Campur Sari Blud
Campur Sari Blud
Bagaimana apabila DANA BLUD yang di gunakan untuk sarana pisik bangunan RS yang
nilainya di bawah 2 Milyar tidak melakukan Mekanisme Tender, melainkan melakukan dengan
Cara Penunjukan Langsung.Mohon Jawaban untuk pertanyaan ini yang berdasarkan atas
aturan Hukum, Terimakasih
Permendagri 61/2007 Pasal 100 berbunyi:
1. BLUD dengan status penuh dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan sebagian atau
seluruhnya dari ketentuan yang berlaku umum bagi pengadaan barang dan/atau jasa
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ayat (1), apabila terdapat alasan efektivitas
dan/atau efisiensi.
2. Fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan terhadap pengadaan barang
dan/atau jasa yang sumber dananya berasal dari:
a. jasa layanan;
b. hibah tidak terikat;
c. hasil kerjasama dengan pihak lain; dan
d. lain-lain pendapatan BLUD yang sah.
Jadi jika dana yang digunakan untuk pengadaan gedung/jasa berasal dari pendapatan BLUD, maka
DAPAT menggunakan metode penunjukkan langsung (tanpa mengikuti Perpres tentang pengadaan
barang dan jasa pada instansi pemerintah), karena merupakan pengecualian. NAMUN, harus diingat
bahwa sebelum dapat menggunakan fleksibilitas tersebut, terlebih dahulu harus ada Peraturan
Kepala Daerah mengenai barang dan jasa. Perkada ini memuat antara lain JENJANG NILAI yang
dapat digunakan sebagai acuan untuk pengadaan oleh BLUD.
Jika di bawah jenjang nilai, bisa pengadaan langsung dengan alasan efisiensi (Permendagri 61/2007
Pasal 99 sd Pasal 105).
Jika nilai pengadaan melebihi jenjang nilai tersebut, maka tetap mengikuti ketentuan
pengadaan secara umum (Perpres).
Jadi, Perpres tentang pengadaan barang dan jasa bagi BLUD HARUS diikuti apabila:
1. nilai pengadaan melebihi jejang nilai yang telah ditentukan dalam Perkada, dan/atau
2. dana untuk pengadaan berasal dari APBD/APBN
Untuk kasus RSUD tersebut di atas, silakan dilihat kembali Perkada (Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota) tentang pengadaan barang dan saja untuk BLUD yang bersangkutan,
berapa batas maksimal pengadaan yang boleh menggunakan metode penunjukkan langsung.
Pengadaan barang dan jasa pada BLUD, jika menggunakan dana yang bersumber dari APBD/N
maka mekanismenya mengikuti mengikuti aturan umum (perpres). Namun pada untuk pengadaan
yang dananya bersumber dari jasa layanan, Hibah, KSO dan pendapatan lain yang syah, BLUD
mendapat fleksibilitas. Nah, fleksibilitas ini harus diatur oleh Kepala daerah khusus untuk BLUD,
melalui PERKADA.
a. Kegamangan RS adalah: Bahwa aset BLUD merupakan aset tak terpisahkan dari pemerintah
daerah yang dapat ditafsirkan bahwa pendapatan BLUD adalah pendapatan daerah yang berarti
dana BLUD adalah dana Daerah/ APBD.
Sebenarnya RSUD tidak perlu gamang, karena semuanya sudah diatur dalam Permendagri dan
aturan pendukung lainnya. BLUD bukan bagian yang terpisah dari pemerintah daerah. Hanya saja,
untuk penggunaannya, BLUD mendapatkan fleksibilitas keuangan, jika dana yang akan digunakan
berasal dari Jasa Layanan, Hibah tidak terikat, kerjasama dan pendapatan lain-lain yang sah (ini
diatur dengan PERKADA tadi). Khusus untuk biaya yang bersumber dari APBD dan APBN, BLUD
tetap mengikuti mekanisme keuangan pemerintah. Setiap fleksibilitas yang diberikan, harus ada
peraturan kepala daerah sebagaimana dijelaskan di atas.
3. Dalam tata urutan perundang-undangan permendagri lebih rendah dari perpres 54 dan
perubahnnya ke 3 no 4 th 2014. terkait dengan hal tersebut, Inspektorat, Kepolisian dan
kejaksaan masih bersikukuh bahwa pengadaan B dan J Blud tetap mengacu pada
perpres.
Membaca peraturan perundang-undangan haruslah komprehensif, tidak bisa secara parsial atau
satu persatu. Menurut tata urutan, memang benar Permendagri lebih rendah dari perpres atau
bahkan tidak termasuk dalam tata urutan peraturan perundang-undangan jika tidak diamanatkan
oleh peraturan yang lebih tinggi. Tetapi untuk Permendagri 61, merupakan amanat dari PP 58.
