Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin
atau ketidakadekuatan penggunaan insulin (Engram, 1999). Istilah diabetes mellitus
diperoleh dari bahasa Latin yang berasal dari kata Yunani, yaitu diabetes yang berarti
pancuran dan mellitus yang berarti madu (Wijayakusuma, 2004).
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Suyono, 2003).
Absolut terjadi apabila sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan insulin dalam
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita membutuhkan suntikan
insulin.
Relatif apabila sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin yang
dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut tidak dapat bekerja secara
optimal.
2. Epidemiologi
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan
hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi
penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6
yaitu 5,8%.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan
pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi
nasional Obesitas umum pada penduduk usia 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak
12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada
penduduk usia 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi
diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada
penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi
mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan
sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun
sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk
>10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir
adalah 4,6%.
(Depkes RI, 2009)
3. Klasifikasi
beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang
dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital,
peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas
perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar
risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang
ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.
e. Pra-diabetes
Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu :
1) Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah
puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal :
<100 mg/dl).
2) Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT),
yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa
berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam
kondisi diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah
seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada
diantara 140-199 mg/dl.
4. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap
dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta
kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisi
utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan
faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada
pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam
darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2
bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut
sebagai Resistensi Insulin. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang
gerak (sedentary), dan penuaan.
Di samping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun
demikian, tidak terjadi kerusakan sel-sel Langerhans secara otoimun sebagaimana
yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita
DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya
umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.
Sel-sel kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama
sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar
20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel menunjukkan
gangguan
pada
sekresi
insulin
fase
pertama,
artinya
sekresi
insulin
gagal
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran
darah.
2. Kurang aktivitas fisik
Glukosa darah dibakar menjadi energy dan sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif
terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik dan risiko Dm tipe 2 turun 50%.
3. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko Dm tipe 2
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat (Depkes, 2008)
4. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak.
Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.
Tetapi efek mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi
terlalu banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
5. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang
dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan
gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.
6. Riwayat
- Diabetes dalam keluarga
- Diabetes gestasional
- Melahirkan bayi dengan berat badan >4kg
- Kista ovarium (Polycystic Ovary Sindrome)
- IFC atau IGT
7. Obesitas >120% berat badan ideal
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel target insulin
diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.
8. Umur : 20-59 th (8,7%) dan >65 th (18%)
9. Etnik/ras : ras kulit hitam risiko naik
10. Hipertensi >140/90mmHg
11. Hiperlipidemia : kadar HDL rendah <35mg/dl, kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
12. Faktor-faktor lain :
- kurang olahraga dan pola makan rendah serat, tinggi lemak, rendah
-
karbohidrat
pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali
riwayat terkena penyakit infeksi virus, misalnya virus rubella, morbili
riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan
kortikosteroid
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek
utama akibat kurangnya insulin berikut :
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160
180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.
(Depkes RI, 2005)
6. Manifestasi Klinis
a. Sering buang air kecil
Tingginya kadar gula dalam darah yang dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air
atau cairan tubuh maka buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan tidur di malam
hari kerap terganggu karena harus bolak-balik ke kamar kecil.
b. Haus dan banyak minum
Banyaknya urin yang keluar menyebabkan cairan tubuh berkurang sehingga
kebutuhan akan air minum meningkat.
c. Fatigue (lelah)
Rasa lelah muncul karena energi menurun akibat berkurangnya glukosa dalam
jaringan/sel. Kadar gula dalam darah yang tinggi tidak bisa optimal masuk dalam sel
disebabkan oleh menurunnya fungsi insulin sehingga orang tersebut kekurangan
energi.
d. Rasa lelah, pusing, keringat dingin, tidak bisa konsentrasi, disebabkan oleh
menurunnya kadar gula. Setelah seseorang mengonsumsi gula, reaksi pancreas
terganggu.
Gatal
Gatal disebabkan oleh mengeringnya kulit (gangguan pada regulasi cairan tubuh)
yang membuat kulit mudah luka dan gatal. Dalam kedokteran Cina, hal ini bisa terlihat
di lidah, coating dari lidah pasien tersebut sangat tebal, cairan tubuh kental, dan
sirkulasinya
terhambat.
Akibatnya,
energi
panas
meningkat
(damp-heat)
mata.
Polineuropati
Gangguan sensorik pada saraf peripheral (kesemutan/baal) di kaki dan tangan.
leukositosis;
10) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan, infeksi
luka
11) Hb glikosilat : kadarnya meningkat 2-4kali lipat
12) Amilase darah : mungkin meningkat yang menandakan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari Diabetes Mellitus (Diabetes Ketoasidosis)
13) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon
tiroid
dapat
+1
+2
+3
+4
dalam
keadaan
DM,
sehingga
tubuh
melakukan
mekanisme
Normal/bukan DM
Belum pasti DM
DM
<110
<90
110-199
90-199
>200
>200
Darah kapiler
GD Puasa
<110
110-125
>126
Vena
<90
90-109
>110
Darah kapiler
GD 2 PP
<140
140-200
>200
Vena
<120
120-200
>200
Darah kapiler
17) Pemeriksaan toleransi glukosa oral
Untuk mendiagnosis diabetes awal. Secara pasti, namun tidak dibutuhkan untuk
pernapasan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan manifestasi
klinis DM dan hiperglikemia.
