Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Permasalahan
Air merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Air
digunakan untuk dikonsumsi maupun untuk keperluan lain yang menjadi rutinitas
dalam menjalani hidup, namun pada kenyataannya saat ini air bersih sangatlah
sulit ditemukan karena persediaan yang semakin menipis disebabkan sumber air
sudah tercemar. Pencemaran air terjadi karena manusia melakukan aktivitas
produksi dan konsumsi dengan cara yang berlebihan dan sembarangan kemudian
membuang limbah hasil produksi ke dalam saluran air, dari saluran air tercemar
ke parit, kemudian mengalir ke sungai hingga bermuara di laut sebagai
pembuangan terakhir.
Sungai di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung dan
sebagainya, lebih mirip dengan got besar yang airnya berwarna hitam pekat
dengan bau yang sangat menyengat hidung. Bau ditimbulkan oleh pencemaran air
yang sudah sangat berat. Saat ini air jernih pada perairan darat maupun laut di
kota-kota besar Indonesia mustahil untuk ditemukan (Khiatuddin, 2003: 1).
Air sangat esensial dalam kelangsungan kehidupan. Kebutuhan air tidak saja
menyangkut kuantitas namun juga kualitas. Jumlah air yang tersedia dalam suatu
daerah sangat berhubungan dengan iklim terutama curah hujan (Soemarwoto,
2001: 34). Kelestarian kuantitas dan kualitas air bergantung pada keadaan

masyarakat dan manusia penghuni daerah tersebut. Kegiatan manusia memiliki


pengaruh besar apakah air tersebut lestari tetap jernih dan bersih, atau malah
menjadi tercemar dan merusak sebagian komponen kehidupan yang ada di
dalamnya.
Lingkungan hidup berada dalam posisi terancam jika melihat suasana keadaan
sekarang dan masa depan. Ancaman lingkungan dapat berupa krisis pangan, krisis
ketenagaan (khususnya pada manusia) dan krisis mineral sebagai bahan pokok
manusia dalam bertahan hidup. Ancaman tersebut dikarenakan akibat timbal balik
perlakuan manusia terhadap sumber daya alam yang tersedia. Jumlah penduduk
semakin bertambah dan penggunaan teknologi yang berlebihan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari mengakibatkan lingkungan semakin di ambang kerusakan.
Persoalan kerusakan lingkungan memunculkan kekhawatiran berkurangnya unsurunsur energi dan mineral yang ada di dalam lingkungan sehingga mengancam
kesejahteraan dan kelangsungan hidup manusia (Zen, 1979: 69).
Salah satu dampak serius yang perlu diinsyafi adalah akibat-akibat negatif dari
kerusakan lingkungan yang berakibat fatal bagi kehidupan manusia, bahkan nasib
bagi seluruh umat manusia. Masalah fatal menyangkut pada perihal keadilan.
Kondisi hidup manusia sangatlah terbatas sehingga manusia hanya mampu
bertahan dengan keadaan lingkungan tertentu. Merusak atau bahkan merampas
dan menghancurkan keseimbangan lingkungan sama

dengan merampas

persyaratan yang perlu bagi manusia untuk mendapati kehidupan yang layak
(Carm, 1989: 29). Pengrusakan lingkungan hidup merupakan ketidakadilan dari
perlakuan

manusia.

Kerusakan

lingkungan

terjadi

karena

faktor

ketidakmungkinan manusia dalam pengontrolan dan pengendalian atas akibatakibat dari tindakan pengrusakan lingkungan hidup, sehingga manusia menjadi
korban dari kerusakan lingkungan itu sendiri.
Berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi pada dewasa ini baik dalam
lingkup global maupun lingkup nasional, tidak dapat disangkal bahwa sebagian
besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan pengrusakan
lingkungan seperti laut, hutan, atsmosfer, tanah dan juga air merupakan hasil dari
perlakuan manusia yang tidak bertanggungjawab, tidak peduli dan hanya
mengedepankan

kepentingan

pribadi.