Tolong diingat bahwa yang menandatangani PP dan Perpres adalah presiden. PP 58 merupakan
amanat UU no 1 tahun 2004. Jadi, Permendagri 61 merupakan amanat dari UU no 1 tahun 2004
dan amanat dari PP 58 tahun 2005. Untuk lebih jelasnya, silakan lihat skema terlampir.
Apakah Pejabat Teknis BLUD Harus Melekat Pada Jabatan Misalnya Kabid/Kasi/Kasubag ?
dan Apakah Bisa Di Jabat Oleh staff ?
4. Pejabat Teknis melekat pada Direktur Teknis (pada RS Kelas A misalnya adalah Direktur
Pelayanan Medis), Wakil Direktur Teknis (pada RS Kelas B misalnya adalah Wakil Direktur
Pelayanan) dan Kepala Bidang (pada RS Kelas C misalnya adalah Kepala Bidang Pelayanan).
Tidak bisa melekat pada staf, karena staf tidak punya kewenangan kalau tidak menjabat.
RSUD sy sdh ppk blud penuh sesuai penilaian tim penilai Sejak januari 2014 pertanyaannya
kapan RSUD kami dapat menggunakan Langsung pendapatnya sendiri sementara apbd sdh
ditetapkan Pendapatannya masih retribusi di apbd
Ketika kita dapat menggunakan langsung sebelum perubahan ah an
Apbd alpha dasar kita ?
5. Seharusnya setelah ditetapkan menjadi BLUD, pada bulan Januari 2014 peraturan-peraturan
pendukung kepala daerah untuk mendukung implementasi BLUD sudah ada atau sudah
disahkan, antara lain:
1. peraturan kepala daerah tentang pengelolaan keuangan (termasuk didalamnya mengatur
tentang penggunaan uang secara langsung, aset, belanja, utang piutang dll yang berkaitan
dengan uang)
2. peraturan kepala daerah tentang SDM non PNS
3. peraturan kepala daerah lainnya
Karena ditetapkan setelah penetapan APBD 2014, maka penganggaran 2014 masih
menggunakan RKA, belum RBA. Jadi langkah yang dilakukan adalah mengubah PENJABARAN
APBD 2014 bukan APBDnya. Jika sudah diubah penjabarannya, maka biaya-biaya yang
berkaitan dengan operasional BLUD bisa direvisi. Penjabaran juga menjelaskan bahwa
pendapatan RS bukan retribusi namun merupakan PAD lain-lain yang sah.
Jadi jawaban ini sekaligus menjawab pertanyaan no. 2 di bawah.
Pertanyaan
Jawab
Konsep BLU sebenarnya lahir dan muncul dari reformasi sektor publik di Inggris
pada tahun 1980-an semasa Perdana Menteri Margareth Thatcher dengan membuat
Institusi publik yang lebih otonom dengan tata kelola seperti swasta (private-like
manner). Institusi publik yang semi otonom dan dikelola secara entitas bisnis
tersebut disebut dengan the next step agencies.
SOP pengelolaan keuangan Dana Operasional Rumah Sakit Badan Layanan Umum
Jawab
Pertanyaan
Tata Cara Penggunaan Dana Operasional Rumah Sakit Badan Layanan Umum
Jawab
Pertanyaan
Jawab
1. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada PP No. 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Pasal 33 ayat (1) disebutkan bahwa
Pejabat pengelola BLU dan pegawai BLU dapat terdiri dari pegawai negeri sipil
dan/atau tenaga profesional non-pegawai negeri sipil sesuai dengan kebutuhan BLU.
Penjelasan untuk isi Pasal 33 ayat (1) dimaksud adalah Pejabat pengelola BLU dan
Pegawai BLU tenaga profesional non pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud
dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak.
2. Pada Pasal 33 ayat (2) disebutkan bahwa syarat pengangkatan dan
pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLU yang berasal dari pegawai
negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
3. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Pengangkatan Tenaga Profesional Non PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
PP 23 Tahun 2005 adalah dalam rangka pengelolaan bisnis BLU dan pengangkatan
tersebut lebih ditujukan untuk meningkatkan kinerja BLU sesuai kompetensi dan
profesionalitasnya. Penetapan beban kerja dan kualifikasi tenaga kerja profesional
non PNS serta besaran satuan biaya honorarium merupakan tanggungjawab
Pimpinan BLU yang bersangkutan
Jumlah anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
sebanyak 3 (tiga) orang untuk BLU yang memiliki:
realisasi nilai omzet tahunan menurut laporan realisasi anggaran sebesar Rp.
15.000.0000.000,00 (lima belas miliar rupiah) sampai dengan Rp.
