Anda di halaman 1dari 21

Proses Penuaan Normal Pada Saluran Gastrointestinal

Proses penuaan memberikan pengaruh pada setiap bagian dalam system


gastrointestinal (GI). Namun karena luasnya persoalan fisiologis pada system
gastrointestinal, hanya sedikit masalah-masalah yang berkaitan dengan usia yang
dilihat dalam kesehatan lansia. Banyak masalah-masalah GI yang dihadapi oleh lansia
yang erat kaitannya dengan fungsi normal saluran gastrointestinal dan perubahanperubahan kebutuhan nutrisi lansia.
A. Rongga Mulut
Penampilan fisik kemampuan, berkomunikasi dan asupan nutrisi di
sebagitingkatkan oleh kebersihan mukosa mulut dan keutuhan gigi. Walaupun
tanggalnya gigi bukan suatu konsekuensi dasar dari proses penuaan, banyak
lansia yang mengalami penanggalan gigi sebagai akibat dari hilangnya tulang
penyokong pada periosteal dan periodontal. Hilangnya sokongan tulang ini
juga berperan terhadap kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan penyediaan
sokongna gigi yang adekuat dan stabil pada usia lebih lanjut. Gigi yang tersisa
pada usia setelah 70 tahun sering menimbulkan perasaan ngilu pada
permukaan pengunyahan. Penyusutan dan fibrosis pada akar halus bersamasama dengan retraksi gusi yang berkontribusi terhadap penanggalan gigi pada
penyakit periodontal. Mukosa mulut tampak merah dan berkilat pada lansia
karena adanya atrofi. Bibir dan gusi tampak tipis karena epitelium telah
menyusut dan menjadi lebih mengandung keratin. Vaskularitas mukosa mulut
menurun dan gusi yang tampak pucat adalah akibat dari menurunnya suplai
darah.
Aliran air liur tetap normal pada lansia sehat dan tidak mendapatkan
pengobatan yang akan dapat menyebabkan mulut menjadi kering. Meskipun
ada beberapa kontroversi berkenaan dengan hilangnya kuncup perasa akibat
proses penuaan, banyak lansia mengeluh adanya gangguan sensasi rasa dan
penurunan kemampuan mengenali rasa yang tidak tajam.
B. ESOFAGUS, LAMBUNG DAN USUS

Motilitas esophagus tetap normal meskipun esophagus mengalami sedikit


dilatasi seiring penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah (kardiak)
kehilangan tonus. Reflex muntah pada lansia akan melemah. Kombinasi dan
factor-faktor ini meningkatkan resiko terjadinya aspirasi pada lansia.
Kesulitan dalam mencerna makanan adalah akibat dari penurunan sekresi
asam hidroklorik, dengan pengurangan absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin
B12. Motilitas gaster biasanya menurun dan melambatnya gerakan dari
sebagian makanan yang dicerna keluar dari lambung dan terus melalui usus
halus dan usus besar.
C. SALURAN EMPEDU, HATI, KANDUNG EMPEDU DAN PANCREAS
Kapasitas fungsional hati dan pancreas tetap dalam rentang normal karena
adanya cadangan fisiologis dari hati dan pancreas. Setelah usia 70 tahun,
ukuran hati dan pancreas akan mengecil, terjadi penurunan kapasitas
menyimpan

dan

kemampuan

mensintesis

protein

dan

enzim-enzim

pencernaan. Sekresi insulin normal dengan kadar gula darah yang tinggi (250300 mg/dL), tetapi respon insulin akan berkurang seiring dengan peningkatan
gula darah secara moderat (120-200 mg/ dL). PROSES penuaan telah
mengubah proporsi lemak empedu tanpa perubahan metabolism asam empedu
yang signifikan. Factor ini mempengaruhi peningkatan sekresi kolesterol.
Banyak perubahan-perubahan terkait usia terjadi dalam system empedu yang
terjadi pada pasien yang gemuk (obesitas).
KEBUTUHAN NUTRISI PADA LANSIA DALAM RANGKA PROMOSI
KESEHATAN
Secara fisiologis, kebutuhan energy lebih dikaitkan dengan tingkat aktivitas
fisik daripada usia kronologis. Kebutuhan asupan kalori sehari-hari yang
disarankan (Recommended Daily Allowence) pada lansia yang berusia 65
sampai 75 tahun adalah 2300 kkal.