Akibat-akibat

yang

ditimbulkan

memperlihatkan bahwa manusia merupakan penyebab utama dari kerusakan dan


pencemaran lingkungan (Keraf, 2010: 3).
Pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya menggalakkan dan melaksanakan
program pembangunan penyediaan sumber air bersih pada dewasa ini. Perihal
pembangunan tersebut dikenal dengan istilah samijaga (sarana air minum dan
jamban keluarga), namun belum seluruh lapisan masyarakat terjangkau dan
memanfaatkan fasilitas ini. Kelompok masyarakat yang sulit mendapatkan
fasilitas air bersih ditambah kurangnya pengetahuan mengenai air bersih,
pemanfaatan air tercemar akan sangat beresiko dan berbahaya bagi kelangsungan
hidup. Pemanfaatan air tercemar berbahaya karena air merupakan media yang
sangat baik dalam perkembangan dan pertumbuhan penyakit yang biasa dikenal
dengan istilah water borne deseae (Soerjani, 1987: 68).

Masalah pencemaran air dapat diatasi dengan mencegah masuknya bahan


pencemar ke dalam saluran pembuangan air, dengan kata lain adanya pengolahan
terlebih dahulu terhadap limbah-limbah yang akan dibuang. Biasanya limbah cair
dari industri atau rumah tangga diolah terlebih dahulu pada fasilitas pembersih air
sebelum dibuang ke saluran pembuangan atau sungai. Pengolahan air dapat
dilakukan dengan memakai teknologi sederhana maupun teknologi canggih.
Bahan pencemar dipisahkan dari air melalui proses fisika, kimia dan biologi
sehingga air yang keluar dari fasilitas relatif lebih bersih dibandingkan dengan air
limbah yang keluar langsung dari sumbernya (Khiatuddin, 2003: 3).
Fasilitas pembersih air tercemar belum menjadi prioritas di Indonesia karena
masih banyak fasilitas lain yang lebih penting seperti transportasi dan energi yang
belum dapat dirasakan pemerataannya pada segenap warga dan masyarakat.
Kelestarian air di Indonesia memerlukan jalan lain dengan mencari dan
menghadirkan teknologi yang murah namun efektif untuk menghilangkan bahan
pecemar dari air limbah. Salah satu teknologi yang mungkin dihadirkan adalah
teknologi lingkungan yang memberdayakan alam agar selalu berada dalam
keseimbangan. Teknologi yang tentunya sangat dekat dengan kehidupan alam
Indonesia sebagai negara yang subur dan kaya dengan alam. Prinsip pengerjaan
teknologi lingkungan tersebut mirip dengan siklus alami pada rawa-rawa yang
tersebar di sebagian besar wilayah Indnoesia. Teknologi ini juga sering disebut
dengan istilah teknik rawa buatan. Teknik rawa buatan merupakan salah satu
teknik ampuh dalam membersihkan limbah (Khiatuddin, 2003: 4).

Hadirnya teknik rawa buatan dengan tujuan pengolahan limbah air tercemar
merupakan salah satu langkah konkret manusia dalam melanjutkan dan
melestarikan air bersih. Teknik rawa buatan menjadi model pelestarian baru harus
mendapat pengkajian-pengkajian yang mengantarkan pada hubungan baik
manusia dengan lingkungannya dan pada akhirnya menekan perilaku manusia atas
kerusakan alam. Manusia bertanggungjawab atas pencemaran yang terjadi dengan
menghadirkan solusi serta perbaikan. Solusi menuntut hadirnya sikap etis manusia
terhadap alam dan kelestarian lingkungan yang diharapkan membangun kesadaran
etis lingkungan dalam diri manusia.
Harapannya penelitian ini mampu memaparkan keunggulan teknik rawa
buatan sebagai model yang cocok untuk dikembangkan dalam pelestarian
lingkungan hidup, terutama pada kasus pencemaran air. Pelestarian dan
tanggungjawab atas tindakan dalam pengelolaan lingkungan diharapkan dapat
memunculkan sikap etis manusia terhadap alam. Korelasi sejumlah term-term
sebelumnya menghasilkan sebuah penelitian teknik rawa buatan disandingkan
dengan etika lingkungan yang menjadi salah satu acuan dalam pembangunan
Indonesia ke depannya mengenai perencanaan berkelanjutan pelestarian sumber
daya air.

2. Rumusan masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apa yang dimaksud dengan rawa buatan?

b. Apa pokok pemikiran etika lingkungan ekosentrisme?


c. Bagaimana etika lingkungan ekosentrisme memandang rawa buatan?
d. Bagaimana relevansi pemikiran etika lingkungan ekosentrisme terhadap
upaya berkelanjutan pelestarian sumber daya air?

