Anda di halaman 1dari 11

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__

__________________________________________________________________________________
TOR ( TERMS OF REFERENCE )
PELATIHAN BASIC TRAUMA & CARDIAC LIFE SUPPORT (BTCLS)
DISASTER MANAGEMENT
Abstract
Maughon1 reported in 1970 that 193 of a cohort of 2,600 casualties that were killed in action in
Vietnam died of isolated extremity hemorrhage. The percentage of fatalities that resulted from
exsanguination from extremity wounds was 7.9%; this was the leading cause of preventable death
among US military casualties in the Vietnam War. Maughon commented at the time that little progress
had been made in battlefield trauma care in the last 100 years.
A sobering postscript to Maughons observations in 1970 is found in the preventable death analyses
done by Holcomb et al.2 and Kelly et al.3 in the current conflicts. Holcomb et al. found a 15%
incidence of potentially preventable fatalities in his article that reviewed all Special Operations deaths
in Iraq and Afghanistan from the initiation of hostilities until November 2004. He found that 25% (3 of
12) fatalities with potentially survivable injuries might have been saved by the simple application of a
tourniquet. The larger causes of death analysis by Kelly et al. studied 982 fatalities from the first 5
years of the conflicts in Afghanistan and Iraq. He documented that 77 of 232 potentially preventable
deaths from the Armed Forces Medical Examiner records resulted from failure to use a tourniquet;
exsanguination from isolated extremity wounds thus caused 7.8% of the combat-related deaths
reported in the article of Kelly et al..
The failure to make progress in addressing the leading cause of preventable deaths on the battlefield
in the 30 years between the Vietnam and Afghanistan wars, despite he ready availability of the
requisite technology, dramatically underscores Maughons point about the lack of progress in
battlefield trauma care. The decade of conflict in Iraq and Afghanistan has, however, seen sweeping
changes in the prehospital care of combat casualties. This section reviews the concepts of battlefield
trauma care at the start of the war, how changes to this care have been implemented, the current
state of battlefield trauma care, and the available metrics of success.
In the mid-1990s, a Special Operations medical research project was undertaken with the goal of
improving combat trauma outcomes through optimization of the care rendered in the tactical
prehospital environment. This research effort developed a new concept called Tactical Combat
Casualty Care (TCCC). The core principles of TCCC are to avoid preventable deaths and to combine
good medicine with good tactics.This project reviewed the available evidence in prehospital trauma
care with a focus on tactical applications and resulted in a article titled Tactical Combat Casualty
Care in Special Operations, which was published as a supplement to the journal Military Medicine in
August 1996.4 This original TCCC article included a proposed set of prehospital trauma care
guidelines that were customized for use on the battlefield and provided strong emphasis on the most
common historical causes of preventable death in combat and disaster condition

A. PENDAHULUAN
Bahwa dalam rangka tanggap darurat bencana dan penanganan endemic penyakit
dibutuhkan akses pelayanan kesehatan yang dilengkapi dengan Sumber Daya
Manusia Kesehatan terlatih dalam bidang penanganan kegawatdaruratan yang
mampu bertindak secara cepat, tepat dan akurat, dalam hal penanganan situasi
kegawatdaruratan akibat bencana maupun endemic penyakit perlu adanya peran
serta dan pemberdayaan masyarakat secara luas.

