Anda di halaman 1dari 27

DIABETES MELLITUS

1. Definisi
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolik kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karena defisiensi insulin
atau ketidakadekuatan penggunaan insulin (Engram, 1999). Istilah diabetes mellitus
diperoleh dari bahasa Latin yang berasal dari kata Yunani, yaitu diabetes yang berarti
pancuran dan mellitus yang berarti madu (Wijayakusuma, 2004).
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat
peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut
maupun relatif (Suyono, 2003).
Absolut terjadi apabila sel beta pankreas tidak dapat menghasilkan insulin dalam
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan sehingga penderita membutuhkan suntikan

insulin.
Relatif apabila sel beta pankreas masih mampu memproduksi insulin yang
dibutuhkan tetapi hormon yang dihasilkan tersebut tidak dapat bekerja secara
optimal.

2. Epidemiologi
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan
hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi
penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6
yaitu 5,8%.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan
pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi
nasional Obesitas umum pada penduduk usia 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak
12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada
penduduk usia 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi
diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada
penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi
mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan
sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun
sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk
>10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir
adalah 4,6%.
(Depkes RI, 2009)
3. Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya, diabetes mellitus dibagi menjadi :


a. Diabetes mellitus tipe 1
Destruksi sel umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut.
- Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
- Idiopatik
b. Diabetes meliitus tipe 2
Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM Tipe 2 dapat dibagi menjadi 4
kelompok :
a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal.
b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes
Kimia (Chemical Diabetes).
c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma
puasa < 140 mg/dl).
d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma
puasa > 140 mg/dl).
(Depkes RI, 2005)
c. Diabetes meliitus tipe lain
Defek genetik fungsi sel
- Kromosom 12, HNF-1 (dahulu disebut MODY 3)
- Kromosom 7, glukokinase (dahulu disebut MODY 2)
- DNA mitokondria
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
- Pankreatitis
- Trauma/pankreatektomi
- Neoplasma
- Cystic Fibrosis
- Hemokromatosis
- Pankreatopati fibro kalkulus
Endokrinopati
- Akromegali
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme
Diabetes karena obat atau zat kimia : Glukokortikoid, hormon tiroid, asam
nikotinat, pentamidin, vacor, tiazid, dilantin, interferon.
Diabetes karena infeksi
Diabetes imunologi (jarang)
Sindroma genetic lain : Sindroma Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea,
Prader Willi.
d. Diabetes meliitus gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM = Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan
diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya
berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui
menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua.
Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri

beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang
dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital,
peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas
perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar
risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang
ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut.
e. Pra-diabetes
Ada dua tipe kondisi pra-diabetes, yaitu :
1) Impaired Fasting Glucose (IFG), yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah
puasa seseorang sekitar 100-125 mg/dl (kadar glukosa darah puasa normal :
<100 mg/dl).
2) Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi Glukosa Terganggu (TGT),
yaitu keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang pada uji toleransi glukosa
berada di atas normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam
kondisi diabetes. Diagnosa IGT ditetapkan apabila kadar glukosa darah
seseorang 2 jam setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral berada
diantara 140-199 mg/dl.
4. Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap
dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta
kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisi
utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan
faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2, terutama yang berada
pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam
darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2
bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut
sebagai Resistensi Insulin. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang
gerak (sedentary), dan penuaan.
Di samping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun
demikian, tidak terjadi kerusakan sel-sel Langerhans secara otoimun sebagaimana
yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita

DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya
umumnya tidak memerlukan terapi pemberian insulin.
Sel-sel kelenjar pankreas mensekresi insulin dalam dua fase. Fase pertama
sekresi insulin terjadi segera setelah stimulus atau rangsangan glukosa yang ditandai
dengan meningkatnya kadar glukosa darah, sedangkan sekresi fase kedua terjadi sekitar
20 menit sesudahnya. Pada awal perkembangan DM Tipe 2, sel-sel menunjukkan
gangguan

