BAB II Tinjauan Pustaka - I11anm PDF
BAB II Tinjauan Pustaka - I11anm PDF
Imunitas
Pengertian awal imunitas adalah perlindungan terhadap penyakit, dan
lebih spesifik lagi adalah perlindungan terhadap penyakit infeksi. Dalam keadaan
sehat respon imun berfungsi secara efisien sehingga seseorang dapat terhindar
dari dampak yang tidak menguntungkan akibat masuknya subtansi asing.
Apabila ada kelainan dalam sistem pengaturan imunitas, seseorang mungkin
tidak mampu melindungi tubuh dengan respon imun yang efisien. Akan tetapi
sebaliknya mungkin juga pada keadaan tertentu respon imun berlangsung secara
berlebihan sehingga menimbulkan berbagai penyakit (Kresno 2001).
Menurut Surono (2004) kondisi imunitas menentukan kualitas hidup.
Lingkungan di sekitar manusia mengandung berbagai jenis unsur pathogen yang
dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksi yang terjadi pada anak normal
umumnya singkat dan jarang meninggalkan kerusakan permanen karena tubuh
memiliki sistem imun yang memberikan respons dan melindungi tubuh terhadap
unsur-unsur pathogen. Bellanti & Joseph (1993) menyatakan defisiensi zat gizi
termasuk zat gizi mikro dapat menyebabkan sangat berkurangnya reaktifitas
seluler pada pertumbuhan anak. Zat gizi mikro mempunyai peranan yang penting
dalam proses imunologi sehingga adanya defisiensi zat gizi mikro akan
berpengaruh terhadap respon imun (Muis 2001).
Sistem imun
Sistem imun dapat dibagi menjadi menjadi dua yaitu non spesifik dan
sistem imun spesifik. Mekanisme imunitas spesifik timbul atau bekerja lebih
lambat dibanding imunitas non spesifik. Pembagian sistem imun dalam sistem
imun spesifik dan non spesifik hanya dimaksudkan untuk mempermudah
pengertian saja. Sebenarnya antara kedua sistem imun teresbut terjadi kerja
sama yang erat, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain (Bratawijaya dan
Rengganis 2009). Berikut ini adalah gambaran umum sitem imun menurut
Bratawijaya dan Rengganis 2009.
SISTEM IMUN
53
SPESIFIK
NON SPESIFIK
FISIK
Kulit
Selaput lendir
Silia
Batuk
LARUT
Biokimia
- Lisozim
- Sekresisebaseus
- Asam lambung
- Laktoferin
- Asam neuraminik
Humoral
- Komplemen
- APP
- Mediator asal lipid
- Sitokinin
SELULAR
- Fagosit
* Mononuklear
* Polimononuklear
- Sel NK
- Sel mast
- Basofil
- Eosinofil
- SD
HUMORAL
Sel B
- IgG
- IgA
- IgM
- IgE
- IgD
Sitokinin
SELULAR
Sel T
- Th1
- Th2
- Ts/Tr/Th3
- ThTd
- CTL/Tc
- Th17
ditemukan pada induvidu sehat dan siap mencegah mikroba yang akan masuk
kedalam tubuh. Untuk menyingkirkan mikroba tersebut dengan cepat, imunitas
non spesifik melibatkan kulit dan selaput lendir, fagositosis, inflamasi, demam,
serta produksi komponen-komponen antimikrobial (selain antibodi). Sistem imun
ini disebut non spesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah
ada dan siap berfungsi sejak lahir. Sistem ini merupakan pertahanan terdepan
dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat memberikan respon
secara langsung (Bratawijaya 2006).
Imunitas non spesifik jumlahnya dapat ditingkatkan oleh infeksi , misalnya
jumlah sel darah putih meningkat selama fase akut pada banyak penyakit.
Disebut non spesifik karena tidak ditujukan pada mikroba tertentu, telah ada dan
siap berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas terhadap
bahan asing dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial.
Sistem tersebut merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan
berbagai mikroba dan dapat memberikan respon langsung
2002).
Berbeda dengan sistem imun non spesifik, sistem imun spesifik
mempunyai kemampuan untuk mengenal benda asing yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam tubuh segera dikenal oleh
54
sitem imun spesifik sehingga terjadi sensitasi sel-sel sistem imum tersebut.
