mengetahui pengertian kesehatan jiwa
b. Mahasiswa mengetahui pengertian gangguan jiwa
c. Mahasiswa mengetahui model-model konseptual kesehatan jiwa masyarakat
1.3
Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif yaitu
dengan penjabaran masalah-masalah yang ada dan menggunakan studi kepustakaan
dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.
1.4
Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut :
1. BAB I
2.
BAB II
:Tinjauan teoritis, terdiri dari pengertian kesehatan jiwa, pengertian gangguan jiwa,
masalah-masalah kesehatan jiwa masyarakat dan konseptual model keperawatan
kesehatan jiwa.
3. BAB III
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1
Kesehatan Jiwa
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai
keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit
atau kelemahan. Definisi ini menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera
yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki
kesejahteraan emosional, fisik, dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab
kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari, dan puas dengan
hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri. Tidak ada satupun definisi universal
kesehatan jiwa, tetapi kita dapat menyimpulkan kesehatan jiwa seseorang dari
perilakunya. Karena perilaku seseorang dapat dilihat atau ditafsirkan berbeda oleh
orang lain, yang bergantung kepada nilai dan keyakinan, maka penentuan definisi
kesehatan jiwa menjadi sulit.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial
yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping
yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional. Kesehatan jiwa
memiliki banyak komponen dan dipengaruhi oleh berbagai factor (Johnson, 1997):
a.
b.
c.
sebagai individu.
Menoleransi ketidakpastian hidup: Individu dapat menghadapi tantangan hidup
sehari-hari dengan harapan dan pandangan positif walaupun tidak mengetahui apa
d.
e.
keterbatasannya.
Menguasai lingkungan: Individu dapat mengahadapi dan mempengaruhi lingkungan
f.
g.
Gangguan Jiwa
Di masa lalu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman
karena pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat, dan pelanggaran
norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dijauhi, diejek, dan
dikucilkan dari masyarakat normal. Sampai abad ke-19, penderita gangguan jiwa
dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara tanpa diberi
makanan, tempat berteduh, atau pakaian yang cukup.
Saat ini gangguan jiwa diidentifikasi dan ditangani sebagai masalah medis.
American Psychiatric Association (1994) mendefinisikan gangguan jiwa sebagai
suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang
terjadi pada seseorang yang dikaitkan dengan adanya distress aatau disabilitas.
Kriteria umum untuk mendiagnosis gangguan jiwa meliputi ketidakpuasan
dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri; hubungan yang tidak efektif atau
tidak memuaskan; tidak puas hidup di dunia; atau koping yang tidak efektif terhadap
peristiwa kehidupan dan tidak terjadi pertumbuhan personal. Selain itu, perilaku
individu yang tidak diharapkan atau dikenakan sanksi secara budaya bukan perilaku
menyimpang yang menjadi indikasi suatu gangguan jiwa (DSM-IV, 1994).
Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat dipandang dalam tiga
kategori, yaitu :
1.
2.
3.
berlebihan atau menarik diri dari hubungan, dan kehilangan kontrol emosional
Faktor budaya dan sosial: meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki
tempat tinggal, kemiskinan, dan diskriminasi seperti perbedaan ras, golongan, usia
dan jenis kelamin.
2.3
yang diharapkan.
Masalah Anak Jalanan
Masalah anak jalan di Indonesia seperti kekerasan pada anak, masalah anak
jalanan, penelantaran anak dan sebagainya masih cukup tinggi. Berdasarkan data dari
Departemen Sosial tahun 2005, jumlah anak jalanan di Indonesia adalah sekitar
30.000 anak dan sebagian besarnya berada di jalan-jalan di DKI Jakarta. Selain itu
baru terdapat 12 daerah di Indonesia yang memiliki perda tentang anak jalanan.
Padahal para anak-anak jalanan tersebut jelas rentan terhadap berbagai tindak
kekerasan, penyimpangan perlakuan, pelecehan seksual bahkan dilibatkan dalam
2.3.4
2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34
diantaranya adalah anak perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak
masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus Narkoba (Napza), 20% karena
perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan
seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku
kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak
porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak
terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak
2.3.5
justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.
Masalah Narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) serta
dampaknya (Hepatitis C, HIV/AIDS, dll)
Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (Napza) tergolong
dalam zat psikoaktif yang bekerja mempengaruhi kerja sistem penghantar sinyal
saraf (neuro-transmiter) sel-sel susunan saraf pusat (otak) sehingga meyebabkan
terganggunya fungsi kognitif (pikiran), persepsi, daya nilai (judgment) dan perilaku
serta dapat menyebabakan efek ketergantungan, baik fisik maupun psikis.
Penyalahgunaan Napza di Indonesia sekarang sudah merupakan ancaman yang serius
bagi kehidupan bangsa dan negara. Pengungkapan kasusnya di Indonesia meningkat
rata-rata 28,9 % per tahun. Tahun 2005 pabrik extasi terbesar ke 3 di dunia
terbongkar di Tangerang, Banten. Di Indonesia diprediksi terdapat sekitar 1.365.000
penyalahgunaan Napza aktif dan data perkiraan estimasi terakhir menyebutkan
bahwa pengguna Napza di Indonesia mencapai 5.000.000 jiwa. Mengikuti laju
perkembangan kasus tersebut dijumpai pula peningkatan epidemi penyakit hati lever
hepatitis tipe-c dan kasus HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS (Acquired
Immune-Deficiency Syndrome) yang modus penularan melalui penggunaan jarum
yang tidak steril secara bergantian pada pengguna Napza suntik (Penasus/injecting
drug user/ IDU).