pada

sekresi

insulin

fase

pertama,

artinya

sekresi

insulin

gagal

mengkompensasi resistensi insulin Apabila tidak ditangani dengan baik, pada


perkembangan penyakit selanjutnya penderita DM Tipe 2 akan mengalami kerusakan selsel pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali akan mengakibatkan
defisiensi insulin, sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian
mutakhir menunjukkan bahwa pada penderita DM Tipe 2 umumnya ditemukan kedua
faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Depkes RI, 2005).
Faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan diabetes mellitus dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Faftor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1. Riwayat keluarga dengan DM
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua DM tipe 2 lebih terkait
dengan faktor riwayat keluarga bila dibandingkan tipe 1. Anak dengan ayah
penderita Dm tipe 1 memiliki kemungkinan terkena diabetes 1:17. Namun bila
kedua orang tua menderita DM tipe 1 maka kemungkinan menderita DM 1:4-10.
Pada Dm tipe 2, kemungkinan 1:7 bila salah satu orang tua kena DM pada usia
<50 tahun dan 1:13 bila > 50 tahun. Namun bila kedua orang tuanya menderita
DM tipe 2 kemungkinan anaknya menderita DM 1:2.
2. Umur
Risiko untuk prediabetes meningkat seiring dengan meningkatnya usia. DM tipe
1 biasanya terjadi pada usia muda yaitu pada usia <40 tahun, sedangkan Dm
tipe 2 biasanya terjadi pada usia >40 tahun.
3. Riwayat pernah menderita diabetes gestasional
Mendapat diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg
dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe 2.
4. Riwayat berat badan lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 gram.
5. Ras/ latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli amerika,
dan asia.
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1. Berat badan lebih/ obesitas (BB> 120% BB idaman/ IMT> 23 kg/m2) dan ratio
lingkar pinggang pinggul laki-laki 0,9 dan perempuas 0,8 lingkar pinggang pria =
wanita 90cm, HDL dibawah 35 mg/dl dan / tingkat trigliserida >250 mg/dl dapat
meningkatkan risiko DM tipe 2. Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga

glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran
darah.
2. Kurang aktivitas fisik
Glukosa darah dibakar menjadi energy dan sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif
terhadap insulin. Peredaran darah lebih baik dan risiko Dm tipe 2 turun 50%.
3. Hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko Dm tipe 2
Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular
Diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat (Depkes, 2008)
4. Stres
Kondisi stres kronik cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin pada otak.
Serotonin mempunyai efek penenang sementara untuk meredakan stresnya.
Tetapi efek mengkonsumsi makanan yang manismanis dan berlemak tinggi
terlalu banyak berbahaya bagi mereka yang berisiko terkena diabetes mellitus.
5. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pankreas yang
dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat menimbulkan
gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus.
6. Riwayat
- Diabetes dalam keluarga
- Diabetes gestasional
- Melahirkan bayi dengan berat badan >4kg
- Kista ovarium (Polycystic Ovary Sindrome)
- IFC atau IGT
7. Obesitas >120% berat badan ideal
Obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dari dalam sel target insulin
diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.
8. Umur : 20-59 th (8,7%) dan >65 th (18%)
9. Etnik/ras : ras kulit hitam risiko naik
10. Hipertensi >140/90mmHg
11. Hiperlipidemia : kadar HDL rendah <35mg/dl, kadar lipid darah tinggi >250mg/dl
12. Faktor-faktor lain :
- kurang olahraga dan pola makan rendah serat, tinggi lemak, rendah
-

karbohidrat
pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali
riwayat terkena penyakit infeksi virus, misalnya virus rubella, morbili
riwayat lama mengkonsumsi obat-obatan atau suntikan golongan
kortikosteroid

Diabetes Mellitus tipe 1 atau IDDM disebabkan karena kurangnya kemampuan


atau hilangnya kemampuan sel pankreas yang menyebabkan defisiensi insulin.
kombinasi faktor genetik, imunologi dan kemungkinan faktor lingkungan (infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel (Smletzer & Bare, 2002).
5. Patofisiologi

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek
utama akibat kurangnya insulin berikut :
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan
terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada
dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar
glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia
yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160
180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar
bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.
(Depkes RI, 2005)
6. Manifestasi Klinis
a. Sering buang air kecil
Tingginya kadar gula dalam darah yang dikeluarkan lewat ginjal selalu diiringi oleh air
atau cairan tubuh maka buang air kecil menjadi lebih banyak. Bahkan tidur di malam
hari kerap terganggu karena harus bolak-balik ke kamar kecil.
b. Haus dan banyak minum
Banyaknya urin yang keluar menyebabkan cairan tubuh berkurang sehingga
kebutuhan akan air minum meningkat.
c. Fatigue (lelah)
Rasa lelah muncul karena energi menurun akibat berkurangnya glukosa dalam
jaringan/sel. Kadar gula dalam darah yang tinggi tidak bisa optimal masuk dalam sel
disebabkan oleh menurunnya fungsi insulin sehingga orang tersebut kekurangan
energi.
d. Rasa lelah, pusing, keringat dingin, tidak bisa konsentrasi, disebabkan oleh
menurunnya kadar gula. Setelah seseorang mengonsumsi gula, reaksi pancreas

meningkat (produksi insulin meningkat), menimbulkan hipoglikemik (kadar gula


rendah).
e. Meningkatnya berat badan
Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 1 yang kebanyakan mengalami penurunan
berat badan, penderita tipe 2 seringkali mengalami peningkatan berat badan. Hal ini
disebabkan terganggunya metabolisme karbohidrat karena hormon lainnya juga
f.

terganggu.
Gatal
Gatal disebabkan oleh mengeringnya kulit (gangguan pada regulasi cairan tubuh)
yang membuat kulit mudah luka dan gatal. Dalam kedokteran Cina, hal ini bisa terlihat
di lidah, coating dari lidah pasien tersebut sangat tebal, cairan tubuh kental, dan
sirkulasinya

terhambat.