Benda asing yang sama bila terpajang ulang akan dikenal lebih cepat, kemudian
dihancurkan. Oleh karena sistem tersebut hanya dapat menyingkirkan benda
asing yang sudah dikenal sebelumnya, maka sistem ini disebut spesifik
(Bratawijaya 2006). Peneliti lainnya menjelaskan bahwa disebut imun spesifik
karena jika antigen 1 menyerang tubuh maka antibodi 1 diproduksi untuk
melawan. Jika antigen 2 menyerang maka antibodi 2 diproduksi untuk melawan,
begitu seterusnya (Tortora 2004).
Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun non
spesifik, tetapi pada umumnya terjadi kerjasama yang baik antara antibodi,
komplemen dan fagosit dengan sel-T makrofag. Antibodi akan muncul apabila
ada antigen yang masuk kedalam tubuh. Sistem imun spesifik hanya dapat
menghancurkan antigen yang telah dikenalnya (Kresno 2001). Secara garis
besar sistem imun terdiri dari dua macam mekanisme, yakni pertahanan selular
dan humoral, dalam hal ini mukosa usus merupakan sisi terpenting yang
berhubungan dengan mikroba (Surono 2004).
Sistem imunitas selular memegang peranan penting dalam pertahanan
terhadap infeksi yang disebabkan oleh kuman-kuman intrasel contohnya virus,
riketsia, mikrobakteria, dan beberapa protozoa (Kresno 2001). Imunitas humoral
terdiri kelompok sel-B yang berperan dalam sintesis antibodi dan merupakan
20% dari limfosit tubuh. Bila sel B dirangsang oleh antigen, sel akan berpoliferasi
dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibody. Antibodi
ini berbentuk humoral (dalam cairan tubuh seperti darah, getah bening). Fungsi
utama antibodi ini adalah pertahanan terhadap infeksi ekstraseluler, virus dan
bakteri serta antitoksik (Baratawijaya dan Garna 2002). Antibodi yang lepas
dapat ditemukan dalam serum. Terjadinya respon imun humoral oleh karena
infeksi dengan toksoid atau virus/bakteri yang dimatikan/dilemahkan (kresno
2001).
mengukur titer antibodi setelah diberikan stimulus antigenis yang cukup (Suyitno
1985). Analisis untuk mengukur respon imun humoral (antibodi) dapat dibagi
menjadi tiga kelas yaitu primary binding test, secondary binding test, dan tertiary
binding test. Metode yang paling sensitif (jumlah antibodi yang dapat dideteksi)
adalah primary binding test yang merupakan suatu metode pengukuran langsung
yang dilakukan pada interaksi antibodi-antigen. Salah satu metode yang
termasuk dalam primary binding test adalah metode ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay) (Kindt et al 2007).
IgG adalah antibodi yang paling banyak ditemukan dan mencakup sekitar
80% dari semua imunoglobulin dalam darah. Imunoglobulin dapat ditemukan
dalam darah, limpa, dan usus. Kadar IgG meningkat secara lambat selama
respons primer terhadap suatu antigen, tetapi meningkat secara cepat dengan
kekuatan yang lebih besar pada paparan kedua (Corwin 2001). Terdapat empat
subkelas pada IgG manusia yang dibedakan oleh jumlah dan urutan rantai yang
sesuai dengan penurunan rata-rata kosentrasi serum. Empat subkelas tersebut
antara lain : IgG1, IgG2, IgG3, dan IgG4 (Goldsby et al 2007). Menurut Roitt (1991)
Imunogllobulin G merupakan komponen utama immunoglobulin dalam serum.
Respon imun diukur dengan menganalisis titer IgG total terhadap sampel darah
anak. Kriteria IgG menurut Kurniati (2004) dikelompokkan menjadi tiga kelompok.
Klasifikasi status imun disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi status imun
Kadar titer IgG IU/ml
0,0-1,0 IU/ml
>1,0-1,5
> 1.5 IU/ml
Kategori
Rendah
Cukup
Tinggi
56
penyebab
penyakit
(imunitas
bawaan/innate
dan
nama
generik
yang
menyatakan
semua
retinoid
dan
57
58
lainnya. Aktivitas antioksidan dari beta karoten mengatur pencegahan kanker dan
sakit jantung serta dapat meningkatkan sistem imun.