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________
Untuk meningkatkan akses dan kecepatan penanganan situasi kegawatdaruratan
perlu diselenggarakan diklat / pelatihan bagi tenaga medis dan atau SDM yang
melibatkan unsur Organisasi Kemasyarakatan, dan Masyarakat di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pemberdayaan dan peningkatan kompetensi
masyarakat dan sumber daya manusia kesehatan dalam tanggap darurat bencana
medis, dan pelatihan tenaga kesehatan pendamping haji, maka diperlukan
sosialisasi, pendidikan, pelatihan, dan penanganan kegawatdaruratan.
Masyarakat Indonesia sangat sering dihadapkan pada situasi kedaruratan seperti
diantaranya bencana, pengungsian, kejadian KLB penyakit menular (emerging dan
re-emerging disease), seperti KLB Demam berdarah, malaria, diare, Polio, Flu
burung, kejadian keracunan makanan, pencemaran lingkungan dan sebagainya.
Salah satu situasi kedaruratan yang menonjol dan sering menimbulkan banyak
korban, adalah kejadian bencana, merupakan suatu keadaan yang tidak diinginkan
dan biasanya terjadi secara mendadak disertai dengan jatuhnya banyak korban.
Keadaan ini bila tidak ditangani dengan semestinya akan dapat menghambat,
menanggu dan merugikan kehidupan masyarakat serta pelaksanaan pembangunan.
Wilayah Indonesia memang merupakan salah satu negara yang tergolong rawan
terhadap kejadian bencana, baik bencana alam maupun bencana karena ulah
manusia. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis
terletak pada titik pertemuan antara tiga lempengan besar, yaitu lempengan Eurasia
di utara, lempengan pacific di timur dan lempengan Indo-Australian di selatan,
menyebabkan Indonesia menjadi daerah yang rawan terhadap bencana alam,
seperti gempa, letusan vulkanik, gelombang tsunami dan sebagainya.
Disamping bencana alam, Indonesia memiliki potensi munculnya bencana akibat
ulah manusia sebagai resiko dari beberapa kegiatan yang dapat merusak
lingkungan, antara lain penggundulan hutan, pembakaran hutan, peoses industri,
dan sebagainya. Bencana tersebut antara lain banjir dan pencemaran lingkungan,
tanah longsor. Disisi lain, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang besar, yaitu
lebih dari 200 juta jiiwa dengan persebaran yang tidak merata, terdiri berbagai
macam suku / etnis, agama / kepercayaan, budaya, politik yang dapat menjadi
pemicu munculnya konflik horizontal maupun vertical yang pada akhirnya akan
menimbulkan pengungsian.
Dari berbagai pengalaman selama ini, bahwa kejadian kedaruratan kesehatan, baik
berupa bencana alam, bencana akibat ulah manusia, pengungsian, kasus gizi buruk,
KLB penyakit menular, keracunan makanan, kejadian pencemaran lingkungan, serta
masalah lain yang potensial seperti menghadapi masa-masa pemilihan umum
nasional / daerah dengan diselenggarakannya kampanye pemilu atau pilkada , dan
sebagainya, menuntut kesiapan semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah
sendiri, termasuk diantaranya jajaran kesehatan. Namun diketahui bahwa pihak
pemerintah selama ini terlihat lebih menonjol perannya dalam kesiapsiagaan dan
belum banyak peran pihak masyarakat.

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________

Hal ini antara lain terlihat antara lain :