3. Keaslian penelitian
Sejauh yang diketahui dan sejauh penelusuran, penulis belum menemukan
adanya penelitian yang membahas mengenai pelestarian sumber daya air dengan
teknik rawa buatan dalam perspektif etika lingkungan ekosentrisme, tetapi
setidaknya terdapat beberapa penelitian yang mirip, baik objek material maupun
objek formal, antara lain:
a. Eko Cahyo Sukarno tahun 2005 dengan judul Peran Etika Lingkungan
dalam Pengelolaan Kawasan Gunung Lawu, skripsi Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini secara garis besar membahas
mengenai pentingnya peranan etika lingkungan dalam tindakan manusia
pada pengelolaan lingkungan, terutama lingkungan kawasan gunung
Lawu.
b. Aditya Bayu Aji tahun 2009 dengan judul Pengaruh Gaya Hidup
Konsumtif terhadap Lingkungan Menurut Etika Ekosentrisme, skripsi
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas
mengenai dampak dan perlakuan manusia terhadap lingkungan dalam
persoalan gaya hidup. Gaya hidup seseorang yang konsumtif dapat

mempengaruhi perlakuannya terhadap lingkungan yang dicurigai dapat


mengganggu kelestarian.
c. Ari Ulandari, dkk. tahun 2010 dengan judul Pengelolaan Limbah Cair
Rumah Tangga dengan Teknik Kombinasi Biofilter Fihoremediasi
Teknologi Rawa Buatan di Daerah Babakan Raya, Program Kreativitas
Mahasiswa

Pengabdian

Masyarakat

Institut

Teknologi

Bandung.

Penelitian ini merupakan penerapan dari teknik rawa buatan dalam


pengelolaan limbah cair rumah tangga. Penelitian dilakukan di daerah
Babakan Raya Jawa Barat.
d. Ahamad Muqorrobin, dkk. tahun 2011 dengan judul Penerapan Sistem
Taman Rawa sebagai Alternatif Pengelolaan Limbah Cair Rumah
Tangga, Program Kreativitas Mahasiswa Artikel Ilmiah Institut Pertanian
Bogor. Penelitian ini menjelaskan penerapan teknologi konservasi air yang
menyerupai rawa. Teknologi lingkungan ini dikenal dengan istilah rawa
buatan.
e. Arif Wibowo tahun 2011 dengan judul Kebijakan Pembangunan Potensi
Lokal Desa Donokerto ditinjau dari Etika Lingkungan Ekosentrisme,
skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas
tindakan pemerintah dalam mengambil kebijakan potensi lokal sesuai
dengan aturan yang dibangun oleh etika lingkungan ekosentrisme.
Ekosentrisme berperan sebagai penilai dari kebijakan dan perlakuan
manusia yang diambil atas potensi lokal desa tersebut.

f. John Frando Tobing tahun 2011 dengan judul Dampak Pemakaian Air
Tanah ditinjau dari Segi Etika Lingkungan (Studi Kasus di Kota
Yogyakarta), skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi
ini membahas tentang pandangan etika lingkungan pada dampak yang
ditimbulkan atas pemakaian air tanah. Etika lingkungan berperan dalam
menyadarkan manusia tentang pentingnya kelestarian dan konservasi air
tanah yang harus dipertahankan.
g. Agha Bukhari tahun 2012 dengan judul Konservasi Hutan Suku Baduy di
Banten dalam Perspektif Etika Lingkungan Ekosentrisme, skripsi Fakultas
Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas penerapan etika
lingkungan dalam masyarakat Baduy. Etika lingkungan yang ada pada
masyarakat Baduy menyebabkan kawasan hutan tetap lestari dan terjaga.
h. Agus Fita Yudyanto tahun 2012 dengan judul Tanggungjawab Sosial
(Corporate Social Responsibility) PT. Sri Rejeki Isman Tekstil terhadap
Lingkungan Sekitar dari Perspektif Ekosentrisme, skripsi Fakultas Filsafat
Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas pertanggungjawaban
perusahaan tekstil atas lingkungan sekitar sebagai dampak dari produksi.
Tanggungjawab sosial PT Sri Rejeki mengambil tindakan tersebut
didasarkan etika lingkungan ekosentrisme.
i.

