Anda di halaman 1dari 4

PEMETAAN DISTRIBUSI NISBAH PEMUSATAN LOKAL PADA

KOLEKTOR
Gisela Vania Aline dan Rizky Harry Sungguh
Dr. Edi Leksono dan Ir. Wisnu Hendradjit, M.Sc.E
Program Studi Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung
September 2015

ABSTRAK
Pemusat surya palung parabola memanfaatlkan fenomena optik berupa pemantulan dalam
melakukan pemanenan energi. Fenomena pemantulan yang terjadi menyebabkan tingkat
akumulasi intensitas berkas yang jatuh di tiap sudut di permukaan kolektor memiliki nilai yang
berbeda-beda. Perbedaan tingkat akumulasi ini menyebabkan nisbah pemusatan memiliki
karakteristik distribusi yang tidak seragam. Pemetaan distribusi nisbah pemusatan dapat dilakukan
secara analitik dengan memanfaatkan persamaan geometri komponen pemantul dan kolektor,
melakukan langkah-langkah penjejakan berkas pantulan, serta menggunakan faktor pembobotan.
Metode penjejakan berkas secara analitik untuk mendapatkan distribusi nisbah pemustan
memberikan hasil yang sama dengan metode pemetaan distribusi lainnya, sehingga metode yang
digunakan sudah valid.
Kata kunci: pemusat surya, pemantul, nisbah pemusatan, distribusi tidak seragam

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Karakteristik termal berupa nisbah pemusatan merupakan hal yang penting untuk diketahui dari
sebuah sistem pemusat surya. Nisbah pemusatan mempengaruhi kemampuan pemanenan energi
dari sistem pemusat surya.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menentukan distribusi nisbah pemusatan lokal di
permukaan kolektor.
1.3 Metode penelitian
Melakukan studi analitik dengan menurunkan persamaan yang berkaitan dengan geometri
pemusat surya dan fenomena pemantulan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penjejakan berkas cahaya
Pemetaan distribusi nisbah pemusatan lokal dilakukan dengan memanfaatkan metode penjejakan
berkas sinar matahari (ray-tracing). Persamaan parabola yang dimiliki oleh pemantul ditunjukkan
oleh persamaan (2.1) dan penggambaran penjejakan berkas sinar secara analitik dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
=

2
4

(2.1)

Jika diambil bagian kecil dz dari pemantul dan dilakukan penurunan untuk persamaan (2.23)
terhadap di suatu nilai tertentu di mana dz didefinisikan, maka akan diperoleh nilai kemiringan
untuk partisi dz tersebut, atau nilai kemiringan lokal untuk koordinat (y,z) dari permukaan
pemantul. Setelah nilai kemiringan lokal pada suatu titik koordinat pemantul diketahui, dapat
ditentukan nilai kemiringan garis di titik tersebut, dan kemudian dapat ditentukan pula sudut insiden
(sudut yang dibentuk antara sinar datang dan garis normal pemantul pemusat surya) dari berkas
cahaya yang jatuh di dz.

Gambar 2. 1 Penjejakan berkas sinar matahari

Gambar 2. 2 Penentuan faktor pembobotan


Hukum Snellius menyatakan bahwa pada fenomena pemantulan, sudut pantul memiliki nilai yang
sama dengan sudut insiden atau sudut datang. Berdasarkan Hukum Snellius dan dengan
memperhatikan jalur berkas radiasi matahari pada fenomena pemantulan yang terjadi, diperoleh
hubungan bahwa sudut datang pada kolektor memiliki nilai dua kali dari sudut datang sinar
matahari.
Langkah selanjutnya adalah dengan menentukan nilai pembobotan untuk setiap sudut. Data
dikelompokkan berdasarkan nilai sudut datang pada pipa, mulai dari nilai 0 sampai 360 dengan
selisih setiap kelompok data sebesar 1. Setiap data diberikan nilai faktor pembobotan. Faktor
pembobotan ini memiliki nilai sebesar cos (Gambar 2.2).
Parabola memiliki sifat dimana semua berkas cahaya yang jatuh ke permukaan parabola akan
dipantulkan ke titik fokus. Nilai faktor pembobotan untuk semua berkas pantul yang jatuh ke
kolektor adalah satu karena titik pusat dari kolektor terletak di titik fokus parabola dan semua garis
yang melewati jari-jari lingkaran pasti tegak lurus terhadap bagian permukaan pipa (cos 0o = 1) .
Selanjutnya dilakukan penjejakan untuk berkas sinar yang langsung berasal dari matahari. Bagian
dari kolektor yang mendapatkan fluks langsung dari berkas sinar matahari adalah pada sudut 90 o
sampai 270o. Prinsip penjejakan yang dilakukan yaitu menentukan nilai kemiringan lokal pada tiap
titik di lingkaran kolektor untuk menentukan kemiringan garis normal tiap titik. Nilai kemiringan
garis normal digunakan untuk menentukan sudut yang dibentuk antara berkas radiasi yang jatuh
pada tiap titik dan garis normal.
Nilai kosinus sudut menjadi nilai pembobotan setiap titik. Persamaan kemiringan lokal tiap titik di
busur lingkaran kolektor, hubungan antara nilai kemiringan lokal busur lingkaran dengan nilai
kemiringan garis normal, serta hubungan antara kemiringan garis normal dengan sudut insiden
berkas radiasi secara berurutan ditunjukkan oleh persamaan (2.2), (2.3), dan (2.4).


= tan(180 )

(2.2)

(2.3)

= 90 1

(2.4)

Akumulasi faktor pembobotan untuk tiap sudut yang dikalikan dengan pembagian antara setengah
dari lebar bukaan pemantul dengan panjang busur lingkaran kolektor untuk sudut 1 menghasilkan
nilai nisbah pemusatan lokal.

3. DISTRIBUSI NISBAH PEMUSATAN


Pada penelitian ini, dilakuakn penjejakan berkas sinar secara iteratif untuk nilai = 1,7 sampai
dengan = 25. Titik awal iterasi dimulai dari nilai = 1,7 karena pemantul pada koordinat = 0
sampai = 1,7 terhalang oleh kolektor sehingga tidak ada berkas sinar matahari yang dapat
dipantulkan oleh pemantul. Nilai yang dipilih untuk iterasi ini sebesar 0,005; sehingga diperoleh
4660 data nilai .
Dari perhitungan, diperoleh nilai , sebesar 104 dan , sebesar 10 . Nilai batas
, yang didapatkan dengan menggunakan metode analitik pada penelitian ini sesuai dengan
nilai batas , hasil simulasi yaitu , = [1]. Hasil pemetaan distribusi nisbah
pemusatan lokal yang didapatkan juga menunjukkan kesesuaian dengan hasil simulasi pemetaan
distribusi nisbah pemusatan lokal dari sumber literatur [2]. Dengan begitu, pendekatan analitik
yang dilakukan pada penelitian ini sudah valid. Grafik distribusi nisbah pemusatan lokal yang
diperoleh ditunjukkan oleh Gambar 2.3.
Dari grafik dapat dilihat bahwa nilai nisbah pemusatan pada sudut 0o 10o dan 350o
360o adalah nol. Penyebab hal tersebut adalah daerah pemantul yang berkontribusi terhadap
berkas pantul yang dapat jatuh pada kolektor di rentang sudut tersebut mendapatkan halangan
dari pipa kolektor, sehingga daerah pemantul ini dapat dikatakan menjadi daerah yang tidak aktif.
Nilai nisbah pemusatan mengalami peningkatan drastis dan memiliki kecenderungan untuk
meningkat pada rentang sudut 10o < 104o, dan kecenderungan yang berkebalikan terjadi
pada rentang sudut 256o < 350o. Hal ini terjadi karena pada arean ini, intensitas radiasi surya
yang sampai ke kolektor berasal dari fenomena pemantulan oleh pemantul. Karena luasan area
pemantul jauh lebih besar daripada luasan kolektor yang menangkap pantulan, maka nisbah
pemusatan memiliki nilai lebih besar dari satu. Adapun dari grafik yang diperoleh, didapatkan
sebuah karakteristik bahwa nilai maksimal dari intensitas radiasi surya tertangkap terdapat pada
sudut tepi. Nilai nisbah pemusatan mengalami variasi nilai dalam rentang 0 1 pada
rentang sudut 104o 256o atau dapat dikatakan pada rentang sudut < < 360o- .
Hal ini disebabkan karena intensitas radiasi yang tertangkap pada rentang sudut ini berasal
langsung dari matahari.

Gambar 2.3. Distribusi nisbah pemusatan lokal.

4.

RANGKUMAN

4.1 Kesimpulan
Didapatkan nilai nisbah pemusatan lokal maksimal terletak pada sudut cakram. Hasil ini memiliki
kesesuaian dengan sumber literatur sehingga metode penjejakan berkas secara analitik yang
dilakukan dengan memanfaatkan persamaan geometri pada penelitian ini sudah valid.

4.2 Saran
Pendekatan analitik yang dilakukan dapat diterapkan untuk melakukan pendekatan numerik.
Langkah-langkah penegrjaan analitik dapat dijadikan dasar logika dalam pendekatan numerik
untuk memberikan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

[1] K. Sourav, K. S. B. and S. Suneet, "Deflection and Stresses in Absorber Tube of Solar
Parabolic Trough due to Circumferential and Axial Flux Variations on Absorber Tube Supported
at Multiple Points," Refdoc.fr, Mumbai, 2014.
[2] R. G. Patil, V. S. Panse and B. J. Joshi , "Optimization of non-evacuated receiver of solar
collector having non-uniform temperature distribution for minimum heat loss," Elsevier, p. 15, 12
June 2014.

Anda mungkin juga menyukai