Disusun Oleh:
ARBELLA NOVANTICA
NIM : G3A015038
LAPORAN PENDAHULUAN
CHRONIK KIDNEY DISEASE (CKD)
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi
renal
yang
progresif
kemampuan
tubuh
gagal
untuk
glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan berat (Mansjoer,
2007).
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan di
tandai dengan uremia (urea dan Limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal) (Nursalam.2006).
Gagal ginjal kronik merupakan destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus
menerus. (Corwin, 2009).
B. KLASIFIKASI
Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT
(Clearance Creatinin Test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. Sedangkan CRF
(Cronic Renal Failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2
untuk berfungsi sampai dari nefronnefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi
ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan
ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
4
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji combs negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) def. H eritropoetin
Depresi sumsum tulang sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
Dikompensasi oleh flora normal usus ammonia (NH3) iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
5
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Manifestasi
a. Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
b. Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN,
Perkemihan& Kelamin
Kardiovaskular
Pernafasan
Hematologik
Kulit
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
kreatinin)
c. Hiperkalemia
d. Retensi atau pembuangan Natrium
e. Hipermagnesia
f. Hiperurisemia
a. Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
b. Nokturia, pembalikan irama diurnal
c. Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
d. Protein silinder
e. Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
a. Pernafasan Kusmaul, dispnea
b. Edema paru
c. Pneumonitis
a. Anemia menyebabkan kelelahan
b. Hemolisis
c. Kecenderungan perdarahan
d. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
a. Pucat, pigmentasi
b. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah,
tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan
Saluran cerna
c.
d.
e.
f.
a.
BB
b. Nafas berbau amoniak
c. Rasa kecap logam, mulut kering
d. Stomatitis, parotitid
7
Metabolisme
intermedier
Neuromuskular
e.
f.
g.
a.
b.
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
c.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida
Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi
Perubahan motorik foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
a.
b.
c.
d.
e.
Hiperfosfatemia, hipokalsemia
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
a.
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi.
8
3)
4)
5)
6)
7)
yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hIperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
2) Terapi keluhan gatal-gatal.
3) Terapi keluhan gastrointestinal.
4) Terapi keluhan neuromuskuler.
5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
6) Terapi anemia.
7) Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan
serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom Normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan
pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian
30-530 U per kg BB.
2) Anemia Hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang
mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
dan high
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah :
a. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
b. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
a)
b)
c)
d)
indikasi:
Hiperkalemia > 17 mg/lt
Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
Kegagalan terapi konservatif
Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik berat,
hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau kreatinin tinggi
e)
f)
g)
h)
i)
j)
populer Continuous
Ambulatory
Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasienpasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan
pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan
di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
G. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
12
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renninangiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
b. Ureum kreatinin.
c. Asam urat serum.
2. Identifikasi etiologi gagal ginjal
a. Analisis urin rutin
b. Mikrobiologi urin
c. Kimia darah
d. Elektrolit
e. Imunodiagnosis
f. Identifikasi perjalanan penyakit
g. Progresifitas penurunan fungsi ginjal
h. Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki
Elektrolit
Endokrin
Disability
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pemeriksaan neurologis
GCS menurun bahkan terjadi koma
Kelemahan dan keletihan
Konfusi
Disorientasi,
Kejang
Kelemahan pada tungkai
A : Allert
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala
: riwayat DM, penyakit polikstik
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama rawat 6 hari, memerlukan bantuan
dalam obat, pengobatan, suplai, transportasi, pemeriharaan rumah
J. PATHWAYS KEPERAWATAN
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
Infeksi
Penyakit vaskular
Peradangan
Gangguan jaringan
penyambung
Penyakit metabolik
Nefropatik toksik
Nefropati obstruksi
Gangguan kongenital &
herediter
Hipertropi nefron tersisa untuk mengganti kerja nefron yang rusak, peningkatan
kecepatan filrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR
untuk seluruh massa nefron menurun dibawah normal
16
Stadium I
Stadium II
Insufisiensi
renal(BUN, Creat ,
nokturia, poliuri)
Penurunan cadangan
ginjal (asimtomatik)
Stadium III
Gagal ginjal stadium akhir
(90% masa nefron hancur,
BUN, Creat , ologuri
Hematologi
Anemia
< eritropet
Perdarahan (gangguan
lekosit)
Resiko Infeksi
Syaraf otot
Tungkai pegal,
kesemutan
Cardiovaskular
Asites
Menekan
diafragma
Nyeri akut
Ginjal
Kerusakan fungsi
ginjal
Penumpukan cairan
dalam tubuh
Edema
Pengembangan paru
tidak maksimal
Kelebihan volume
cairan dalam tubuh
Sesak napas
17
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif b.d asites, pengembangan paru tidak maksimal
2. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi ginjal
3. Nyeri (kram otot, iritasi okular, luka akibat pruritus) yang berhubungan dengan
kekurangan natrium, uremia.
4. Risiko infeksi yang berhubungan dengan gangguan respon imun
L. PERENCANAAN
No
1
Dx Keperawatan
Pola nafas tidak
efektif b.d asites,
pengembangan
paru tidak
maksimal
NOC
NIC
Fluid management
NOC :
1. Respiratory status :
Ventilation
2. Respiratory status :
Airway patency
3. Vital sign Status
Kriteria Hasil :
a) Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
18
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
b) Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
c) Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
19
osmilalitas urine
e. Monitor BP, HR, dan RR
f. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
g. Monitor parameter
hemodinamik infasif
h. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan
BB
i. Monitor tanda dan gejala
dari odema
2
Kelebihan
NOC :
NIC :
volume cairan
b.d kerusakan
balance
2. Fluid balance
fungsi ginjal
Fluid management
a. Timbang popok/pembalut
jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake
Kriteria Hasil:
urin )
e. Monitor status
hemodinamik termasuk
leher, asites)
h. Kaji lokasi dan luas edema
i. Monitor masukan
makanan / cairan dan hitung
20
pruritus)
yang
berhubungan
dengan
kekurangan
natrium, uremia.
Pain Level,
NIC :
1. Pain control,
2. Comfort level
Pain Management
a. Lakukan pengkajian nyeri
Kriteria Hasil :
secara komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
nonfarmakologi untuk
faktor presipitasi
mengurangi nyeri, mencari b. Observasi reaksi nonverbal
bantuan)
dari ketidaknyamanan
b) Melaporkan bahwa nyeri c. Gunakan teknik komunikasi
berkurang dengan
terapeutik untuk
menggunakan manajemen
mengetahui pengalaman
nyeri
nyeri pasien
c) Mampu mengenali nyeri d. Kaji kultur yang
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
d) Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
e) Tanda vital dalam rentang
normal
22
beratnya nyeri
f. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
g. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
h. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
i. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
j. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
4
Risiko
infeksi NOC :
yang
berhubungan
dengan gangguan
Kontrol infeksi
1. Immune Status
2. Knowledge : Infection
control
3. Risk control
respon imun
Kriteria Hasil :
a. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan
proses penularan
penyakit, factor yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya,
c. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
24
infeksi
d. Jumlah leukosit dalam
batas normal
e. Menunjukkan
perilaku hidup sehat
l. Pantau hasil
laboratorium
m. Amati faktor-faktor yang
bisa meningkatkan
infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Rab, T. (2008). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Udjianti, WJ. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Carolyn M. Hudak.(2007).Critical Care Nursing : A Holistic Approach.Alih Bahasa : Monica
Ester. Jakarta : EGC
Susan Martin Tucker.(2005).Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer. (2005).Brunner and Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing.Alih
bahasa : Waluyo, A.Jakarta: EGC
Corwin, E.J. (2009). Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC
25
26