Akibatnya,

energi

panas

meningkat

(damp-heat)

menyebabkan timbulnya iritasi di kulit (gatal).


g. Gangguan imunitas
Meningginya kadar glukosa dalam darah menyebabkan pasien diabetes sangat
sensitif terhadap penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh menurunnya fungsi sel-sel
darah putih. Infeksi yang sering muncul pada pasien diabetes mellitus ialah infeksi
kandung kemih, infeksi kulit (acne), infeksi jamur (candidiasis), dan infeksi saluran
pernapasan.
h. Gangguan mata
Penglihatan berkurang disebabkan oleh perubahan cairan dalam lensa mata.
Pandangan akan tampak berbayang disebabkan adanya kelumpuham pada otot
i.

mata.
Polineuropati
Gangguan sensorik pada saraf peripheral (kesemutan/baal) di kaki dan tangan.

(Mahendra dkk., 2008)


7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3) Osmolaritas serum : meningkat, tapi biasanya <330 mosm/dl
4) Elektrolit :
- Natrium : meningkat/menurun
- Kalium :normal/meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya
menurun
- Fosfor : lebih sering menurun
5) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan metabolis alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi);

leukositosis;

hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stres atau infeksi


7) Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal)
8) Urin : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat
9) Insulin darah : mungkin menurun/tidak ada (Diaetes Mellitus I) atau normal
sampai tinggi (Diabetes MellitusII)

10) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan, infeksi
luka
11) Hb glikosilat : kadarnya meningkat 2-4kali lipat
12) Amilase darah : mungkin meningkat yang menandakan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari Diabetes Mellitus (Diabetes Ketoasidosis)
13) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon

tiroid

dapat

meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin (DM 1 )


14) Tes benedict
Pada tes ini, digunakan reagen benedict, dan urin sebagai specimen.
Cara kerja :
1) Masukkan 1-2 ml urine spesimen ke dalam tabung reaksi
2) Masukkan 1 ml reagen benedict ke dalam urine tersebut, kocok.
3) Panaskan selama kurang lebih 2-3 menit
4) Perhatikan apabila adala perubahan warba
Tes ini lebih bermakna ke arah kinerja dari kondisi ginjal, karena pada arah DM,
kadar glukosa sangat tinggi, sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus
ginjal sehingga pada akhirnya, ginjal mengalami kebocoran dan apat terjadi
gagal ginjal.
Interpretasi :
0

: berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM

+1

: berwarnahijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM

+2

: berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaam kadar gula darah


mendukung, maka termasuk DM

+3

: berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM

+4

: berwarna merah pekat, banyak glukosa, DM kronik

15) Rothira test


Pada test ini digunakan urine sebagai spesimen, sebagai reagen yang dipakai.
Rothera agent dan hidroxida pekat.
Test ini mengindikasikan aanya kemungkinan dari ketosidosis akibat DM kronik
yang tidak ditangani. Zat-zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid
secara masif ileh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber
energi

dalam

keadaan

DM,

sehingga

tubuh

melakukan

mekanisme

glukoneugenesis untuk menghasilkan energi, zat awal dari aseton danasam


asetat tersebut adalah trigliseric acid/TGA yang merupakan hasil pemecahan
dari lemak.
16) Tes gula darah
Menilai kadar gula yang ada di dalam darah. Ada 3 macam GDS (Gula Darah
Sesaat), gula darah puasa dan gula darah 2PP.
Rentang-rentang nilai :
GDS
Vena

