PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit serebrovaskular (CVD) atau stroke yang menyerang kelompok usia di atas 40
tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem pembuluh darah otak.
Proses ini dapat berupa penyumbatan lumen pembuluh darah oleh trombosis atau emboli,
pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
perubahan viskositas maupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh darah otak
serta komponen lainnya dapat bersifat primer karena kelainan kongenital maupun degeneratif,
atau sekunder akibat proses lain, seperti peradangan, aterioskelorosis, hipertensi dan diabetes
mellitus.Karena itu penyebab stroke sangat kompleks.
Proses primer yang terjadi mungkin tidak menimbulkan gejala (silent) dan akan muncul
secara klinis jika aliran darah ke otak (CBF= cerebral blood flow) turun sampai ketingkat
melampaui batas toleransi jaringan otak, yang disebut ambang aktivitas fungsi otak (threshold of
brain functional activity). (1)
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh tipe
stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan
pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih
tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.
Perdarahan intraserebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 18% dari
stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru menemukan
bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan
bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas pemeriksaan
seperti ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen antiplatelet dan
warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi
arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok, hiperlipoproteinemia,
peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat meningkatkan resiko terjadinya
1
stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak baik, dan status sosial dan ekonomi
yang rendah.
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada pengenalan dari
sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya, diagnosis tidak akan pernah
pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab kesalahan diagnosis paling banyak. Bila data
tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan dengan memperpanjang
periode observasi selama beberapa hari atau minggu.
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan
penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.
Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi
kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat pertama
kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin terpenting dalam
penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan kritis harus segera
dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi laboratorium lebih lanjut, dan
saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga.(2,3)
BAB II
2
LAPORAN KASUS
2.1
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status Pernikahan
Pendidikan
Alamat
Tanggal Masuk
Nomor CM
Ny. Nuritah
47 tahun
Perempuan
Menikah
SD
Jl. Mbah Buka PS 05/01 Tegal
30-04-2015
II.
SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 2 jam SMRS.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD RSAL dengan penurunan kesadaran sejak tadi pagi SMRS,
awalnya menurut keterangan keluarga pasien bicara mengacau tidak jelas dan tiba-tiba
pasien kejang dan keluar darah dari mulut ketika pasien sedang menumbuk nasi. Pasien
juga mengeluh terdapat rasa kebas dan kesemutan pada tangan dan kaki. Sebelumnya
pasien sering mengeluh pusing dan sakit kepala. Ada keluhan demam, keluhan mual dan
muntah disangkal. 15 tahun yang lalu pasien pernah dirawat dirumah dirumah sakit
karna penurunan kesadaran secara tiba-tiba, namun tidak ada kejang, bicara pelo
disangkal, anggota gerak sulit digerakan disangkal, mual dan muntah disangkal.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
disangkal.
Riwayat hipertensi, DM, Stroke disangkal
Pasien tidak bekerja.