RDA untuk lansia di atas 75 tahun

diturunkan menjadi 2050 kkal, konsumsi kalori dari karbohidrat kompleks


yang diharuskan sebanyak 55 samapai 65 % dan kurang dari 30% lemak, serta
porsi sisanya adalah protein. Factor-faktor fisiologis lainnya yang dikaitkan

dengan kebutuhan nutrisi yang unik pada lansia adalah menuunnya


sensitivitas

olfaktorius,

perubahan

persepsi

rasa

dan

peningkatan

kolesistikinin yang dapat mempengaruhi keinginan untuk makan dan


peningkatan rasa kenyang. Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak
mengganggu proses penyerapanvitamin pada berbagai tingkatan yang luas.
Namun, laporan-laporan terakhir mengindikasikan bahwa lansia mengalami
defisiensi vitamin B12, vitamin D dan asam folat. Perubahan-perubahan dalam
kebutuhan mineral meliputi rendahnya kebutuhan akan zat besi pada wanita
lansia daripada wanita usia produktif. Asupan kalsium sebagai satu mineral
esensial lainnya bagi lansia sekitar 600 mg perhari untuk wanita. Hal ini
hanya menggambarkan 30 sampai 40% dari kebutuhan yang disarankan. Pada
proses penuaan yang normal, peningkatan jaringan adipose secara normal
dapat menyertai penurunan massa tubuh dan cairan tubuh total.
1. Pencegahan primer
Proses penuaan memengaruhi kebutuhan nutrisi dan status pada 30 juta
lansia, 6 juta dari mereka beresiko tinggi terhadap malnutrisi. Studi-studi
mengindikasikan bahwa lansia yang memiliki penghasilan kurang dari
6000 dolar pertahun atau kurang dari 35 dolar perminggu untuk konsumsi
makanan, dan para lansia yang mengunjungi rekan atau keluarganya
kurang dari dua kali perminggu, dna para lansia yang kelebihan berat
badan sebesar 25 kg atau yang kekurangan berat badan 10 kg adalah
mereka yang beresiko tinggi mengalami kekurangan nutrisi. Faktor-faktor
sosioekonomi, juga penderita penyakit kronis dan polifarmasi, turut
berperan terhadap masalah malnutrisi yang actual atau potensial bagi
lansia.
-

Faktor-Faktor Sosioekonomi

Faktor-faktor sosioekonomi yang memengaruhi lansia meliputi isolasi sosial dan


pendapatan yang rendah.. Banyak lansia harus memilih antara makanan, obat-obatan
atau sewa tempat tinggal karena mereka hidup dengan pendapatan yang rendah atau
tidak teratur. Kekurangan asupan protein, vitamin dan mineral dapat diakibatkan

karena ketidakmampuan untuk membelanjakan makanan yang tepat. Banyak lansia


yang tidak bergigi memiliki masalah kelainan gigi atau penyakit peridontal dan tidak
dapat merawat giginya. Daging yang berkualitas tinggi, buah-buahan mentah mentah
dan sayuran sering dihindari karena semua itu terlalu mahal atau tidak dpat dikunyah
atau ditelan. Perawat mungkin dapat bekerja sama dengan dokter gigi setempat atau
sekolah doktervgigi untuk menyediakan pelayanan penapisan gigi.
-

Penyakit-Penyakit Kronis

Banyak penyakit kronis seperti gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronis yang
membutuhkan terapi diet yang sangat ketat. Diet ini sering menyulitkan dalam
mempertahankannyadan mungkin dapat turut berperan terhadap masalah defisiensi
nutrisi. Perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan terhadap orang-orang yang
memebutuhkan terapi diet untuk meyakinkan asupan nutrisi yang adekuat.
-

Pengobatan

Pengobatan seperti diuretic akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit.


