Anda di halaman 1dari 8

Perbankan

Perbankan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang


keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang
keuangan. Sehingga dunia perbankan tidak terlepas dari masalah
keuangan. Perbankan juga merupakan lembaga penyimpanan dan
penyaluran dana dari masyarakat. Selain itu juga Perbankan sebagai
lembaga yang mengatur lalu lintas uang pada suatu negara. Salah satu
kegiatan perbankan adalah pembiayaan atau pemberian kredit.
Pengertian Perbankan dan Kegiatan Perbankan
Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan
dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk
meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkan.
Disamping itu juga bank dikenal sebagai tempat untuk menukar uang,
memindahkan uang atau menerima segala bentuk pembayaran dan
setoran pembayaran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak,
uang kuliah dan pembayaran lainnya. Bank merupakan suatu badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
Kasmir, pengertian dari Bank adalah sebagai berikut :
Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam
rangka
meningkatkan
taraf
hidup
rakyat
banyak.
Kasmir (2002:23)
Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari
masyarakat luas yang dikenal dengan istilah kegiatan funding.
Pengertian penghimpunan dana maksudnya adalah mengumpulkan
dan mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat luas.
Pembelian dana dari masyarakat luas ini dilakukan oleh bank dengan
cara memasang strategi agar masyarakat mau menyimpan dananya
dalam bentuk simpanan, jenis simpanan yang dapat dipilih oleh
masyarakat adalah seperti giro, tabungan, sertifikat deposito dan
deposito berjangka. Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank seharihari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Kegiatan pihak
perbankan secara sederhana dapat kita katakan adalah membeli uang
(menghimpun dana dari masyarakat) dan menjual uang (menyalurkan
dana) kepada masyarakat umum. Adapun kegiatan-kegiatan perbankan
yang ada di Indonesia menurut Kasmir (2002:39), yaitu:

Penjelasan mengenai kegiatan perbankan diatas adalah sebagai


berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat.
Dalam menghimpun dana dari masyarakat ini dalam bentuk simpanan
giro, simpanan tabungan, dan simpanan deposito.
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat.
Penyaluran dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit investasi,
kredit modal kerja, dan perdagangan.
3. Jasa-jasa Bank lainnya.
Dalam pemberian jasa-jasa bank lainnya seperti transfer, inkaso,
kliring, pembayaran pajak dan sebagainya.
Dari pengertian tersebut, bahwa kegiatan dunia perbankan
adalah menghimpun dana dari masyarakat lalu menyalurkannya
kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Selain itu juga ada
jasa-jasa bank lainnya seperti transfer, pembayaran pajak, listrik,
telepon dan lainnya.
Dalam dunia perbankan tentunya juga dapat ditemukan
berbagai macam masalah seperti halnya di perusahaan-perusahaan
umum lainya, maka dari itu dibutuhkan pengawasan dan pengendalian
agar tetap terkendali dan tidak ada kerugian akibat kecurangan.
Berbagai macam negara akhirnya membentuk suatu organisasi untuk
membentuk sesuatu yang disebut basel. Basel capital accord
merupakan seperangkat peraturan yang dirancang untuk menjaga
industri perbankan pada suatu negara agar tetap bisa berjalan dan
terkelola dengan baik. Dimulai dengan pembentukan The Basel
Committee on Banking Supervision (BCBS) pada tahun 1974 oleh
Gubernur Bank Sentral negara-negara G-10 dan mengeluarkan aturan
International Convergence of Capital Measurement and Capital
Standards.
Basel I
Basel I adalah suatu istilah yang merujuk pada serangkaian
kebijakan bank sentral dari seluruh dunia yang diterbitkan oleh Komite
Basel pada
tahun 1988 di Basel, Swiss sebagai
suatu
himpunan
persyaratan minimum modal untuk bank. Rekomendasi ini dikukuhkan
dalam bentuk aturan oleh negara-negara Group of Ten (G10) pada
tahun 1992. Basel I secara umum telah ditinggalkan dan digantikan
oleh himpunan pedoman yang lebih komprehensif, yang disebut Basel
II,
yang
sedang
diterapkan
oleh
beberapa
negara.
Basel II

Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua,


sebagai penyempurnaan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel.
Rekomendasi ini ditujukan untuk menciptakan suatu standar
internasional yang dapat digunakan regulator perbankan untuk
membuat
ketentuan
berapa
banyak modal yang
harus
disisihkan bank sebagai
perlindungan
terhadap risiko
keuangan dan operasionalyang mungkin dihadapi bank.
Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini
dapat membantu melindungi sistem keuangan internasional terhadap
masalah yang mungkin timbul sewaktu runtuhnya bank-bank utama
atau serangkaian bank. Dalam praktiknya, Basel II berupaya mencapai
hal ini dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal
yang ketat yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank
memiliki cadangan modal yang cukup untuk risiko yang dihadapinya
karena praktik pemberian kredit dan investasi yang dilakukannya.
Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar
risiko yang dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang
dibutuhkan bank untuk menjaga likuiditas bank tersebut serta
stabilitas ekonomi pada umumnya.
Basel
II
mengusung
konsep
"tiga
pilar"
yaitu persyaratan
modal minimum,
tinjauan
pengawasan,
serta
pengungkapan
informasi. Basel I sebelumnya hanya memperhatikan sebagian dari
masing-masing
pilar
ini.
Misalnya,
Basel
I
hanya
memperhitungkan risiko kreditsecara sederhana, mempertimbangkan
sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak menangani risiko
operasional.
Pilar pertama berkaitan dengan pemeliharaan persyaratan modal
(regulatory capital) yang diperhitungkan untuk tiga komponen utama
risiko yang dihadapi bank: risiko kredit, risiko pasar, serta risiko
operasional. Jenis risiko lain tidak dianggap layak diperhitungkan pada
tahap ini.
Risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang berbeda tingkat
kerumitannya,
yaitu pendekatan
standar (standardized
approach),Foundation IRB (internal rating-based), dan Advanced IRB.
Risiko operasional dihitung dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan
dasar(basic
indicator
approach,
BIA), pendekatan
standar (standardized approach, STA), serta advanced measurement
approach (AMA). Sedangkan pendekatan yang biasanya dipilih untuk
perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk).

Pilar kedua menangani tanggapan pengawasan terhadap pilar pertama


yang memberikan perkakas lanjut bagi pengawas. Pilar ini juga
memberikan suatu kerangka kerja untuk menangani semua risiko lain
yang
mungkin
dihadapi
bank,
seperti risiko
sistemik, risiko
pensiun, risiko
konsentrasi, risiko
strategik, risiko
reputasi, risiko
likuiditas, serta risiko hukum, yang digabungkan menjadi risiko residu.
Pilar ketiga memperbesar pengungkapan yang harus dilakukan bank.
Ini dirancang untuk memberikan gambaran yang lebih baik bagi
pasar mengenai posisi risiko menyeluruh bank dan untuk memberikan
kesempatan bagi pihak terkait dari bank untuk memberikan harga dan
menangani risiko tersebut dengan sepantasnya.
Basel III
Basel III merupakan pilar pokok reformasi sektor keuangan global.
Krisis global memberikan pelajaran bahwa rejim pengaturan
permodalan bank Basel II dipandang masih memiliki beberapa
kelemahan utama yaitu:
a) Bersifat prosiklikal (procyclicality) dimana permodalan bank
cenderung untuk mengikuti siklus perekonomian. Modal dan penyisihan
penghapusan aktiva produktif (provisioning) cenderung untuk relatif
rendah pada saat ekonomi stabil. Sebaliknya, keduanya diwajibkan (by
regulation) untuk meningkat pada saat kondisi perekonomian
memburuk;
b) Akibat dari butir a), intermediasi menjadi sangat terhambat pada
saat krisis. Sebaliknya kredit dapat tumbuh secara berlebihan pada
saat perekonomian tumbuh tinggi;
c) Beberapa ruang lingkup aplikasi masih komponen risiko tidak
termasuk dalam pengaturan Basel II, antara lain modal untuk
memitigasi counterparty credit risk dan likuditas.
d) Due diligence sangat tergantung pada external credit rating agency.
Diketahui bahwa credit rating agency memiliki konflik kepentingan.
Terkait dengan hal tersebut, para pemimpin G-20 segera melakukan
beberapa tindakan. Sesuai komunike Leaders Meeting G-20 di
Washington (WAP), BCBS ditugaskan untuk melakukan penyempurnaan
rejim
pengaturan
permodalan,
memitigasi procyclicality,
serta
memperkuat standar pengaturan likuiditas secara global. Agenda ini
sering disebut sebagai Basel III.
Garis besar agenda Basel III adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kualitas tier 1 capital salah satunya melalui