Normal/bukan DM

Belum pasti DM

DM

<110
<90

110-199
90-199

>200
>200

Darah kapiler
GD Puasa
<110
110-125
>126
Vena
<90
90-109
>110
Darah kapiler
GD 2 PP
<140
140-200
>200
Vena
<120
120-200
>200
Darah kapiler
17) Pemeriksaan toleransi glukosa oral
Untuk mendiagnosis diabetes awal. Secara pasti, namun tidak dibutuhkan untuk
pernapasan dan tidak sebaiknya dilakukan pada pasien dengan manifestasi
klinis DM dan hiperglikemia.
Cara pemeriksaan :
a) 3 hari sebelum pemeriksaan, pasien makan seperti biasa
b) Kegiatan jasmani cukup
c) Pasien puasa selama 10-12 jam
d) Periksa kadar glukosa darah puasa
e) Berikan glukosa 75 gram, yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum
dalam waktu 5 menit
f) Periksa kadar glukosa darah saat , 1, 2 jam setelahnya
g) Saat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak boleh merokok
Pada keadaan sehat, kadar glukosa darah puasa yang dirawat jalan dengan
toleransi glukosa normal adalah 70-110 mg/dl. Setelah pemberian glukosa,
kadar glukosa meningkat, namun akan kembali ke keadaan semula dalam waktu
2 jam. Kadar glukosa serum yang <200 mg/dl setelah , 1, 1 jam setelah
pemberian glukosa, dan <140 mg/dl setelah 2 jam setelah pemberian glukosa,
ditetapkan sebagai nilai T T60 normal.
18) Hemoglobin terglikosilasi (HbAIc)
Merupakan ukuran persentase molekul hemoglobin yang memiliki molekul
glukosa terikat pada strukturnya. Persentase ini mencerminkan rerata kadar
gula darah selama rentang usia sel darah merah. Oleh karena itu hemoglobin
terglikosilasi merupakan suatu indikasi pengontrolan glikemia keseluruhan
dalam periode 2 sampai 3 bulan sebelumnya. Umumnya hemoglobin
terglikosilasi diatas 7% dianggap rerata gula darah tidak normal yang sesuai
dengan diagnisis diabetes.
19) C-peptida
Merupakan fragmen tidak aktif yang terlepas dari proinsulin, menghasilkan
molekul insulin aktif. Pengukuran C-peptida dapat membantu menegakkan
kemampuan pembuatan insulin pada sel beta. Jadi, merupakan uji yang dapat
membedakan diabetes tipe1 dan tipe2. Individu dengan DM tipe2 umumnya
memiliki C-peptida normal atau meningkat.
8. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan


mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2 target utama, yaitu:
1. Menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal
2. Mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes.
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter yang
dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Target Penatalaksanaan Diabetes
Parameter
Kadar Glukosa Darah Puasa
Kadar Glukosa Plasma Puasa
Kadar Glukosa Darah Saat Tidur (Bedtime blood

Kadar Ideal Yang Diharapkan


80120mg/dl
90130mg/dl
100140mg/dl

glucose)
Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur (Bedtime plasma

110150mg/dl

glucose)
Kadar Insulin
Kadar HbA1c
Kadar Kolesterol

<7 %
<7mg/dl
HDL >45mg/dl (pria)

Kadar Trigliserida
Tekanan Darah

HDL >55mg/dl (wanita)


<200mg/dl
<130/80mmHg

Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama
pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat.
A. TERAPI TANPA OBAT
Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes.
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam
hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut:
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25% 25
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres
akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan
dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel terhadap
stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5%
berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah
salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan
dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.

Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya


diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300
mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang
mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak
jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama
daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak.
Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak
25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak,
makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu
mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan
kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan
buah-buahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral.
Latihan
Latihan

juga

diperlukan

untuk

membantu

mencegah

diabetes.

Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa


klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran.
Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat
membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat
secara langsung meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar
glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan
meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
Penderita diabetes harus diajarkan untuk selalu melakukan latihan pada
saat yang sama (sebaiknya ketika kadar glukosa darah mencapai puncaknya)
dan intesitas yang sama setiap harinya. Olahraga yang dianjurkan adalah
aerobik low impact dan rhitmis, misalnya berenang, jogging, naik sepeda,
sedangkan latihan resisten statis tidak dianjurkan (misalnya olahraga beban
angkat besi dll). Olahraga yang disarankan adalah olahraga yang bersifat CRIPE.
- Continous: latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus
tanpa henti. Contoh: bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30 menit
-

pasien melakukan jogging tanpa istirahat.


Rhytmical: latihan olahraga yang dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh: jalan kaki, jogging,

berenang, bersepeda.
Interval: latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh: jalan cepat diselingi jalan lambat.

Progressive: latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan

dari intensitas ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.


Endurance: latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai atau cepat, sesuai umur), jogging,

berenang, dan bersepeda


Hal-hal yang perlu diperhatikan selama latihan:
1. Jangan lakukan latihan bila glukosa >250mg/dl
2. Jika glukosa darah <100mg/dl sebelum latihan, makan dulu
3. Rekomendasi latihan bagi penderita yang mengalami komplikasi
disesuaikan dengan kondisinya
4. Sediakan camilan karbohidrat sederhana
5. Latihan dilakukan 2 jam setelah makan

B. TERAPI FARMAKOLOGI
Terapi insulin
Insulin eksogen mengganti defek sel beta dengan menurunkan kadar glukosa,
menelan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan ambilan glukosa.
Penanganan insulin dimulai bila pengontrolan metabolik tidak memadai meskipun
sudah diberikan obat hipoglikemik oral dosis maksimal : dosis besar (200 sampai
300 unit perhari). Insulin manusia bersifat bioengineered, beberapa dengan
memodifikasi insulin keluarga babi, tetapi sebagian besar dihasilkan dengan
teknologi DNA kombinan.
Tipe insulin :
a. Insulin yang bekerja singkat
Insulin yang dapat larut dan berwarna jerniah serta memiliki durasi yang
singkat, insulin ini diserap 20-30 menit setelah injeksi. Durasi insulin tipe
ini adalah sekitar 6-8 jam setelah injeksi.
b. Analog insulin (perancang)
Perubahan struktur kemungkinan penyerapan segera setelah injeksi. Hal
ini memungkinkan individu memiliki regimen yang fleksibel karena
individu mampu menginjeksikan insulin sesaat sebelum makan atau
bahkan 15 menit setelah makan. Puncak penyerapannya adlah 0,5-2 jam
setelah injeksi dan durasinya adalah sekitar 5 jam.
c. Insulin tingkat menengah
Insulin isofan adlah suspensi yang tidak dapat larut dan dikombinasikan
dengan protamin, yang memperlambat peningkatan penyerapan insulin.
d. Insulin yang bekerja lama
Insulin ultralente bekerja dalam waktu yang sangat lama. Obat ini mulai
diserap 2-4 jam setelah injeksi, puncaknya adalah antara 4-24 jam dan
berlangsung sampai 28 jam setelah injeksi
e. Insulin bifasik (campuran) Merupakan suatu kombinasi dari insulin isofan
dan insulin yang dapat larut dengan beragam profesi
PRINSIP TERAPI INSULIN
Indikasi :

1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi


insulin endogen oleh sel-sel kelenjar pankreas tidak ada atau hampir
tidak ada
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi
insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar
glukosa darah
3. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan,
infark miokard akut atau stroke
4. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi
insulin,apabila diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
5. Ketoasidosis diabetic
6. Insulin seringkali diperlukan pada pengobatan sindroma hiperglikemia
hiperosmolar non-ketotik.
7. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang
meningkat,

secara

bertahap

memerlukan

insulin

eksogen

untuk

mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode


resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
8. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
9. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO

Obat Hipoglikemik Oral


1. Golongan sulfonylurea
Obat golongan ini bekarja dengan menstimulasi sel beta pancreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. Golongan ini tidak dipakai pada IDDM
karena obat ini bekerja menurunkan glukosa darah. Minum glipzide kira-kira
30 menit sebelum makan untuk meningkatkan efektifitas. Hindari alcohol.
2. Meglitinida
Gejala hipoglikemia dan penanganannya
Minum segera hingga 30 menit sebelum setiap kali makan
Lewatkan satu dosis bila tidak makan
Tambahkan satu dosis setiap kali makan tambahan
3. Golongan biguanid
Saat ini golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin. Metformin
menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada

tingkat seluler, distal dari reseptor insulin, serta efeknya menurunkan glukosa
hati.
Minum bersama makanan untuk menghindari gastrointestinal upset
Mungkin mengalami diare ringan dan kembung
Jika diminum bersama sulfonilureal/insulin kemungkinan terjadi

hipoglikemia
Jelaskan bahwa gangguan ginjal mengarah pada asidosis laktat, maka

harus dilakukan pemantauan ginjal dan hati secara teratur.


Gejala asidosis laktat seperti kejang atau nyeri otot, kelemahan
Hindari alcohol
Laporkan masalah medis yang bersamaan dan prosedur diagnostic

mendatang.
4. Alfa glukosidase inhibitor
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase
di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan kadar
glukosa darah.
Menghambat aksi mempengaruhi enzim di dalam usus yang memecah

glukosa kompleks
Tidak menyebabkan hipoglikemia
Efek samping :intoleransi laktosa karena efek gula yang tidak tercerna

oleh bacteria colon.


Minum bersama sendok pertama setiap makan
Lewati satu dosis bila tidak makan
Jika diminum dengan sulfanilureal atau insulin kemungkinan terjadi

hipoglikemia
Kemingkinan terjadinya diare, nyeri perut
Laporkan gejala gangguan pencernaan yang terus menerus
5. Tiazolidinedion
Minum dengan makanan
Jika diminum dengan sulfanilureal atau insulin kemungkinan terjadi
hipoglikemia
Tanda-tanda toksisitas hati (mual, muntaj, nyeri perut, anoreksia).
6. Penghambat DPP IV
Sitagliptin (januvia) Dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada gangguan
fungsi ginjal perlu penyesuaian dosis. Dosis standar adalah 100 mg/hari
dan bila ada gangguan fungsi ginjal (GFR 30-50 /menit) diturunkan

menjadi 50 mg/hari
Vildagliptin

C. TERAPI PEMBEDAHAN
Pembedahan yang dilakukan adalah transplantasi pankreas, transplantasi
pancreas-ginjal secara simultan, transplantasi islet. Tujuan dari terapi tranplantasi
pancreas adalah untuk mencegah komplikasi dari diabetes mellitus seperti gagal
ginjal, komplikasi mikrovaskular atau makrovaskular. Transplantasi pankreas-ginjal

lebih menguntungkan karena pembedahan ini bertujuan untuk menurunkan


pembatasan diet dan mampu mengkontrol normoglikemia tanpa injeksi insulin lagi
oleh karena dengan tranplantasi ini dapat mempertahankan sekresi insulin lebih
lama dan efektif. Transplantasi islet merupakan prosedur yang minimal invasive,
hanya membutuhkan waktu satu jam operasi, insisi abdomen sepanjang tiga inchi,
dan perawatan satu hari di rumah sakit. Sel islet diproleh dari donor pancreas
dengan menggunakan proses isolasi dan purifikasi yang kompleks sehingga enzim
keluar menghancurkan jaringan di sekitar sel islet.
9. Komplikasi
Komplikasi pada penderita DM dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi Akut Diabetes
Hipoglikemia
Adalah keadaan dimana kadar glukosa darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,73,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa hal seperti pemberian
insulin atau preparat oral berlebihan, konsumsi makanan yang terlalui sedikit
atau aktivitas fisik yang berat. Hipogilemia dapat terjadi setiap saat, bisa pada
siang atau malam hari. Gejala yang dapat ditimbulkan dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu gejala androgenik dan gejala sistem syaraf pusat.
Hipoglikemia dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan berdasarkan keparahannya
yaitu:
- Hipoglikemia ringan
Terjadi ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatis akan
terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala
-

seperti: perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan, dan rasa lapar.


Hipoglikemia sedang
Penurunan kadar glukosa menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup
bahan bakar (energi) dengan baik, sehingga dapat menyebabkan gejala
seperti : ketidakmampuan berkonsentrasi, penurunan daya ingat, pati rasa
daerah bibir dan lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi perubahan

emosional, perilaku tidak rasional, perasaan ingin pingsan.


Hipoglikemia berat
Gejala yang ditimbulkan mencakup perilaku yang mengalami disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan
kesadaran.
Penangan yang harus segera dilakukan jika terjadi hipoglikemia adalah

pemeberian 10-15 mg gula yang bekerja secara cepet peroral:


1. 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli diapotik
2. 4-6 ons saribuah/ teh manis
3. 6-10 butir permen khusus atau peremen pemanis lainnya
4. 2-3 sendok teh sirup atau madu (Smletzer & Bare, 2002).
Diabtes ketoasidosis (DKA)

-Terjadi karena tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata.
Penyebab utamanya adalah insulin tidak diberikan atau diberikan dengan
dosis yang dikurangi, keadaan sakit atau infeksi, manifestasi pada diabetes
yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Hal ini menyebabkan gangguan
-

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.


Ketosis dan asidosis merupakan tanda khas diabtes ketoasidosis yang dapat
menimbulkan gejala pada gastointestinal seperti anoreksia, mual, muntah
dan nyeri abdomen. Napas pasien berbau aseton (bau manis seperti buah)
akibat meningkatnya badan keton. Selain itu kan timbul juga gejala
hiperventilasi (disertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/ sulit)
dapat terjadi. Pernafasan kussmaul menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
-Perubahan mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi antara pasien yang
satu dengan
lainnya. pasien dapat terlihat sadar, mengantuk (latergi) atau koma, hal

biasanya tergabtung pada osmolalitas.


Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan tiga permasalahan tiga
permasalahan utama : dehidrasi, kehilangan elekrolit dan asidosis.
1. Dehidrasi
Rehidrasi merupakan tindakan tindakan yang penting

untuk

mempertahankan perfusi jaringan. Disamping itu, penggantian cairan


akan menggalakkan sekresi glukosa yang berlebihan melalui ginjal.
Pasien

mungkin

membutuhkan

6-10

liter

cairan

infus

untuk

menggantikan cairan yang disebabkan oleh poliuria, hiperventilasi,

diare, dan muntah.


Pada mulanya, larutan saline 0,9% diberikan dengan kecepatan yang
sangat tinggi-biasanya 0,5- 1L/ jam selama 2 -3 jam. Larutan saline
hipotonik (0,45%) dapat digunakan pada pasien-pasien yang menderita
hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko mengalami gagal
jantung kongestif. Setelah beberapa jam pertama, larutan normal salin
45% merupakan cairan infus pilihan untuk terapi rehidrasi selama
tekanan darah pasien tetap stabil dan kadar natriumnya tidak terlalu
rendah.

2.

Infus

dengan

kecepatan

sedang

hingga

tinggi

(200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam berikutnya.


Kehilangan elektrolit
Masalah elektrolit utama yang terjadi pada diabetes adalah kalium.
Meskipun kontresi kalium plasma pada awalnya rendah, normal atau
tinggi, namun simpanan kalium tubuh dapat berkurang secara
signifikan. Selanjutnya kadar kalium akan menurun selama proses

penanganan DKA sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang

sering.
Beberapa

faktor

yang

berhubungan

dengan

terapi

DKA yang

menurunkan konsentrasi kalium serum mencakup:


a. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatatan volume plasma dan
penurunan konsentrasi kalium serum.
b. Rehidrasi yang menyebabkan peningkatan ekskresi kalium kedalam
urine.
c. Pemberian insulin yang menyebabkan peningkatan perpindahan

kalium dari cairan ekstrasel ke dalam sel.


Penggantian kalium yang dilakukan dengan hati-hati namun tepat waktu
merupakan tindakan yang penting untuk menghindari gangguan irama
jantung berat yang dapat terjadi pada hipoglikemia. Karena kadar
kalium akan menurun selama terapi DKA, pemberian kalium lewat infus
harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma tetap
normal. Setelah DKA teratasi maka pemberian kalium dapat dikurangi.
Untuk pemberian infus kalium yang aman maka perawat harus
memperhatikan bahwa:
a. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia (berupa gelombang T yang
tinggi, lancip atau (tertakik) pada hasil pemeriksaan EKG.
b. Pemeriksaan laboratorium terhadap kalium memberikan hasil yang
normal atau rendah.
c. Pasien dapat berkemih atau tidak mengalami gangguan fungsi

ginjal.
3. Asidosis
Akumulasi badan keton (asam) merupakan akibat pemecahan lemak.
Asidosis yang terjadi pada DKA dapat diatasi melalui pemberian insulin.
insulin

menghambat

pemecahan

lemak

sehingga

menghentikan

pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam.


Isulin biasanya diberikan melalui infus dengan kecepatan lambat tapi
kontinu ( misalnya, 5 unit per jam). Kadar glukosa darah tipa jam harus
dikukur. Dekstrosa ditambahkan kedalam cairan infus (misalnya, D5 NS
atau D545NS) bila kadar glukosa mencapai 250 hingga 30 mg/dl (13,816,6 mmol/L) untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah yang
terlalu cepat.

Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK).


- Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaris

dan

hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense of


awareaness). Pada saat yang sama tidak atau terjadi ketosis ringan.
Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin

efektif. Keadaan hiperglikemia persisten menyebabkan deuresis omosis


sehingga menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Untuk
mempertahankan keadaan osmotok, cairan akan berpindah dari ruang
intra sel ke ruang ekstra sel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi,
akan dijumpai keadan hipernatremia dan peningkatan osmolaritas. Salah
satu perbedaan antara HHNK dengan DKA adalah tidak terdapatnya
ketosis dan asidosis pada sindrom HHNK.
Gambaran klinis pada sindrom HHNK adalah adanya hipotensi, dehidrasi

berat (membrane mukosa kering, trugor kulit jelek), takikardi, dan tandatanda neurologis yang bervariasi (perubahan sensori, kejang-kejang,
hemiperesis).
Penatalaksanaan pada sindrom HHNK serupa dengan terapi DKA, yaitu :

cairan, elektrolit dan insulin. Karena peningkatan usia yang khas pada
penderita sindrom HHNK, maka pemantauan yang ketat terhadap status
volume dan elektrolit diperlukan untuk mencegah gagal jantung keongestif
serta disritmia jantung.
b. Komplikasi Jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang semua organ dalam tubuh.
Kategori

komplikasi

kronis

DM

yang

lazim

digunakan

adalah

komplikasi

makrovaskuler, mikrovaskuler dan neuropati.


Komplikasi jangka panjang tampak pada DM tipe 1 atau 2 dan biasanya tidak terjadi
dalam

5-10

tahun

pertama

setelah

diagnosis

DM

ditegakkan.

Penyakit

(mikrovaskuler) renal lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 sementara


komplikasi (makrovaskuler) kardiovaskuler lebih sering dijumpai pada paien DM tipe
2 yang berusia lebih tua.
Komplikasi makrovaskuler
a. Penyakit arteri koroner perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri
koroner menyebabkan peningkatan terjadinya IMA.
b. Penyakit serebrovaskuler perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah
serebral atau pembentukan embulus ditempat lain di pembuluh darah yang
kemudian terbawa aliran darah hingga terjepit dalam pembuluh darah
serebral dapat menyebabkan iskemia sepintas (TIA) atau serangan stroke.
c. Penyakit vaskuler perifer perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah
besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden
penyakit oklusif arteri perifer pada penderita DM. Tanda-tanda dan gejala
mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klaudikasio intermiten (nyeri
pada pantat atau betis ketika berjalan). Bentuk penyakit oklusif arteri yang

paling parah adalah terjadinya gangren (Smletzer & Bare, 2002).


Komplikasi mikrovaskuler

Dapat menyerang pembuluh darah kecil yang ada pada mata (retina)
menimbulkan

terjadinya retinopati pada penderita DM. Selain kerusakan

pembuluh darah kecil pada mata juga dapat timbul kerusakan pada pembuluh
darah kecil yang ada di ginjal nefropati.
c. Neuropati
mengacu kepada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf,
termasuk saraf perifer (sensorimotor), otonom maupun spinal.
Polineuropatik sensorik (neuropati perifer) mengenai bagian distal serabut
syaraf khususnya ekstremitas bawah. Gejala permulaannya adalah parestesia
(rasa tertusuk-tusuk, kesemutan, peningkatan kepekaa) dan rasa terbakar
(khususnya pada malam hari) dan berlanjut kaki terasa baal.
Neuropati otonom mengakibatkan berbagai disfungsi yang mengenai hampir

seluruh organ tubuh.


Kardiovaskuler : frekuensi jantung meningkat (takikardi) tetap menetap,

hipotensi ortoststik dan infak miokard tanpa nyeri silent.


Gastrointestinal : cepat kenyang, kembung,mual, muntah.
Urinarius : retensi urin dan penurunan kemampuan untuk merasakan

kandung kemih yang penuh.


Kelenjar adrenal : tidak adanya atau kurangnya gejala hipoglikemia.
Neuropati sudomotorik : tidak adanya atau berkurangnya pengeluaran
keringat

(anhidrosis)

pada

bagian

ekstremitas

disertai

peningkatan

komponensatorik perspirasi bagian tubuh lain. Kekeringan pada kaki


-

membawa resiko timbulnya ulkus kaki.


Disfungsi seksual : khususnya impotensi pada laki-laki

10. Asuhan Keperawatan


1) Pengkajian
Anamnesa
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan

medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan


oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
f.

menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.


Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga

terhadap penyakit penderita.


Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda,
diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
f.

takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali.


Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi,

perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.


g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,
i.

cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.


Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,

reflek lambat, kacau mental, disorientasi.


Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
2) Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi

jaringan

berhubungan

dengan

melemahnya

menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi


pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstremitas.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan
tingginya kadar gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah
satu anggota tubuh.
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
3) Intervensi Keperawatan
Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah
ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular.
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis.
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi.
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :


Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada
waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi

dapat

mempercepat

terjadinya

arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi


pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4) Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah

sehingga

perfusi

jaringan

dapat

diperbaiki,

sedangkan

pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan


dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.
Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstremitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- Pus dan jaringan berkurang.
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan

akan

membantu

dalam

menentukan

tindakan

selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara aseptic
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi

yang

timbul,

sisa

menghambat proses granulasi.

balutan

jaringan

nekrosis

dapat

3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur


pus, pemeriksaan gula darah pemberian antibiotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.
Diagnosa no. 3
Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi
kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
- Tanda-tanda infeksi tidak ada.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (S : 36 37,5oC)
- Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1) Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran
infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan
diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk
mencegah infeksi kuman.
3) Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4) Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan
daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan
sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
(Fahmi, 2013)

GANGREN
1. Definisi
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai (Askandar, 2001).
2. Penyebab
Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia,
yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
2. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan
tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini
tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian
dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol
akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan
perubahan fungsi.
3. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein,
terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein
membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro
vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam
etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan
infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati
perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan
sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki

gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah
titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan
terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah
yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada
jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki
terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen (zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (
Levin,1993).

Infeksi

sering

merupakan

komplikasi

yang

menyertai

KD

akibat

berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
3. Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
-

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai

kelainan bentuk kaki seperti claw, callus.


Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2 (dua)
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi.
Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan
pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
4. Perawatan Kaki
Berikut yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi :
a. Cuci kaki dengan bersih setiap hari dengan air hangat (40 oC) dan sabun mandi yang
baik. Setelah dicuci, keringkan kaki khususnya sela-sela jari kaki dengan
menggunakan handuk halus yang bersih dan jangan menggosok kulit.

b. Sebaiknya, potong kuku jari setelah mandi agar lebih mudah. Pemotongannya jangan
terlalu pendek, tetapi mengikuti bentuk jari, juga jangan sampai masuk ke dalam
cekungan kuku agar tidak menimbulkan luka.
c. Hindari kaki basah terus menerus.
d. Gunakan kaos kaki dan sepatu yang sesuai ukuran.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus. Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Depkes RI. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta
orang.

http://www.depkes.go.id/article/view/414/tahun-2030-prevalensi-diabetes-

melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html. Diakses tanggal 17 Oktober 2015.


Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta : EGC.
Fahmi, Ismail. 2013. Askep Klien dengan Diabetes Mellitus.
Mahendra, dkk. 2008. Care Your Self : Diabetes Mellitus. Jakarta : Penebar Plus.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Wijayakusuma, Hembing. 2004. Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta : Puspa
Swara.

Anda mungkin juga menyukai