Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Zeolit disebut batuan mendidih, karena mineral ini
mempunyai sifat mendidih atau mengembang jika dipanaskan.
Zeolit merupakan senyawa aluminio-silikat yang membentuk
kerangka tiga dimensi, mempunyai rongga (pori atau celah)
dengan permukaan bagian dalam kristal yang luas (Swantomo
dkk., 2009).
Secara geologi Indonesia berpotensi besar untuk memiliki
cadangan zeolit alam, karena letaknya yang berada dalam wilayah
rangkaian gunung api. Diperkirakan deposit zeolit tersebar di
pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Maluku dengan
potensi deposit sebesar 16,6 juta ton. Di Indonesia sampai saat
ini telah dieksplorasi meneral zeolit yang tersebar lebih dari 50
daerah diantaranya dari daerah Sumatra, Jawa Timur, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Kalimantan, Nusatenggara, Maluku hingga
Sumatra. Hingga sekarang terdapat lebih dari 40 jenis zeolit yang
diketahui dengan pasti baik sebagai hasil proses hidrotermal,
maupun proses diagenesa dari batuan vulkanik (Purawiardi,
1999).
Zeolit biasanya ditemukan sebagai batuan endapan pada
bagian tanah jenis basalt dan komposisi kimianya tergantung pada
kondisi hidrotermal lingkungan lokal, seperti suhu, tekanan uap
air setempat dan komposisi air tanah lokasi kejadiannya. Hal itu
menjadikan zeolit dengan warna dan tekstur yang sama mungkin
berbeda komposisi kimianya bila diambil dari lokasi yang
berbeda, disebabkan karena kombinasi mineral dengan impuritis
lainnya (Sherman, 1999).
Hingga saat ini, zeolit sintetik lebih banyak digunakan
dari pada zeolit alam, karena melalui proses sintesis dapat dibuat
zeolit sesuai dengan fungsi yang dikehendaki. Zeolit sintetik
1

2
dibuat dari bahan lain dengan proses sintesis, diproses sedemikian
rupa hingga menyerupai zeolit alam dengan komposisi yang
homogen dan bebas pengotor. Namun, kebutuhan zeolit sintetik
di Indonesia hingga saat ini masih dipasok dari luar negeri, di sisi
lain Indonesia sangat kaya akan kandungan zeolit alam (Senda
dkk., 2006).
Dalam proses adsorpsi, zeolit alam lebih efektif bila
dibandingkan dengan zeolit sintetik, karena kemampuannya
sebagai adsorben dalam menurunkan kesadahan air lebih besar.
Penggunaan zeolit alam bisa diterima karena tersedia di alam
cukup banyak dan mudah di dapat serta harganya lebih murah
jika dibandingakan dengan zeolit sintetik . Namun, disisi lain
komposisi zeolit alam masih mengandung banyak pengotor,
sehingga perlu proses aktivasi untuk meningkatkan daya
adsorpnya (Setiadi dan Pertiwi, 2007).
Dalam aplikasinya zeolit secara luas digunakan sebagai
molekular sieve, adsorben, ion-exchange dan katalis (Wang dan
Peng, 2010). Salah satu kegunaan zeolit alam yang menjadi
banyak sorotan adalah sebagai bahan penyerap (adsorben).
Teknologi adsorpsi berkembang sebagai suatu teknik pemisahan
yang sangat potensial, terutama untuk pemurnian alkohol,
pemurnian air, pengolahan limbah, pemurnian pada industri
minyak dan gas, dan sebagainya. Akan tetapi pemanfaatan zeolit
sebagai media adsorpsi terkendala oleh mahalnya harga zeolit
sintetik yang digunakan (Shukla dkk., 2009). Sehingga dilakukan
beberapa penelitian untuk memproduksi zeolit yang lebih murah
dengan karakteristik dan kinerja yang menyerupai zeolit sintetik.
Berbagai
macam
penelitian
dilakukan
untuk
meningkatkan daya serap zeolit alam, hingga karakterisiknya
menyerupai zeolit sintetik. Seperti yang dilakukan oleh Imbert
dkk. (1994) mengembangkan zeolit tipe A yang dibuat dari
aluminosilikat dengan kalsinasi, akan tetapi banyak pengotor
senyawa hidroksisodalite yang diperoleh. Swantomo dkk. (2009)
melakukan kalsinasi terhadap zeolit alam untuk meningkatkan
daya adsorpsi fenol dalam limbah serta mendapatkan model