Nirmala Ekawati tahun 2009 dengan judul Deep Ecology sebagai Dasar
Mengatasi Permasalahan Illegal Loging di Indonesia, skripsi Fakultas
Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas masalah
penuntasan atau upaya untuk mengatasi persoalan illegal loging yang

terjadi di Indonesia dengan menjadikan Deep Ecology sebagai dasar


penyelesaian atas persoalan tersebut.
j.

Yan Warisma Tri Wulansari tahun 2009 dengan judul Sampah Plastik
sebagai Masalah Lingkungan Hidup ditinjau dari Konsep Deep Ecology
Arne Naess, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini
membahas mengenai masalah lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh
sampah plastik kemudian dianalisis dengan pandangan Deep Ecology Arne
Naess.

k. Estin Dewi Damayanti tahun 2010 dengan judul Peran Masyarakat dalam
Pengelolaan Lingkungan Pesisir ditinjau dari Deep Ecology Arne Naess,
skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas
penerapan konsep Deep Ecology Arne Naess dalam peran masyarakat
sebagai pengelola lingkungan hidup. Penelitian dikhususkan pada daerah
lingkungan pesisir.
l.

Siska Widiyanastri tahun 2010 dengan judul Pembuangan Sampah Rumah


Tangga ke Sungai Celeng Imogiri ditinjau dari Konsep Etika Lingkungan
Deep Ecology Arne Naess, skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah
Mada. Skripsi ini membahas mengenai kelestarian sungai ditinjau dari
Deep Ecology Arne Naess. Penelitian dilakukan di sungai Celeng Imogiri.

Penelitian difokuskan pada teknik rawa buatan dalam ranah kajian etika
lingkungan ekosentrisme, maka penulis berani menyatakan bahwa penelitian ini
benar-benar orisinal dan dapat dipertanggungjawabkan.

10

4. Manfaat penelitian
a. Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian diharapkan memberikan kontribusi posistif dalam perihal
pelestarian lingkungan terutama kelestarian sumber daya air. Kontribusi
positif diupayakan mampu menarik berbagai disiplin ilmu lain untuk
mengkaji lebih lanjut mengenai pelestarian sumber daya air dengan rawa
buatan sehingga menambah khasanah pengetahuan di bidang pelestarian
sumber daya air.
b. Bagi filsafat
Penelitian diharapkan menjadi sumbangan pemikiran terhadap pengelolaan
lingkungan khususnya sumber daya air dengan menjadikan etika
lingkungan

ekosentrisme

menjadi

landasan

atau

dasar

untuk

pelaksanaannya.

c. Bagi bangsa Indonesia


Penelitian diharapkan berguna bagi bangsa Indonesia dalam pengkajian
kelestarian alam dan lingkungan, khususnya pada sumber daya air bersih,
serta sebagai salah satu acuan bagi pengambil keputusan dalam
perencanaan berkelanjutan pelestarian sumber daya air.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Merumuskan secara deskriptif mengenai rawa buatan.

11

2. Merumuskan secara deskriptif pokok pemikiran etika lingkungan


ekosentrisme.
3. Merumuskan secara analitis pandangan tentang rawa buatan menurut etika
lingkungan ekosentrisme.
4. Menganalisis relevansi pemikiran etika lingkungan ekosentrisme terhadap
upaya berkelanjutan pelestarian sumber daya air.

C. Tinjauan Pustaka
Pencemaran air paling biasa ditemukan adalah pengikisan partikel lumpur
yang menyebabkan warna air menjadi keruh atau cokelat. Pencemaran merupakan
hal utama pada pencemaran air disamping pengikisan lumpur. Pencemaran
dihasilkan oleh limbah rumah tangga dan limbah domestik yang menyebabkan air
menjadi tidak jernih dan berbau busuk (Soemarwoto, 2001: 40). Persoalan air
bersih harus mendapat perhatian dengan menghadirkan teknik khusus dalam
konservasinya. Teknik yang paling tepat untuk diterapkan adalah teknik
lingkungan yaitu rawa buatan.
Mitsch dan Gosselink dalam bukunya Khiatuddin (2003: 49) menjelaskan
bahwa rawa mempunyai fungsi hidrologis sebagai kawasan penyangga untuk
menampung air dalam jumlah besar yang berasal dari curahan hujan lebat agar air
tidak langsung membanjiri daratan yang lebih rendah di hilir rawa. Rawa
meredam besarnya air yang keluar ketika curah hujan tinggi, namun pada musim