30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah), dan/atau
nilai aset menurut neraca sebesar Rp. 75.000.000.000,00 (tujuhpuluh lima miliar
rupiah) sampai dengan Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Jadi RS dengan pendapatan Rp 26M tidak perlu memiliki Dewan Pengawas.
7. Di daerah kami ada RS yang mensubsidi Pemda karena sudah surplus. Apakah
memang harus seperti itu?
Jawab:
BLUD mengemban fungsi sosial (quasi public goods) dimana sebagian (atau
sebagian besar) layanannya ditujukan untuk masyarakat tidak mampu. Jika BLUD
mensubsidi Pemda, sama artinya Pemda memperoleh pendapatan dari orang
miskin. Padahal sebalikya, BLUD adalah alat Pemda untuk melayani orang miskin,
bukan untuk memperoleh pendapatan dari menjual barang atau jasa kepada orang
miskin.
9. Siapakah auditor independen BLUD selain inspektorat?
Jawab:
BPK. BLUD tidak perlu mengalokasikan anggaran khusus utuk diaudit, sebab
Permendagri 61 menyebutkan bahwa BLUD bersedia diaudit oleh auditor
independen. Jadi pernyataan bersedia ini berarti pasif, jika pemerintah
menghendaki maka BLUD bersedia membuka diri (bukan menyediakan anggaran)
untuk diaudit. Jika BPK tidak mampu mengaudit BLUD, atau merasa perlu
mendatangkan auditor eksternal, maka BPK dapat meminta KAP untuk mengaudit
BLUD menggunakan anggaran dari BPK sendiri.
Pertanyaan yang terkait dengan Laporan Keuangan:
1. SKPD A telah ditetapkan menjadi BLUD dan diwajibkan memberikan laporan
keuangan secara triwulan ke PPKAD. SKPD B yang lebih dulu ditetapkan sebagai
BLUD memberikan laporan setiap bulan ke PPKAD setiap bulan, sehingga SKPD A
juga diminta untuk menyerahkan laporan bulanan. Mana yang benar?
Jawab:
Jawab:
Semua bukti pengeluaran diganti dengan selembar kertas SPTJ, sedangkan bukti
berupa kuitansi, invoice dan sebagainya disimpan di BLUD yang bersangkutan.
Jawab:
RS dan BLUD lain tidak mengenal istilah retribusi. Yang ada adalah jasa layanan.
Jawab:
3. Tarif masih menggunakan Perda tahun 2006. Apakah perlu dilakukan pencabutan
Perda sebelum menetapkan pola tarif baru?
Jawab:
Jika telah ditetapkan menjadi BLUD, semua aturan yang tidak sesuai dengan BLUD
secara otomatis menjadi gugur atau tidak berlaku, jadi tidak pelru pencabutan
peraturan. Dalam memandang aturan mengenai BLUD, kita harus melihat mulai dari
UU sampai Permendagri sebagai satu kesatuan, jadi bukan hanya melihat pada
Permendagri 61 saja.
Apakah RSUD ini masih membutuhkan subsidi dari pemerintah (pusat dan daerah)?
Jika masih, maka tidak ada alasan untuk melakukan investasi seperti itu. Jika akan
investasi jangka pendek, gunakan dana yang benar-benar sedang tidak terpakai.
Misalnya pada bulan November, surplus yang sudah terkumpul bisa didepositokan
selama sebulan karena tidak akan dipakai belanja pada bulan Desember.
Reply
shinta
06/10/2015 at 3:38 pm | #
Apa saja yang perlu dilengkapi dalam peng SPJ an BLUD mengenai pembayaran ke
pihak ketiga melalu kontrak/SPK?
Reply
Manajemen RS
09/10/2015 at 10:18 am | #
benarkah biaya operasional BLUD ( listrik,air dan telpon ) harus dari APBD?
Mengingat BLUD belum cukup mapan untuk membiayainya sendiri.
Reply
septy
22/09/2014 at 9:05 am | #
Apakah jika SKPD sudah blud tetap harus membuat 2 dokumen RKA dan RBA?
Apakah jika kita membutuhkan anggaran dari BLUD harus menunggu ketuk palu
didewan ? bukan uang itu diolah sendiri.
Reply
manajemenrumahsakit
23/09/2014 at 8:29 am | #
Yth Ibu Septy,
1. Jika sudah BLUD, maka menurut Permendagri 61/2007 tidak perlu lagi menyusun
RKA. Cukup menyusun RBA. PPKAD yang kemudian mengkonsolidasikan RBA BLUD
dengan RKA Pemda. Namun pada kenyataannya banyak RSUD yang sudah BLUD
diminta menyusun RKA oleh Pemdanya masing-masing karena tidak mau repot
membuat konsolidasi dari RBA.
