Presentasi Mata Kuliah Trauma Maksilofasial
Presentasi Mata Kuliah Trauma Maksilofasial
Ahmad Fawzy
Staf SMF Bedah RSUD Margono Soekarjo
ahmadfawzy@hotmail.com / @bedahplastik
TRAUMA MAKSILOFASIAL
Jaringan lunak : vulnus, kontusio jaringan
Jaringan keras : fraktur
Hal terkait : cedera otak traumatik
14 tulang dari
splanchnocranium, adalah
tulang yang menyokong
waja/muka
Tulang Maxilla
Process alveolar dari maxilla melekat / mengikat pada gigi bagian
atas, dan di sebut dengan Maxillay arch. Dan Maxilla mengikat di
samping tulang zygomatic (zygomatic bones)
Sinuses
Naso-Orbital-Ethmoid (NOE)
- Type I
- Type II
- Type III
Orbital Floor
Zygomaticomaxillary Complex (ZMC)
LeFort
- LeFort I
-LeFort II
- LeFort III
Mandible
Panfacial
Midface fractures
Fraktur maksila Fraktur Le Fort I, II, III
Fraktur kompleks zigoma-maksila (fraktur ZMC): fraktur
yang garis patahannya melintasi tulang zigoma, maksila
dan rima orbita
Tulang maksila dan zigoma merupakan struktur utama pembangun rangka wajah,
gaya traumatika yang mengenai wajah seringkali menyebabkan patahan
NOE Fracture
Patah NOE adalah patahan rumit di
bagian tulang tulang :
1. Frontal bone
2. Nasal bone
3. Maxillary bone
4. Lacrimal bone
5. Ethmoid bone
6. Sphenoid bone
ZMC Fractures
Zygomatic Fractures
Zygomatic Fractures
LeFort Fractures
Diambil dari Nama Renne LeFort
Subject dari kepala mayat yang terkena
benturan kuat.
Mengindentifikasi garis-garis yang lemah
pada wajah dimana kebanyakan retakan
terjadi
Horizontal
Pyramidal
Transverse
Mandible fractures
Panfacial
PENATALAKSANAAN
Evaluasi jalan napas apakah bebas atau
ada sumbatan (oleh bekuan darah atau
debris): seringkali perlu dilakukan
pengisapan (suction), intubasi
endotrakheal , bahkan
krikotiroidotomi/trakeotomi. Oksigenasi
pada pasien yang tampak sesak hanya
efektif bilamana jalan napas sudah
dipastikan bebas.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan pencitraan / radiologis
dilakukan setelah keadaan umum
memungkinkan. Jangan lupa untuk
menyertakan pemeriksaan radiologis
untuk evaluasi tulang belakang servikal.
Timing rekonstruksi
Tindakan rekonstruksi dilakukan hanya
setelah keadaan umum pasien
memungkinkan, bila keadaan-keadaan
yang mengancam nyawa dapat diatasi,
dan bila kondisi pasien layak bius
Timing rekonstruksi
Rekonstruksi ideal bila dilakukan dalam rentang
waktu 8 jam pascatrauma
Tetap diingat prinsip Millard apapun yang
perlu ditunda, masih dapat ditunda dan
dikerjakan di kesempatan lain
Daerah wajah memiliki keuntungan sangat kaya
vaskularisasi, sehingga penundaan penutupan
dapat diundurkan sampai 2 x 24 jam
pascatrauma (delayed closure)
Prinsip rekonstruksi
Mengembalikan kondisi jaringan
seanatomis mungkin
Rekonstruksi fraktur, cedera saraf, cedera
duktus bilamana ada (akan dibahas
tersendiri)
Inspeksi
Inspeksi sistematis top-down
Umumnya, pada kondisi akut penderita akan
menampakkan kesan edema pada wajah,
seringkali harus dilakukan pemeriksaan fisis
ulang dalam 3-5 hari setelah kejadian saat
edema mulai berkurang.
Forced-duction test
Evaluasi gerakan bola mata pada
penderita dengan kesadaran menurun
Caranya, bola mata penderita terlebih dahulu
diteteskan Pantocaine, kemudian dengan
menggunakan pinset kecil yang ujungnya
dilapisi kapas halus bola mata dijepit dan
ditarik perlahan.
Evaluasi intraoral
Pemeriksaan yang seksama meliputi
evaluasi jejas/luka pada bibir, mukosa pipi
intraoral, lidah dan langit-langit mulut.
Dicermati pula kelengkapan gigi-geligi
apakah ada gigi yang tanggal, karang gigi,
impaksi, untuk kepentingan pemasangan
kawat antar-gigi (interdental wire, IDW).
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Indikasi tindakan operatif:
Gangguan fungsi: diplopia, gangguan
pergerakan bola mata, maloklusi, hipoestesia
di daerah wajah
Gangguan estetik: deformitas yang jelas,
asimetri wajah
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
Bukan sesuatu yang akut/darurat
operasi terencana
Persiapan praoperatif: Pasien disiapkan
untuk mencapai kelayakan operasi (Hb
yang adekuat, GCS > 10) serta higiene
rongga mulut yang baik
Foto wajah penderita sebagai acuan untuk
rekonstruksi.
(lanjutan)
Mengembalikan posisi oklusi yang baik antara gigi-geligi rahang
atas dan bawah menggunakan fiksasi maksilomandibular
(maxillomandibular fixation, MMF). Biasanya dipakai karet
(rubbering) sebagai fiksasi sementara sampai tercapai oklusi
yang nyaman dirasakan pasien, kemudian diganti menggunakan
kawat titanium (maxillomandibular wiring, MMW; dahulu disebut
intermaxillary wiring, IMW).
Menutup luka
Sebelum menutup luka operasi, lakukan
irigasi dengan campuran larutan fisiologis
dan antibiotik/antiseptik. Penutupan luka
harus dilakukan lapis demi lapis, terutama
mencegah adanya ruang rugi (dead
space) dan mengembalikan keutuhan
anatomis otot. Insisi intraoral ditutup
dengan benang diserap.
Pascaoperasi
Setiap luka yang dekat dengan orifisium (mata,
lubang hidung, mulut, telinga) sebaiknya dirawat
terbuka dengan salep antibiotik karena bila
dilakukan balutan maka cairan sekresi dari
orifisium akan mencemari balutan dan balutan
cepat jenuh
Analgetika dan antibiotika
Pascaoperasi
Segera setelah operasi, dilakukan evaluasi
radiologis sesuai proyeksi yang sama dengan
evaluasi praoperatif
Penderita dengan fiksasi maksilomandibular
disarankan untuk mengurangi bicara, tertawa,
mengunyah sehingga harus menjalani program
diet cair selama 3 minggu
Pascaoperasi
Higiene rongga mulut tetap dilanjutkan: instruksi
menyikat gigi dan berkumur dengan antiseptik
Luka pada wajah jangan terkena air selama 5
hari, pada hari ke-5 jahitan dapat dilepaskan
Pascaoperasi
IMW dilepas setelah minggu ke-3
(radiolographical union), IDW dan arc-bar
dilepas seminggu kemudian
Setelah IDW dan arc-bar dilepas,
dilakukan kembali evaluasi radiologis
(tepat 1 bulan pascaoperasi)
ADDENDUM