Anda di halaman 1dari 54

POTENSI RESERVOIR PANAS BUMI

Reservoir geothermal ditinjau dari sistemnya berbeda dengan reservoir


minyak, gas maupun reservoir air bawah tanah.Yang pertama, reservoir geothermal
mempunyai batas luar reservoir yang tidak begitu jelas terdefinisi. Kedua, energi
tidak terkandung pada fluida saja (seperti minyak atau gas), akan tetapi juga
terkandung pada batuan yang panas. Dengan demikian, pada reservoir minyak dan
gas bumi, apabila minyak atau gas bumi telah diproduksikan secara maksimal, maka
reservoir tersebut akan habis umurnya (ditinggalkan).
Akan tetapi tidak demikian pada reservoir geothermal, karena energi panas
yang tertinggal pada batuan reservoir akan tetap dapat di ekstraksi (diproduksikan).
Pada reservoir geothermal, apabila terjadi pengisian secara alamiah atau buatan,
energi panas dari batuan reservoir dipindahkan melalui air dan atau uap air yang
bersentuhan dengan batuan panas tersebut. Oleh sebab itu proses pengisian (recharge)
sangat penting didalam eksploitasi reservoir pansbumi.

3.1.

Teori Cadangan Statis


Untuk memperkirakan besarnya potensi reservoir panasbumi di suatu daerah

perlu diperhatikan beberapa parameter yang meliputi : panas yang tersimpan,


Porositas batuan, densitas batuan, panas spesifik batuan dan temperatur reservoir.

3.1.1. Panas Yang Tersimpan


Metoda volumetrik adalah metode yang umum digunakan untuk perhitungan
sumberdaya panasbumi (resources). Perhitungan dilakukan berdasarkan kandungan
energi panas di dalam batuan dan di dalam fluida seperti pada persamaan di bawah:
He = Qr + Qf ..(3.1)
Keterangan :
He = Kandungan energi panas (kj)

Qr = Panas yang terkandung dalam batuan (kj)


Qf = Panas yang terkandung dalam fluida (kj)
Data yang diperlukan untuk perhitungan adalah :

Data luas daerah

Ketebalan

Temperatur reservoir

Porositas

Saturasi air dan uap

Densitas batuan

Daya hantar panas batuan

Densitas uap dan air

Energi dalam uap dan air

1. Panas Yang Tersimpan Di Dalam Batuan


Panas yang terkandung di dalam batuan yang mempunyai massa m, kapasitas
panas c dan temperatur T, Dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
Q = m.c.T ..(3.2)
Jadi apabila V adalah volume reservoir (bulk volume), adalah porositas batuan dan
adalah densitasnya, maka masa batuan adalah :
mr V .(1 ). r .(3.3)

Apabila A adalah luas reservoir dan h adalah ketebalannya maka persamaan di atas
menjadi :
mr A.h.(1 ). r ..(3.4)

Batuan mempunyai kapasitas panas cr, maka dengan mensubstitusikan persamaan


3.4 ke persamaan 3.2 akan diperoleh persamaan yang menyatakan panas yang
terkandung di dalam batuan (Qr). Persamaan tersebut adalah :
Qr = A.h.(1 ). r .c r .T ............................................................................(3.5)

2. Panas Yang Tersimpan Di Dalam Fluida


Energi yang terkandung di dalam air dan uap yang masing-masing
mempunyai massa mL dan mV, energi dalam uL dan uV, ditentukan berdasarkan
persamaan dasar berikut :
Qf = mL. uL + mV. uV .(3.6)
Apabila volume reservoir (bulk Volume) adalah V, porositas batuan adalah ,
saturasi air dan saturasi uap masing-masing SL dan Sv dan densitasnya adalah L dan
v maka massa air dan massa uap yang mengisi pori-pori batuan dapat dinyatakan
oleh persamaan berikut :
mL = v. .S L . L (3.7)
mV = v..SV .V ...(3.8)

Jika A adalah luas reservoir dan h adalah ketebalannya maka kedua persamaan di atas
menjadi :
mL = A.h..S L . L ....(3.9)
mV = A.h..SV .V ... (3.10)

Apabila kedua persamaan tersebut disubstitusikan ke persamaan 3.6 akan diperoleh


persamaan yang menyatakan panas yang terkandung di dalam uap dan air (Qf)
sebagai berikut :
Qf = A.h..S L . L .u L + A.h..SV . L .uV (3.11)

Persamaan di atas dapat ditulis kembali sebagai berikut :


Qf= A.h..(S L . L .u L SV .V .uV ) .. (3.12)

Dengan demikian kandungan energi panas di dalam reservoir (di dalam


batuan dan fluida) adalah sebagai berikut :

He A.h1 r cr T S L L u L SV V uV .(3.13)
Keterangan :
He

= Kandungan energi panas (kj)

= Luas daerah panasbumi (m2)

= Tebal Reservoir (m)

= Temperatur reservoir (C)

SL

= Saturasi air (fraksi)

SV

= Saturasi uap (fraksi)

uL

= Energi dalam air (kj/kg)

uV

= Energi dalam uap (kj/kg)

= Porositas batuan reservoir (fraksi)

cr

= Kapasitas panas batuan (kj/kg C)

= Densitas batuan (kg/m3)

= Densitas air (kg/m3)

= Densitas uap (kg/m3)

Besarnya kandungan panas pada keadaan awal pada reserevoir 2 fasa yaitu uap dan
air dapat dilihat pada persamaan berikut :

Hei A.h1 r cr Ti S L L u L SV V uV i (3.14)


Besarnya nilai S L , L , L dan SV , V , V dilihat dari steam table pada keadaan awal
atau pada temperature initial.
Kandungan panas yang terdapat pada keadaan awal jika hanya terdapat fasa uap dapat
dilihat pada persamaan berikut :

Hei A.h1 r crTi SV V uV i .(3.15)

Kandungan panas yang terdapat pada keadaan awal jika hanya terdapat fasa cair
dapat dilihat pada persamaan berikut :
Hei A.h1 r cr Ti S L L u L i (3.16)

Besarnya kandungan panas pada keadaan akhir pada reservoir 2 fasa dapat dilihat
pada persamaan berikut :

Hef A.h1 r crTf S L L u L SV V uV f (3.17)


Apabila kandungan panas pada kadaan akhir hanya terdapat fasa cair saja, maka
persamaan menjadi sebagai berikut :

Hef A.h1 r cr Tf S L L u L f (3.18)


Jika kandungan panas pada kadaan akhir hanya terdapat fasa uap saja, maka
persamaan menjadi sebagai berikut :

Hef A.h1 r crTf SV V uV f (3.19)


Besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan (cadangan) dan diubah menjadi
energi listrik (potensi listrik) pada reservoir 2 fasa dapat dihitung dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Menghitung kandungan energi di dalam reservoir pada keadaan awal (Ti) :
Hei =A . h [(1 ) r . Cr . Ti + (L . uL . SL + v . uv . Sv)i].....................(3.20)
2. Menghitung kandungan energi dalam reservoir pada keadaan akhir (Tf) :
Hef = A . h {(1 ) r . Cr . Tf + (L . uL . SL + v . uv . Sv)t]..................(3.21)
3. Menghitung maksimum energi yang dapat dimanfaatkan (sumber daya) :
Hth = Hei - Hef ................................................................................................(3.22)
4. Menghitung energi panas yang pada kenyataannya dapat diambil (cadangan
panasbumi). Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan kJ, maka besarnya
cadangan panasbumi ditentukan sebagai berikut :
Hde = Rf . Hth .................................................................................................(3.23)
Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan MWth, maka besarnya cadangan
ditentukan dengan persamaan berikut :

H re

H de
................................................................................(3.24)
t x 365 x 24 x 3600

5. Menghitung besarnya potensi listrik panasbumi, yaitu besarnya energi listrik yang
dapat dibangkitkan selama periode waktu tahun (MWe) :

H el

H de .
................................................................................(3.25)
t x 365 x 24 x 3600

atau :
Hel = x Hthermal .(3.26)

Sedangkan Besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan (cadangan) dan diubah
menjadi energi listrik (potensi listrik) pada reservoir fasa uap dapat dihitung dengan
prosedur sebagai berikut :
1. Menghitung kandungan energi di dalam reservoir pada keadaan awal (Ti) :
Hei = A . h [(1 ) r . Cr . Ti + ( v . uv . Sv)i]........................................(3.27)
2. Menghitung kandungan energi dalam reservoir pada keadaan akhir (Tf) :
Hef = A . h {(1 ) r . Cr . Tf + ( v . uv . Sv)t].......................................(3.28)
3. Menghitung maksimum energi yang dapat dimanfaatkan (sumber daya) :
Hth = Hei - Hef ...............................................................................................(3.29)
4. Menghitung energi panas yang pada kenyataannya dapat diambil (cadangan
panasbumi). Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan kJ, maka besarnya
cadangan panasbumi ditentukan sebagai berikut :
Hde = Rf . Hth ................................................................................................(3.30)
Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan MWth, maka besarnya cadangan
ditentukan dengan persamaan berikut :

H re
5.