3
kesetimbangan adsorpsi yang sesuai. Namun zeolit alam hasil
kalsinasi masih mengandung pengotor sehingga dalam
aplikasinya masih belum optimum.
Alkan dkk. (2005) mempelajari pengaruh konsentrasi
penambahan alkali dan rasio solid/liquid pada sintesis zeolit NaA
dari kaolin. Burriesci dkk. (1984) mengembangkan proses
hidrothermal untuk memproduksi zeolit dengan bahan baku silika
alumina. Semua proses tersebut menghasilkan jumlah pengotor
kuarsa atau hidroksisodalite yang cukup besar.
Untuk penggunaan bahan baku yang berasal dari zeolit
alam, Kang dkk. (1998) merubah zeolit alam Korea yang banyak
mengandung feldspar menjadi zeolit tipe X dan tipe P melalui
reaksi hidrothermal dengan atau tanpa fusi NaOH. Wang dan Lin
(2008) melakukan sintesis penukar kation kapasitas tinggi dengan
bahan baku zeolit alami dari Cina. Wang dan Peng (2009)
memodifikasi zeolit alam dengan asam dan surfaktan untuk
digunakan sebagai adsorben pada pengolahan limbah. De Fazio
dkk. (2008) melakukan sintesis zeolit alam tipe klinoptilolite
dengan menggunakan proses hidrothermal pada suhu rendah,
namun kuarsa dan feldspar masih terkandung didalam produk.
Kazemian dkk. (2009) meneliti proses produksi zeolite type A
dari zeolit alami Iran tipe klinoptilolite dengan mekanisme sol
gel dengan satu langkah proses. Produk yang dihasilkan dari
sintesis zeolit alam menjadi beberapa jenis zeolit sintetik tersebut
memberi hasil yang lebih baik jika dibandingkan hasil pembuatan
zeolit dari bahan aluminasilikat lain. Namun adanya pengotor dan
homogenitas produk masih menjadi persoalan. Herudati dan
rahmawati (2010) meneliti proses peningkatan performa adsorpsi
zeolit alam pada etanol-air dengan metode aluminasi alkali
disgestion, produk yang dihasilkan memiliki performa adsorpsi
lebih tinggi daripada zeolit alam sebelum aktivasi. Namun, lebih
rendah dari zeolit sintetis. Hal ini dikarenakan tingginya pengotor
Ca yang terdapat pada zeolit alam setelah aktivasi yang
menyebabkan rendahnya performa adsorpsi zeolit alam. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk

4
meningkatkan kualitas zeolit alam sehingga karaktersitiknya
menyerupai zeolit sintetik dengan proses yang lebih efektif dan
efisien.

1.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu


Zeolit sintetik sebagian besar dibuat dari reagent
komersial dengan sifat tertentu seperti yang diinginkan. Namun
pemanfaatan bahan mineral dengan nilai ekonomi rendah juga
banyak dilakukan untuk pembuatan zeolit sintetik, seperti fly ash,
kaolin, diatomite, dan smektit (Sherman, 1999).
Proses sintetik zeolit dari bahan mineral seperti kaolin
dilakukan dalam beberapa tahap. Zeolit tipe A dari kaolin
dikembangkan melalui tiga tahap proses yaitu kalsinasi pada 500
1000 C selama 5 jam, pencampuran dengan larutan NaOH
selama 24 jam dan kristalisasi dengan penambahan beberapa
senyawa oksida. Temperatur optimum yang diperoleh pada 750
C dan kristal zeolit A yang diperoleh sangat bervariasi
tergantung dari kondisi reaksi hidrothermal nya (Imbert dkk.,
1994).
Proses lain yang dikembangkan adalah pembuatan zeolit
Na-A dari kaolin dengan dua langkah. Yang pertama adalah
aktivasi fisik dengan dilakukan kalsinasi pada 600 C selama 2
jam untuk memproduksi metakaolinite. Kemudian dilanjutkan
dengan proses hidrothermal dengan penambahan NaOH pada
beberapa konsentrasi. Namun masih banyak juga ditemukan
impuritis yang berupa kuarsa dan hidroksisodalite dalam
produknya (Alkan, 2005).
Pada proses lain dikembangkan prosedur yang lebih
sederhana yaitu pencucian asam dengan penambahan HCl pada
80 oC dan dilanjutkan pada kondisi alkali hydrothermal dengan
penambahan NaOH pada suhu 600 C untuk mendapatkan zeolit
X dan dapat dilanjutkan pencampuran dengan NaAlO 2 untuk

5
mendapatkan zeolit tipe A. Sebagian impuritis seperti kuarsa, dan
feldspar masih muncul pada proses ini (Wang, 2008).
Untuk menghilangkan impuritis yang masih terdapat pada
produk zeolit sintetik, Shigemoto (1993) melakukan fusion
terhadap NaOH terlebih dahulu sebelum terjadinya reaksi
hydrothermal untuk menghilangkan impuritis yang ada. Metode
yang sama dilakukan oleh Berkgaut (1996) dan Ojha (2004)
untuk mensintesa zeolit dari fly ash dengan menghasilkan Zeolit
Na P atau Na X dengan kemurnian yang cukup tinggi.
Fotovat dkk. (2008) melakukan sintesis zeolit Na A dan
zeolit tipe faujasit dari fly ash dengan kadar Si tinggi
menggunakan proses hidrothermal dengan didahului oleh fusi
NaOH pada 600 C. Akan tetapi sulit untuk mendapatkan sifat
produk yang homogen, karena Zeolit Na-A, Na-X dan Na-Y pada
beberapa derajat kristalinitas dan kemurnian diperoleh secara
bersamaan dari proses ini.
Beberapa penelitian dikembangkan untuk melakukan
peningkatan kualitas zeolit alam menjadi zeolit sintetik untuk
memperoleh sifat yang lebih homogen. Wang dan Lin (2009)
melakukan sintesis zeolit Na P menggunakan bahan baku
berupa zeolit alam dari Cina dengan dan tanpa fusi NaOH
sebelum reaksi hidrothermal dilakukan. Tanpa fusi dengan
NaOH, produk masih mengandung kuarsa, sedangkan dengan
proses fusi diperoleh zeolit Na-Y dan Na-P dengan kemurnian
yang cukup tinggi. Penghilangan kuarsa dengan tanpa fusi NaOH
dapat dilakukan pada suhu tinggi dan tekanan tinggi, dimana pada
kondisi tersebut hanya sedikit zeolit Na yang terbentuk. Metode
yang sama juga diaplikasikan untuk zeolit alam dari Korea
dengan menghasilkan zeolit Na X yang bersih dari pengotor
ketika dilakukan fusi terlebih dahulu. (Kang, 1998).
De Fazio dkk. (2008) mengembangkan proses
hidrothemal zeolit Na P dari zeolit alam Italia pada suhu rendah
(70 100 C ). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses
hidrothermal pada suhu rendah yang mengalami pengadukan
lebih baik daripada tanpa pengadukan. Kondisi terbaik terjadi