12

kemarau rawa melepas sedikit demi sedikit cadangan air yang dikandungnya.
Rawa berfungsi untuk mengurangi besarnya fluktuasi perarian.
Rawa berfungsi sebagai pelindung lingkungan secara fisik, baik lingkungan
darat maupun lingkungan air. Lingkungan darat dilindungi oleh rawa dari
gempuran gelombang air yang dapat menyebabkan erosi tanah di laut, danau atau
sungai. Tumbuhan yang hidup rapat di rawa seperti bakau, nipah dan tumbuhan
akuatik lainnya meredam kekuatan gelombang air yang menuju ke daratan.
Lingkungan perairan dilindungi oleh rawa melalui proses penyaringan air
tercemar yang singgah di kawasan rawa sebelum memasuki perairan selanjutnya
(Kodoatie, 2010: 186).
Rawa buatan adalah suatu sistem yang dirancang dan dibangun menyerupai
rawa alami dalam keperluan pengolahan air tercemar. Air tercemar masuk ke
dalam rawa kemudian mengalami beberapa proses yang ada pada fasilitas rawa.
Proses pengolahan air tercemar pada rawa merupakan suatu proses alamiah yang
melibatkan tumbuhan air, sedimen, dan mikroorganisme serta menjadikan
matahari sebagai sumber energi (Vymazal, 2008: 46).
Rawa buatan memiliki proses-proses yang meliputi proses fisik, fisika-kimia
dan biokimia. Proses-proses fisik terdiri dari sedimentasi dan filtrasi padatan
tersuspensi oleh sedimen tumbuhan air, serta pemanasan dan volatilisasi. Proses
fisika-kimia terdiri dari proses penyerapan bahan pencemar oleh tumbuhan air,
sedimen dan substrat organik. Proses biokimia terdiri dari proses penguraian zat

13

tercemar oleh bakteri yang menempel pada permukaan substrat atau sedimen
perakaran tumbuhan dan bahan organik (Novonty, 1994: 112).
Rawa buatan didesain di atas sebidang tanah dengan membuat pematang,
tanggul dan kolam. Pematang, tanggul dan kolam dibuat dengan tujuan agar
limbah melewati sebagian besar permukaan substrat yang ditanami tumbuhan
akuatik dan semi-akuatik yang bernilai ekonomis seperti sayur dan buah. Selain
itu penebaran benih ikan serta penanaman tanaman keras juga diusahakan dalam
rawa buatan, sehingga rawa buatan memiliki nilai fungsi dan ekonomis yang lebih
tinggi (Khiatuddin, 2003: 71). Nilai fungsi dan ekonomis lebih terlihat pada
pemanfaatan tanaman konvensional dalam pembuatan rawa buatan seperti bambu,
sagu, tanaman bakau dan nipah.
Rawa buatan secara umum digolongkan dalam dua bentuk yaitu aliran
horizontal dan aliran vertikal. Sistem aliran horizontal air memasuki rawa dari
satu titik, mengalir dalam rawa buatan dan kemudian juga keluar dalam satu titik
di ujung rawa, sedangkan pada rawa buatan aliran vertikal air merembes atau
mengalir secara vertikal baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas dalam
melewati sistem rawa (Khiatuddin, 2003: 72).

D. Landasan Teori
Etika menuntut manusia dalam mengambil sikap terhadap norma yang berlaku
terlepas dari norma tradisi maupun yang lain. Etika membantu manusia menjadi
makhluk yang otonom. Otonomi manusia tercapai pada kebebasan untuk

14

mengakui norma yang diyakini sebagai kewajibannya (Zubair, 1990, 10). Etika
kurang lebih merupakan ajaran moral, karena etika tidak memiliki wewenang
dalam menetapkan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan
sejauh dalam koridor tanggungjawab atas konsekuensi dari tindakan tersebut
(Magniz-Suseno, 1988: 14).
Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan segala benda, daya dan
keadaan serta makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang
berpengaruh terhadap kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan makhluk
secara umum (Sugandhy, 2009: 1). Lingkungan hidup seringkali dikategorikan
dalam lingkungan organik dan anorganik. Lingkungan organik atau dikenal
dengan istilah biotis merupakan semua makhluk hidup yang ada di sekitar
manusia, sementara lingkungan anorganik atau abiotis merupakan segala sesuatu
di sekitar manusia yang berbentuk benda mati (Borrong, 2000: 18-19).
Etika lingkungan merupakan salah satu disiplin filsafat yang berbicara
mengenai hubungan antara moral manusia dengan lingkungan. Fokus dari etika
lingkungan adalah bagaimana perilaku manusia yang semestinya terhadap
lingkungan, maka etika lingkungan dapat dikatakan sebagai ilmu yang berbicara
mengenai norma dan kaedah moral yang mengatur perilaku manusia dalam
berhubungan dengan alam serta nilai dan prinsip yang menjiwainya. Etika
lingkungan dapat difahami sebagai refleksi kritis atas norma-norma dan prinsip
atau nilai moral yang diterapkan dalam lingkungan atau komunitas ekologis,
dengan demikian etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku
manusia terhadap alam, namun etika lingkungan juga berbicara mengenai relasi