H de
................................................................................(3.31)
t x 365 x 24 x 3600

Menghitung besarnya potensi listrik panasbumi, yaitu besarnya energi listrik yang
dapat dibangkitkan selama periode waktu tahun (MWe) :

H el

H de .
..............................................................................(3.32)
t x 365 x 24 x 3600

atau :
Hel = x Hthermal ....(3.33)
Besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan (cadangan) dan diubah menjadi
energi listrik (potensi listrik) pada reservoir fasa cair dapat dihitung dengan prosedur
sebagai berikut :
1. Menghitung kandungan energi di dalam reservoir pada keadaan awal (Ti) :
Hei = A . h [(1 ) r . Cr . Ti + (L . uL . SL + v . uv . Sv)i]..................(3.34)
2. Menghitung kandungan energi dalam reservoir pada keadaan akhir (Tf) :
Hef = A . h {(1 ) r . Cr . Tf + (L . uL . SL + v . uv . Sv)t].................(3.35)
3. Menghitung maksimum energi yang dapat dimanfaatkan (sumber daya) :
Hth = Hei - Hef ...............................................................................................(3.36)
4. Menghitung energi panas yang pada kenyataannya dapat diambil (cadangan
panasbumi). Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan kJ, maka besarnya
cadangan panasbumi ditentukan sebagai berikut :
Hde = Rf . Hth ................................................................................................(3.37)
Apabila cadangan dinyatakan dalam satuan MWth, maka besarnya cadangan
ditentukan dengan persamaan berikut :

H re

H de
...............................................................................(3.38)
t x 365 x 24 x 3600

5. Menghitung besarnya potensi listrik panasbumi, yaitu besarnya energi listrik yang
dapat dibangkitkan selama periode waktu tahun (MWe) :

H el

H de .
..............................................................................(3.39)
t x 365 x 24 x 3600

atau :
Hel = x Hthermal (3.40)

Keterangan :
Ti

= temperatur reservoir pada keadaan awal, oC

Tf

= temperatur reservoir pada keadaan akhir, oC

Hei

= kandungan energi dalam batuan dan fluida pada kondisi awal, kJ

Hef

= kandungan energi dalam batuan dan fluida pada kondisi akhir, kJ

Hth

= energi panasbumi maksimum yang dapat dimanfaatkan, kJ

Hde = energi panasbumi maksimum yang dapat diambil ke permukaan


(cadangan panasbumi), kJ
Hre

= energi panasbumi maksimum yang dapat diambil ke permukaan


selama periode waktu tertentu (cadangan panasbumi), MWth

3.2.

Hel

= potensi listrik panasbumi, MWe

Rf

= faktor perolehan, fraksi

= lama waktu (umur) pembangkitan listrik, tahun

= faktor konversi listrik, fraksi

Teori Cadangan Dinamis

3.2.1. Perpindahan Panas Secara Konduksi


Konduksi merupakan proses perpindahan panas dari daerah bertemperatur
tinggi ke daerah bertemperatur rendah dalam suatu zat atau aliran panas akibat
perbedaan temperatur dari berbagai zat dengan cara bersentuhan secara fisik. Transfer
energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa adanya perpindahan
molekul yang cukup besar.
Mekanisme perpindahan panas secara konduksi dapat dibedakan atas
temperatur akhirnya menjadi dua, yaitu :

Konduksi mantap, yaitu konduksi yang kondisi temperatur akhir pada titik
manapun dalam suatu material tidak bergantung pada kedudukan serta
lamanya pemanasan karena aliran panas yang masuk ke dalam benda dan
keluar selalu sama.

Konduksi tidak mantap, yaitu konduksi yang kondisi temperatur akhir suatu
titik dalam materi akan selalu berubah sesuai dengan kedudukan dan lamanya
pemanasan karena aliran panas yang masuk dan keluar besarnya berubahubah.

Pada kerak bumi bagian atas, yaitu daerah utama yang merupakan sumber-sumber
potensial panasbumi, transfer panas secara konduksi biasanya merupakan proses yang
dominan bahkan di daerah yang anomali gradien geothermal-nya kuat. Distribusi
fluks panas dipengaruhi oleh kondisi batas di samping pengaruh konveksi dengan
variasi konduktivitas panas dan sumber panas dalam dimensi ruang dan waktu
(sumber panas transient, intrusi batuan beku, sumber stasioner dan panas hasil
radioaktif).
Persamaan Fourier tentang konduksi panas adalah didasarkan pada koordinat
kartesian, seperti yang diterlihat pada persamaan berikut :
d 2 d 2 d 2 1 d

2
....(3.41)
dt
dx 2
dy 2
dz

Penentuan besarnya laju aliran panas dalam sistem konduksi dapat ditentukan
dengan beberapa penyelesaian, yaitu :
a. One dimensional steady state
Untuk permasalahan steady state satu dimensi, persamaan konduksi panas :
K r , T T Ar 0 .(3.42)

Dengan mempertimbangkan terhadap temperature yang bergantung pada K


adalah :
Az

d
dT
K T 0 ..(3.43)

dz
dz

Penyelesaian analitis dapat digunakan untuk permasalahan berikut ini dengan


kondisi batas To = T permukaan dan qo = K(dT/dz)z = 0 (aliran panas pada
permukaan) :

Problem 1 tidak terdapat variasi pada konduksi panas A secara vertical dan
konduktivitas panas K : A(z) = Ao, K(T) = Ko

q A
T z T0 0 z 0 z 2 ..(3.44)
K 0 2K 0
Problem 2 tidak terdapat variasi A; K tergantung pada temperature

K T K 0 / 1 T (3.45)
adalah 10-3 C-1, maka persamaan di atas menjadi :

q0 z A0 z 2
1
1 (3.46)

T z 1 T0 exp
2
K 0

Problem 3 penurunan eksponensial produksi panas terhadap kedalaman, A(z)=Ao


exp (-z/H), tidak ada variasi K secara vertical.

z
T z T0 q0 A0 H z / K 0 A0 H 2 1 exp
/ K 0 .(3.47)
H

Problem 4 penurunan eksponensial A, temperature tegantung pada K berdasarkan


Persamaan 3.45 :

1

A0 H 2
T z 1 T0 exp


K 0

1 exp Hz A Hz q z 1 (3.48)

Untuk Layer n, persamaan Pollack (1965) dapat digunakan Model satu dimensi
memperlihatkan temperature lapangan,T(z) disebut sebagai Geotherm. Ini dapat
dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1
Temperatur Lapangan Dengan Model Satu Dimensi 16)
b. Two dimensional steady state
Pada model dua dimensi,distribusi temperature dapat dipertimbangkan dengan
(x,z) plane. Dari Persamaan 3.42 dapat ditulis menjadi :

2 A 2 KT K 2T T 2 K 0 ..(3.49)
Metode numeric digunakan untuk menyelesaikan persamaan differensial parsia.
Bagian yang utama dibagi kedalam mesh dengan jarak b antara titik nodal (i, k +
1) dan (i, k). Didalam perlakuan dengan mengunakan numeric, derivative parsial
menggunakan pendekatan :

2T Ti 1,k 2Ti ,k Ti 1,k


..(3.50)

z 2
b2
Dan

2T

Ti 1,k Ti 1,k
n

Ti ,k 1 Ti ,k 1 2Ti ,k 1 2 0 .(3.51)
n

Gambar 3.2 memperlihatkan mesh terhadap numeric (finite Difference)

Gambar 3.2
Rectangular Mesh Untuk Numerical 16)
Dengan mengunakan Persamaan 3.51 kedalam Persamaan 3.49 hanya sebagian
kecil memperoleh perbedaan yang sedikit dengan menggunakan five-point, maka
persamaan menjadi :

2 Ai ,k d 2
K i ,k
Ti ,k 1

Ti 1,k

K i 1,k K i ,k

K i ,k 1 K i ,k
K i ,k

n K i ,k

Ti 1,k

K i 1,k K i ,k
2

n K i ,k

Ti ,k 1

K i ,k 1 K i ,k
K i ,k

K i 1,k K i ,k 1 K i ,k 1
2 K
0 (3.52)
Ti ,k 2 2 i 1,k2

K
n
n
K
i ,k
i ,k

Dengan Ai,k dan Ki,k adalah produksi panas dan parameter konduktivitas thermal
yang perlu ditandai kedalam mesh sesuai pertimbangan.
Batas nilai yang harus dipastikan adalah sebagai berikut :
1. Temperatur permukaan Ti,o( i = 0,1,r)
2. Aliran panas horizontal K(T)

T
dimana nilai nol berada di dalam mesh point
z

(0,K) dan (r,k) (k = 0,1,.s)


3. Aliran panas di dasar qb = K(T)

T
pada kedalaman z = bs
z

Perhitungan dimulai dengan pendekatan distribusi temperature T(i,k) yang dapat


diperoleh dengan model satu dimensi. Hasilnya merupakan residual nilai non-zero
pada bagian kanan dari Persamaan 3.52

R ' i ,k

2 Ai ,k d 2
K i ,k

Ti ' 1,k ai 1,k Ti ' 1,k ai 1,k Ti ,' k 1ai ,k 1 Ti ,' k 1ai ,k 1 Ti.'k ai ,k (3.53)

a merupakan koefisien persamaan 3.52 sehingga dapat diperkirakan untuk semua


internal point mesh. Pendekatan selanjutnya diperhitungkan dari persamaan 3.53
dengan iterasi hingga didapatkan keakuratan yang sesuai. Gambar 3.3 dan Gambar
3.4 memberikan contoh terhadap pemodelan aliran panas pada skala local dan
regional.

Gambar 3.3
Model Aliran Panas Pada Skala Lokal 16)

Gambar 3.4
Model Aliran Panas Pada Skala Regional 16)
c. Thermal conductance dan thermal resistance
Thermal conductance (C) =

kA
1
=
......(3.54)
d
Thermal resistance

Persamaan laju aliran panas (Q) adalah sebagai berikut :


Q k .A

Th Tc
= C (Th Tc) ......(3.55)
d

dimana Th dan Tc adalah temperatur daerah panas dan dingin.

3.2.1.1. Aliran Panas


Panas dapat ditransfer dalam padatan dengan konduksi, konveksi dan radiasi.
Pada temperatur yang sesuai dengan sistem panasbumi, komponen radiasi dapat
diabaikan, dan dengan tidak adanya gerakan massa dalam sistem, maka konduksi
dapat dirumuskan dengan persamaan berikut :
q K T

.......(3.56)

dimana K adalah konduktivitas panas batuan dan tanda negatif menunjukkan bahwa
aliran panas berkurang dari temperatur tinggi ke temperatur rendah dengan gradient
temperatur tertentu.

Dalam padatan yang isotropis, konduktivitas panas bersifat skalar. Material


geologi yang berukuran besar dianggap isotropis, dengan K adalah fungsi temperatur.
Dalam aliran panas transient, terdapat sifat yang disebut diffusivitas. Diberikan dalam
persamaan :

K
c

.....(3.57)

dengan c adalah kapasitas panas (panas spesifik batuan). Tabel III-1 memperlihatkan
beberapa nilai konduktivitas panas batuan pada temperatur ruang.
Dua langkah penting untuk menentukan besarnya konduktivitas panas batuan
pada bagian atas kerak bumi adalah :

penentuan gradient temperatur

penentuan eksperimen untuk mengetahui konduktivitas panas dengan sample


cutting atau core.
Tabel III-1
Konduktivitas Panas Batuan Pada Temperatur Ruang 16)
Jenis batuan

Konduktivitas panas
(W/m.0K)

Granit

2.5-3.8

Gabro/basalt

1.7 2.5

Peridotite/piroxenite

4.2 5.8

Limestone

1.7 3.3

Dolomite, salt

5.0

Sandstone

1.2 4.2

Shale

0.8 2.1

Volcanic tuff

1.2 2.1

Sedimen laut dalam

0.6 0.8

Air

0.6

Produksi panas dari suatu batuan dihasilkan oleh sejumlah uranium,thorium


dan pottasium yang bervariasi terhadap jenis batuan tetapi memiliki keteraturan
tertentu berkaitan dengan lingkungan geokimia yang sama dari U,Th, dan K selama
proses distribusi radioelemen alami, seperti terlihat pada persamaan berikut :
W
A 3 10 5 9.52cU 2.56cK 3.48cTh ...(3.58)
m

Karakteristik nilai produksi panas rata-rata diperlihatkan didalam Tabel 3.2 Tabel
3.4 untuk jenis batuan utama (Rayback, 1976). Produksi panas pada batuan induk A
tergantung pada bulk chemistry. A meningkat dari silicic melalui basic hingga jenis
batuan ultrabasic, A juga tergantung pada batuan bulk Chemistry yang sama, pada
tingkat metamorphic (Tabel 3.3), berkaitan dengan penurunan element radioaktif
pada batuan oleh upward-moving fasa fluida selama metamorfisme. Batuan sedimen
yang terbentuk hanya sebagian kecil dari kerak bumi, pada umumnya memiliki nilai
A yang rendah terutama pada limestone dan dolomit.

Tabel 3.2
Produksi Panas Pada Batuan Induk 16)

Tabel 3.3
Produksi Panas Pada Batuan Metamorfisme 16)

Tabel 3.4
Produksi Panas Pada Batuan Sedimen 16)

Satuan aliran panas ditentukan dengan mengamati banyaknya panas yang


dapat dirambatkan per meter kuadrat batuan (mW/m2). Aliran panas rata-rata pada
daerah kontinental normal adalah sekitar 60 mW/m2 (Joseph et. al. 1976). Sedangkan
fluks panas dengan nilai 80 100 mW/m2 menunjukkan adanya anomali gradien
geothermal di bawah permukaan.
Daerah yang memiliki aliran panas yang tinggi mampu meneruskan sistem
konveksi hidrothermal, sehingga memungkinkan kurang lebih dari suatu kerak bumi

membentuk rekahan untukmelancarkan sirkulasi fluida. Sistem seperti ini memiliki


waktu yang pendek (103-105 tahun). Sistem hidrothermal dapat didukung oleh sumber
panas lokal seperti shallow intrusion. Sistem seperti ini akan berlangsung untuk
beberapa juta tahun. Sejarah umur dan solidifikasi dari suatu intrusi merupakan
faktor-faktor berpangaruh.
Berdasarkan Smit dan Shaw (1975), magma dasar biasanya muncul
kepermukaan bumi tanpa ruang-ruang pembentukan magma pada kedalaman yang
tinggi di dalam kerak, dimana lebih banyak magma silica berhenti pada kedalaman
lebih dari 10 km dari kerak. Dengan mempertimbangkan sumber panas terhadap roof
rock oleh intrusi dari jenis batholitic, misal dengan ketebalan yang tinggi dan ekstensi
lateral. Untuk mempermudah menempatkan ketebalan dan ekstension infinite dapat
dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5
Intrusi Batholith pada kedalaman d 16)

Aliran panas q pada permukaan dikaitkan dengan variasi intrusi terhadap waktu t
(Carslaw dan Jaeger, 1959) dapat dilihat pada persamaan berikut :

qt KTi kt

1 / 2

d2
(3.59)
exp
4

Keterangan : d adalah kedalam top batholith, Ti adalah temperatur intrusi, K adalah


konduktivitas panas dan k adalah difusivitas.
q memiliki nilai maksimum yaitu q max = 0.484 Ti K/d pada waktu tm = d2/2k.
Produksi panas A(t) = q(t)d ; panas disuplai per unit permukaan pada jarak waktu dari
t = 0 (waktu intrusi) hingga t = tm (aliran panas maximum pada permukaan)
mendekati 0.12 (K/k)Tid.
Intrusi muda tidak begitu banyak kehilangan panas dan hal itu menggambarkan
potensial panasbumi, ini dapat dilihat pada Gambar 3.6

Gambar 3.6
Pendinginan Intrusi Pada Perbedaan Umur 16)

3.2.1.2. Aliran Panas Konduktif


Aliran panas keluar dari bagian dalam bumi merupakan persamaan dasar
dalam neraca energi. Aliran panas ke permukaan menonjolkan proses timbulnya

panas, transport dan penyimpanan yang terjadi pada level yang lebih dalam di kerak
bumi dan lithosfer.
Untuk mengevaluasi suatu model reservoir panas bumi dilakuan dengan jalan
membandingkan distribusi aliran panas terhitung dengan hasil pengukuran
dipermukaan dan distribusi isotemperatur dengan penyeberan kedalaman pada
reservoir.
Gradien vertikal geothermal dT/dZ sering digunakan untuk tujuan-tujuan
praktis dengan mempertimbangkan komponen aliran panas ke permukaan dan
dianggap sebagai skalar. Dalam keadaan sederhana seperti urutan sedimentasi dengan
lapisan horizontal dan K bervarisai hanya pada kedalaman dan mengabaikan sumber
panas, temperatur pada kedalaman d, adalah :
d

T d T0 q
0

dZ
......(3.60)
K Z

Atau dengan lapisan n, yang menunjukkan ketebalan dan konduktivitas dari lapisan
ke-i dengan ketebalan hi dan konduktiivitas panas Ki sebagai berikut :
n 1

d hi
n 1
h
i 1
T d T0 q i
i 1 K i
Kn

.(3.61)

To adalah temperatur permukaan. Pada tiap lapisan hasil dari gradient temperatur dan
konduktivitas adalah konstan, seperti terlihat pada persamaan berikut :

dT

K i q .......................................................................................(3.62)
dz i
Lapisan tersebut secara berurutan memiliki konduktivitas panas yang rendah, yang
dikarakteristikan dengan hubungan gradient bertemperatur tinggi. Gradient
geothermal yang tinggi dapat ditemui jika konduktivitas lapisan sediment rendah
(Ks), konduktivitas basement yang tinggi (Kb). Berdasarkan pada aliran panas q dan

ketebalan sedimen D lokal, temperatur anomali berada di lapisan dasar, ini dapat
dilihat pada Gambar 3.7. Jika dilihat dalam bentuk matematis dapat dilihat pada
persamaan berikut :

T Dq

Kb K s
...................................................................................(3.63)
K s Kb

Gambar 3.7
Efek Penutupan Sedimen Berkonduktivitas Rendah 16)
3.2.2. Perpindahan Panas Konveksi
Semua potensi panasbumi yang dapat diproduksikan secara komersil hingga
saat ini semuanya adalah sistem panasbumi model hidrothermal. Dalam system
hidrothermal, perembesan air dekat permukaan melalui bagian permeabel sampai
kedalaman yang besar hingga bertemu dengan batuan panas. Fluida yang terdapat
dalam batuan tersebut akan mengalami pemanasan dan kemudian terdorong ke atas
akibat gaya apungan (buoyancy forces) karena densitasnya menjadi lebih kecil
dibandingkan densitas air pada suhu yang lebih rendah.
Terdapat dua tipe sistem reservoir hidrothermal, yaitu sistem dominasi uap
(Geysers : USA, Lardarello ; Italy dan Kamojang : Indonesia) dan sistem dominasi air
(Wairakei dan Broadlends : New Zealand, Dieng : Indonesia).

Dalam system hidrothermal, sebagian besar panas ditransportasikan secara


konveksi oleh uap dan air yang terdapat dalam reservoir melalui pori pada batuan.
System ini berbeda dengan hot dry rock yang tidak mengandung air dan geopressured
dimana konduksi merupakan sistem perpindahan panas yang dominan.
Gradien geothermal yang tinggi juga dapat ditemui dalam batuan
impermeabel di atas zona transfer panas konveksi. Dalam zona konveksi sendiri,
gradien geothermal-nya rendah karena terjadi penyesuaian dengan temperatur
konveksi. Dengan mempertimbangkan tekanan hidrostatik di bawah permukaan,
gradien geothermal konduktif di atas reservoir dominasi uap tergantung pada
kedalaman seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8
Boiling Point Air Dengan Tekanan Hidrostatis Di Bawah Permukaan 16)

3.2.2.1. Perpindahan Panas Dan Energi


Perpindahan energi dan panas dalam media berpori yang terekahkan
merupakan hal yang penting dalam penentuan potensi reservoir panasbumi. Studi di
laboratorium dan lapangan kebanyakan dititikberatkan pada :

Geometri sistem rekahan reservoir

Respon terhadap adanya gradien hidrodinamik

Aliran fluida dalam celah batuan berbeda dalam beberapa hal sebagai akibat perkolasi
fluida melalui batuan yang porous dan kompak. Pertama, permeabilitas yang
disebabkan oleh rekahan biasanya jauh lebih besar daripada permeabilitas yang
disebabkan oleh matriks. Louis (1970) menyatakan bahwa permeabilitas matriks
batuan menjadi penting hanya dengan tidak adanya kekar yang menerus atau celah
kekar kurang dari 10 meter. Kedua, permeabilitas rekahan biasanya anisotropik.
Ketiga, porositas dan permeabilitas rekahan jauh lebih sensitif terhadap tekanan
fluida dibandingkan porositas dan permeabilitas matriks.
Spasi ketidakselarasan adalah salah satu variabel yang penting dalam
deskripsi matematik aliran fluida dalam media berpori. Jika kharakteristik antara
ketidakselarasan

dapat

dibandingkan

dengan

dimensi

dari

massa

batuan

terinvestigasi, hal ini penting untuk mempertimbangkan geometri kekar hingga lebih
terperinci.
Dalam sistem hidrothermal, geometri rekahan biasanya tidak diketahui
sehingga asal dan arah yang dituju oleh fluida dalam reservoir sangat sulit untuk
ditentukan. Untuk memudahkan dibuat suatu asumsi bahwa ketidakselarasan hanya
mempunyai porsi yang sangat kecil dibandingkan keseluruhan reservoir dan
akibatnya batuan dapat dianggap sebagai media yang kontinyu dengan anggapan
tetap mempunyai permeabilitas anistrop.

3.2.3. Perpindahan Panas Secara Radiasi


Radiasi panas merupakan pancaran energi panas dalam bentuk gelombang
elektromagnetik tanpa memerlukan medium perantara. Gelombang energi panas
tersebut dapat disamakan dengan gelombang radio, gelombang cahaya dan
gelombang sinar-X, dan berbeda dalam hal panjang gelombangnya. Gelombanggelombang tersebut dapat melalui ruang hampa tanpa menyebabkan ruangan itu
panas. Contoh dari perpindahan panas secara radiasi adalah radiasi panas dari
matahari ke bumi.
Perpindahan panas radiasi umumnya berlaku dalam tiga tahap, pertama yaitu
perubahan energi panas dari sumber panas kedalam bentuk energi dari gerakan
gelombang elektromagnetik. Kedua yaitu perjalanan gelombang elektromagnetik
melalui ruang perantara, dan ketiga adalah perubahan kembali energi dalam bentuk
semula (energi panas) oleh benda penerima.
Energi radiasi yang dipancarkan oleh suatu permukaan per satuan waktu luas,
bergantung pada sifat permukaan yang bersangkutan dan suhunya. Pada suhu rendah
banyaknya radiasi kecil dan panjang gelombangnya relatif panjang. Jika suhu naik,
banyaknya radiasi bertambah dengan cepat, sebanding dengan suhu mutlak pangkat
empat. Sebagai contoh sebuah balok tembaga pada suhu 100oC memancarkan energi
kira-kira 300.000 erg/detik atau 0,03 W dari setiap cm2 permukaannya. Pada suhu
500oC, balok itu akan memacarkan kira-kira 0,54 W dan pada suhu 1000oC akan
memancarkan kira-kira 4 W, dimana jumlah ini 130 kali pancaran pada suhu 100oC.
Pada setiap suhu energi radiasi yang dipancarkan merupakan campuran
beberapa gelombang dengan panjang gelombang berlainan. Pada suhu 300oC, yang
terkuat diantara gelombang-gelombang itu mempunyai panjang gelombang antara 5 x
10-4 cm.
Pengukuran eksperimental banyaknya pancaran energi radiasi dari permukaan
suatu benda telah dilakukan oleh John Tyndall (1820 1893), dan berdasarkan hasil
percobaan tersebut, Josef Stefan (1835 1893) mengambil kesimpulan bahwa
banyaknya emisi tersebut dapatkan dirumuskan berdasarkan hubungan :

R e x T 4 (3.64)
Keterangan :
R = emitansi radin (kekuatan pancar), watt/cm2
T = suhu permukaan, oK
e

= daya hantar emitansi, (0 1)

3.2.4. Pembuatan Grid Model


Secara umum, persamaan differensial parsial yang menggambarkan aliran
fluida dalam reservoir tidak dapat diselesaikan secara analitis. Persamaan tersebut
hanya dapat diselesaikan secara numerik dengan cara menggantikan persamaan
differensial parsial dengan pendekatan finite difference. Salah satu cara untuk
mengubahnya dengan melakukan diskretisasi, yaitu membagi jarak dan waktu
menjadi menjadi terbatas, dengan bagian-bagian yang telah ditentukan. Dengan kata
lain, untuk menggunakan pedekatan finite difference harus memperlakukan reservoir
sebagaimana jika mengkomposisikan elemen volume yang diskret dan menghitung
perubahan keadaan pada setiap volume terbatas pada setiap akhir interval waktu yang
diskret. Volume konsep tersebut seringkali disebut sebagai gridblocks.
Meskipun pembagian reservoir hanya dalam tingkat yang abstrak, prosedur ini
secara kuantitatif dibenarkan untuk menggambarkan gridblocks sebagai well stirred
tanks dengan sisi-sisi yang permeabel. Gambar 3.9 memperlihatkan Analogi sistem
grid sebagai well stirred tanks. Untuk mengembangkan analogi ini, penggambaran isi
setiap gridblocks sebagai bagian yang terdistribusi dalam gridblocks dan laju aliran
fluida keluar atau masuk ditentukan oleh permeabilitas setiap sisi blok dan perbedaan
tekanan antara dua buah gridblocks yang bersebelahan. Sehingga masalah matematis
secara esensial hanya berupa perhitungan aliran antara dua blok.

Gambar 3.9
Analogi Sistem Grid Sebagai Well Stirred Tanks 13)

Sebagai implikasi digunakan analogi well stirred tanks, properti dalam setiap
gridblock tidak bervariasi terhadap lokasi, jika lokasi dalam setiap blok tidak
didefinsikan dan sebaliknya (secara konseptual, lokasi gridblocks mempunyai arti).
Sebagai contoh pada waktu tertentu, suatu blok hanya mempunyai satu nilai dari
setiap saturasi fasa dan beberapa properti yang bergantung pada saturasi (seperti
tekanan kapiler dan permeabilitas relatif). Untuk menggambarkan variasi properti
reservoir, properti gridblocks harus bervariasi satu terhadap lainnya. Sehingga
mungkin dijumpai perubahan yang sangat kontras dari satu blok ke blok berikutnya.
Kekontrasan properti dari satu blok ke yang lain adalah fungsi dari ukuran gridblocks.
Presisi dimana reservoir dimodelkan dapat digambarkan dalam model dan
akurasi dimana aliran fluida reservoir dapat dihitung bergantung pada jumlah
gridblocks yang digunakan dalam model. Secara praktis, jumlah gridblocks dibatasi
secara prinsip oleh biaya yang dibutuhkan dan waktu yang diperlukan untuk
menyiapkan data masukan dan menginterpretasikan hasil. Sebagai konsekuensinya,
ukuran dan kompleksitas reservoir harus dipertimbangkan secara seksama. Model
yang akan digunakan harus mempunyai grid yang cukup pada semua arah (dimensi)
untuk mensimulasikan reservoir dan kelakuannya, tetapi dengan batasan yang telah

disebutkan di atas haruslah sekecil dan sesedarhana mungkin. Gambar 3.10


memperliharkan Beberapa macam model yang digunakan untuk simulasi reservoir.

Gambar 3.10
Beberapa Macam Model Yang Digunakan Untuk Simulasi Reservoir 13)

3.2.4.1. Penentuan Ukuran Grid


Gridblocks yang digunakan harus cukup kecil untuk 1) mengidentifikasi
saturasi dan tekanan pada lokasi yang spesifik dan waktu yang telah ditentukan, 2)
menggambarkan geometri, geologi dan properti awal reservoir, 3) menggambarkan
profil saturasi dinamis dan tekanan dalam detail yang mencukupi sesuai obyektif
simulasi, 4) memodelkan mekanika fluida dalam reservoir secara tepat dan 5)
kompatibel dengan persamaan matematis dalam solusi persamaan sehingga solusi
yang didapatkan untuk persamaan aliran fluida akurat dan stabil.
Reservoir model dapat menjadi alat yang sangat efektif jika dapat
mensimulasikan kelakuan reservoir pada satu atau lebih strategi produksi atau injeksi.
Beberapa aspek yang penting dalam mengidentifikasi kelakuan reservoir yaitu
produktivitas atau injektivitas, tekanan, saturasi fluida, dryness dan temperatur
reservoir.
Langkah pertama dalam mengembangkan model reservoir adalah mengidentifikasi lokasi dimana nilai saturasi, tekanan dan temperatur harus diketahui. Lokasilokasi spasial harus mengikutkan semua sumur yang sudah ada maupun yang
direncanakan. Grid yang digunakan harus cukup halus sehingga kelakuan reservoir
pada setiap lokasi yang diinginkan dapat diidentifikasi.
Meskipun pembagian minimum untuk mengidentifikasi kelakuan reservoir
harus dibuat, pembagian yang lebih besar juga perlu dikembangkan. Sebagai ilustrasi,
Gambar 3.11 membandingkan grid minimum yang berhubungan dengan reservoir
yang akan dikembangkan dengan grid yang lebih besar.
Bagian luar reservoir adalah faktor geometrik yang paling penting untuk
direpresentasikan. Pada beberapa kasus, sistem grid dapat diarahkan (oriented)
sehingga batas-batas reservoir tersebut terkait dengan batas grid model. Pada kasus
dimana batas-batas eksternal mempunyai bentuk yang kompleks, area yang berada di
luar reservoir dapat direpresentasikan dengan memindahkan blok tersebut dari
perhitungan atau dengan memberikan nilai permeabilitas dan PV sebesar nol.