Titik berat kesiapsiagaan adalah pada kesiap siagaan provider, belum banyak
menyentuh upaya untuk menyiapkan / memberdayakan masyarakat.
Masyarakat korban/penderita berserta keluarganya cenderung hanya menerima
apa yang disediakan oleh pemerintah, bahkan makin bergantung pada adanya
bantuan.
Pandangan umum bahwa bantuan kesehatan adalah bantuan dalam bentuk
tenaga medis dan obat-obatan, sehingga di lapangan upaya kesehatan pada
periode paska bencana maupun KLB, pencemaran lingkungan, dsb kurang
mendapat perhatian terutama oleh jajaran kesehatan sendiri maupun pemda.
Kondisi masyarakat tetap sehat aman dan sejahtera dalam kondisi apapun
merupakan idaman setiap orang saat ini maupun masa yang akan datang,
mengingat dari pengalaman masa lalu, sering terjadi kondisi yang menyebabkan
keresahan masyarakat bahkan memunculkan pengungsian dari satu tempat ke
tempat yang lain. Pada kondisi demikian menuntut masyarakat harus bisa secara
mandiri untuk menolong diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitarnya, setidaktidaknya dalam bidang kesehatan. Untuk ini diperlukan adanya arahan, bimbingan
dan pembinaan dari pemerintah khususnya unit-unit kesehatan mulai dari tingkat
bawah sampai di tingkat pemerintah pusat.
Dengan demikian harus ada upaya terobosan terutama untuk memberdayakan
dalam bentuk kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi masalah kesehatan
yang berbasis masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat sebagai pihak yang
langsung terkena dampak bila terjadi situasi kedaruratan seperti kejadian bencana,
pengungsian, KLB penyakit, kejadian pencemaran dan masalah kesehatan lebih
banyak sebagai obyek, belum sebagai pelaku penanggulangan. Dengan demikian
diharapkan dapat dilakukan upaya menyiagakan diri melalui kelembagaan yang ada
di masyarakat baik di pedesaan / kelurahan di setiap kabupaten/kota yang rawan
situasi kedaruratan, untuk mencegah dan mengurangi risiko kejadian terhadap
kesehatannya, terutama untuk menolong diri sendiri, keluarga dan masyarakat
sekitarnya. Untuk dapat mewujudkan kondisi tersebut diperlukan suatu pendekatan
kesehatan secara terpadu di lapangan, yang menempatkan masyarakat sebagai
pelaku utama dalam menghadapi permasalahan kesehatan yang terjadi sehingga
masyarakat dapat menolong diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitarnya yang
didukung dengan kesiapan unit-unit pelayanan kesehatan, terutama Puskesmas
untuk dapat memberikan suatu konsultasi, menyediakan informasi serta sebagai
rujukan bagi masyarakat. Hal inilah yang bisa disebut sebagai KESIAPSIAGAAN
MASYARAKAT atau COMMUNITY PREPAREDNESS
Ini dimaksudkan sebagai wujud dalam Membangun Karakter-Mental Kemandirian
Profesional, serta Kerjasama Team dalam kerangka Tenaga Medis sesuai dengan
empat pilar Balance Score Card sebagai BIDAN Profesional Mandiri yang memiliki

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________
daya saing & daya juang kemandirian profesional serta memiliki sense of
belongingness for disaster dalam kerangka Comunity Preparedness, dengan
substansi bagaimana menjabarkan Disaster Management dengan dimulai dari Stake
Holder Bidang Pelayanan Kesehatan serta Pendidikan Kesehatan, yang nantinya
tenaga kesehatan memiliki kekuatan mental dan kemampuan skill untuk evakuasi
pasien/korban sekaligus penyelamatan diri sendiri.
Seperti yang dijabarkan dalam kerangka Program Nasional BNPB multi sektor termasuk
Departemen Kesehatan & Departemen Pendidikan & Kebudayaan, serta menuju
kedalam Uji Kompetensi Bidang Kesehatan maka sesuai pula dengan Peraturan
Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun
2013 dan Nomor 1/IV/PB/2013 tentang Uji Kompetensi bagi Mahasiwa Perguruan Tinggi
Bidang Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 650)

B. TUJUAN PELATIHAN
1) Peserta memahami sistem penanggulangan penderita gawat darurat terpadu.
2) Peserta memahami konsep dasar penanggulangan penderita gawat darurat kardiovaskuler dan
trauma sesuai standart internasional.
3) Peserta mampu mengenali keadaan yang mengancam nyawa pada pederita gawat darurat
kardiovaskuler dan trauma, termasuk pada kehamilan & Neonatal
4) Peserta mampu melakukan penanggulangan / penanganan penderita gawat darurat kardiovaskuler
dan trauma berdasarkan prioritas masalah.
5) Peserta mampu melakukan triage baik dilokasi bencana atau di Unit Gawat Darurat (UGD)
6) Peserta memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat
yang memadai untuk bekerja di UGD, ICU, Klinik, sistem rujukan Puskesmas dan Ambulans Gawat
Darurat.