Cara pemeriksaan :
a) 3 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
b) Kegiatan jasmani cukup
c) Pasien puasa selama 10-12 jam
d) Periksa kadar glukosa darah puasa
e) Berikan glukosa 75 gram, yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit
f) Periksa kadar glukosa darah saat , 1, 2 jam setelahnya
g) Saat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak boleh merokok
Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa yang dirawat jalan dengan
toleransi glukosa normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa,
kadar glukosa meningkat, namun akan kembali ke keadaan semula dalam waktu
2 jam. Kadar glukosa serum yang <200 mg/dl setelah , 1, 1 jam setelah
pemberian glukosa, dan <140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa,
ditetapkan sebagai nilai T T60 normal.
18) Hemoglobin terglikosilasi (HbAIc)
Merupakan ukuran persentase molekul hemoglobin yang memiliki molekul
glukosa terikat pada strukturnya. Persentase ini mencerminkan rerata kadar
gula darah selama rentang usia sel darah merah. Oleh karena itu hemoglobin
terglikosilasi merupakan suatu indikasi pengontrolan glikemia keseluruhan
dalam periode 2 sampai 3 bulan sebelumnya. Umumnya hemoglobin
terglikosilasi diatas 7% dianggap rerata gula darah tidak normal yang sesuai
dengan diagnisis diabetes.
19) C-peptida
Merupakan fragmen tidak aktif yang terlepas dari proinsulin, menghasilkan
molekul insulin aktif. Pengukuran C-peptida dapat membantu menegakkan
kemampuan pembuatan insulin pada sel beta. Jadi, merupakan uji yang dapat
membedakan diabetes tipe1 dan tipe2. Individu dengan DM tipe2 umumnya
memiliki C-peptida normal atau meningkat.
8. Penatalaksanaan Medis
glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur (Bedtime plasma
110150mg/dl
glucose)
Kadar Insulin
Kadar HbA1c
Kadar Kolesterol
<7 %
<7mg/dl
HDL >45mg/dl (pria)
Kadar Trigliserida
Tekanan Darah
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama
pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat.
A. TERAPI TANPA OBAT
Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut:
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25% 25
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan
dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel terhadap
stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5%
berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah
salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
juga
diperlukan
untuk
membantu
mencegah
diabetes.
berenang, bersepeda.
Interval: latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat.
B. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi insulin
Insulin eksogen mengganti defek sel beta dengan menurunkan kadar glukosa,
menelan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan ambilan glukosa.
Penanganan insulin dimulai bila pengontrolan metabolik tidak memadai meskipun
sudah diberikan obat hipoglikemik oral dosis maksimal : dosis besar (200 sampai
300 unit perhari). Insulin manusia bersifat bioengineered, beberapa dengan
memodifikasi insulin keluarga babi, tetapi sebagian besar dihasilkan dengan
teknologi DNA kombinan.
Tipe insulin :
a. Insulin yang bekerja singkat
Insulin yang dapat larut dan berwarna jerniah serta memiliki durasi yang
singkat, insulin ini diserap 20-30 menit setelah injeksi. Durasi insulin tipe
ini adalah sekitar 6-8 jam setelah injeksi.
b. Analog insulin (perancang)
Perubahan struktur kemungkinan penyerapan segera setelah injeksi. Hal
ini memungkinkan individu memiliki regimen yang fleksibel karena
individu mampu menginjeksikan insulin sesaat sebelum makan atau
bahkan 15 menit setelah makan. Puncak penyerapannya adlah 0,5-2 jam
setelah injeksi dan durasinya adalah sekitar 5 jam.
c. Insulin tingkat menengah
Insulin isofan adlah suspensi yang tidak dapat larut dan dikombinasikan
dengan protamin, yang memperlambat peningkatan penyerapan insulin.
d. Insulin yang bekerja lama
Insulin ultralente bekerja dalam waktu yang sangat lama. Obat ini mulai
diserap 2-4 jam setelah injeksi, puncaknya adalah antara 4-24 jam dan
berlangsung sampai 28 jam setelah injeksi
e. Insulin bifasik (campuran) Merupakan suatu kombinasi dari insulin isofan
dan insulin yang dapat larut dengan beragam profesi
PRINSIP TERAPI INSULIN
Indikasi :
secara
bertahap
memerlukan
insulin
eksogen
untuk
tingkat seluler, distal dari reseptor insulin, serta efeknya menurunkan glukosa
hati.
Minum bersama makanan untuk menghindari gastrointestinal upset
Mungkin mengalami diare ringan dan kembung
Jika diminum bersama sulfonilureal/insulin kemungkinan terjadi
hipoglikemia
Jelaskan bahwa gangguan ginjal mengarah pada asidosis laktat, maka
mendatang.
4. Alfa glukosidase inhibitor
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase
di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan kadar
glukosa darah.