2. Untuk anggaran yang berasal dari jasa layanan (pendapatan operasional BLUD),
maka penggunaannya bisa langsung, asalkan sesuai dengan RBA. Ketok palu
hanya untuk anggaanr yang berasal dari APBD.
referensi:
http://www.nusahati.com/2013/09/sekilas-perpajakan-atas-rumah-sakit/
Boleh. Dalam Permendagri 61/2007 pasal 40 Ayat (1) sudah disebutkan bahwa
Pejabat Pengelola dan Pegawai BLUD dapat berasal dari PNS dan/atau Non PNS yang
profesional sesuai dengan kebutuhan. Artinya, direktur (utama) RS boleh non PNS,
demikian juga staf-staf lainnya di BLUD tersebut. Menurut Permendagri 61/2007,
jika pemimpin BLUD non PNS, maka pejabat keuangan harus PNS dan otomatis
sebagai Pengguna Anggaran.
Hal ini tidak bertentangan dengan UU ASN. Bahkan UU ASN yang munculnya
belakangan dari Permendagri tersebut memperkuat aturan yang membolehkan
pimpinan BLUD. Hal ini dapat dilihat dari pasal 6 UU ini, bahwa pegawai ASN terdiri
atas PNS dan PPPK (dalam hal ini, pegawai BLUD yang non PNS diangkat oleh
direktur atau kepala daerah (sesuai kedudukan pegawai yang diangkat tersebut)
tentunya diangkat dengan menandatangani surat perjanjian kerja). UU ASN tersebut
juga memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh pegawai ASN (PNS dan
PPPK) menduduki jabatan admisnitratif, fungsional dan pimpinan tinggi. Yang
membedakan hanya hak, dimana PNS mendapat hak tunjangan, pensiunan dan hari
tua sedangkan PPPK tidak mendapatkan hak tersebut. Kewajiban PNS dan PPPK
sama menurut UU ini.
1.
Ambang batas ada pada dokumen RBA (Rencana Bisnis Anggaran).
Ambang batas ini merupakan batas kelebihan dalam penggunaan biaya.
Jika ambang batas 10%, maka kelebihan biaya belum sampai 10% maka
cukup lapor ke PPKD. Jika lebih dari 10%, maka meminta izin kepala
daerah.
Contoh:
Pada RBA, biaya pengadaan barang dan jasa 1.000.000.000. dengan ambang batas
10%.
Pada tahun berjalan, jika biaya sudah sesuai anggaran tetapi masih bulan agustus,
jadi kemungkinan biaya akan meningkat. Jika biaya kelebihan kurang 100.000.000
maka cukup melapor ke PPKD, tetapi jika melebihi 100jt, maka meminta izin dari
kepala daerah.
2.
Aturan mengenai ambang batas ada di permendagri 61 tahun 2007. Untuk
besarannya tidak ada, jadi biasanya yang digunakan sebagai dasar bisa
menggunakan kelebihan anggaran selama 3 tahun terakhir dan dirata2.
Contoh:
Jadi untuk RBA tahun 2015, bisa selisih tahun 2011 s/d 2013 digunakan dan dirata2.
Jumlah selisih 2011-2013 = 30%, rata2 10%. Jadi bisa digunakan dasar ambang
batas sebesar 10%.
3. ambang batas dapat digunakan kapan saja jika sudah melebihi anggaran
Pada contoh diatas realisasi anggaran selalu diatas 100 %pertanyaan saya
menggunakan dana dari mana..? apakah over target pendapatan langsung
digunakan? terimakasih
Reply
manajemenrumahsakit
22/11/2014 at 10:52 am | #
Dear Pak Vincent,
Pada BLUD, pendapatan = biaya. Jika pendapatan naik, maka biaya juga naik. Jika
kenaikan masih dalam ambang batas, RS bisa menggunakan kelebihan pendapatan
ini dengan cukup melaporkannya ke PPKD. Jika pendapatan yang akan digunakan
sudah melebihi ambang batas, maka RS harus mendapatan ijin dari Kepala Daerah
melalui perkada untuk bisa menggunakannya.
Contoh, jika pendapatan Rp 1.000.000,- maka biaya juga 1.000.000,Jika pendapatan Rp 1.100.000,- untuk menggunakan yang Rp 100.000, maka RS
harus lapor ke PPKD.
Jika pendapatan Rp 1.5000.000,- maka untuk menggunakan yang Rp 500.000, RS
harus minta ijin kepala daerah.
Jadi dalam hal ini, ambang batas hanya dapat digunakan jika realisasi pendapatan
sudah melebihi target. Misalnya pada Bulan Oktober, target pendapatan Rp
1.000.000, realisasi di akhir Oktober sudah mencapai Rp 1.100.000). Fleksibilitas ini
hanya diberikan pada pendapatan yang berasal dari non APBD/N.