C. INSTRUKTUR PELATIHAN
Instruktur pelatihan Basic Cardiac Life Support Basic Trauma Life Support (BCLS-BTLS)
meliputi Dokter Spesialis Obsgyn & Anak / Dokter Umum, Perawat - Bidan/ Paramedik,
Apoteker serta awam terlatih yang berpengalaman dalam penanggulangan penderita gawat
darurat, bencana, musibah masal dan kejadian luar biasa.
Adapun formasi pelatih yang diperintah tugaskan Dewan Pembina adalah sbb :
1. Prof.Dr.Ir. I Nyoman Sucipta, MP (Ketua Dewan Pembina Mahaputra)
2. Kapt (Purn) dr. Prabowo PB, SH, MM, MHt
(CEO - Instructure)
3. Serma (Purn) Wayan Wardhana, AMK
(Instructure Lap Mahaputra)
4. Dewa Ayu Bety Handayani, S.Farm, MARS,Apt
(Instruktur & Management Mahaputra)
5. Ns. I Made Dwie Pradnya Susila, S.Kep.
(Dosen Instruktur Mahaputra)
6. Lisa Aditama, S.Farm, M.Farklin,Apt
(Pembantu Dekan Pasca Sarjana Ubaya Konsultan & Instruktur Mahaputra)
7. Drs. Budi Erwanto, MM.
(BNPB Pusat & Instruktur Konsultan Mahaputra)

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________
Pelatih Server / Pengarah :
Kol (Purn) Prof.Dr.dr. H. Ibnu Pranoto, Sp.And, Sp.OG (K) & dr.Budiharta, Sp.B.FICS

D.METODE PELATIHAN
Metode Training yang dilaksanakan dan dipakai mahaputra adalah dengan cara :
Pelatihan tersebut Dilaksanakan dengan dukungan alat peraga dan audiovisual. meliputi :
Teori
Praktek
Simulasi dengan berbagai macam contoh kasus yang didesain oleh tim
instruktur pelatihan
Evaluasi dengan praktik

D. MATERI PELATIHAN
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
17)
18)
19)
20)
21)
22)
23)
24)

Introduction And Course Overview - BLC


Chain of Survival - SPGDT
Syndroma Coronary Acuta ; Aritmia Lethal
Emergency Drug
Cardio Pulmonary Resucitation
Airway and Breathing
Circulation and Shock
Assessment and Management of The Trauma Patient
Mechanism Of Injury
Head Trauma
Spinal Trauma
Thoracic Trauma
Abdominal Trauma
Musculosceletal Trauma
Splinting and Bandaging
Burn
Lifting and Moving
Extrication, Stabilization and Transfering Patiens
Evacuation
Disaster and Triage
Cases of Triage
Obstetric & Neonatal Emergency
Framework for Emergency & Disaster
Disaster Management & Applied for Primary Respons Life Support

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________
SUMMARY TINJAUAN PUSTAKA
Algoritma Tsunami & ALGORITMA LIFE SUPPORT

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________

E. SERTIFIKAT
Sertifikat BTCLS berlogo Garuda Emas dan Disaster Management terakreditasi
Organisasi Profesi

F. LANDASAN HUKUM PELATIHAN


1.

2.
3.
4.
5.

6.
7.

8.

9.

10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723) ;
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4279);
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang pemakaian & penggunaan Lambang Negara,
Bendera dan Lagu Kebangsaan Indonesia ;
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4637) ;
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3637);
Peraturan pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2010 tentang Pendidikan Tinggi ;
Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) ;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan di Bidang Kesehatan (untuk aparatur negara) ;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 066/Menkes/SK/II/2006 tentang Pedoman Manajemen
Sumber daya Manusia Kesehatan dalam Penanggulangan Bencana;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain ;
Kemenkes No 400/Menkes/SK/III/2010 tentang Pedoman Rekruitmen Tenaga Kesehatan Haji
Indonesia ;
Permenkes 1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan ;
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan ;

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________
18. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 36 Tahun
2013 dan Nomor 1/IV/PB/2013 tentang Uji Kompetensi bagi Mahasiwa Perguruan Tinggi Bidang
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 650);
19. Kesepakatan dan Keputusan Bersama antara Mahaputra Holding Company dengan BNPB cq
BPBD Kota Padang Nomor 002 / MOU.SDM / MAK / XII / 2013.