6
pada konsentrasi 2 M larutan NaOH + Al(OH) 3. Akan tetapi pada
proses hidrothermal suhu rendah ini masih terdapat pengotor
kuarsa dan feldspar pada produknya.
Novembre dkk. (2004) menggabungkan proses
hidrothermal pada suhu rendah dengan proses sol gel untuk
menghasilkan zeolit Na X dari zeolit alam Italia. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan alkali silikat dan alkali aluminat
pada kondisi hidrothermal dengan beberapa komposisi dan
pembentukan sol gel dilakukan dengan pencampuran sodium
aluminate. Sintesis bermacam macam zeolit alam menjadi
beberapa jenis zeolit sintetik menjadi mungkin untuk dilakukan
dengan melakukan variasi rasio antara Si/Al.
Kazemian (1999) mensintesis zeolit P dari zeolit alam
asal Iran dengan proses hydrothermal. Kemudian Kazemian dkk.
(2009) berhasil mengembangkan zeolit LTA (Linde Type A)
yang memenuhi standar industri (industrial grade) dari zeolit
alam Iran dengan dengan satu kali proses menggunakan NaOH
dan NaAlO2 sebagai prekursor agent. Proses berlangsung pada
suhu rendah (70 90 C) dan waktu yang singkat (1 8 jam).
Proses konversi zeolit alam menjadi zeolit sintetik industrial
grade dengan satu kali proses ini memberi alternatif proses yang
lebih mudah, dan murah untuk dikembangkan. Akan tetapi pada
beberapa kondisi yang di variasikan masih di temui adanya
kuarsa, hidroksisodalite dan senyawa zeolit alami klinoptilolite
yang tidak terkonversi selama proses berlangsung.
Alternatif lain yang dipublikasikan oleh Taffarel dan
Rubio (2006) menggunakan prinsip ion removal untuk
menghilangkan pengotor kation dalam zeolit seperti Ca 2+ dan K+.
Metode ini mampu mereduksi lebih dari separuh jumlah kation
Ca2+ dan K+ dalam zeolit, yang berpengaruh pada peningkatan
kapasitas adsorpsinya.

7
1.3 Perumusan Masalah
Cadangan zeolit alam di Indonesia sebagian besar berada
di deret pegunungan karst, sehingga kadar Ca dalam zeolit
Indonesia cukup besar dan lebih dari 5% (Rodiana Eddy, 2007).
Sedangkan zeolit alam dari luar negeri hanya mengandung CaO
kurang dari 3%, jumlah ini sesuai dengan kadar Ca pada zeolit
komersial. Penelitian ini mengkaji produksi zeolit sintetik dari
zeolit alam Indonesia kualitas rendah dengan kadar Ca tinggi.
Kajian tentang pemanfaatan zeolit alami asal Indonesia
untuk dijadikan zeolit sintetik belum banyak dilakukan. Produksi
zeolit sintetik dari zeolit alam sebagian besar berlangsung pada
suhu tinggi dan waktu yang lama, hal ini menyebabkan harga
zeolit komersial cukup mahal, sehingga perlu dikembangkan
proses sintesis zeolit yang lebih sederhana, dengan produk yang
homogen dan biaya produksi lebih rendah.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk meningkatkan
performa adsorpsi zeolit alam asal Bandung dengan cara
eliminasi Ca2+ menggunakan metode aktivasi pertukaran ion
dilanjutkan dengan aktivasi fisika dan kimia serta pengembangan
metode kalsinasi sehingga zeolit yang dihasilkan memiliki
kualitas menyerupai zeolit sintetis komersial.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam
perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam teknologi
adsorpsi. Mengingat keberadaan zeolit alam cukup melimpah di
Indonesia, karena secara geografis terletak pada jalur pegunungan
berapi sehingga memiliki potensi zeolit yang cukup besar. Maka

8
diharapkan hasil pengembangan metode aktivasi ini, dapat
memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan
performa penyerapan air dari campuran etanol air menggunakan
zeolit alam teraktivasi.

Anda mungkin juga menyukai