Pribadi
3
III. OBJEKTIF
1. Status Pasien
- Kesadaran
- Tekanan darah
- Nadi
- Pernafasan
- Suhu
- Kepala
- Leher
: GCS E3V4M5
: 200/110
: 98x/Menit
: 22x/Menit
: 37.90 C
: Normo cephali
Thoraks
Jantung
Paru-paru
Abdomen
2. Status Psikikus
- Cara berpikir
- Perasaan hati
- Tingkah laku
- Ingatan
- Kecerdasan
: Baik
: Baik
: Baik
: sedikit lama untuk mengingat
: Baik
3. Status Neurologis
A. Tanda rangsal meningeal
- Kaku kuduk
- Brudzinski I
- Brudzinski II
- Laseque
- Kernig
B. Kepala
- Bentuk
- Nyeri tekan
- Pulsasi
- Simetri
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Norma cephalic
: Negatif
C. Leher
: Tidak ada
4
Sikap
Pergerakan
D. Afasia motorik
-
Afasia sensorik
Disartria
: Simetris
: Tegak / lurus
: Mobile / tidak ada hambatan
: Negatif
: Positif
E. Nervi kranialis
KANAN
KIRI
N.I (Olfactorius)
-
Subjektif
Dengan beban
: Kesan normal
: Kesan normal
: Kesan normal
: Kesan normal
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
N.II (Optikus)
-
Tajam penglihatan
Lapang penglihatan
Melihat warna
Fundus Okulie
N.III (Okulomotorius)
-
Sela mata
Pergerakan bulbus
Strabismus
Nistagmus
Eksoftahalmus
Pupil
Besarnya
Bentuknya
Reflex cahaya
Reflex cahaya konsensual
Reflex konvergensi
Melihat kembar
N.IV (Trokhlearis)
-
Pergerakan mata
(kebawah-kedalam)
3mm
Bulat / regular
Positif
Positif
:
5
Sikap bulbus
Melihat kembar
: Tidak ada
Tidak ada
N.V (Trigeminus)
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
Reflex kornea
Sensibilitas muka
dapat
dilakukan
pasien
:
N.VI (Abducen)
Tidak
Tidak
dapat
Pergerakan
lateral)
Sikap bulbus
Melihat kembar
mata
pasien
:
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Bisul
Perasaan lidah (2/3 depan)
Hiperakusis
Tidak
dapat
dilakukan
pasien
: Positif
pasien
: Positif
: Tidak ada kelainan
:+
lateralisasi kanan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
N.VIII (Vestibulokokhlearis)
-
Detik arloji
Suara berbisik
Tes Swabach
Tes Rinne
Tes Weber
Perasaan
lidah
:
Positif
N.IX (Glossefaringeus)
-
dilakukan
(ke
N.VII (Facialis)
dapat
dilakukan pasien
pasien
Tidak
(1/3
: Positif
: Positif
: Melemah
: Tidak Dilakukan
: Tidak Dilakukan
: Tidak Dilakukan
6
belakang)
Sensibilitas faring
N.X (Vagus)
-
Arcus faring
Berbicara
Menelan
Nadi
Reflex okulokardiak
: Tidak Dilakukan
: Tidak Dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
N.XI (Accecorisus)
-
: Tidak Dilakukan
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
:
N.XII (Hipoglossus)
-
Pergerakan lidah
Tremor lidah
Artikulasi
:
: Simetris
: Simeteris
: sulit dinilai
: 98 x/menit, regular
: sulit dinilai
vertebralis
Sensibilitas
Takil
Nyeri
Suhu
Diskriminasi titik
:: Tidak dilakukan
: sulit dinilai
: Tidak ada
: sullit dinilai
: Pelo
: Tidak ada
: Pelo
Ulna
-
: abdomino-thoracal
Reflex patologis
Horman Tromner
Sensibilitas
Takil
Suhu
Nyeri
Diskriminasi 2 titik
- Sensibilitas
Takil
Suhu
Nyeri
Diskriminasi 2 titik
G.
Koordinasi,
keseimbangan
gait
: Simetris
: abdomino-thoracal
: Simetris
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Positif
: Positif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Positif
: Positif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Negatif
: Negatif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Positif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Menurun
: Tidak dilakukan
dan
: Tidak ada hambatan
8
Cara berjalan
Tes Rombers
Disdiadokinesis
Ataksia
Rebound phenomenoa
Dismetri
H. Gerak abnormal
-
Tremor
Athetose
Mioklonik
Chorea
I. Alat vegetativ
-
Miksi
Defekasi
Reflex anal
Reflex kramaster
Reflex bulbokavernosus
J. Laseque
-
Patrick
Kontra Patrick
:2
: Tidak ada
:4
: Ada
: Tidak ada
: Ada
: Positif
: Positif
: Positif
: Positif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Negatif
: Negatif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Negatif
: Negatif
: tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
9
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Tidak dilakukan
: Negatif
: Tidak dilakukan
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
: Negatif
10
11
2.2.2
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Leukosit
15.900
ribu/ul
5.000 10.000
Eritosit
4.91
juta/ul
4.6 6.7
Hemoglobin
11.9
gldL
14 16
Hematokrit
38
47 48
Trombosit
411.000
ribu/ul
150.000 450.000
198
mg/dL
200
Trioliserida
136
mg/dL
60 - 170
Cholesterol total
260
mg/dL
- 200
Cholesterol HDL
67
mg/dL
40 60
Cholesterol LDL
166
mg/dL
130
Masa Pendaran / BT
2.30
menit
1-3
5-15
Masa pembekuan
11.00
menit
AST (SGOT)
21
U/l
ALT (SGPT)
38
U/l
Ureum
47
mg/dL
Kreatinin
-0,9
mg/dL
Asam Urat
-7.0
mg/dL
Darah lengkap
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Glukosa Darah Sewaktu
Lemak
Hemostasis
Fungsi Hati
Fungsi Ginjal
35
55
17 43
0.7 1.3
3.5 7.2
134-146
3.4-4.5
96-108
Elektrolit
Natrium
137
Kalium
5.17
mmol/L
12
Chlorida
97
mmol/L
mmol/L
2.3 Resume
Pasien datang ke UGD RSAL dengan penurunan kesadaran sejak tadi pagi SMRS,
awalnya menurut keterangan keluarga pasien bicara mengacau tidak jelas dan tiba-tiba pasien
kejang dan keluar darah dari mulut ketika pasien sedang menumbuk nasi. Sebelumnya pasien
sering mengeluh pusing dan sakit kepala. Ada keluhan demam, keluhan mual dan muntah
disangkal. 15 tahun yang lalu pasien pernah dirawat dirumah dirumah sakit karna penurunan
kesadaran secara tiba-tiba, namun tidak ada kejang, bicara pelo disangkal, anggota gerak sulit
digerakan disangkal, mual dan muntah disangkal. Pasien mengaku mempunyai riwayat darah
tinggi tetapi tidak mengkonsumsi obat darah tinggi. Penyakit DM dan penyakit stroke
sebelumnya disangkal.
Refleks fisiolois positif, refleks patologis negatif. Bicara pelo, dapat mengerutkan dahi
kedua sisi,pada pemeriksaan nervur cranialis nervus VI tampak lateralisasi ke kanan. pada saat
pemeriksaan pasien tidak dapat membuka mulu sehingga bentuk bibir dan pergerakan lidah sulit
dinilai. Dari hasil pemeriksaan penunjang: CT-Scan : terdapat perdarahan interventrikuler lateral
sinistra dan perdarahan intraserebral. Hasil laboratorium didapatkan hasil leukosit : 15.900,
GDS: 198, Cholesterol total : 260, cholesterol LDL : 166,
2.4 Assesment
2.4.1 Dx1
- Diagnosis klinis : Hemiparese dextra, Parase Nervous VI sinistra, Parese Nervous VII
-
2.4.2
Dx 2
- Hipertensi
- Dislipedermia
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Medikamentosa
bed rest
13
Simvastatin 1 x 10 mg
Diet cair 6 x 150 cc
2.6 Prognosis
a. Ad Vitam : dubia ad bonam
b. Ad Functionam : dubia ad malam
c. Ad Sanationam : dubia ad malam
Objektif
14
1
1
Assessment
Planning
4
4
-
RF
+
+
+
+
RP
+
+
Objektif
15
2
1
4
4
-
RF
+
+
+
+
RP
+
+
Objektif
kedua tungkai
TSS , GCS E4M6V3
TD : 170/100 mmHg FN : 80 x/menit RR : 16x/menit T :
36,7oC
Mata
M
S
2
1
4
4
-
RF
+
+
+
+
RP
+
+
16
Planning
Objektif
5
5
-
RF
+
+
+
+
RP
+
+
Planning
Hipercoleesterolemia
IVFD RL 14 tpm
Injeksi neulin 2x 500mg
Injeksi manitol 2x 125 cc tappering
Amlodipin 1 x10mg po
Valsartan 1x160mg po
Fenitoin 3x100mg po
Simvastatin 1x10mg po
Diet cair 6x150cc
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum
mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke
dalam jaringan otak.5, 12
3.2
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada
tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat
sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai
penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya. 5
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15%
merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada
stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang
akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48
jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali18
laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih
dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.2
Sementara itu terdapat juga data stroke di indonesia berdasarkan penelitian potong
lintang multi senter di 28 rumah sakit dengan jumlah subjek sebanyak 2065 orang pada bulan
Oktober 1996 samapai bulan Maret 1997. Usia rata-rata stroke dari data 28 Rumah Sakit di
Indonesia adalah 58,8 tahun 13,3 tahun, dengan kisaran 18 95 tahun. Usia rata rata wanita
lebih tua dari pria. Usia kurang dari 45 tahun sebanyak 12,9%, dan lebih dari 65 tahun sebanyak
35,8%. Dari data ini terlihat peningkatan kejadian stoke yang berkorelasi dengan bertambahnya
usia.
Selain itu penelitian tersebut juga meneliti tentang gejala dan tanda klinis yang sering
terjadi pasien stroke, antara lain:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
seluruh penderita mengalami gangguan motorik. Walaupun kadang kadang ditemukan stroke
tanpa gangguan motorik.
3.3
3.4
Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi
pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali
Hipertensi
Seks
Riwayat keluarga
Diabetes mellitus
Penyakit jantung
atrium,
aneurisma
septum
atrium,
dan
lesi
Merokok
bahwa
risiko
merokok
stroke
jelas
untuk
menyebabkan
segala
usia
dan
seperti bukan
Peningkatan
hematokrit
adalah
dari
isi
sel
darah
merah;
atau
paraproteinemia,
biasanya
tingkat fibrinogen
dan kelainan
menyebabkan
infark
iskemik
atau
hemoragik,
obat
Kontrasepsi oral
Diet
perdarahan
di
atas
rata-rata
kontributor
independen
ke-
perifer
Infeksi
Homosistinemia
atau
homosistinuria
Migrain
Suku bangsa
Lokasi geografis
Sirkadian dan
faktor musim
Fisiologi Otak
Jumlah cairan darah ke otak (Cerebral Blood Flow / CBF) biasanya dinyatakan dalam
cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak (Cerebral Perfusion
Pressure / CPP) dan resistensi serebrovaskuler (Cerebrovascular Ressistance / CVR) 13
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik (Mean Arterial Blood Pressure /
MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial (Intracranial Pressure / ICP), sedangkan
komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: 13
1. Tonus pembuluh darah otak
2. Struktur dinding pembuluh darah
3. Viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak
CBF dapat diukur dengan berbagai metode misalnya metode Kety Schmidt, atau metode
lain yang menggunakan inhalasi gas radioaktif yang kemudian diukur dengan gamma counter.
Dalam keadaan normal dan sehat, rata rata aliran darah otak (hemispheric CBF) adalah 50,9
cc/100 gram otak / menit. 13
Telah diuraikan bahwa aliran otak merupakan patokan utama dalam menilai vaskularisasi
regional otak. Melalui pemeriksaan dengan menggunakan emisi sinar (Positron Emmision
Tomography / PET) di ketahui bahwa aliran darah otak bersifat dinamis. Artinya, dalam keadaan
istirahat nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun psikis, aliran darah
regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat sesuai dengan aktivitasnya. 13
Percobaan pada hewan maupun manusia, ternyata derajat ambang batas aliran darah otak
yang secara langsung berhubungan dengan fungsi otak, yaitu: 13
1.
Ambang fungsional: adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50 60 cc/100 gram/
menit), yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi
2.
menyebabkan aktivitas listrik neuronal terhenti. Ini berarti, sebagian struktur intrasel
3.
3.6
20 -30% dari seuma stroke di Jepang dan Cina. Sedangkan di Asia Tenggara (ASEAN), pada
penelitian stroke oleh Miscbach (1997) menunjukkan stroke perdarahan 26%, teridiri dari lobus
10%, ganglionik 9%, serebelar 1%, batang otak 2% dan perdarahan sub arakhnoid 4%.13
Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya aas perdarahan
intraserebral dan perdarahan subaraknoid. Sedangkan berdasarkan penyebab, perdarahan
intraserebral dibagi atas perdarahan intraserebral primer dan sekunder. 13
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif) disebabkan oleh
hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh
darah otak. Sedangkan perdarahan sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain akibat anomali
vaskuler kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non hipertensif (amiloid serebral),
vaskulitis,
moya-moya,
post
stroke
iskemik,
obat
anti
koagulan
(fibrinolitik
atau
Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini plaing sering terjadi di daerah subkortikal,
serebelum, pons dan batang otak. Perdarahan di daerah korteks lebih sering di sebabkan oleh
sebab lain misalnya tumor otak yang berdarah, malformasi pembuluh darah otak yang pecah.,
26
atau penyakit pada dinding pembuluh darah otak primer misalnya Congophilic angiopathy, tetapi
dapat juga akibat hipertensi maligna dengan frekuensi lebih kecil dari pada perdarahan
subkortikal. 13
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 400 mikrometer
mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol arteriol dai cabang
cabang lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus (thalamo perforate arteries) dan cabang
paramedian arteria vertebro basilar mengalami perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan
tekanan darah yang mendadak (abrupt) atau kenaikan dalam jumlah yang sangat mencolok dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah. 13
Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6
jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinik. 13
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk
dan menyela di antara selaput akson massa putih dissecan splitting tanpa merusaknya. Pada
keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh perbaikan fungsi fungsi neurologi. Sedangkan
pada perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan
yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen
magnum. 13
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel
otak terjadi pada 1/3 kasus perdarah otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan menyebabkan
peninggian tekanan intrakranial yang menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. 13
Elemen elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
lebih tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdaraha selebellar dengan volume 30 60 cc diperkirakan
27
kemungkinan kematian sebesar 75%, tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah
berakibat fatal. 13
Gejala neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak menyebabkan
nekrosis. Akhir akhir ini ahli bedah saraf di Jepang berpendapat bahwa pada fase awal
perdarahan otak ekstravasasi tidak langsung menyebabkan nekrosis. Pada saat saat pertama,
mungkin darah hanya akan mendesak jaringan otak tanpa merusaknya, karena saat itu difusi
darah belum terjadi. Pada keadaan ini harus dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk
mengeluarkan darah agar dapat dicegah gejala sisa yang lebih parah. Absorpsi darah terjadi
selama 3 4 minggu. Gejala klinik perdarahan mungkin lebih gawat apabila perdarahan sangat
luas.
3.8
13
Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid (SAH) relatif kecil jumlahnya (<0,01% dari populasi di USA)
sedangkan di ASEAN 4% dan di Indonesia 4,2%. Meskipun demikian angka mortalitas dan
disabilitas sangat tinggi hingga 80%.13
Peradarah subaraknoid terjadi karena pecahnya aneurisme sakuler pada 80% kasus non
traumatik. Aneurisma sakuler ini merupakan proses degenerasi vaskuler yang didapat (acquired)
akibat proses hemodinamika pada bifurkatio pembuluh arteri otak. Terutama di daerah sirkulus
Willisi, yang sering di arteri komunikasn anterior, arteri serebri media, arteri serebri anterior, dan
arteri komunikans posterior. 13
Penyebab lain adalah aneurisma fusiform / aterosklerosis pembuh arteri basilaris,
aneurisma mikotik dan traumatik selain AVM. Perdarahan ini dapat juga disebabkan oleh trauma,
arteritis, neoplasma, dan penggunaan kokain berlebihan. 13
Gejala perdarahan ini sangat khas dengan nyeri kepala yang sangat hebat dan mendadak
pada saat awitan (onset) penyakit, dan muntah muntah. Darah yang masuk ke ruang
subaraknoid dapat menyebabkan komplikasi hidrosefalus karena gangguan absorpsi cairan otak
di granulatio Pacchioni. 13
Perdarahn subaraknoid sering bersifat residif selama 24 72 jam pertama, dan dapat
menimbulkan vasospasme serebral hebat disertai infark otak.13
3.9
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi biasanya
ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kanan terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan)
terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong
bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi batang
otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea, dan
kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain: ekstremitas
ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau
kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan
diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral
tubuh.2,9
A.
Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral gejala dimulai secara tiba-tiba. Di sekitar setengah dari
jumlah penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas Namun,
pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada Gejala disfungsi otak
menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan. Beberapa gejala,
seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi
satu sisi tubuh Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. penglihatan dapat
terganggu atau hilang Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,
muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
untuk menit.2,9
B.
Perdarahan Subaraknoid
29
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah pembuluh darah (yang
menyebabkan sakit kepala) menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)
Penglihatan ganda
Individu harus segera melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter .2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan mencapai
puncak dalam beberapa detik Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran singkat. Hampir
setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit Beberapa orang
tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam
beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan sulit untuk
dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus, sering
dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku
dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti
biasanya tidakAkibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam
tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
30
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko koma
dan kematian.
Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang),
membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang
cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasme dapat menyebabkan gejala
mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi
tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi terganggu.
Perdarahan Intraserebri
Perdarahan Subarachnoid
Onset
Usia muda
Jenis Kelamin
>>
>>
Etiologi
Hipertensi
Ruptur aneurisma
Lokasi
Rongga subarachnoid
Gambaran klinik
Pemeriksaan Penunjang
3.10
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien. Beberapa
gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis, gangguan sensorik
satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia, disfagia, disartria,
ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi secara mendadak.1
31
Fisher grade
32
Dari keempat grading tersebut yang dipakai dalam studi cedera kepala yaitu modified dan
Fisher grade. Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat rupturnya
aneurisma. 10
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan menyingkirkan
diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita stroke diantaranya
adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah langkah
penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan. Pencitraan otak
membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi komplikasi seperti
perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak
merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke
iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial lainnya. CT
non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter lebih dari 1 cm.2 .
33
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan stroke infark
dengan stroke perdarahan.
Pada stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah didapatkan
gambaran hipodense sedangkan pada stroke perdarahan menunjukkan gambaran
hiperdens.
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa diandalkan
daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi malformasi vaskular
yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG) untuk memulai
memonitor aktivitas jantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard memiliki kejadian
signifikan dengan stroke.2
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti: ensefalitis,
meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik, perdarahan subaraknoid,
hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic
Attack (TIA).2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka untuk
memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya sistem skoring yaitu
sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan antara lain:
34
Cara penghitungan :
SSS = (2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)+(0,1 x tekanan diastolik)-(3 x
atheroma) 12
Nilai SSS
>1
< -1
-1 < SSS < 1
Diagnosa
Perdarahan otak
Infark otak
Diagnosa meragukan (Gunakan kurva atau CT Scan)
35
3.11
Penurunan Kesadaran
Nyeri Kepala
Refleks Babinski
Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat haemostasis
yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap pengobatan faktor
VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita dengan fungsi koagulasi yang
normal.
Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-significant, tapi
tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih dari 3 jam.
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh frozen
plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai warfarin
dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini harus tetap diikuti
dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa
jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin, transfusi
platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian obat
dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap kontroversial.
37
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila: 1
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
b.
Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang gawat
darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas yang
adekuat.
38
39
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure 12-14
mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering dipakai
adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid acid dengan dosis 6-12
g/hari.1
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah sistolik (TDS)
tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90 mmHg (sebelum tindakan
operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD lebih dari 90
mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit sampai
mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200 mcg/kg/menit.
40
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara temporer atau
permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
10. Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular. Mencegah
trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:
Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.
Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.
Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.
Propofol 3-10 mg/kg/jam.
Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:
3.12
Antagonis H2
Antasida
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada
perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48
jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan
dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam
pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran
42
dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah
disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan
pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan
tingkat mortilitas yang tinggi.2
3.13
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi berbagai
faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi yang berlum
pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
43
BAB IV
Daftar Pustaka
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological Syndrome.
George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinicians Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology
and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
9. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007.
11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006.
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta.
2006.
13. Misbach Jusuf. 2011. Stroke Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. FKUI.
44