G. EVALUASI

Teori
1. Pre test
: 10%
2. Post test tulis & Laporan Focus Group Discussion+Simulasi
: 20%
H. SIKAP
Sikap selama pelatihan
: 10% meliputi :
Kedisplinan (presensi hadir), Keaktifan selama pelatihan, Penyelesaian
penugasan selama pelatihan
PRESENSI TIDAK MENCUKUPI /SANGSI INDISIPLINER tidak diperkenankan
mengikuti Ujian akhir
Ujian akhir Teori & Praktek : 60%
I. Kriteria kelulusan peserta pelatihan:
1. Jam pelajaran (jpl 60) dengan presensi 100%
2. Menguasai soft skill & hard skill yang dilatihkan serta mampu mengaplikasikan
3. Attitude selama pelatihan, Hasil nilai ujian akhir & Hasil Simulasi dan Ujian Lisan
4. Menguasai & Mampu Melaksanakan BHD (mata Uji POKOK & Wajib)
STUDI ANALISA
Pelatihan yang bermutu pada dasarnya dapat dicapai terutama melalui adanya komitmen
dari seluruh komponen penyelenggara pelatihan, disamping terselenggaranya sistem yang
telah diuraikan diatas secara konsekuen. Ini semua kembali kepada individunya.
Mahaputra bukanlah agency medical equipment, namun mahaputra mengedepankan
Mindworks dalam membingkai sebuah inisiatif tindakan dalam sebuah medical emergency
serta urgency, sehingga mahaputra mengajak peserta laitih mampu mengaplikasikan
keilmuan serta ketrampilannya dengan berlandaskan SKILL-KOMPETENSI-ATTITUDE,
dengan taktis tanpa bergantung ketersediaan peralatan.
PENUTUP
Pekerjaan-pekerjaan besar bukanlah dilakukan oleh tarikan otot atau ketrampilan jasmani,
melainkan oleh pengalaman, kekuatan watak dan keyakinan. Berusaha dan bekerja keras
sangat ditekankan oleh Rasulullah SAW, kita tidak boleh berpangku tangan, mengharapkan
rizki hanya berdoa saja. Berdoa tanpa usaha tidak ada gunanya. Gagasan analisis akan
muncul lewat analisis peluang yang sistematis dan bertujuan, serta memerlukan
pengetahuan kemurnian, keteguhan, dan kerja keras.www.hukumonline.com
Daftar Pustaka
1. Soekartawi (1995) ; Meningkatkan Efektivitas Mengajar, Pustaka Jaya, Jakarta.
2. Willis, Mike (1998) ; Managing the Training Process : Putting the principles into practice,
Gower Publishing Limited, Hampshire-England.

_________Castra Jayecwara Waspada Dasa Netra__


__________________________________________________________________________________
3. Suardi Rudi (2001) ; Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000 : Penerapannya untuk
mencapai TQM, Penerbit PPM, Jakarta
4. BPPSDM Depkes RI
5. Maughon JS. An inquiry into the nature of wounds resulting in killed in action in Vietnam. Mil
Med. 1970;135:8Y13.
6. Holcomb JB, McMullen NR, Pearse L, Caruso J, Wade CE, Oetjen-Gerdes L, Champion HR,
Lawnick M, Farr W, Rodriguez S, et al. Causes of death in US Special Operations Forces in
the Global War on Terrorism: 2001Y2004. Ann Surg. 2007;245:986Y991.
7. Kelly JF, Ritenhour AE, McLaughlin DF, et al. Injury severity and causes of death from
Operation Iraqi Freedom and Operation Enduring Freedom: 2003Y2004 versus 2006. J
Trauma. 2008;64:S21YS27.
8. Butler FK, Hagmann J, Butler EG. Tactical combat casualty care in special operations. Mil
Med. 1996;161(suppl):1Y15.

Demikian TOR BTCLS Training kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Dibuat di Jakarta 30 OKTOBER 2015
(sesuai yang diajukan untuk akreditasi sertifikasi)
Hormat kami,
Mahaputra Mangement Pusat
An. Dewan Pembina,
Chief Instructure-CEO

Kapt (Purn) Dr. Prabowo. PB, SH, MM, MHt

Anda mungkin juga menyukai