Menghambat aksi mempengaruhi enzim di dalam usus yang memecah
glukosa kompleks
Tidak menyebabkan hipoglikemia
Efek samping :intoleransi laktosa karena efek gula yang tidak tercerna
hipoglikemia
Kemingkinan terjadinya diare, nyeri perut
Laporkan gejala gangguan pencernaan yang terus menerus
5. Tiazolidinedion
Minum dengan makanan
Jika diminum dengan sulfanilureal atau insulin kemungkinan terjadi
hipoglikemia
Tanda-tanda toksisitas hati (mual, muntaj, nyeri perut, anoreksia).
6. Penghambat DPP IV
Sitagliptin (januvia) Dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada gangguan
fungsi ginjal perlu penyesuaian dosis. Dosis standar adalah 100 mg/hari
dan bila ada gangguan fungsi ginjal (GFR 30-50 /menit) diturunkan
menjadi 50 mg/hari
Vildagliptin
C. TERAPI PEMBEDAHAN
Pembedahan yang dilakukan adalah transplantasi pankreas, transplantasi
pancreas-ginjal secara simultan, transplantasi islet. Tujuan dari terapi tranplantasi
pancreas adalah untuk mencegah komplikasi dari diabetes mellitus seperti gagal
ginjal, komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular. Transplantasi pankreas-ginjal
-Terjadi karena tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata.
Penyebab utamanya adalah insulin tidak diberikan atau diberikan dengan
dosis yang dikurangi, keadaan sakit atau infeksi, manifestasi pada diabetes
yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Hal ini menyebabkan gangguan
-
untuk
mungkin
membutuhkan
6-10
liter
cairan
infus
untuk
2.
Infus
dengan
kecepatan
sedang
hingga
tinggi
sering.
Beberapa
faktor
yang
berhubungan
dengan
terapi
DKA yang
ginjal.
3. Asidosis
Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan lemak.
Asidosis yang terjadi pada DKA dapat diatasi melalui pemberian insulin.
insulin
menghambat
pemecahan
lemak
sehingga
menghentikan
dan
berat (membrane mukosa kering, trugor kulit jelek), takikardi, dan tandatanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang,
hemiperesis).
Penatalaksanaan pada sindrom HHNK serupa dengan terapi DKA, yaitu :
cairan, elektrolit dan insulin. Karena peningkatan usia yang khas pada
penderita sindrom HHNK, maka pemantauan yang ketat terhadap status
volume dan elektrolit diperlukan untuk mencegah gagal jantung keongestif
serta disritmia jantung.
b. Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang semua organ dalam tubuh.
Kategori
komplikasi
kronis
DM
yang
lazim
digunakan
adalah
komplikasi
5-10
tahun
pertama
setelah
diagnosis
DM
ditegakkan.
Penyakit
Dapat menyerang pembuluh darah kecil yang ada pada mata (retina)
menimbulkan
pembuluh darah kecil pada mata juga dapat timbul kerusakan pada pembuluh
darah kecil yang ada di ginjal nefropati.
c. Neuropati
mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf,
termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom maupun spinal.
Polineuropatik sensorik (neuropati perifer) mengenai bagian distal serabut
syaraf khususnya ekstremitas bawah. Gejala permulaannya adalah parestesia
(rasa tertusuk-tusuk, kesemutan, peningkatan kepekaa) dan rasa terbakar
(khususnya pada malam hari) dan berlanjut kaki terasa baal.
Neuropati otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir
(anhidrosis)
pada
bagian
ekstremitas
disertai
peningkatan
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
2) Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi
jaringan
berhubungan
dengan
melemahnya
dapat
mempercepat
terjadinya
sehingga
perfusi
jaringan
dapat
diperbaiki,
sedangkan
akan
membantu
dalam
menentukan
tindakan
selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara aseptic
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi
yang
timbul,
sisa
balutan
jaringan
nekrosis
dapat
GANGREN
1. Definisi
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai (Askandar, 2001).
2. Penyebab
Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
2. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini
tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian
dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol
akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan
perubahan fungsi.
3. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein,
terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein
membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro
vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan
infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati
perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan
sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki
gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah
titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah
yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki
terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993).
Infeksi
sering
merupakan
komplikasi
yang
menyertai
KD
akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
3. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
-
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua)
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan
pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
4. Perawatan Kaki
Berikut yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi :
a. Cuci kaki dengan bersih setiap hari dengan air hangat (40 oC) dan sabun mandi yang
baik. Setelah dicuci, keringkan kaki khususnya sela-sela jari kaki dengan
menggunakan handuk halus yang bersih dan jangan menggosok kulit.
b. Sebaiknya, potong kuku jari setelah mandi agar lebih mudah. Pemotongannya jangan
terlalu pendek, tetapi mengikuti bentuk jari, juga jangan sampai masuk ke dalam
cekungan kuku agar tidak menimbulkan luka.
c. Hindari kaki basah terus menerus.
d. Gunakan kaos kaki dan sepatu yang sesuai ukuran.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta
orang.
http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-