Pangan Sumber Vitamin A
Pangan yang menjadi sumber beta karoten adalah wortel, brokoli, bayam,
dan apricot (Simon & Macmillan 1995). Berkenaan dengan karotenoid, wortel dan
sayuran hijau daun, seperti bayam secara umum mengandung karotenoid dalam
jumlah yang besar. Meskipun tomat mengandung beberapa vitamin A dengan
karotenoid aktif, pigmen yang dikandung yakni lycopene, yang tidak memiliki
aktivasi gizi. Buah-buahan seperti pepaya dan jeruk mengandung karotenoid
yang dapat diperhitungkan. Sedangkan sereal seperti gandum secara umum
mengandung sangat sedikit vitamin A (Olson 1990).
Sumber vitamin A adalah bahan makanan yang berasal dari hewani,
terutama minyak ikan laut yang berasal dari hati ikan. Ikan laut dan mamalia
menghasilkan vitamin A1, sedangkan ikan air tawar mengandung terutama
vitamin A2. Sumber vitamin A yang lazim dikonsumsi ialah susu segar dan telur.
Secara tidak langsung vitamin A berasal dari pigmen tumbuhan berupa senyawasenyawa karotena, yang dalam saluran pencernaan diubah menjadi vitamin A
(Moeljoharjo 1993). Pangan hewani asal ternak adalah sumber gizi yang dapat
daiandalkan untuk mendukung perbaikan gizi masyarakat yang kaya akan
vitamin A. Termasuk kedalam pangan hewani adalah telur, daging, susu dan ikan
(Khomsan 2004).
Kecukupan Vitamin A
Banyak sekali keadaan yang mempengaruhi keadaan status vitamin A
seseorang. Salah satu faktor yang terpenting ialah kecukupan asupan vitamin A
dan provitamin A. Asupan yang dianjurkan bergantung pada usia, jenis kelamin
serta keadaan fisiologis (Arisman 2002). Angka kecukupan vitamin A adalah
jumlah vitamin A yang harus dikonsumsi per hari untuk mempertahankan status
vitamin A pada level memuaskan atau cukup.
Kecukupan protein merupakan persyaratan bagi transportasi dan
penggunaan vitamin A secara optimal, kadar retinol serum akan menurun jika
terdapat kekurangan energi dan protein (KEP). Tanda-tanda defisiensi vitamin A
dapat pula terjadi sebagai fenomena sekunder KEP tanpa tergantung apakah
asupan vitamin A nya mencukupi atau tidak. Keadaan ini disebabkan oleh
gangguan sintesis RBP ( retinol binding protein; protein pengikat retinol) yang
59
membuat protein tidak tersedia untuk mengangkut retinol. Keadaan ini turut
menimbulkan gangguan respon imun yang berat terhadap infeksi sebagai akibat
defisiensi fungsional vitamin A maupun gangguan respon imun yang menyertai
gizi kurang tersebut (Hartono 2009).
Mengingat penting dan banyaknya peran vitamin A, maka kekurangan
asupan vitamin A dapat menyebabkan beberapa konsekuensi serius (Muhilal &
Sulaeman 2004). Seseorang dikatakan memiliki level vitamin A cukup apabila
dalam hatinya mengandung >20 g/g berat basah, dan tidak menunjukkan tanda
defisiensi walaupun tanpa asupan vitamin A selama 3 bulan. Ada berbagai
standard mengenai angka kecukupan vitamin A anak. Angka kecukupan vitamin
A anak yang digunakan untuk menghitung kecukupan vitamin A dalam penelitian
ini adalah menurut Muhilal dan Sulaeman (2004). Adapun kecukupan vitamin A
anak disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Angka kecukupan vitamin A untuk anak-anak (g RE/hari)
Kelompok umur
Angka
IOM
Kecukupan (2002)
(1998)
1-3 tahun
350
300
4-6 tahun
400
400
7-9 tahun
400
400
Sumber: Muhilal dan Sulaeman (2004)
FAO/WHO
(2002)
FNRI
(2002)
400
450
500
400
450
400
Angka
Kecukupan
(2004)
400
450
500
Kadar Serum
g/dl
mol/liter
20
0,
10 20
0,35 0,69
< 10
< 0,35
Sumber: Sommer dan West (1996).
Status vitamin A
Normal
Low
Deficient
Konsentrasi retinol serum dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, dan ras.
Selain itu, konsentrasi retinol serum juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi pengeluaran holo-RBP. Faktor lain yang berpengaruh adalah
asupan lemak yang rendah dalam makanan, misalnya asupan kurang dari 5-10
g/hari akan mengganggu absorpsi provitamin A (karoten) dan pada jangka
panjang
menurunkan
konsentrasi
retinol.
Kurang
energi
protein
dapat
yang
berlebihan
dalam
jangka
waktu
lama.
Kelebihan
dapat
menyebabkan kerusakan hati, sakit pada tulang sendi, alopecia, sakit kepala,
muntah dan kulit mongering(FAO/WHO 2001). Kelebihan terjadi bila konsumsi
61
Retinol
vitamin
yang
cukup
untuk
beberapa
bulan.
Kapasitas
melalui membran sel untuk kemudian diikatkan pada Cellular Retinol Binding
rotein (CRBP) dan RBP kemudian dilepaskan (Almatsier 2005). Menurut
Almatsier (2005), bila tubuh mengalami kekurangan konsumsi vitamin A, asam
retinoat diabsorpsi tanpa perubahan. Asam retinoat merupakan sebagian kecil
dari vitamin A dalam darah yang aktif dalam diferensiasi sel dan pertumbuhan.
Status Gizi Berdasarkan Antropometri
Status
gizi
sebagai
keadaan
kesehatan
tubuh
seseorang
yang
badan
(TB)
merupakan
indikator
antropometri
yang
dapat
dibuat
sendiri,
murah
dan
mudah
dibawa.
Sedangkan
kelemahannya adalah TB tidak cepat naik, pengukuran relatif sulit karena harus
berdiri tegak sehingga diperlukan lebih dari satu orang untuk pengukuran TB
serta ketepatan umur sulit didapat (Suharjo & Riyadi 1990).
Pengukuran antropometri terbaik menurut Soekirman (2000) adalah
menggunakan indikator BB/TB karena ukuran ini dapat menggambarkan status
gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya anak yang BB/TB kurang
dikategorikan sebagi kurus (wasted). Kelebihan berat badan indeks BB/TB
adalah bebas dari pengaruh umur dan ras, dapat memberi gambaran proporsi
berat badan relatif terhadap tinggi badan. Sedangkan kelemahannya adalah
sering terjadi kesulitan ketika mengukur panjang badan anak dan sering terjadi
kesalahan membaca angka hasil pengukuran
normal.
Nilai
Z-skor
masing-masing
anak
dihitung
dengan
Keterangan:
i
= umur (bulan)
Zsci = nilai Z-skor untuk nilai antropometri hasil pengukuran pada umur bulan
ke-i
Xi
= nilai antropometri hasil pengukuran pada umur bulan ke-i
Mi
= nilai baku median untuk umur bulan ke-i
Sbi
= nilai simpangan baku pada umur bulan ke-i
Ada tiga tingkatan niali Z-skor yang diperoleh, yaitu Z-skor BB/U, Z-skor
BB/TB dan Z-skor TB/U. penentuan Z-skor tersebut tersebut didasarkan pada
referensi WHO/NCHS. Hasil penentuan Z-skor terhadap masing-masing individu
kemudian dibandingkan dengan distribusi baku WHO/NCHS (2006) dengan titik
batas (cut-off-point) Z-skor adalah -2. Berikut adalah Tabel 4 klasifiksi status gizi
berdasarkan nilai Z-skor.
Tabel 4 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Z-skor WHO-NCHS (2006)
Indikator
BB/U
Kriteria
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
TB/U
Normal
Pendek/Stunted
BB/TB
Gemuk
Normal
Kurus/Wasted
Sangat Kurus
Sumber: WHO NCHS (2006).
Standar
>2,0 SD baku WHO-NCHS
-2,0 SD s/d 2 SD
<-2,0 SD
<-3,0 SD
>-2,0 SD
<-2,0 SD baku WHO-NCHS
>2,0 SD baku WHO-NCHS
-2,0 SD s/d 2 SD
<-2,0 SD
<-3,0 SD
serta
keadaan
tubuh
yang
dapat
menyebabkan
gangguan
anatomi dan penurunan fungsi tubuh akibat kekurangan asupan energi dan zat
gizi (Waterlow et al 1992)
Menurut Almatsier (2002) status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami
kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial, sehingga menimbulkan akibat
yang membahayakan, yakni terjadinya gangguan/masalah gizi. Gangguan gizi
disebabkan oleh masalah primer dan sekunder. Faktor primer, yakni susunan
makanan kurang berkualitas dan kurang kuantitasnya, dan faktor sekunder
adalah semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh
setelah makanan dikonsumsi.
Konsumsi Pangan
Konsumsi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat gizi.
Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada
berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim dan aktivitas fisik
(Almatsier 2003). Menurut Wulandari (2000) konsumsi pangan secara garis
besar adalah kuantitas pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok
orang dengan tujuan tertentu dengan jenis pangan tunggal ataupun beragam.
Frekuensi makan dapat menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi.
Semakin
tinggi
frekuensi
makan,
maka
semakin
besar
kemungkinan
pembentukkan
ikatan-ikatan
esensial
tubuh,
mengatur
68
memelihara
kehidupannya
serta
keluarganya.
Faktor
yang
Subandriyo
(1993),
angka
kesakitan
(morbiditas)
lebih
infeksi
merupakan
penyakit
yang
disebabkan
oleh
vitamin
merupakan
predisposisi
yang
memudahkan
71
teman sebaya secara baik. Pada usia ini anak diharapkan memperoleh dasardasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian diri
pada kehidupan dewasa, dan mempelajari berbagai keterampilan penting
tertentu Hurlock (1999). Usia sekolah merupakan awal seorang anak belajar
bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya. Anak usia sekolah biasanya
mempunyai lebih banyak perhatian dan aktivitas diluar rumah, sehingga sering
melupakan waktu makan. Anak usia sekolah telah mempunyai daya tahan yang
cukup terhadap berbagai penyakit (RSCM dan Persagi 1990)
Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap
makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya dan secara
umum mereka tidak pernah mengalami masalah dalam hal nafsu makan
(Komalasari 1991). Menurut Akbar (2005) menyatakan pada periode ini terjadi
perkembangan sosialisasi yang menonjol pada anak. Diantaranya adalah
pergaulan anak menjadi lebih luas, dan tidak terbatas hanya dengan anggota
keluarga di rumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk
lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia sekolah
terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi dan kepribadian.
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Menurut Hartog et al (1995) karakteristik sosial ekonomi keluarga
dinegara berkembang dikategorikan ke dalam tiga kelas yiatu tinggi, menengah
dan bawah. Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari besarnya
pendapatan atau pengeluaran keluarga, baik pangan maupun non pangan
selama setahun terkhir. Jika pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan
cenderung lebih dominan dari pada kebutuhan non pangan. Sebaliknya jika
pendapatan meningkat maka pengeluaran untuk non pangan akan semakin
besar, mengingat kebutuhan pokok makanan sudah terpenuhi (Husaini et al.
2000). Hal ini sesuai dengan Hukum Engel bahwa semakin tinggi pendapatan
maka persentase pendapatan yang dikeluarkan untuk pangan semakin kecil.
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari
ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya yang sama. Menurut Sanjur (1982), banyaknya anggota keluarga
akan mempengaruhi konsumsi pangan dalam hubungannya dengan pengeluran
73
adalah
kegiatan
melakukan
pekerjaan
dengan
maksud
KERANGKA PEMIKIRAN
Anak merupakan aset penting bagi keberlangsungan masa depan suatu
Negara. Untuk itu diperlukan asupan energi dan zat gizi yang cukup setiap hari.
Konsumsi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap
hari. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti
umur, jenis kelamin, dan berat badan. Selain faktor tersebut juga dipengaruhi
75