Pola epidemik HIV/AIDS di Indonesia tak jauh berbeda dengan negaranegara lain, pada fase awal penyebarannya melalui kelompok homoseksual,
kemudian tersebar melalui perilaku seksual berisiko tinggi seperti pada pekerja seks
komersial, namun beberapa tahun belakangan ini dijumpai kecenderungan
peningkatan secara cepat penyebaran penyakit ini diantara para pengguna Napza
suntik. Berbagai sember memperkirakan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di
Indonesia telah mencapai kurang lebih 120.000 orang dan sekitar 80% dari jumlah
tersebut terinfeksi karena pengunaan jarum yang tidak steril secara bergantian pada
para pengguna Napza suntik, jumlah penderita HIV/AIDS dari tahun 2000 sampai
2005 meningkat dengan cepat menjadi 4 kali lipat atau 40%. Data pada akhir tahun
2005 menyatakan bahwa prevalensi penularan HIV AIDS pada penasun adalah 802.3.6
90% artinya , mencapai 90% dari total penasun dipastikan terinfeksi HIV/AIDS.
Gangguan Psikotik Dan Gangguan Jiwa Skizofrenia
Ganguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam
pikiran berupa disorganisasi (kekacauan) dalam isi pikiran yang ditandai antara lain
oleh gejala gangguan pemahaman (delusi waham) gangguan persepsi berupa
halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yan terganggu yang ditunjukan
dengan perilaku-perilaku aneh (bizzare). Gangguan ini dijumpai rata-rata 1-2% dari
jumlah seluruh penduduk di suatu wilayah pada setiap waktu dan terbanyak mulai
timbul (onset) nya pada usia 15-35 tahun. Bila angkanya 1 dari 1.000 penduduk saja
yang menderita gangguan tersebut, di Indonesia bisa mencapai 200-250 ribu orang
penderita dari jumlah tersebut bila 10% nya memerlukan rawat inap di rumah sakit
jiwa berarti dibutuhkan setidaknya 20-25 ribu tempat tidur (hospital bed) Rumah
sakit jiwa yang ada saat ini hanya cukup merawat penderita gangguan jiwa tidak
lebih dari 8.000 orang. Jadi perlu dilakukan upaya diantaranya porgram intervensi
dan terapi yang implentasinya bukan di rumah sakit tetapi dilingkungan masyarakat
(community based psyciatric services) penambahan jumlah rumah sakit jwa bukan
lagi merupakan prioritas utama karena paradigma saat ini adalah pengembangan
program kesehatan jiwa masyarakat (deinstitutionalization). Terlebih saat ini telah
banyak
ditemukan
obat-obatan
psikofarmaka
yang
efektif
yang
mampu
2.4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Psikoanalisa
Interpersonal
Sosial
Existensial
Supportive therapy
Medical
Asosiasi bebas.
Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan pikiran dan
perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannnya tanpa penyuntingan
atau penyensoran (Akinson, 1991). Pada teknik ini penderita disupport untuk bisa
berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa.
Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks maka pasien harus
2.
stressor yang ada dilingkungan (bising, macet, iklim sangat dingin/panas dll) akan
mencetuskan stress pada individu. Stressor dari lingkungan diperparah oleh stressor
dalam hubungan social (misalkan : anak nakal, atasan galak, istri cerewet dll).
Proses terapi:
Environment manipulation and social support: Modifikasi lingkungan dan adanya
dukungan social misal: rumah harus bersih, teratur, harum, tidak bising, ventilasi
cukup, penataan alat dan perabot yang teratur.
Gangguan jiwa muncul akibat multifaktor yang kompleks meliputi: aspek fisik,
genetik, lingkungan dan faktor sosial. Fokus penatalaksanaan harus lengkap meliputi
pemeriksaan diagnostik, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial
yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping
yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional.
Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa juga dapat dipandang dalam tiga
kategori, yaitu :
1. Faktor individual: meliputi struktur biologis, ansietas, kekhawatiran dan ketakutan,
ketidakharmonisan dalam hidup, dan kehilangan arti hidup (Seaward, 1997).
2. Faktor interpersonal: meliputi komunikasi yang tidak efektif, ketergantungan yang
berlebihan atau menarik diri dari hubungan, dan kehilangan kontrol emosional.
3. Faktor budaya dan sosial: meliputi tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak memiliki
tempat tinggal, kemiskinan, dan diskriminasi seperti perbedaan ras, golongan, usia
dan jenis kelamin.
Berbagai kondisi psikososial yang menjadi indikator taraf kesehatan jiwa
masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan karakteristik kehidupan di perkotaan
(urban mental health) meliputi: kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kasus
perceraian, anak remaja putus sekolah, kasus kriminalitas anak remaja, masalah anak
jalanan, promiskuitas, penyalahgunaan Napza dan dampak nya (hepatitis
C,HIV/AIDS dll), gelandangan psikotik serta kasus bunuh diri.
Ada 6 macam model keperawatan kesehatan jiwa, yaitu:
1. Psikoanalisa
2. Interpersonal
3. Sosial
4. Existensial
5. Supportive therapy
6. Medical
3.2
Saran
Berdasarkan hasil makalah yang telah diolah, maka penulis mempunyai
beberapa saran yang diharapkan dapat dipertimbangkan dan berguna bagi kita semua,
yaitu:
1.
Pengadaan klinik-klinik psikiatrik akan membantu mengatasi banyaknya masalahmasalah kesehatan jiwa masyarakat.
2.