Anda di halaman 1dari 10

1.

LATAR BELAKANG PERJANJIAN


PERDAGANGAN BEBAS
INDONESIA
2. PERKEMBANGAN
PELAKSANAAN CEPT-AFTA DAN
ACFTA
3. LANGKAH-LANGKAH
PENGAMANAN FTA

Perjanjian perdagangan bebas intra ASEAN dalam skema


Common Effective Preferential Tariff-ASEAN Free Trade Trade
Agreement (CEPT-AFTA) dimulai sejak tahun 1992. yang
kemudian dalam rangka pembentukan ASEAN Economic
Community 2015 dijadikan ASEAN Trade in Goods Agreement
(ATIGA)
Perjanjian perdagangan bebas ASEAN dengan RRT dalam
skema ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) yang
didasarkan pada perjanjian komprehensif kerjasama ekonomi
ASEAN China tahun 2002, dilaksanakan dalam 3 tahap, yaitu
dengan jadwal penurunan tarip:
1. Untuk sektor yang sudah siap (early harvest package)
khususnya produk pertanian dan perikanan dengan jadwal
tahun 2004 2006;
2. Normal Track tahun 2005 2010 (normal track pertama) dan
selesai tahun 2012 (normal track kedua);
3. Untuk produk yang dikategorikan sensitif (sensitive list) yang
dijadwalkan selesai tahun 2018.
Indonesia juga terlibat dalam perjanjian perdagangan bebas
yang dilakukan ASEAN dengan: Korea tahun 2005 (akfta),
Australia-New Zealand tahun 2009 (AANFTA), dan india 2009

Dalam kerangka CEPT-AFTA, jumlah produk yang


dijadwalkan menjadi 0% pada tahun 2010 adalah sebanyak
1.696 pos tarif, sehingga total jumlah tarif yang sudah
menjadi 0% adalah 8.654 pos tarif.
Dalam kerangka ACFTA, jumlah produk yang dijadwalkan
menjadi 0% pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.597 pos
tarif, sehingga total jumlah tarif yang sudah menjadi 0%
adalah 7.306 pos tarif
Berdasarkan masukan dunia usaha dan kajian pemerintah,
diketahui terdapat 227 pos tarif produk dalam kerangka
CEPT-AFTA dan sebanyak 228 pos tarif produk dalam
kerangka ACFTA yang daya saingnya melemah dan
diperkirakan pelaksanaan penurunan tarip kedua perjanjian
bebas tersebut pada tahun 2010 berpotensi mengganggu
pasar domestik bagi industri yang bersangkutan, sehingga
pemerintah diminta melakukan penundaan pelaksanaannya.

Dalam rangka Pelaksanaan CEPT-AFTA dan


AC-FTA, Pemerintah telah
mengkoordinasikan langkah-langkah secara
komprehensif, holistik, dan sistemik
meliputi:
Pembicaraan Ulang
Pembentukan Tim
Strategi Menghadapi Persaingan Global
Penyelesaian Isu-isu Domestik Untuk
Peningkatan Daya Saing Global
Pengamanan Pasar Lokal
Penguatan Ekspor

Pemerintah (Kementerian
Perdagangan) telah menyampaikan
surat kepada Sekjen ASEAN mengenai:
Indonesia tetap melaksanakan komitmen
sesuai jadwal
Sektor Industri tertentu menghadapi ancaman
pelemahan daya saing yang akan berdampak
lebih luas
Pemerintah akan melakukan pembicaraan
ulang dengan pihak pihak yang terkait dengan
ASEAN China FTA

Organisasi:
Membentuk Tim Koordinasi Penanganan Hambatan
Industri dan Perdagangan (SK Menko Perekonomian No
Kep-42/ M.EKON/12/2009)
Pengarah: Menko Perekonomian dan para menteri terkait
Tim Pelaksana: para pejabat Eselon I dari KL terkait dan
pelaku usaha (KADIN dan APINDO)
3 Tim Teknis yang fokus pada pengawasan atas
pelaksanaan FTA dan Strategi Non Tarif dalam upaya
percepatan penguatan Industri Nasional dalam
menghadapi persaingan global

Tugas Tim
Identifikasi dan analisis masalah/hambatan
Koordinasi penyelesaian masalah/hambatan industri
dan perdagangan

Penataan lahan dan tata ruang


Pembenahan infrastruktur dan energi,
Pemberian insentif (pajak maupun non pajak
lainnya)
Perluasan pengembangan bisnis inkubasi, inovasi,
dan ekonomi kreatif.
Gerakan standar nasional
Membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK),
memperkuat FTZ dan kawasan industri
Perluasan akses pembiayaan dan pengurangan
beban biaya (KUR, Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi, modal ventura, keuangan syariah, anjak
piutang, penggunaan nilai Rupiah dalam jual beli di

Pengawasan di Border

Meningkatkan pengawasan ketentuan impor dan ekspor dalam


pelaksanaan FTA
Menerapkan Early Warning System untuk pemantauan dini terhadap
kemungkinan terjadinya lonjakan impor
Pengetatan pengawasan penggunaan Surat Keterangan Asal barang (SKA)
dari negara-negara mitra FTA
Pengawasan awal terhadap kepatuhan SNI, Label, kandungan bahan,
kadaluarsa, kesehatan,
lingkungan, security, hak kekayaan intelektual, dsb.
Penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan WTO (safeguard
measures) terhadap industry yang mengalami kerugian yang serius
(serious injury) akibat tekanan impor (import surges)
Penerapan instrumen anti dumping dan countervailing duties atas
importasi yang unfair

Peredaran barang di pasar Lokal

Task Force pengawasan peredaran barang yang tidak sesuai dengan


ketentuan perlindungan konsumen dan usaha
Kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia

Promosi penggunaan produksi dalam negeri

Mengawasi efektivitas promosi penggunaan produksi dalam negeri


(Inpres No 2 Tahun 2009) termasuk mempertegas dan memperjelas
kewajiban KLDI memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri
dalam revisi Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan
Barang/Jasa oleh Pemerintah.

Penguatan peran perwakilan luar negeri (ITPC)

Pengembangan trading house (PT Sarinah, PT PPI,


SMESCO UKM)

Promosi Pariwisata, Perdagangan dan Investasi (TTI)

Penanggulangan masalah akses pasar, dan kasuskasus yang menghambat ekspor

Pengawasan penggunaan SKA Indonesia

Peningkatan peran LPEI dalam mendukung


pembiayaan ekspor

Optimalisasi trade financing (bilateral financial swap,


rediskonto wesel ekspor, dsb)

Anda mungkin juga menyukai