Gambar 3.11
Contoh Dua Buah System Grid Dengan Perbedaan Pada
Ukuran Grid Yang Digunakan 13)
Faktor deskriptif lainnya yang dapat memberikan pangaruh yang signifikan
dalam pemilihan ukuran gridblocks adalah adanya penghalang internal untuk aliran
fluida dalam reservoir, meliputi bagian shales, diskontinuitas reservoir dan patahan
yang menyekat. Beberapa batas/barier seringkali diikutkan dengan memberikan nilai
permeabilitas nol. Gridblocks batas harus dipilih untuk memperkirakan lokasi
penghalang aliran. Representasi penghalang internal harus dibuat hanya jika

penghalang tersebut bersifat substansial terhadap aliran fluida dengan sangat


signifikan.
Gambar 3.12 memperlihatkan sebuah sistem grid yang digunakan untuk
merepresentasikan batas reservoir. Sedangkan Gambar 3.13 memperlihatkan suatu
sistem grid yang dikembangkan untuk merepresentasikan fault yang menyekat. Fault
yang menyekat direpresentasikan dalam model dengan grid yang berukuran lebih
kecil dengan memberikan nilai permeabilitas nol untuk memperoleh keadaan tidak
ada aliran yang melewati bagian tersebut.

Gambar 3.12
Grid Yang Merepresentasikan Batas Reservoir 13)

Gambar 3.13
Grid Yang Menggambarkan Fault 13)
Perubahan porositas dan permeabilitas harus direpresentasikan dengan sebuah
lapisan batas antara setiap lapisan dalam model. Reservoir dengan perlapisan yang
banyak mungkin memerlukan pembagian grid yang banyak secara vertikal.
Sedangkan, jika hanya terdapat variasi vertikal yang kecil, pembagian secara vertikal
tidak terlalu signifikan. Umumnya, 10 hingga 20 lapisan dalam arah vertikal sudah
dianggap mencukupi untuk menggambarkan reservoir dan kelakuan dinamis fluida.
Definisi grid pada bagian transisi harus cukup halus untuk menggambarkan
distribusi saturasi, gradien tekanan dan temperatur pada daerah yang diperlukan
dengan akurasi yang diinginkan. Jika pembagian grid dengan mencukupi tidak
dimungkinkan, hubungan permeabilitas pseudo-relative dan tekanan kapiler harus
digunakan.
Untuk menggambarkan saturasi dinamik dan kelakuan tekanan serta
temperatur, harus dipertimbangkan secara seksama grid yang akan dipilih. Sebagai

contoh pendifinisian distribusi saturasi yang kasar dapat menyababkan kesalahan


dalam laju produksi. Beberapa diantara faktor-faktor tersebut berhubungan dengan
resolusi areal dan vertikal, sedangkan pertimbangan lainnya seperti dispersi numerik,
mempengaruhi perhitungan akibat penyelesaian persamaan aliran.
Untuk mereperesentasikan dinamika reservoir dengan baik, sebuah model
harus mempunyai tiga kemampuan, 1) dapat menggambarkan tekanan dan temperatur
dalam reservoir sebagai fungsi waktu, 2) jika terdapat lebih dari satu fasa yang
bersifat mobile dalam reservoir, model tersebut dapat menggambarkan lokasi dan
pergerakan

masing-masing

fluida,

dan

3)

model

tersebut

harus

mampu

merepresentasikan dengan benar kelakuan produksi dan injeksi sumur-sumur dan


keterkaitan terhadap tekanan, temperatur dan saturasi.
Untuk dapat menggambarkan kharakteristik reservoir dan kelakuan fluida
dalam reservoir dapat digunakan sistem grid dengan ukuran yang bermacam-macam.
Penggunaan model dengan ukuran yang tidak seragam dapat menjadi salah satu cara
yang efektif untuk mengembangkan pendefinisian grid yang cukup dengan biaya
minimum. Sebagai contoh, penghematan biaya perhitungan dapat dilakukan dengan
blok yang berukuran besar pada daerah satu fasa. Beberapa aspek yang harus
diperhatikan adalah blok yang dibuat haruslah tidak teramat besar hingga respon
aliran bersaifat instant (tidak menggambarkan adanya zona transient dalam reservoir
dan perbedaan dimensi gridblocks yang berlebihan dapat menimbulkan kesulitan
dalam memcahkan persamaan aliran pada beberapa simulator).
Sedangkan grid yang diperhalus pada beberapa daerah (locally refined grid)
dapat digunakan untuk memperoleh perbaikan dalam daerah yang diinginkan tanpa
terbebani penambahan biaya dan waktu run model dengan dibuatnya blok tambahan
pada model. Pendekatan ini memerlukan perubahan terhadap persamaan matriks
(dengan domain decomposition) dan simulator yang digunakan harus didesain secara
khusus untuk mengakomodasi masalah ini.

Untuk menentukan apakah grid yang dikembangkan telah sesuai dengan


kebutuhan pengembangan model, perlu dipertanyakan apakah dengan grid yang telah
dikembangkan tersebut dapat menjawab pertanyaan yang ingin dipecahkan sebelum
mengembangkan model. Jika model berukuran besar, lebih dimungkinkan untuk
menggunakan pendekatan dengan jalan mengembangkan model yang berukuran lebih
kecil untuk menggambarkan bagian yang paling diminati. Perbandingan yang dibuat
meliputi distribusi saturasi, tekanan dan temperatur, dryness serta kelakuan injeksi
dan produksi. Insensitivity terhadap definisi grid hampir selalu menjadi metode
pengecekan definitif terhadap ketercukupan grid.
Sedangkan metode pengecekan yang kedua adalah ketika pertama kali
simulasi dimulai, performa awal dalam bagian yang kecil lapangan harus
dibandingkan dengan metode konvesional (inisialisasi). Metode ini mempunyai
batasan-batasan, tetapi seringkali berguna untuk mengevaluasi apakah performa
model yang digunakan realistis.
Beberapa panduan yang dapat digunakan untuk membuat sistem grid yang
baik, antara lain :
1. secara umum, 10 20 gridblocks vertikal mencukupi untuk cross-sectional
model. Jumlah blok pada arah aliran bergantung pada jumlah sumur yang
harus dimodelkan dan variasi properti horizontal, tetapi pada umumnya 20
80 blok mencukupi.
2. khususnya, model areal harus mempunyai 30 100 blok pada setiap arah.
Ukuran grid dalam dua dimensi sedapat mungkin sama.
3. model radial biasanya mempunyai 10 30 blok vertikal dan 10 20 blok
horizontal. Jumlah total gridblocks model ini umumnya lebih sedikit
dibandingkan model yang lain dan run sensitivitas hampir selalu diperlukan
terhadap model ini.

4. 3-D model harus mempunyai grid yang banyak dibandingkan model satu dan
dua dimensi. Dimensi areal model ini sama dengan dimensi pada areal model.
Ukuran model yang digunakan sangat tergantung pada jenis simulator dan
komputer yang digunakan.

3.2.4.2. Orientasi Grid


Geometri reservoir seringkali merupakan faktor utama yang digunakan
sebagai pertimbangan pemilihan arah grid. Tiga faktor lainnya yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan grid orientation adalah :
1) anisotropi permeabilitas dalam hal ini menyangkut struktur reservoir (patahan dan
rekahan) dan arah aliran.
2) penyimpangan sstem grid dari orthogonalitas harus diminimalkan.
3) pengaruh kesalahan solusi persamaan yang digunakan dari efek orientasi grid
harus diminimalkan.
Anisotropi permeabilitas adalah perbedaan nilai permeabilitas terhadap
arahnya. Jika permeabilitas reservoir secara substansial lebih atau kurang dari ratarata pada setiap arah, aksis grid haruslah dibatasi dengan aksis permeabilitas berarah.
Bagaimanapun juga tidak mungkin mengembangkan sistem grid yang dapat benarbenar menggambarkan anisotropi permeabilitas dengan benar.
Persamaan yang digunakan dalam simulator diturunkan untuk sistem grid
orthogonal. Sehingga setiap kolom dalam blok terletak pada sudut yang tepat
terhadap setiap baris dalam blok. Pada beberapa kasus dengan sedikit kurvatur, grid
dengan sistem non-orthogonal dapat digunakan dengan hasil yang dapat diterima.
Sistem grid tidak seharusnya didesain dengan sudut antara batas gridblocks yang
bersebelahan dengan sudut yang lebih besar.
Untuk reservoir dimana grid orthogonal, dengan system kartesian grid tidak
sesuai; grid curve linear dapat dipertimbangkan untuk digunakan. Persamaan aliran
untuk sistem curvelinear sama dengan yang digunakan untuk sistem orthogonal

kecuali bahwa PV dan term transmissibilitas dikalikan dengan faktor yang


berhubungan dengan bentuk grid.
Bahkan untuk sebuah model dengan sistem grid orthogonal yang
memodelkan reservoir isotropis, masih didapat efek orientasi grid terhadap hasil
perhitungan. Pada Gambar 3.14, dapat dilihat dua buah sistem grid orthogonal
dengan arah yang berbeda. Pada gambar tersebut terdapat perbedaan jarak yang
didapat antara sumur injeksi dan produksi jika menggunakan sistem parallel dan
diagonal.
Secara umum, grid parallel ataupun diagonal keduanya dapat digunakan
dalam model untuk meminimalkan efek akibat orientasi grid. Alternatif lain yang
adalah dengan nine-point formulations dan menggunakan two-point upstream
mobilities. Gambar 3.15 memperlihatkan Ilustrasi simbolis formulasi.
Nine-point formulations mungkin adalah salah satu metode terbaik yang ada
saat ini untuk mengatasi efek orientasi grid. Formulasi ini mengakomodasi arah
diagonal sebaik blok parallel dan menambah perhitungan yag diperlukan untuk
memecahkan persamaan aliran. Kebanyakan simulator tidak mempunyai kemampuan
untuk memecahkan persamaan dengan nine-point formulation.