persyaratan predominant common equity pada tier 1 capital,
simplifikasi tier 2 capital serta penghapusan modal tier 3 dan
modal inovatif tier 1
2. Mitigasi procyclicality melalui usulan countercyclical capital
framework meliputi usulan penerapan forward looking
provisioning, persyaratan capital conservation buffer dan
countercyclical capital buffer
3. Penerapan leverage ratio sebagai ukuran untuk membatasi
pembentukan leverage di sektor perbankan
4. Peningkatan
persyaratan
permodalan
untuk
eksposure
counterparty credit risk (CCR)
5. Penerapan global liquidity standards yang akan mensyaratkan
penerapan dua rasio likuditas standard yaitu liquidity coverage
ratio (untuk melihat stabilitas likuditas jangka pendek) dan net
stable funding ratio (untuk melihat stabilitas likuiditas jangka
panjang) serta usulan penerapan empat liquidity monitoring
tools.
6. Revisi framework Basel II untuk pilar 1, 2 dan 3 yang terutama
terkait dengan perlakuan dan persyaratan modal dan bobot
risiko yang lebih tinggi untuk transaksi trading book, derivative
dan sekuritisasi.
Kesepakatan yang telah dicapai dalam peningkatan kualitas
permodalan dan likuiditas lembaga keuangan secara global adalah
sebagai berikut:
a) Menyepakati penyempurnaan kriteria kualitas persyaratan modal
dengan diperkenalkannya pre-dominant common equity modal tier 1.
b) Menyepakati ditingkatkannya minimum common equity dari 2%
menjadi 4.5% serta minimum level tier 1 dari 4% menjadi 6%.
c) Menyepakati penerapan conservation buffer (2.5%) dan
countercyclical
capital
buffer
(0-2.5%).Countercyclical
capital
buffer diterapkan
jika
terjadi
pertumbuhan
kredit
yang
berlebihan.
d) Menyepakati penyempurnaan risk coverage yaitu dengan
memperketat persyaratan modal untuk eksposurtrading book,
sekuritisasi, off-balance sheet vehicles dan counterparty credit risk
e) Menyepakati penerapan leverage ratio sebesar 3% sebagai non-risk
based backstop untuk membatasi pembentukan leverage di sektor
perbankan. Leverage ratio dapat bermigrasi ke Pilar 1 berdasarkan jika
hasil kalibrasi dan review menyimpulkan hal tersebut

f)
Menyepakati
penerapan
standar
likuiditas
internasional
yaitu Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio
(NSFR) serta penerapan tools untuk memantau risiko likuiditas
g) Kerangka permodalan Basel III dan kerangka likuiditas akan mulai
diterapkan pada Januari 2013 secara bertahap hingga implementasi
penuh pada Januari 2019.
h) BCBS telah menyempurnakan kerangka Pilar 2 Supervisory Review
Process yang meliputi firm-wide governance, manajemen risiko
konsentrasi, eksposur sekuritisasi, stress testing, praktek valuasi dan
eksposur off-balance sheet. Selain itu telah pula diterbitkan berbagai
panduan seperti panduan sound compensation practices, corporate
governance dan supervisory colleges. Anggota BCBS termasuk
Indonesia diharapkan dapat secepatnya mengadopsi perubahan ini.
i) BCBS telah menyempurnakan panduan Pilar 3 meliputi disclosure
eksposur sekuritisasi, sponsorship dari off-balance sheet vehicles.
j) BCBS telah memfinalisasi panduan disclosure mengenai risiko dan
praktek kompensasi, serta ke depan akan menyempurnakan panduan
disclosure untuk kerangka permodalan dan likuiditas Basel III.
Berdasarkan hal-hal tersebut seorang auditor harus memiliki wawasan
yang luas mengenai perbankan, agar dapat menerapkan apa yang
disebut basel tadi agar perusahaan perbankkan tersebut dapat
menjalankan perusahaannya secara optimal.
Auditor Internal untuk BPR
Dalam menjalankan fungsinya seorang auditor internal harus mampu
melaksanakan tugasnya secara profesional baik dari pengetahuan
maupun perilaku. Tugas auditor internal ialah, pertama, membantu
direksi dan satuan kerja (kantor pusat dan kantor cabang) dalam
meningkatkan mutu pelaksanaan tugas untuk mencapai tujuan BPR.
Kedua, memanfaatkan sumber daya secara ekonomis. Ketiga,
menyajikan kebenaran dan keutuhan informasi. Keempat, memberi
jaminan yang memadai atas pencapaian sasaran-sasaran yang
meliputi pelaksanaan kegiatan yang hemat, efisien, dan efektif,
penyajian laporan keuangan yang layak, terpercaya, dan ketaatan
terhadap ketentuan yang berlaku.
Untuk menjalankan tugas tersebut dibutuhkan kualifikasi seperti
memahami ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku,

memahami kode etik dan mampu menjalaninya, dan menjalankan


kegiatan pengawasan sesuai dengan batas wewenang. Dalam standar
audit
internal
butir
1210
mengenai proficiency dinyatakan
bahwa Auditor internal harus memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan kompetensi lain yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung
jawabnya. Aktivitas audit internal secara kolektif harus memiliki atau
mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lain yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Perluasan wawasan dan peningkatan kompetensi dapat diperoleh
melalui pendidikan atau kursus-kursus berbasis peningkatan
kompetensi. Memasuki tahun 2013 ini, LPPI telah mengadakan dua
pelatihan auditor internal reguler untuk BPR. Pelatihan ini akan terus
diselenggarakan mengingat tingginya kebutuhan BPR akan pendidikan
untuk para auditor internal, terutama untuk memenuhi peranan Satuan
Kerja Audit Intern (SKAI) yang efektif dan efisien dengan dukungan
auditor internal yang kompeten dan andal. Para peserta yang telah
mengikuti pendidikan ini merupakan pegawai-pegawai BPR baik yang
telah menjabat sebagai auditor internal maupun yang diproyeksikan
menjadi auditor internal BPR.
Materi pelatihan auditor internal di LPPI meliputi peranan dan fungsi
audit internal BPR, standar pelaksanaan fungsi audit internal bank
(SPFAIB), sistem pengendalian internal BPR, kebijakan Bank Indonesia
dalam audit internal BPR, audit berbasis risiko, audit untuk
penghimpunan dana, audit untuk penyaluran kredit, audit untuk
manajemen umum dan SDM, penyusunan laporan hasil audit, dan
dilengkapi dengan studi-studi kasus.

Diklat-diklat terkait Audit dan Auditor Internal di LPPI


Selain diklat tersebut di atas, LPPI memiliki program-program diklat lain
terkait audit dan auditor internal, baik untuk bank umum, BPD,
maupun BPR, sebagai berikut.
1. Audit Intern Bank (Acc202) untuk middle management. Materi yang
disajikan memberikan pemahaman yang sangat mendasar akan
fungsi dan peranan audit internal bank. Filosofi audit, teknik
prosedural yang sangat mendasar, dan ruang lingkup aspek yuridis
formal merupakan pokok-pokok materi yang disajikan.
2. Certified Bank Internal Auditor 1 (Acc102) untuk lower
management. Pendidikan ini merupakan legalisasi jaminan
kompetensi tingkat pertama auditor internal bank. Materi yang

disajikan memberikan pemahaman yang sangat mendasar akan


fungsi dan peranan auditor internal bank, filosofi audit, teknik dan
prosedur beberapa jenis audit, dan ruang lingkup aspek yuridis
formal yang harus diikuti dalam regulasi perbankan.
3. Certified Bank Internal Auditor 2 (Acc206) untuk middle
management. Pendidikan ini merupakan kelanjutan program
Certified Bank Internal Auditor 1, didesain untuk pejabat auditor
tingkat middle management sehingga diperlukan wawasan yang
lebih luas untuk mendasari pola pikir yang lebih strategis.
4. Certified Bank Internal Auditor 3 (Acc303) untuk top management.
Pendidikan ini merupakan kelanjutan program sertifikasi Audit
Intern Bank Tingkat Lanjutan, didesain untuk pejabat/auditor
profesional dengan penguasaan yang luas dan kompeten untuk
memimpin SKAI.
Seluruh pelatihan ini memiliki standar kurikulum yang telah
disesuaikan dengan perkembangan dinamika bisnis perbankan. Pada
beberapa diklat kami menggunakan metode tailor made, yang
merupakan hasil kerja sama LPPI dengan mitranya dalam penyusunan
kurikulum diklat sehingga sesuai dengan kebutuhan riil di lapangan.
Metode ini kami lakukan untuk sekaligus memberikan jasa layanan
semi konsultasi agar dapat memberikan Return on Training Investment
(ROTI) secara nyata bagi mitra LPPI, termasuk diklat audit dan auditor
internal ini.
SUMBER
http://id.wikipedia.org
http://www.lppi.or.id/index.php/module/Editorial/id/pendidikan-untukauditor/internal-bpr
http://fitrianalestari.blogspot.co.id/2012/10/basel-1-2-3.html
http://airdanruanggelap.blogspot.co.id/2012/10/basel-i-dan-baselii.html

Anda mungkin juga menyukai