15

antara kehidupan di alam semesta, yaitu hubungan sesama manusia yang


mempunyai dampak pada alam dan hubungan manusia dengan alam secara
keseluruhan (Keraf, 2010: 26-27).
Ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis baik
makhluk hidup maupun benda mati. Secara ekologis makhluk hidup dan benda
abiotis (benda mati) saling terkait satu sama lain, maka kewajiban dan
tanggungjawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup (Keraf, 2010: 75).
Beberapa prinsip moral yang dianut ekosentrisme dalam komunitas ekologis
adalah (1)bioshperic egalitarianism in-principle yaitu pengakuan kesamaan antara
ekologis terkait, (2)prinsip non-antroposentrisme yaitu manusia tidak dilihat
sebagai tuan atau penguasa, tetapi manusia merupakan ciptaan Tuhan, (3)prinsip
relasi diri (self-realization) yaitu pemenuhan dan perwujudan semua kemampuan
dalam ekologis, (4)pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman
kompleksitas dalam suatu hubungan simbiosis, dan (5)perlunya perubahan dalam
politik menuju ecopolitics (Keraf, 2010: 91-95).

E. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif yang mengambil objek material masalahmasalah aktual dari fenomena kehidupan masyarakat yang semakin kompleks.
Banyak masalah-masalah yang tidak terpecahkan hanya melalui penelitian yang
sifatnya positivistik dan kuantitatif (Kaelan, 2005: 292). Masalah aktual pada
penelitian ini adalah bahasan mengenai pandangan etika lingkungan ekosentrisme
terhadap teknik rawa buatan dalam pelestarian sumber daya air.

16

1. Bahan dan materi penelitian


a. Sumber pustaka primer berupa:
1)

Buku Melestarikan Sumber Daya Air dengan Teknologi Rawa


Buatan tahun 2003 karya Maulida Khiatuddin.

2)

Buku Aspek dan Teknis Pertanian dalam Hubungannya dengan


Pengembangan Daerah Rawa tahun 1977 karya D. mulyadi.

3)

Buku Water Quality, Prevention, Indentification and Management of


Diffuse Pollution tahun 1994 karya Novonty V., dan Olem H.

4)

Buku Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air tahun 2002 karya
Suripin.

5)

Buku Konservasi Tanah dan Air tahun 1996 karya Naik Sinukaban.

b. Sumber pustaka sekunder berupa:


1)

Buku Etika Lingkungan Hidup tahun 2010 karya A. Sony Keraf.

2)

Buku Etika Lingkungan Hidup tahun 1989 karya P. Go O. Carm.

3)

Buku Etika Lingkungan Global tahun 2010 karya Saut Passaribu dan
Attfield Robin.

4)

Buku Pengantar Etika Lingkungan dan Kearifan Lokal tahun 2012


karya Moh Aris Marfai.

2. Jalan penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan.
a. Inventarisasi dan kategorisasi, yaitu pengumpulan data kepustakaan
sebanyak mungkin dan penunjang lainnya yang berhubungan dengan

17

objek material maupun objek formal penelitian. Studi pustaka dilakukan


dalam upaya memperoleh gambaran lengkap mengenai rawa buatan yaitu
dari segi bahan atau material yang digunakan, proses kelangsungan
program dan pengaplikasian program sehingga menghasilkan air limbah
yang bersih, serta dengan menyoroti perlakuan manusia terhadap alam
sebagai kesadaran etis manusia dalam mengelola dan melestarikan
lingkungan.
b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data primer dan data sekunder.
c. Analisis sintesis, yaitu menganalisis data primer dan data sekunder,
kemudian mengeksekusi atau mengeliminasi data yang tidak perlu, dan
mengisentesiskan sesuai dengan gagasan dalam upaya memperkuat
penelitian.
d. Evaluasi kritis, yaitu melakukan pengecekan. Pengecekan dilakukan
setelah melalui beberapa tahap analisis sintesis, sehingga menghasilkan
pemaparan hasil penelitian yang kritis secara berimbang dan objektif.

3. Analisis hasil
Analisis hasil penelitian ini mengacu pada buku Metodologi Penelitian
Kualitatif Bidang Filsafat karangan Kaelan (2005: 296-299) yang menggunakan
unsur-unsur metodis sebagai berikut:

18

a. Deskriptif
Menguraikan hasil pemahaman secara sistematis mengenai rawa buatan
dalam pelestarian sumber daya air dan etika lingkungan ekosentrisme agar
diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang topik penelitian.
b. Verstehen
Data yang diperoleh dalam penelitian dikumpulkan dan dipahami
berdasarkan karakteristik masing-masing. Penulis berusaha memahami bagian
atau unsur makna yang diperoleh dalam penelitian yang berhubungan dengan
pengolahan data tentang rawa buatan dalam pelestarian sumber daya air.
c. Interpretasi
Interpretasi digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan lebih
mendalam berdasarkan data yang diperoleh mengenai rawa buatan, bahan
dalam pembuatan rawa buatan, proses pelaksanaan rawa buatan serta peranan
manusia sebagai subjek dalam pemanfaatan rawa buatan, selanjutnya
dianalisis menggunakan perspektif etika lingkungan ekosentrisme.
d. Hermeneutika
Penulis mencoba menangkap makna esensial sesuai dengan konteksnya,
dilakukan dengan penafsiran terhadap data rawa buatan dalam pelestarian
sumber daya air, sehingga esensi makna dapat ditangkap dan dipahami sesuai
dengan konteks waktu sekarang.

19

e. Induktif
Penulis mencoba melakukan penyimpulan berdasarkan data yang
diperoleh, sehingga didapatkan suatu konstruksi teoritis untuk menemukan
suatu kejelasan konstruksi logis.
f. Heuristik
Penulis merumuskan suatu solusi dari permasalahan yang terjadi pada
pelestarian sumber daya air melalui hasil analisis yang telah dilakukan. Solusi
yang dirumuskan diharapkan mampu membuka pemikiran-pemikiran yang
baru dalam menyikapi suatu permasalahan pada kehidupan masyarakat.

F. Hasil yang Dicapai


Hasil yang dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Deskripsi mengenai rawa buatan dalam pelestraian sumber daya air.
2. Deskripsi mengenai etika lingkungan ekosentrisme.
3. Analisis mengenai pandangan etika lingkungan ekosentrisme pada rawa
buatan dalam pelestarian sumber daya air.
4. Analisis mengenai relevansi etika lingkungan ekosentrisme dalam
pelestarian sumber daya air pada perencanaan berkelanjutan.

G. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

20

BAB I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan
pustaka, landasan teori, metode penelitian dan hasil yang dicapai.
BAB II berisi pengenalan tentang rawa buatan. Sebelumya akan dibahas terlebih
dahulu mengenai sistem kerja rawa dan keunggulan yang dimiliki dalam sistem
lingkungan rawa, rawa buatan, material atau bahan dalam pembuatan serta
pelaksanaan dan prosesi rawa buatan.
BAB III berisi uraian mengenai pokok pemikiran etika lingkungan terutama
aliran ekosentrisme. Bab ini akan membahas pengertian etika lingkungan,
perbedaan ekosistem, ekologi dan lingkungan, aliran etika lingkungan dan prinsipprinsip etika lingkungan.
BAB IV berisi pandangan etika lingkungan ekosentrisme dalam menilai rawa
buatan sebagai suatu upaya pelestarian sumber daya air, namun pada bab ini
terlebih dahulu dibahas kesesuaian materi atau bahan dan proses pelaksanaan
rawa buatan dengan prinsip etika lingkungan, kemudian dianalisis berdasarkan
pandangan aliran ekosentrisme, setelah dianalisis barulah didapatkan pandangan
serta acuan pengambilan keputusan dalam upaya berkelanjutan pelestarian sumber
daya air dengan rawa buatan.
BAB V berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai