Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
NAPZA adalah bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang
(pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi.
Yang termasuk dalam NAPZA adalah: Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintesis maupun non sintesis yang dapat
menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa tau nyeri dan
perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungan akan zat tersebut secara terus
menerus. Sebetulnya penggunaan narkotik, obat-obatan psikotropika dan zat adiktif lainnya
(NAPZA) untuk berbagai tujuan telah ada sejak jaman dahulu kala. Masalah timbul bila
narkotik dan obat-obatan digunakan secara berlebihan sehingga cenderung kepada
penyalahgunaan dan kecanduan (substance abuse). Dengan adanya penyakit-penyakit yang
dapat ditularkan melalui pola hidup para pecandu, maka masalah penyalahgunaan NAPZA
menjadi semakin serius. Lebih memprihatinkan lagi bila yang kecanduan adalah remaja yang
merupakan masa depan bangsa, karena penyalahgunaan NAPZA ini sangat berpengaruh
terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi suatu bangsa.
2. Rumusan Masalah
o Bagaimanakah neurobiologis dasar penggunaan obat?
o Apakah pengertian NAPZA?
o Bagaimanakah penggolongan NAPZA?
o Apa sajakah NAPZA yang sering disalahgunakan?
3. Tujuan Penulisan
o Memahami neurobiologis dasar penggunaan obat
o Memahami penegrtian NAPZA
o Mengetahui penggolongan NAPZA
o Menegetahui NAPZA yang sering disalahgunakan

BAB II
PEMBAHASAN
Banyak obat disalahkangunakan (digunakan bukan untuk tujuan medis) karena menimbulkan
euforia hebat atau mengubah persepsi. Akan tetapi, penggunaan obat-obatan ini berulang kali
menginduksi perubahan adaptif yang luas di otak. Akibatnya, penggunaan obat dapat bersifat
kompulsifciri khas ketagihan.
1.
1.1

Neurobiologis Dasar Penggunaan Obat


Ketergantungan: Toleransi dan Putus Obat

Yang dimaksud dengan ketergantungan adalah ketergantungan fisik, dimana penggunaan


obat berulang akan membuat otak menunjukkan tanda-tanda adaptasi, seperti toleransi
(peningkatan dosis obat untuk memperthanakan efek serupa). Perilaku adaptif yang sudah
terjadi semakin terlihat sepenuhnya ketika penggunaan obat dihentikan, maka akan mucul
tanda putus obat yang disebut sindrom putus obat. Hal ini merupakan reaksi fisiologis yang
normal terhadap penggunaan obat berulang dari banyak kategori yang berbeda. Sehingga
perlu ditekankan bahwa kedua hal tersebut tidak menyiratkan penyalahgunaan obat atau
kecanduan. Meskipun seseorang yang mengalami ketergantungan suatu obat bisa saja
berubah menjadi kecanduan, namun sangat sedikit subjek yang mengalami hal tersebut.
1.2

Kecanduan: Suatu Gangguan

Sistem diagnosis DSM IV menggunakan istilah ketergantungan zat untuk menggantikan


kecanduan. Kecanduan merupakan ketergantungan psikologis ditandai dengan tingginya
motivasi untuk mendapatkan serta menggunakan obat walaupun mengetahui dampak
negatifnya. Lama-kelamaan, penggunaan obat akan menjadi kompulsif. Masing-masing obat
adiktif menimbulkan efek akut yang khas, tetapi memiliki satu kesamaan yaitu menimbulkan
euforia (perasaan senang berlebihan) sehingga membuat ketagihan dan akhirnya berujung
pada penyalahguanaan obat-obatan. Masalah utama yang dapat ditimbulkan adalah walaupun
sudah sukses melewati masa putus obat dan berada dalam periode bebas-obat untuk waktu
yang lama, para pencandu berisko tinggi mengalami relaps atau kembali menggunakan obatobatan. Relaps terutama dipicu oleh salah satu dari ketiga faktor berikut: terpajan kembali
dengan obat-obatan, stres dan berada dalam situasi yang mengingatkan pecandu saat meraka
menggunakan obat sebelumnya.
2. NAPZA
2

2.1

Narkotika
Menurut UU RI No 22 tahun 1997 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari

tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakanke dalam golongangolongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang atau yang kemudian ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Kesehatan.
Narkotika sebagaimanadimaksud dalam ayat (1) digolongkan menjadi :

2.1.1

Narkotika Golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmupengetahuan dan
tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Yang termasuk narkotika golongan I adalah:
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan
jeraminya, kecualibijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver
Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan
pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan
khususnya denganpelarutan, pemanasan, dan peragian dengan atau tanpa penambahan
bahan-bahan lain, dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk
pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu
dicampur dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae
termasuk buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua
tanaman genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara
langsung atau melalui perubahan kimia.

6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara
langsung untukmendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk
biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar
ganja dan hasis.
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol dan semua bentuk stereo kimianya.
11. Asetorfina: 3-0-acetiltetrahidro-7a-(1-hidroksi- 1-metilbutil)-6, 14-endoeteno- oripavina
12. Acetil-alfa-metilfentanil: N-[1-(a- metilfenetil)-4- piperidil] asetanilida
13. Alfa-metilfentanil: N-[1(a-metilfenetil)-4- piperidil] propionanilida
14. Alfa-metiltiofentanil: N-[1-]1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida
15. Beta-hidroksifentanil: N-[1-(beta- hidroksifenetil)-4- piperidil] propionanilida
16.

Beta-hidroksi-3-metil-:

N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4-fentanil

piperidil]

propionanilida.
17. Desomorfina: dihidrodeoksimorfina
18. Etorfina: tetrahidro-7a-(1-hidroksi-1- metilbutil)-6,14-endoeteno-oripavina
19. Heroina: diacetilmorfina
20. Ketobemidona: 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4- propionilpiperidina
21. 3-metilfentanil: N-(3-metil-1-fenetil-4- piperidil) propionanilida
22. 3-metiltiofentanil: N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida
23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)
24. Para-fluorofentanil: 4'-fluoro-N-(1-fenetil-4- piperidil) propionanilida
25. PEPAP: 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinol asetat (ester)
26. Tiofentanil: N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida
2.1.2

Narkotika Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Yang termasuk narkotika
golongan II adalah:
1. Alfasetilmetadol: Alfa -3-asetoksi-6-dimetil amino- 4,4-difenilheptana
2. Alfameprodina: alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
3. Alfametadol: alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3- heptanol
4

4. Alfaprodina: alfa-1,3-dimetil-4-fenil-4- propionoksipiperidina


5. Alfentanil: N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-1H- tetrazol-1-il)etil]-4-(metoksimetil)-4piperidinil]-N-fenilpropanamida
6. Allilprodina: 3-allil-1-metil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
7. Anileridina: asam 1-para-aminofenetil-4- fenilpiperidina)-4-karboksilat etil ester
8. Asetilmetadol: 3-asetoksi-6-dimetilamino-4,4- difenilheptana
9. Benzetidin: asam 1-(2-benziloksietil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
10. Benzilmorfina: 3-benzilmorfina
11. Betameprodina: beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
12. Betametadol: beta-6-dimetilamino-4, 4-difenil-3- heptanol
13. Betaprodina: beta-1,3-dimetil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
14. Betasetilmetadol: beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4- difenilheptana
15. Bezitramida: 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso- 3-propionil-1-benzimidazolinil)piperidina
16. Dekstromoramida: (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3- difenil-4-(1-pirolidinil) butil]- morfolina
17. Diampromida: N-[2-(metilfenetilamino)- propil]propionanilida
18. Dietiltiambutena: 3-dietilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1- butena
19. Difenoksilat: asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
20. Difenoksin: asam 1-(3-siano-3,3- difenilpropil)-4- fenilisonipekotik
21. Dihidromorfina
22. Dimefeptanol: 6-dimetilamino-4,4-difenil-3- heptanol
23. Dimenoksadol: 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1- difenilasetat
24. Dimetiltiambutena: 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1- butena
25. Dioksafetil butirat: etil-4-morfolino-2,2- difenilbutirat
26. Dipipanona: 4,4-difenil-6-piperidina-3-heptanona
27. Drotebanol: 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.
29. Etilmetiltiambutena: 3-etilmetilamino-1,1-di-(2'- tienil)-1-butena
30. Etokseridina: asam 1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
31. Etonitazena: 1-dietilaminoetil-2-para- etoksibenzil-5- nitrobenzimedazol
32. Furetidina: asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester)
33. Hidrokodona: dihidrokodeinona
34. Hidroksipetidina: asam 4-meta-hidroksifenil-1- metilpiperidina-4-karboksilat etil ester
35. Hidromorfinol: 14-hidroksidihidromorfina
5

36. Hidromorfona: dihidrimorfinona


37. Isometadona: 6-dimetilamino-5-metil-4,4-difenil-3- heksanona
38. Fenadoksona: 6-morfolino-4,4-difenil-3-heptanona
39. Fenampromida: N-(1-metil-2-piperidinoetil)- propionanilida
40. Fenazosina: 2'-hidroksi-5,9-dimetil-2-fenetil-6,7- benzomorfan
41. Fenomorfan: 3-hidroksi-N-fenetilmorfinan
42. Fenoperidina: asam 1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
43. Fentanil: 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina
44. Klonitazena: 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil 5- nitrobenzimidazol
45. Kodoksima: dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima
46. Levofenasilmorfan: (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. Levomoramida: (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3- difenil-4-(1- pirolidinil)-butil] morfolina
48. Levometorfan: (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan
49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
50. Metadona: 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanona
51. Metadona intermediat: 4-siano-2-dimetilamino-4,4- difenilbutana
52. Metazosina: 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6,7- benzomorfan
53. Metildesorfina: 6-metil-delta-6-deoksimorfina
54. Metildihidromorfina: 6-metildihidromorfina
55. Metopon: 5-metildihidromorfinona
56. Mirofina: miristilbenzilmorfina
57. Moramida intermediat: asam (2-metil-3-morfolino-1,1- difenilpropana karboksilat
58. Morferidina: asam 1-(2-morfolinoetil)-4- fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester.
59. Morfina-N-oksida
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian
turunan morfinaN-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida
61. Morfina
62. Nikomorfina: 3,6-dinikotinilmorfina
63. Norasimetadol: ()-alfa-3-asetoksi-6- metilamino-4,4- difenilheptana
64. Norlevorfanol: (-)-3-hidroksimorfinan
65. Normetadona: 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona
66. Normorfina: dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina
67. Norpipanona: 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona
6

68. Oksikodona: 14-hidroksidihidrokodeinona


69. Oksimorfona: 14-hidroksidihidromorfinona
70. Opium
71. Petidina intermediat A: 4-siano-1-metil-4- fenilpiperidina
72. Petidina intermediat B: asam 4-fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester
73. Petidina intermediat C: asam 1-metil-4-fenilpiperidina- 4-karboksilat
74. Petidina:asam 1-metil-4-fenilpiperidina-4- karboksilat etil ester
75. Piminodina: asam 4-fenil-1-(3-fenilaminopropil)- piperidina-4-karboksilat etil ester
76. Piritramida: asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(1- piperidino)-piperidina-4-karboksilat
amida
77. Proheptasina: 1,3-dimetil-4-fenil-4- propionoksiazasikloheptana
78. Properidina: asam 1-metil-4-fenilpiperidina-4- karboksilatisopropil ester
79. Rasemetorfan: ()-3-metoksi-N-metilmorfinan
80. Rasemoramida: ()-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1- pirolidinil)-butil]-morfolina
81. Rasemorfan: ()-3-hidroksi-N-metilmorfinan
82. Sufentanil: N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)- etil]-4-piperidil]propionanilida
83. Tebaina
84. Tebakon: asetildihidrokodeinona
85. Tilidina: ()-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil- 3-sikloheksena-1-karboksilat
86. Trimeperidina: 1,2,5-trimetil-4-fenil-4- propionoksipiperidina
87. Garam-garam dari Narkotika dalam Golongan tersebut di atas.
2.1.3

Narkotika Golongan III

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Yang termasuk narkotika golongan III adalah:
1. Asetildihidrokodeina
2. Dekstropropoksifena: a-(+)-4-dimetilamino-1,2- difenil-3-metil-2-butanol propionat
3. Dihidrokodeina
4. Etilmorfina: 3-etil morfina
5. Kodeina: 3-metil morfina
6. Nikodikodina: 6-nikotinildihidrokodeina
7. Nikokodina: 6-nikotinilkodeina
8. Norkodeina: N-demetilkodeina
7

9. Polkodina: morfoliniletilmo rfina


10. Propiram: N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2- piridilpropionamida
11. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
12. Campuran atau sediaan opium dengan bahan lain bukan narkotika
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika.
2.2

Psikotropika
Menurut UU RI No 5 tahun 1997 psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digolongkan menjadi :
2.2.1

Psikotropika Golongan I

Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan.
1.

Broloamfetamineatau DOB (()-4-bromo-2,5-dimethoxy-alpha methylphenethylamine)

2.

Cathinone ((x)-(S)-2-aminopropiophenone)

3.

DET (3-[2-(diethylamino)ethyl]indole)

4.

DMA ( ()-2,5-dimethoxy-alpha-methylphenethylamine )

5.

DMHP ( 3-(1,2-dimethylheptyl)-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H dibenzo[b,d]pyran-1olo )

6.

DMT ( 3-[2-(dimethylamino)ethyl]indole)

7.

DOET ( ()-4-ethyl-2,5-dimethoxy-alpha-phenethylamine)

8.

Eticyclidine - PCE ( N-ethyl-1-phenylcyclohexylamine )

9.

Etrytamine ( 3-(2-aminobutyl)indole )
8

10.

Lysergide - LSD, LSD-25 (9,10-didehydro-N,N-diethyl-6-methylergoline-8beta


carboxamide)

11.

MDMA (()-N,alpha-dimethyl-3,4-(methylene-dioxy)phenethylamine)

12.

Mescaline (3,4,5-trimethoxyphenethylamine)

13.

Methcathinone ( 2-(methylamino)-1-phenylpropan-1-one )

14.

4-methylaminorex ( ()-cis-2-amino-4-methyl-5-phenyl-2-oxazoline )

15.

MMDA (2-methoxy-alpha-methyl-4,5-(methylenedioxy)phenethylamine)

16.

N-ethyl MDA (()-N-ethyl-alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)

17.

N-hydroxy MDA (()-N-[alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethyl]hydroxylamine)

18.

Parahexyl (3-hexyl-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H-dibenzo[b,d]pyran-1-ol)

19.

PMA (p-methoxy-alpha-methylphenethylamine)

20.

Psilocine, psilotsin (3-[2-(dimethylamino)ethyl] indol-4-ol)

21.

Psilocybine (3-[2-(dimethylamino)ethyl]indol-4-yl dihydrogen phosphate)

22.

Rolicyclidine - PHP,PCPY ( 1-(1-phenylcyclohexyl)pyrrolidine )

23.

STP, DOM (2,5-dimethoxy-alpha,4-dimethylphenethylamine)

24.

Tenamfetamine - MDA (alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)

25.

Tenocyclidine - TCP (1-[1-(2-thienyl)cyclohexyl]piperidine)

26.

Tetrahydrocannabinol

27.

TMA (()-3,4,5-trimethoxy-alpha-methylphenethylamine)
2.2.2

Psikotropika Golongan II

Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat


digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
1.

Amphetamine (()-alpha-methylphenethylamine)

2.

Dexamphetamine ((+)-alpha-methylphenethylamine)

3.

Fenetylline (7-[2-[(alpha-methylphenethyl)amino] ethyl]theophylline)

4.

Levamphetamine ((x)-(R)-alpha-methylphenethylamine)

5.

Levomethampheta-mine ((x)-N,alpha-dimethylphenethylamine)

6.

Mecloqualone (3-(o-chlorophenyl)-2-methyl-4(3H)- quinazolinone)

7.

Methamphetamine ((+)-(S)-N,alpha-dimethylphenethylamine)

8.

Methamphetamineracemate (()-N,alpha-dimethylphenethylamine)

9.

Methaqualone (2-methyl-3-o-tolyl-4(3H)-quinazolinone)

10.

Methylphenidate (Methyl alpha-phenyl-2-piperidineacetate)

11.

Phencyclidine - PCP (1-(1-phenylcyclohexyl)piperidine)

12.

Phenmetrazine (3-methyl-2-phenylmorpholine)

13.

Secobarbital (5-allyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)


14. Dronabinolatau delta-9-tetrahydro-cannabinol ((6aR,10aR)-6a,7,8,10a-tetrahydro-6,6,9trimethyl-3-pentyl-6H- dibenzo[b,d]pyran-1-ol)
15. Zipeprol (alpha-(alpha-methoxybenzyl)-4-(beta-methoxyphenethyl)-1piperazineethanol)
2.2.3

Psikotropika Golongan III

10

Psikotropi kagolongan III adalah psikotropika yang berkhasia tpengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
1. Amobarbital (5-ethyl-5-isopentylbarbituric acid)
2. Buprenorphine (2l-cyclopropyl-7-alpha-[(S)-1-hydroxy-1,2,2-trimethylpropyl]-6,14endo-ethano-6,7,8,14-tetrahydrooripavine)
3. Butalbital (5-allyl-5-isobutylbarbituric acid)
4. Cathine / norpseudo-ephedrine ((+)-(R)-alpha-[(R)-1-aminoethyl]benzyl alcohol)
5. Cyclobarbital (5-(1-cyclohexen-1-yl)-5-ethylbarbituric acid)
6. Flunitrazepam (5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin2-one)
7. Glutethimide (2-ethyl-2-phenylglutarimide)
8. Pentazocine ((2R*,6R*,11R*)-1,2,3,4,5,6-hexahydro-6,11-dimethyl-3-(3-methyl-2butenyl)-2,6-methano-3-benzazocin-8-ol)
9. Pentobarbital (5-ethyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)
2.2.4
Psikotropikagolongan IV
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobat-an dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
1. Allobarbital (5,5-diallylbarbituric acid)
2. Alprazolam (8-chloro-1-methyl-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
3. Amfepramone (diethylpropion 2-(diethylamino)propiophenone)
4. Aminorex (2-amino-5-phenyl-2-oxazoline)
5. Barbital (5,5-diethylbarbituric acid)
11

6. Benzfetamine (N-benzyl-N,alpha-dimethylphenethylamine)
7. Bromazepam (7-bromo-1,3-dihydro-5-(2-pyridyl)-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
8. Butobarbital (5-butyl-5-ethylbarbituric acid)
9. Brotizolam

(2-bromo-4-(o-chlorophenyl)-9-methyl-6H-thieno[3,2-f]-s-triazolo[4,3-a]

[1,4]diazepine)
10. Camazepam (7-chloro-1,3-dihydro-3-hydroxy-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4 benzodiazepin2-one dimethylcarbamate (ester))
11. Chlordiazepoxide (7-chloro-2-(methylamino)-5-phenyl-3H-1,4-benzodiazepine-4-oxide)
12. Clobazam (7-chloro-1-methyl-5-phenyl-1H-1,5-benzodiazepine-2,4(3H,5H)-dione)
13. Clonazepam (5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
14. Clorazepate (7-chloro-2,3-dihydro-2-oxo-5-phenyl-1H-1,4-benzodiazepine-3-carboxylic
acid)
15. Clotiazepam (5-(o-chlorophenyl)-7-ethyl-1,3-dihydro-1-methyl-2H-thieno [2,3-e] -1,4diazepin-2-one)
16. Cloxazolam

(10-chloro-11b-(o-chlorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydro-oxazolo-

[3,2-d]

[1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)
17. Delorazepam (7-chloro-5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
18. Diazepam (7-chloro-1,3-dihydro-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)
19. Estazolam (8-chloro-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)
20. Ethchlorvynol (1-chloro-3-ethyl-1-penten-4-yn-3-ol)
21. Ethinamate (1-ethynylcyclohexanolcarbamate)
22. Ethyl

loflazepate

(ethyl

7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-2,3-dihydro-2-oxo-1H-1,4-

benzodiazepine-3-carboxylate)
12

23. EtilAmfetamine / N-ethylampetamine (N-ethyl-alpha-methylphenethylamine)


24. Fencamfamin (N-ethyl-3-phenyl-2-norborananamine)
25. Fenproporex (()-3-[(alpha-methylphenylethyl)amino]propionitrile)
26. Fludiazepam (7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-2H-1,4-benzodiazepin2-one)
27. Flurazepam (7-chloro-1-[2-(diethylamino)ethyl]-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4benzodiazepin-2-one)
28. Halazepam

(7-chloro-1,3-dihydro-5-phenyl-1-(2,2,2-trifluoroethyl)-2H-1,4-

benzodiazepin-2-one)
29. Haloxazolam

(10-bromo-11b-(o-fluorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydrooxazolo

[3,2-d]

[1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)
30. Ketazolam

(11-chloro-8,12b-dihydro-2,8-dimethyl-12b-phenyl-4H-[1,3]oxazino[3,2-d]

[1,4]benzodiazepine-4,7(6H)-dione)
31. Lefetamine - SPA ((x)-N,N-dimethyl-1,2-diphenylethylamine)
2.3 Zat Adiktif Lainnya
Yang dimaksud disini adalah bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang
disebutnarkotika dan psikotropika, meliputi :
2.3.1

Alkohol

Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :


1. Golongan A: kadar etanol 1-5%, (misalnya: bir)
2. Golongan B : kadar etanol 5-20%, (misalnya: berbagai jenis minuman anggur)
3. Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (misalnya: Whiskey, Vodka, TKW, Manson House,
Johny Walker, Kamput).
2.3.2 Inhalansia
Inhalansia(gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa
senyawaorganik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga, kantor dan

13

sebagai pelumas mesin. Yang sering disalahgunakan, antara lain : Lem, thinner, penghapus
cat kuku,bensin.
2.3.3 Tembakau
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di masyarakat. Pada upaya
penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian rokok dan alkohol terutama pada remaja,
harus menjadi bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu
masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.

3. NAPZA Yang Sering Disalahgunakan


3.1

Heroin

Heroin (diasetilmorfin, diamorfin) adalah derivat semi-sintesis dengan khasia tsentral 2 kali
lebih kuat. Resorpsinya dari usus dan selaput lendir. Dalam darah heroin dideasintilasi
menjadi 6-monoasetilmorfin (yang juga farmakologi saktif) dan lalu menjadi morfin. Kedua
metabolitinimelintasi barrier darah - liquor dengan cepat. Adiksi dapat timbul pesat sekali,
sehingga tidak digunakan lagi dalam terapi.
Substitusi dengan obat oral yang memiliki daya kerja panjang, seperti metadon atau
buprenorfin, mengurangi efek heroin yang dahsyat dan dapat merupakan detoksifikasi. Cara
ini dapat juga dilakukan dengan pemberian lofeksidin, suatu agonis-, pusat yang dapat
menekan beberapa gejala withdrawal, terutama mual, muntah dan diare.
3.2

Morfin

Morfin adalah alkaloida terpenting yang terdapat dalam candu, yakni getah yang dikeringkan
dari tumbuhan Papaversomniverum. Sebagai zat psikotropika, morfin memiliki tiga
kelompok khasiat penting, yaitu:
-

Menekan SSP: analgetis, hipnotis, supresi, pernapasan dan kadang kala menimbulkan

euphoria
Menstimulasi SSP: miosis,mual, muntah, eksitasi dan komvulsi
Efekperifer: obstipasi dan retensiurin
14

3.3

Ganja

Tumbuhan kanabis (ganja) telah dibudidayakan selama berabad-abad untuk produksi serat
kanabis karena sifatnya yang diperkirakan sebagai obat dan psikoaktif. Asap dari kanabis
yang dibakar mengandung banyak senyawa kimia, meliputi 61 senyawa kanabioid berbeda
yang telah teridentifikasi. Salah satunya adalah -9-tetrahidrokanabinol (-9-THC) yang
menghasilkan sebagian besar efek farmakologis yang khas dari rokok ganja. Efek
farmakologis -9-THC beragam bergantung dosis, rute pemberian, pengalaman pengguna,
kerentanan terhadap efek psikoaktif dan lingkungan penggunaan. Intoksikasi dengan ganja
menyebabkan perubahan mood, persepsi dan motivasi. Tetapi efek yang dicari oleh
kebanyakan pengguna adalah teler dan tenang. Penghisap ganja biasanya mengalami
keadaan teler yang berlangsung selama 2 jam. Selama masa ini, terjadi kerusakan kognitif,
persepsi, waktu reaksi, belajar dan ingatan. Ganja juga menyebabkan perubahan perilaku
yang kompleks, seperti perasaan gamang/pusing dan meningkatnya rasa lapar. Reaksi tidak
menyenangkan seperti panik atau halusinasi dan bahkan psikosis akut dapat terjadi.
3.4

Shabu

Metamfetamina (metilamfetamina atau desoksiefedrin), disingkat met, dan dikenal di


Indonesia sebagai sabu-sabu, adalah obat psikostimulansia dan simpatomimetik. Dipasarkan
untuk kasus parah gangguan hiperaktivitas kekurangan perhatian atau narkolepsi dengan
nama dagang Desoxyn, juga disalahgunakan sebagai narkotika. "Crystal meth" adalah bentuk
kristal yang dapat dihisap lewat pipa. Metamfetamina pertama dibuat dari efedrina di Jepang
pada 1893 oleh Nagai Nagayoshi.
3.5

Ekstasi

Ekstasi merupakan nama jalanan dari MDMA. Derivat-fenili sopropilamin semi sintetikini
pada tahun 1914 dipasarkan sebagai tambahan pada psikoterapi kemudian dilarang pada
tahun 1985. Penggunaan lama dari MDMA merusak saraf terminal 5-HT dan meningkatkan
resiko untuk ganguan kejiwaan. Efek permulaannya berupa simpatomimetis dan dapat terjadi
tchyaritma serta peningkatan suhu tubuh (hiperpireksia), gerakan klonis dan konvulsi. Sering
disebut party - drug atau dance drug, karena memungkinkan sipengguna berjoget sepanjang
malam tanpa merasakan dirinya letih. Ekstasi menimbulkan suatu keadaan ekstase, dimana
pengguna mengalami seolah-olah suatu kenikmatan yang sangat intens dan merasa dirinya
terlepas dari segala permasalahan di dunia. Efek buruk yang terpenting adalah gagal ginjal
15

akut, gagal hati, dan kerusakan irreversible pada saraf-saraf yang melepaskan serotonin yang
merusak membran sel.
3.6

Alkohol

Alkohol dapat dikatakan merupakan zat yang paling sering disalahgunakan berhubung
fungsinya sebagai suatu unsure social dan rekreasi. Sebagai suatu sedativum yang bersifat
short-acting, alcohol dalam dosis kecil mampu mengurangi atau menghilangkan
kecanggungan atau ketegangan dan menambah keluwesan dalam pergaulan, di samping
menimbulkan perasaan euphoria.
3.7

Rokok

Ketagihan merokok disebabkan oleh nikotin di dalam tembakau, yang memiliki sifat
merangsang (lemah) terhadap SSP dan menyebabkan euphoria serta menghilangkan perasaan
mengantuk. Penelitian menbuktikan bahwa rokok bukan saja berbahaya bagi perokoknya
saja, tetapi juga membahayakan penghisap rokok sekunder (perokok pasif). Terutama bagi
anak-anak dan yang sedang mengandung, karena dapat mengakibatkan penurunan berat
badan bayi yang dilahirkan dan meningkatkan mortalitas perinatal. Efek-efek negatif dari
menghisap asap rokok terdiri dari penurunan fungsi endotel dan meningkatkan kadar
fibrinogen darah yang mengakibatkan naiknya daya pembekuan darah. Besar kemungkinan
bahwa perokok pasif meyebabkan lebih banyak kematian akibat penyakit jantung koroner
dibandingkan dengan kanker paru.
3.8 LSD (Lysergic acid)
LSD merupakan obat halusinogenik paling kuat dan menghasilkan efek sikedeliki yang
signifikan hanya dengan dosis total 25 sampai 50 mg. Obat ini lebih dari 3000 kali lebih kuat
daripada meskalin. LSD dijual di perdagangan gelap dalam berbagai bentuk. Suatu sisitem
kontemporer yang populer yaitu menggunakan kertas berukuran perangko yang dicelup ke
dalam berbagai dosis LSD (50 sampai 300 mg atau lebih).
Efek obat halusinogenik berubah-ubah, bahkan pada individu yang sama pada keadaan yang
berbeda. LSD cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, dengan efek yang mulai muncul pada
menit ke-40 sampai ke-60, mencapai puncak setelah 2-4 jam, dan secara berangsur-angsur
kembali ke keadaan awal setelah 6 sampai 8 jam. Pada dosis 100mg, LSD menyebabkan
penyimpangan persepsi dan kadang-kadang halusinasi; perubahan mood meliputi elasi
(keadaan terangsang emosional yang meliputi kegirangan yang sangat dan sikap optimis
16

berlebihan) paranoia atau depresi; ketergantungan yang intens; dan kadang-kadang perasaan
panik. Tanda-tanda ingesti LSD meliputi dilatasi pupil, peningkatan tekanan darah dan pulsa,
kemerahan, salivasi, lakrimasi dan hiperrefleksia. Efek terhadap penglihatan mencolok.
Warna terlihat lebih kuat dan bentuk mungkin kelihatan berubah. Subjek dapat memusatkan
perhatian pada benda-benda yang tidak lazim seperti pola rambut di punggung tangan.
Reaksi psikotik panjang yang berlangsung selama dua hari atau lebih dapat terjadi setelah
mengonsumsi suatu halusinogen.episode skizofrenik dapat muncul pada individu yang
rentan, dan ada beberapa bukti bahwa penggunaan kronis obat ini berhubungan dengan
berkembangnya penyakit psikotik yang menetap (McLellan et al., 1979).

17

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Penyalahgunaan obat merupakan suatu keadaan dimana suatu obat digunakan tidak untuk
tujuan mengobati penyakit, akan tetapi digunakan untuk mencari atau mencapai kesadaran
tertentu karena pengaruh obat pada jiwa.
Motivasi dan penyebabnya seseorang menyalahgunakan obat bisa bermacam-macam dengan
semakin maraknya penyalahgunaan obat medis banyak bermunculan oknum penjual pil
dalam bentuk serbuk yang dikemas/dimasukan kedalam kapsul atau bahkan dicampur dengan
obat-obatan terlarang lainnya seperti ekstasi, metamfetamin, dll.
Untuk mewaspadai/mencegah meningkatnya dampak buruk akibat penyalahgunaan obatobatan medis diperlukan peran tenaga kesehatan, orang tua, guru, masyarakat dan instansi
keamanan/kepolisian secara bersama dan berkesinambungan.
2. Saran
Di era modern ini, obat-obat yang disalahgunakan bukan hal yang sulit lagi didapatkan.
Bahkan obat-obat yang beredar dipasaran terkadang disalahgunakan oleh banyak remaja saat
ini. Untuk itu, kita sebaiknya tahu tentang obat-obat apa saja yang sering disalahgunakan
pada saat ini dan kita sebaiknya mampu memberikan penyuluhan kedepannya nanti tentang
bahaya dari penyalahgunaan obat-obat tersebut.

18

DAFTAR PUSTAKA
Goodman dan Gilman. 2008. DasarFarmakologiTerapi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Joewana, Satya. 2005. Gangguan Mental Dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif:
Penyalahgunaan Napza/Narkoba. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Maslim, Rusdi. 2007. PanduanPraktis: PenggunaanKlinisObatPsikotropik. Jakarta: FK
UNIKA Atma Jaya.
Mycek, Mary J., dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.
Tjay, Tan H. dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan, Dan
Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
BadanPengawasanKeuangandan Pembangunan (n.d.).Undang-undang no. 22 tahun 1997
tentang Narkotika. Retrieved November 23, 2015 from www.bpkp.go.id.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. (n.d.). Undang-undang republik Indonesia nomor 5 tahun 1997 tentang
Psikotropika. Retrieved November 23, 2015 from binfar.kemkes.go.id

19

Anda mungkin juga menyukai