Gambar 3.14
Contoh Orientasi Grid Orthogonal a) Parallel, b) Diagonal 13)

Gambar 3.15
Ilustrasi Simbolis Formulasi a) Five-point Dan b) Nine-point 13)

3.2.4.3. Gridding
Untuk melakukan gridding model reservoir panasbumi, dapat digunakan
beberapa data antara lain dari peta dan profil pada sayatan vertikal reservoir, meliputi
data tekanan, temperatur, distribusi fluida, zonasi mineral ubahan dan intensitas
alterasi, tranmissibilitas, dan struktur geologi reservoir yang bersangkutan.
Untuk lebih mudahnya, aturan yang digunakan dalam membuat grid model adalah :
1. grid yang digunakan harus mencakup semua luasan reservoir yang akan
dimodelkan. Untuk reservoir dengan batas yang kompleks dapat dilakukan
dengan memindahkan blok tersebut dari perhitungan atau dengan memberikan
PV dan nilai permeabilitas nol.
2. arah grid yang akan dikembangkan haruslah searah dengan arah aliran dalam
reservoir. Hal ini dapat ditunjukkan oleh peta pressure departure yang
menunjukkan arah aliran dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah.

3. jika terdapat penghalang aliran berupa alterasi shales yang berasal dari
interaksi air dan batuan, dapat gunakan grid dengan ukuran yang lebih kecil
untuk

menggambarkan

daerah

tersebut

dengan

memberikan

nilai

permeabilitas yang kecil atau nol jika diskontinuitas tersebut benar-benar


menyekat. Demikian juga untuk fault.
4. pada daerah-daerah yang membutuhkan informasi yang lebih mendetail dari
simulasi reservoir, dapat dilakukan dengan membuat grid yang diperhalus.
Untuk memperhalus grid dapat dilakukan dengan conventionally grid
refinement ataupun dengan locally grid refinement.
5. untuk reservoir panasbumi, karena terjadi transfer panas dari reservoir ke zona
sekelilingnya secara konduktif maka, model yang dibuat harus melibatkan
beberapa layer, yaitu atmosfer, shallow groundwater layer, condensate layer,
reservoir, batas samping (biasanya berupa fault) dan batas bawah (conductive
layer). Untuk menjaga kesetimbangan panas dan massa dalam model,
atmosfer, batas samping dan bawah biasanya diberi nilai volume yang sangat
besar (Dirichlet boundary).
6. setiap sumur atau zona produktif yang berasal dari reservoir (sink) harus
terdapat dalam grid yang berbeda (tidak boleh terdapat satu sink dalam satu
grid) dan jika mungkin terpisah minimal oleh satu grid.

Sebagai contoh dalam pembuatan grid pada suatu lapangan panasbumi


diambil lapangan panasbumi lahendong, model yang dibuat menggunakan distributed
parameter approach, yang intinya adalah system yang akan dimodelkan dibagi
menjadi sejumlah blok atau grid yang satu sama lain saling berhubungan. Dengan
membagi system reservoir menjadi beberapa grid, maka keanekaragaman
permeabilitas, porositas, kandungan air dan kandungan uap di dalam reservoir serta
sifat fluidanya, baik secara lateral maupun secara vertical, turut diperhitungkan.
Untuk langkah awal utama dari pemodelan adalah menetapkan bagian dari
reservoir yang akan dimodelkan. Bagian dari reservoir yang dimodelkan secara lateral

dapat dilihat pada Gambar 3.16. Sebagai contoh luas area system panasbumi yang
dimodelkan adalah 13.8 km2 (4.6 km x 3 km ). Secara vertical bagian dari reservoir
yang akan dimodelkan mulai dari permukaan (900 mdpl) hingga kedalaman 2200 m
(-1300 mdpl). Bagian dari system yang akan dimodelkan sebagai suatu system 3-D,
yang terdiri dari 9 grid pada arah X, 7 grid pada arah Y dan 11 grid pada arah Z
(lapisan). Pada bentuk lateral terdapat 9 grid arah X dan 7 Grid arah Y ini dapat
terlihat pada Gambar 3.17. Sedangkan pada kondisi vertical terdapat 7 grid arah X
dan 11 grid arah Z, ini dapat terlihat pula pada Gambar 3.19.

Gambar 3.16
Pemodelan Reservoir Secara Lateral pada Lapangan Lahendong

Pembagian grid dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi sumur dan


lithology batuan. Dalam pembagian grid secara lateral diusahakan agar dalam satu
grid tidak terdapat lebih dari satu sumur. Jenis batuan yang ditembus oleh sumur-

sumur yang ada di lapangan dapat digunakan sebagai acuan dalam pembagian grid
secara vertical.
Sistem reservoir yang dimodelkan harus tegak lurus terhadap patahan utama
dan arah aliran panas, dalam pembagian grid secara lateral diusahakan agar dalam
satu grid tidak terdapat lebih dari satu sumur.

Gambar 3.17
Grid Sistem Dari Model Arah X dan Y

Pada Gambar 3.18 dapat dilihat jenis lapisan batuan bawah permukaan yang
ditembus oleh masing-masing sumur.

Gambar 3.18
Lapisan Batuan Bawah Permukaan Yang Ditembus Oleh Masing-Masing
Sumur
Dari lithologi batuan di atas dapat dibuat grid vertical yang menggambarkan
bentuk kedalaman dari reservoir tersebut.

Gambar 3.19
Grid Sistem Dari Model Arah X dan Z (Kedalaman)

3.2.5. Perhitungan Cadangan Secara Dinamis


3.2.5.1. Grid Horizontal
Pada grid horizontal pengaruh gravitasi dapat diabaikan atau bernilai nol. term
gravitasi gij adalah komponen gravitasi yang bekerja melalui interface. Term gij untuk
dua blok yang bersebelahan secara horizontal bernilai nol. Dari persamaan Darcy
pada arah horizontal dapat digunakan persamaan berikut :
n 1
mij

n 1
ij

k
rl
l

n 1

n 1

k
rv
ij
v ij

Pjn 1 Pi n 1
...(3.65)

xij

Demikian pula persamaan aliran energi, dengan mengabaikan konduksi maka dapat
dilihat pada persamaan berikut :
n 1
n 1
Qcnij1 hlnij 1Qml
hvnij1Qmv
(3.66)
ij
ij

Atau
n 1
c ij

n 1
ij

k n 1 k n 1 Pjn 1 Pi n 1
..(3.67)
hl rl hv rv

xij
l ij
v ij

3.2.5.2. Grid Vertikal


Pada grid vertical pengaruh gravitasi tidak dapat diabaikan. term gravitasi gij
adalah komponen gravitasi yang bekerja melalui interface. Pengaruh gravitasi Secara
vertical dengan blok i di atas blok j gij = g. Dari persamaan Darcy pada arah vertikal
dapat digunakan persamaan berikut :
n 1

n 1
mlij

k krl

vl

n 1
mvij

k krv


v
v ij

ij

p nj 1 pin 1

lnij 1 gij (3.68)

dij

n 1

p nj 1 pin 1

vnij1 gij (3.69)

dij

Pada persamaan di atas terdapat dua kondisi khusus yang menarik, yaitu :
1. Apabila

p nj 1 pin 1

lnij 1 gij (3.70)

dij

Hal ini disebut sebagai hidrostatis atau water static yang terjadi apabila tidak
terjadi aliran secara vertical.

p n 1 pin 1

2. Apabila j
vnij1 gij ..(3.71)
dij

Hal ini dikenal sebagai vapour-static atau steam static.

3.2.5.3. Perpindahan Energi Antar Grid


Seringkali reservoir panasbumi dan reservoir air tanah lainnya merupakan
reservoir berlapis-lapis, dimana aliran fluida yang terjadi secara fisik adalah aliran
horizontal. Perpindahan energi antar grid merupakan suatu bentuk perpindahan energi
yang terjadi akibat adanya konduksi pada grid-grid yang ada,ini dapat dilihat pada
persamaan berikut :
n 1

k krl

vl

n 1
mvij

k krv p nj 1 pin 1


vnij1 gij
dij
vv ij

ij

p nj 1 pin 1

lnij 1 gij

dij

n 1
mlij

...(3.72)

n 1

......(3.73)

Dari persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :


n 1
n 1
Qmn ij 1 Qml
Qmv
ij
ij

....(3.74)

Karena adanya konduksi maka persamaan aliran energi dapat dilihat pada persamaan
berikut :
n 1
n 1
Qenij1 hlnij 1Qml
hvnij1Qmv
Kijn 1
ij
ij

T jn 1 Ti n 1
dij

.....(3.75)

term gravitasi gij adalah komponen gravitasi yang bekerja melalui interface. Term gij
untuk dua blok yang bersebelahan secara horizontal bernilai nol, sedangkan untuk
yang secara vertikal dengan blok i di atas blok j gij = g. Densitas interface dalam term
berat (weight) dievaluasi dengan :

.......(3.76)

...... (3.77)

ln 1

1 n 1
li lnj 1
2

vn 1

1 n 1
vi vnj1
2

ij

ij

Sedangkan jarak antar blok dij adalah jumlah jarak di dan dj dari tengah
komponen ke-i dan ke-j terhadap interface sambungan masing-masing. Permeabilitas
pada interface dan konduktivitas dihitung dengan pemberatan harmonic dan
umumnya diasumsikan tidak bergantung kepada tekanan dan temperatur serta
membutuhkan evaluasi hanya pada saat simulasi dimulai.

1 d i d j

/ d ij
kij ki k j

..... (3.78)

3.2.5.4. Model Matamatiks Perpindahan Massa


3.2.5.4.1. Metode Finite Difference Untuk Persamaan Difusivitas Berdimensi
Satu
Sebuah algorithma untuk menghitung pin harus dikembangkan berdasarkan
persamaan :

l Cpin1 pin / t Qmn1 / 2 Qmn1 / 2 / x qmn1 / 2 .(3.79)


i 1 / 2

Qmn i 11 // 22

i 1 / 2

k n 1 / 2
pi 1 pin 1 / 2 / x ...(3.80)
vl

persamaan tersebut melibatkan suatu nilai dengan superscript n+1/2 yang berkaitan
dengan evaluasi pada setengah jarak terhadap interval t. Metode yang umum
digunakan untuk menyelesaikan masalah di atas adalah metode eksplisit dan implicit.

Pada metode eksplisit, informasi yang telah diperoleh sebelumnya pada awal
interval waktu digunakan untuk memperkirakan nilai pada t+1/2 seperti telah
dijelaskan di atas. Sehingga :
p in 1 / 2 pin

...(3.81)

persamaan Darcy di atas menjadi :


Qmn i 11 // 22

k n
pi 1 pin / x
vl

.....(3.82)

jika dilakukan eliminasi terhadap Qmni 11 // 22 didapatkan :

pin1 pin1 1 2 pin pin1 qmni 1 / 2

....(3.83)

k
v
D t
t
l . Metode ini disebut dengan eksplisit
y

dengan
;
;
dan
D

2
l C
l C
x

karena tidak memerlukan penyelesaian persamaan. Keadaan batas dapat dengan


mudah dilibatkan, jika tekanan pada x=0 telah didefinisikan sebelumnya, maka dapat
dianggap p(0,t)=f(t) sehingga jika digunakan dalam bentuk :
p 0n 1 f n 1t

...(3.84)

dengan cara yang sama fluks massa dapat ditentukan, kemudian keadaan batas dapat
diekspresikan secara matematis dengan :
p
0, t f t
x

.....(3.85)

jika diterapkan pada bentuk diskret menjadi :

p1n1 p0n1
f n 1t
x

....(3.86)

Untuk metode implicit terdapat beberapa cara dalam melakukan evaluasi :


pin 1 / 2 pin 1 1 pin

...(3.87)

dua jenis metode ini yang paling umum digunakan adalah metode fully-implicit (=1)
dan

Crank-Nicholson

(=1/2).

Keduanya

implementasinya. Untuk metode fully-implicit :

mempunyai

kesamaan

dalam

Qmn i 11 // 22

k n 1
pi 1 pin 1 / x
vl

..(3.88)

Alogaritma dari metode ini dapat dilihat pada diagram pada Gambar 3.20.

Gambar 3.20
Alogaritma Metode Implicit 1)
jika dilakukan eliminasi terhadap Qmni 11 // 22 maka didapatkan :

pin11 / 2 1 2 pin1 pin11 pin qmni 1 / 2

.(3.89)

dengan kedua variabel ditentukan dengan cara yang sama seperti pada metode
eksplisit. Untuk kasus dimana tekanan diberikan pada x=0 dan x=L, berkaitan dengan
i=0 dan i=M; persamaan di atas akan memberikan persamaan linear sebanyak M-1
dengan M-1 variabel yang tidak diketahui ( p1n1 , p2n1 , , pMn11 )

1 2 p1n1 p2n1 p1n qmn1 / 2 p0n1


1

p1n1 1 2 p2n1 p3n1 p2n qmn2 1 / 2


........................ = ..................

p Mn12 1 2 p Mn11 p Mn 1 qmnM1/12 p Mn1 (3.90)


system persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk matriks-vektor sebagai :

A x f dengan x T p1n1 , p2n1 , , pMn11

matriks A dapat didefinisikan sebagai :

....(3.91)

1 2

0
A
0

0
0

1 2

0 0

1 2

1 2
0

..(3.92)
struktur matriks tridiagonal tersebut dapat diselesaikan dengan Thomas Algorithm.
Persamaan advection-diffusion menggambarkan gerakan simultan panas atau
komponen kimiawi terhadap pergerakan fluida dan difusi. Dalam reservoir
panasbumi proses ini memegang peranan yang penting. Beberapa teknik penyelesaian
secara numerik yang digunakan untuk pemodelan komputer berhubungan dengan
proses ini. Metode yang dibahas di sini hanya dalam batasan satu dimensi
sebagaimana terdapat dalam persamaan :

T
T
2T
u
K 2
t
x
x

....(3.93)

masalah yang dihadapi dalam penyelesaian persamaan di atas adalah jika terjadi
adveksi murni (K=0). Dalam kasus ini sejumlah massa fluida panas akan bergerak
sepanjang arah tanpa mengalami perubahan bentuk. Solusi numerik permasalahan ini
menunjukkan indikasi kelakuan oscilasi atau dispersi numerik yang tidak
tepat/diinginkan. Seperti terlihat pada Gambar 3.21.
Perkiraan finite-difference untuk persamaan di atas dapat diandaikan sebagai
metode implicit sebagai berikut :

Ti n1 Ti n
Ti n1 Ti n11
Ti n11 2Ti n1 Ti n11
.(3.94)
U
K
t
x
x 2

aspek yang penting dalam persamaan di atas adalah perkiraan upstream difference
term adveksi U

T
. Perkiraan difference jenis ini masuk akal karena u positif
x

sehingga temperatur Ti n11 mempengaruhi Ti n 1 .


Dengan menyusun ulang persamaan di atas, didapatkan :
Ti n11 1 2 Ti n 1 Ti n11 Ti n ..(3.95)

dengan

Kt
Ut
dan
. Untuk masing-masing timesteps dalam sistem
2
x
x

diberikan A x f ; yang harus dipecahkan dengan x T T1n 1 , T2n 1 , T3n 1 , , TMn 11


dan :
1 2

0
A

1 2

0 0

1 2

1 2
0

..(3.96)

didaptakan lagi bentuk matriks tridiagonal dengan dominansi diagonal yang lebih
besar dibandingkan pada masalah difusi murni (=0). Pertambahan dominansi
diagonal memberikan pengkondisian (conditioning) yang lebih baik terhadap sistem
linear. Jika pemberatan downstream (downstream weighting) digunakan :

T n1 Ti n1
T
U i 1
x
x

..(3.97)

didapatkan :
Ti n11 1 2 Ti n 1 Ti n11 Ti n (3.98)

pada kasus ini dominansi diagonal berkurang dan menghasilkan sistem singular.
Untuk memahami dispersi numeris yang diilustrasikan oleh Gambar 3.21, akurasi
persamaan difference harus diselidiki dengan ekspansi deret Taylor sebagai berikut :
n 1

n 1
i 1

Ti

n 1

T
x

x i
n 1

Ti Ti
n

n 1

T
t

t i

t 2

x 2

n 1

2T
2
x i

...(3.99)

n 1

2T
2
t i

.. (3.100)

dengan substitusi persamaan 3.99 & 3.100 ke dalam persamaan 3.94 menghasilkan
:
n 1

t i
K

n 1
i 1

n 1

t 2T
2
2 t i
n 1

n 1

T
U

x i

n 1

Ux 2T

2 x 2 i

n 1
i 1

2Ti T
x 2

(3.101)

term kesalahan pemotongan adalah :


n 1

Ux 2T

Error
2 x 2 i

n 1

t 2T
2
2 x i

.....(3.102)

Gambar 3.21
Numerical Solution of The Advection-Diffusion Equation 1)

3.2.5.4.2. Aliran Fluida Isothermal Berdimensi Dua


Gambar 3.22 memperlihatkan representasi blok grid untuk suatu reservoir
dalam 2 dimensi. Menggunakan notasi :

Pij n P(ix, jy, nt ) (3.103)


Persamaan Difusivitas tekanan :

. l .c

P k

t l

2P 2P
2 2 q m .......................................................(3.104)
y
x

Gambar 3.22
Grid Perhitungan Untuk Masalah Dua Dimensi 1)

Persamaan Difusivitas tekanan tersebut dapat dituliskan didalam bentuk diskrit,


sebagai berikut :

. l .c

Pijn1 Pijn
t

n 1
n 1
n 1
n 1
n 1
n 1
k Pi 1. j 2 Pij Pi 1. j k Pi. j 1 2 Pij Pi. j 1
n 1

qmij
......(3.105)
2
2
vl
vl
x
y

Apabila persamaan 3.105 digunakan untuk setiap titik grid, maka akan
menghasilkan banyak persamaan linier dengan banyak faktor yang tidak diketahui.
Ada beberapa menyelesaikan persamaan ini seperti :
1. Fast Direct Solvers (odd-even reduction, fast fourier transform)
Metode ini hanya dapat digunakan pada system dengan geometri yang
sederhana, misalnya segi empat atau lingkaran. Tidak dapat digunakan pabila
koefisien seperti permeabilitas bervariasi dan juga tidak dapat digunakan pada
persamaan tidek linier.
2. Alternating Direction Implicit Methods (ADI)
Digunakan pada persoalan air bawah tanah atau reservoir migas, akan tetapi
tidak dapat digunakan pada sistem geothermal apabila didalam batas tertentu
persamaannya sangat tidak linier.
3. Sparce Solvers (misalnya M A 28)
Metode yang terbaik dari penyelesaian yang memperhitungkan Matrix
Sparsity adalah MA 28.
4. Iterative Method (misalnya Successive over Relaxation)
Metode ini lambat, akan tetapi memerlukan storage memori yang kecil
dibandingkan dengan direct solver yang juga membutuhkan temporary
memori storge yang sangat besar.
Pada metode ADI. Persamaan 3.105 digantikan dengan dua prosedur yang
berjenjang, dimana persamaan diselesaikan secara implicit pada arah X and Y. Pada
langkah setengah waktu pertama, arah X diselesaikan secara implicit sedangkan arah
Y secara explicit :

. l .c

Pijn1 / 2 Pijn
t

n 1 / 2
n 1 / 2
Pi n1.1j/ 2 k Pi.nj 1 2 Pijn Pi.nj 1
k Pi 1. j 2 Pij
n 1 / 2

qmij
..(3.106)
2
2
vl
vl
x
y

Sistem ini dapat digabungkan untuk setiap harga j. Kemudian setiap matriks
tridiagonal yang terjadi diselesaikan. Langkah kedua adalah mengubah arah
implicit/explicit diatas sebagai berikut :

. l .c

Pijn1 Pijn1 / 2
t / 2

n 1 / 2
n 1 / 2
Pi n1.1j/ 2 k Pi.nj11 2 Pijn1 Pi.nj11
k Pi 1. j 2 Pij
n 1

qmij
2
2
vl
vl
x
y

....................................(3.107)
Dari persamaan ini, sistem kembali digabungkan untuk setiap harga i, dan setiap subsistem merupakan matriks tridagonal seperti sebelumnya.

3.2.6.5. Inisialisasi Model Reservoir Panasbumi


Pada hampir semua lapangan geothermal, pemodelan 3-dimensi memegang
peranan penting. Meskipun tidak didapati metode yang langsung dapat mengukur
besarnya permeabilitas vertikal dan horizontal. Permeabilitas ini seringkali
diturunkan dari uji sumur transient yang diaplikasikan hanya untuk daerah yang
dekat dengan sumur dan seringkali tidak terdapat cukup banyak sumur yang dibor
untuk memberikan gambaran tentang sebaran permeabilitas vertikal di reservoir.
Distribusi temperatur di reservoir memberikan gambaran dimana terjadi aliran fluida
panas yang secara tidak langsung dihubungkan dengan terdapatnya struktur yang
mempunyai permeabilitas. Pemodelan reservoir pada tahap sebelum eksploitasi atau
natural state modeling memberikan kesempatan untuk membuktikan teori tentang
permeabilitas dugaan. Data-data yang diperlukan untuk memastikan model inisial ini
meliputi :
i) perkiraan distribusi temperatur secara 3-dimensi.
ii) letak dan besarnya outflow panas dan massa di permukaan.
Ide dilakukannya pemodelan kondisi alamiah ini adalah untuk melakukan set-up
terhadap model dengan struktur permeabilitas hasil perkiraan berdasarkan model
konseptual dan dengan input panas pada dasar reservoir sama dengan kehilangan
panas keseluruhan hingga ke permukaan. Model yang digunakan harus mempunyai
volume yang cukup besar (kedalaman/ketebalan dan luas) untuk mewakili sistem
konvektif pada model. Struktur blok model seharusnya dimulai dengan yang

sederhana terlebih dahulu, dimana sistem tersebut dapat berupa simetris aksial atau
sebagai sistem 2-dimensi dengan potongan vertikal (cross sectional).
Setelah itu dilakukan simulasi model dalam jangka waktu yang sangat
panjang (sekitar 20000-200000 tahun) yang mewakili proses terbentuknya sistem
tersebut dalam waktu geologi. Hasil yang didapatkan atau model steady state (quasisteady state) mempunyai beberapa nilai yang dianggap benar, yaitu :
i) distribusi temperatur
ii) letak dan besarnya manifestasi permukaan (panas dan massa)
iii) distribusi tekanan (termasuk boiling point with depth dalam reservoir dua
fasa).
Seringkali dibutuhkan begitu banyak iterasi untuk menyesuaikan nilai struktur
permeabilitas. Untuk mencapai tujuan ini, permeabilitas struktur dalam model
sebaiknya benar. Permeabilitas struktur skala besar menentukan kelakuan reservoir
pada tahap produksi. Sayangnya, penentuan input panas yang akurat ke dalam sistem
tidak dimungkinkan. Dalam kasus ini, simulasi harus dijalankan dengan nilai
perkiraan yang terbaik yang dimungkinkan dan dibandingkan dengan nilai
permeabilitas yang didapatkan dari pengukuran secara nyata, seperti nilai
permeabilitas horizontal pada main feed zone untuk sumur yang telah berproduksi.
Distribusi temperatur yang didapatkan dari model kondisi alamiah hampir
tidak pernah bervariasi terhadap perubahan berkelanjutan input panas dan
permeabilitas. Tidak berubahnya temperatur tidak terjadi jika terdapat perubahan
konduktivitas panas batuan, tetapi dapat dihubungkan (scaled) dengan faktor yang
sama. Sehingga temperatur pada kedalaman yang dangkal akan berubah dengan
sangat kecil seiring dengan perubahan input panas dan permeabilitas.
Serangkaian model kondisi alamiah harus dikembangkan dengan pertambahan
tingkat kompleksitas. Model yang telah didapatkan keadaan alamiahnya, harus
diperhalus ukuran grid dan timestep-nya (dideskritkan dengan lebih halus) kemudian
jika telah didapati keadaan alamiahnya dapat dilanjutkan dengan tahap pemodelan
tiga dimensinya.

Jika dimungkinkan sistem konvektif yang lengkap harus dilibatkan dalam


model kondisi alamiah. Kemudian model tersebut dapat diberikan batasan untuk
berproduksi dalam jumlah yang benar terhadap keseluruhan sistem konvektif
sehingga memberikan evaluasi yang baik terhadap permeabilitas skala besarnya.
Dalam beberapa kasus terdapat kekurangan data yang dapat digunakan untuk
pengembangan model alamiah, dalam hal ini model kondisi alamiah parsial dapat
digunakan tetapi tidak merepresentasikan keseluruhan sistem konvektif reservoir.
Model ini biasanya berdasarkan pada model dengan volume yang lebih kecil,
biasanya mewakili bagian atas reservoir konvektif. Jumlah massa yang mengalir
dalam model adalah masukan external dan tidak dapat ditentukan dari model. Karena
model kondisi alamiah parsial membutuhkan lebih banyak asumsi eksternal yang
harus ditetapkan oleh pemodel, model ini memberikan hasil yang kurang memuaskan,
tetapi mungkin dapat menjadi satu-satunya alternatif yang memuaskan jika data yang
dimiliki kurang sedangkan keadaan lapangan atau sistem tersebut sangat kompleks.
Untuk memudahkan beberapa pendekatan dapat digunakan untuk memperoleh hasil
yang memuaskan. Pendekatan tersebut antara lain dengan geostatistik. Pendekatan
geostatistik untuk melakukan pemodelan dan simulasi reservoir terutama digunakan
pada tahap inisialisasi dan history matching dikenal dengan nama inverse
problem/modeling.
Model reservoir panasbumi yang sudah terbentuk harus divalidasi dengan cara
membandingkan hasil perhitungan dengan data sebenarnya, yaitu membandingkan
hasil pengukuran di lapangan pada keadaan awal sebelum reservoir diproduksikan
dengan hasil dari simulasi.
Uji validasi harus dilakukan karena adanya ketidakselarasan model dengan
bentuk reservoir yang berada di lapangan, ini dapat dilihat pada Gambar 3.23. Dalam
pemodelan reservoir selalu terdapat perbedaan dengan keadaan yang sebenarnya,
sebagai contoh pada lapangan lahendong terdapat perbedaan temperature. Sebagian
sumur mengalami penurunan temparatur dan sebagian lagi sebaliknya mengalami
kenaikan temperature. Hal ini disebabkan karena jarak antar sumur dengan sumur

yang lain saling berdekatan dan penyebaran temperature yang tidak sesuai dengan
pengukuran.

Gambar 3.23
Perbandingan Antara Landaian Tekanan Dan Temperatur
Dari Hasil Pengukuran Dan Simulasi
Validasi dilakukan dengan mengubah-ubah parameter batuan seperti
permeabilitas, konduktivitas panas batuan dan aliran panas yang masuk kedalam
reservoir yang mempunyai tingkat ketidakpastian tinggi. Dengan merubah parameterparameter tersebut diharapkan mendapatkan hasil yang sama dengan bentuk reservoir
yang sebenarnya di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai