PENDAHULUAN
merupakan rawa yang terletak di tepi pantai atau dekat pantai, di muara sungai
atau dekat muara sungai, dan tergenangi air yang dipengaruhi pasang surut air
laut, sedangkan rawa lebak merupakan rawa yang terletak jauh dari pantai dan
tergenangi air akibat luapan air sungai dan/atau air hujan yang menggenang secara
periodik atau menerus.
Pada mulanya rawa lebak (selanjutnya disebut rawa) merupakan lahan
perairan marjinal dan kurang dimanfaatkan masyarakat. Seiring dengan
berkembangnya kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup, rawa mulai dimanfaatkan
sebagai sumber penghidupan masyarakat, baik secara in-situ (di dalam perairan
rawa) maupun ex-situ (di luar perairan rawa). Perkembangan pemanfaatan rawa,
1. lingkungan abiotik berupa penurunan kualitas air rawa, pendangkalan rawa dan
berkurangnya luasan perairan rawa, serta perubahan rawa menjadi daratan, dan
selanjutnya menimbulkan ancaman banjir terhadap wilayah sekitar rawa
terutama pada musim hujan,
2. lingkungan biotik berupa ancaman hilangnya keanekaragaman hayati
ekosistem rawa, dan
3. lingkungan sosial berupa ancaman konflik horisontal masyarakat, yaitu antara
petani pemakai air dan pelaku usaha jaring tancap maupun warung apung
(Kedaulatan Rakyat, 15 Mei 2010), selain itu terjadi penurunan jumlah
wisatawan, penurunan hasil produksi perikanan dan pertanian, dan pada
akhirnya penghidupan masyarakat sekitar menjadi tidak berkelanjutan.
Upaya pelestarian Rawa Jombor telah mendapat perhatian dari
pemerintah. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten
Klaten pada tahun 2010 mengajukan anggaran revitalisasi Rawa Jombor sebesar
Rp 85 milyar kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Kegiatan revitalisasi rawa
tersebut selanjutnya dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo
(BBWSBS) secara bertahap sejak tahun 2011, yaitu menggunakan dana sebesar
Rp 12 milyar dan pada tahun 2012 sebesar 7 milyar. Revitalisasi Rawa Jombor
yang dilakukan meliputi pengerukan sedimen, pembersihan eceng gondok,
pembangunan talud dan penataan warung apung (Solopos.com, 6 April 2012).
Mulai bulan Juni 2013 kegiatan revitalisasi Rawa Jombor dilaksanakan kembali
dengan menggunakan dana sebesar Rp 12 milyar, dengan pekerjaan utama berupa
pengerukan sedimen dan pembuatan talud. Dana yang dibutuhkan guna
revitalisasi Rawa Jombor ternyata lebih besar dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Klaten tahun 2010 2012 seperti terlihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Klaten Tahun 2010 - 2012
No
1
2
3
Tahun
2010
2011
2012
PAD
Rp 61.743.899.429,Rp 72.293.789.848,Rp 80.222.210.544,-
Tabel 1.2 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Klaten Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2010 (Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha
1
Pertanian
1.1 Tanaman bahan makanan
1.2 Perkebunan
1.3 Peternakan
1.4 Kehutanan
1.5 Perikanan
2 Penggalian
3 Industri pengolahan
4 Listrik dan air bersih
5 Bangunan / konstruksi
6 Perdagangan, hotel dan restoran
7 Angkutan dan komunikasi
8 Keuangan, persewaan & jasa perusahaan
9 Jasa-jasa
Produk Domestik Regional Bruto
Penduduk Pertengahan Tahun (Jiwa)
PDRB Per Kapita (Rupiah)
Sumber: Bappeda Klaten, 2013
Tahun 2010
949.998,50
682.814,48
33.251,64
182.982,00
35.554,75
15.395,63
69.776,92
978.879,71
37.084,34
353.549,64
1.399.425,71
144.864,43
191.236,65
718.431,38
%
19,61
14,10
0,87
3,78
0,93
0,32
1,44
20,21
0,77
7,30
28,90
3,00
3,95
14,83
4.843.247,28
1.305.383
3.710.211,70
Jombor yang dianggap sebagai sumberdaya milik bersama, namun saat ini
pemanfaatannya tidak terkendali dan mengakibatkan berbagai permasalahan
lingkungan, termasuk di antaranya menimbulkan kerugian dan mengancam
NAMA,
TAHUN
JUDUL
TUJUAN
METODE
HASIL
Abdillah,
2006
Pengelolaan
Mangrove Berbasis
Masyarakat di
Kabupaten Tanah
Bumbu, Propinsi
Kalimantan Selatan
1. Mengindentifikasi
permasalahan lingkungan
dan pengaruhnya pada
ekosistem mangrove
2. Mengetahui tingkat
partisipasi masyarakat dan
kebijakan pemerintah
dalam pengelolaan
mangrove
3. Mengetahui bentuk konsep
ko-manajemen pengelolaan
mangrove antara
masyarakat dan pemerintah
Survei
Rahandekut,
2008
Konservasi Hutan
Mangrove Berbasis
Masyarakat di
Desa Paso,
Propinsi Maluku
1. Menganalisis tingkat
persepsi masyarakat
terhadap pentingnya
konservasi hutan mangrove
2. Menganalisis partisipasi
masyarakat terkait
konservasi hutan mangrove
3. Menganalisis penerapan
konservasi hutan mangrove
dengan penekanan pada
konsep ko-manajemen
Survei
1. Persepsi masyarakat
terhadap pentingnya
konservasi hutan
mangrove tergolong
tinggi
2. Partisipasi masyarakat
untuk upaya konservasi
hutan mangrove
terkategori sedang
3. Penerapan penerapan
konservasi hutan
mangrove dengan
pendekatan komanajemen tergolong
sedang
Narsuka,
2009
Persepsi dan
Peranserta
Masyarakat Lokal
dalam Pengelolaan
Taman Nasional
Gunung Merapi
(Kasus Desa
Umbulharjo,
Kecamatan
Cangkringan,
Kabupaten
Sleman)
1. Mengetahui tingkat
pengetahuan masyarakat
tentang TNGM dari segi
status penetapan dan
pengelolaannya
2. Mengetahui persepsi
masyarakat tentang TNGM
3. Mengetahui tingkat
partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan TNGM
4. Mengetahui pengaruh
tingkat pendidikan, tingkat
pengetahuan, tingkat
ekonomi serta jarak tempat
tinggal dengan batas
TNGM terhadap persepsi
dan tingkat peran serta
masyarakat dalam
pengelolaan TNGM.
Survei
1. Pengetahuan masyarakat
mengenai status dan
manfaat TNGM
terkategori sedang,
pengetahuan mengenai
kondisi TNGM tinggi,
dan pengetahuan
mengenai pengelolaan
TNGM tinggi
2. Persepsi masyarakat
tergolong sedang, dan
tingkat pengetahuan
berpengaruh positif
terhadap persepsi
masyarakat
3. Peranserta masyarakat
dalam pengelolaan
TNGM tergolong sedang
4. Tingkat pengetahuan dan
jarak tempat tinggal
dengan batas TNGM
berpengaruh positif
terhadap tingkat
peranserta masyarakat
Kaharuddin,
2005
Partisipasi
Masyarakat dalam
Pengelolaan
Pariwisata Alam
Lereng Selatan
Gunungapi Merapi,
Propinsi Daerah
Istimewa
Yogyakarta
1. Mengetahui tingkat
partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan
pariwisata alam
2. Mengetahui perbedaan
partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan
pariwisata alam
berdasarkan faktor sosial
ekonomi
3. Mengetahui faktor yang
berpengaruh terhadap
partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan
pariwisata alam
1. Mengetahui peran
masyarakat dan pemerintah
dalam pengembangan
obyek wisata Rawa Jombor
2. Mengetahui tingkat potensi
yang dimiliki obyek wisata
Rawa Jombor
3. Menemukan arahan
pengembangan obyek
wisata air Rawa Jombor
melalui pendekatan
Community Based
Development
Survei
Prabowo,
2006
Arahan
Pengembangan
Obyek Wisata
Rawa Jombor
Klaten melalui
Pendekatan
Community Based
Development
Indrayani,
2008
Biomassa
Zoobentos,
Kandungan
Nutrien Sedimen
dan Kualitas Air
Berdasarkan
Zonasi di Rawa
Jombor, Kabupaten
Klaten, Jawa
Tengah
1. Mengkaji biomassa
zoobentos berdasarkan
perbedaan zonasi
2. Mengkaji kandungan
nutrien dalam sedimen
berdasarkan zonasi di Rawa
Jombor
3. Mengkaji kualitas perairan
secara umum di Rawa
Jombor
Survei
Noordin,
2013
Pemanfaatan dan
Pelestarian Rawa
Jombor guna
Mendukung
Penghidupan
Berkelanjutan
Masyarakat Desa
Krakitan,
Kecamatan Bayat,
Kabupaten Klaten
1. Mengkaji penghidupan
berkelanjutan masyarakat
sekitar terkait dengan
pemanfaatan rawa
2. Mengkaji persepsi dan
peranserta masyarakat
dalam pelestarian rawa
3. Menyusun arahan
kebijakan pemanfaatan dan
pelestarian rawa
Survei
Survei dan
observasi
1. Tingkat partisipasi
masyarakat dalam
pengelolaan pariwisata
alam tergolong rendah
2. Masyarakat tidak
memiliki akses dalam
perencanaan program dan
pengaturan manfaat
3. Partisipasi masyarakat
dipengaruhi faktor
eksternal, yaitu pola
pengelolaan berjalan
sendiri-sendiri dan ruang
partisipasi kurang
tersedia
1. Peran masyarakat dalam
pengembangan obyek
wisata tergolong self
mobilitation (swadaya),
peran pemerintah minim
2. Tingkat potensi tergolong
tinggi (potensial), dilihat
dari aksesbilitas, sarana
akomodasi dan sarana
dasar
3. Pengembangan diarahkan
pada peningkatan kualitas
SDM dan kualitas
komunitas lokal
1. Biomassa zoobentos
tertinggi adalah zona
eceng gondok, zona
karamba jaring apung,
zona warung apung
2. Kandungan nutrien N
total sedimen tertinggi di
zona KJA, P total
sedimen tertinggi di zona
warung apung dan Corganik sedimen
tertinggi di zona KJA
3. Kualitas air tergolong
baik, dan merupakan
perairan oligotrofik yang
mengarah ke mesotrofik
1. Masyarakat telah
menerapkan kerangka
kerja penghidupan
berkelanjutan dalam
mengatasi berbagai
bentuk kerentanan
2. Persepsi dan peranserta
masyarakat dalam
pelestarian rawa
tergolong tinggi
3. Penataan ulang dan
pembatasan lahan usaha
bagi masyarakat pelaku
usaha menjadi arahan
utama kebijakan
pemanfaatan dan
pelestarian rawa
10
2.
3.
2.
3.