Penyalahgunaan pemakaian laksatif dan penurunan fungsi nefron ginjal normal
terkait usia mungkin dapat terjadi bagian dari masalah ini. Lansia dapat lebih
memahami penjelasan tentang interaksi obat nutrient yang merugikan karena adanya
penurunan metabolism dan penggunaan berbagai obat. Efek samping lainnya adalah
peningkatan atau penurunan absorpsi nutrient. Alcohol juga mengganggu absorpsi
vitamin B dan folat. Zat-zat neuroleptic dapat menekan nafsu makan, sementara obatobat lainnya dapat meningkatkannya. Antihistamin juga turut berperan terhadap
penurunan nafsu makan. Minyak mineral, yang kadang-kadang digunakan seperti
laksatif dapat menghambat penyerapan vitamin A, D dan K yang larut dalam lemak.
Banyak lansia juga mengalami masalah kelebian berat badan sekarang daripada
sebelumnya. Kondisi ini menempatkan lansia pada peningkatan resiko untuk
mengalami penyakit kronis seperti hipertensi, stroke, arteri korener dan diabetes.
2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder dimulai dari pengkajian seksama terhadap klien dan upayaupaya untuk mengidentifikasi sumber masalah gizi. Kesalahan pengaturan
metabolism seharusnya diperbaiki dan pemberian obat-obatan untuk kondisi-kondisi
kronis dapat disesuaikan untuk mengurangi efek samping yang mengganggu nutrisi
yang normal.depresi yang tidak terdeteksi dan fase awal demensia sering terjadi pada
kurangnya asupan diet dan malnutrisi. Selain itu suatu pengkajian nutrisi adalah
penting untuk menentukan tujuan yang realistis dan tepat pada lansia dengan masalah
nutrisi. Pelayanan ahli diet akan menguntungkan bagi klien.
Banyak lansia yang tidak mengetahui bagaimana kebutuhan nutrisi mereka
mengalami perubahan sebagai akibat penuaan. Oleh akrena itu seluruh pemberi
pelayanan kesehatan perlu dipersiapkan untuk memberikan informasi yang akurat dan
terbaru tentang nutrisi normal. Asuhan keperawatan adalah suatu bagian penting
dalam memperbaiki asupan nutrisi apda institusi pelayanan akut maupun pelayanan
jangka panjang. Keterlibatan keluarga sangat penting untuk menyediakan nutrisi yang
baik di semua lingkungan. Kemampuan untuk memberikan makanan kesukaan lansia
dan memberikan atmosfir social yang mendorong asupan makanan adalah hal terbaik
yang dapat dilakukan oleh keluarga. Keluarga sering memiliki keinginan yang kuat
untuk berpartisipasi dalam cara ini dan berespon dengan baik terhadap saran-saran.
GANGGUAN-GANGGUAN PADA SISTEM GASTROINTESTINAL
A. PENYAKIT PERIDONTAL
Patofisiologi Dan Manifestasi Klinis
Penyakit periodontal (gingitivis dan periodontitis) adalah inflamasi dari strukturstruktur yang menyokong gigi, dengan hasil akhir berupa kerusakan tulang.
Kerusakan ini menyebabkan kehilangan gigi. Gingitivis dan periodontitis disebabkan
oleh bakteri yang terdapat dalam plak. Gingitivis adalah infeksi gusi superfisial,
biasanya disebabkan oleh hiegine gigi yang buruk. Tanda pertama gingitivis adalah
gusi yang kemerahan dan gusi bengkak yang berdarah ketika menggosok gigi. Jika
infeksi terus berkembang, bau mulut tidak sedap (halitosis), rasa tidak enak dalam
mulut atau adanya eksudat purulent di sekitar garis gusi. Kondisi lain yang dapat

memperberat penyakit periodontal meliputi infeksi mulut, maloklusi, malnutrisi,


disbetes mellitus, dan iritasi local seperti posisi gigi palsu yang tidak tepat.
1. Pencegahan primer
Pencegahan efektif

termasuk

menggosok

gigi

secara

teratur

dan

emmbersihkan gigi dengan benang, dan pemeriksaan gigi secar teratur untuk
pembersihan plak dan kalkulus dua atau tiga kali pertahun. Lansia harus
mengunjungi dokter gigi secara teratur bahkan jika mereka memiliki sebagian
gigi palsu. Gigi palsu harus diperiksa secara periodic untuk menjamin posisi
gigi yang tepat dan untuk mencegah iritasi mulut.
2. Pencegahan sekunder
Klien dapat mengeluh gusi sakit dan bengkak yang membuat sulit untuk
mengunyah, atau gigi yang tanggal, apath sebagian kecil gigi atau bahkan bau
yang tidak enak. Gusi berdarah atau eksudat purulent dapat terlihat. Perawat
harus menentukan apakah pasien mengunjungi dokter gigi, jika ya, kapan
tanggal pemeriksaan terakhir klien. Jika infeksi gigi terjadi, inflamasi dapat
terlihat. Gingitivis dapat disembuhkan dengan intervensi gigi secara dini.
Perawatannya melibatkan pembersihan secara seksama dengan cara
membersihkan tartar dan bakteri dari baeah gusi dan dari permukaan akar
gigu. Proses pembersihan ini disebut penghlusan akar gigi. Jika infeksi
periodontal (piorea) yang berat terjadi pengobatan dengan antibiotic mungkin
diperlukan. Pembedahan gigi mungkin diperlukan untuk memperbaiki tulang
dan jaringan. Dengan intervensi dini, periodontis biasanya dapat dikendalikan.
Perawat dapat membantu pasien untuk mendapatkan penanganan dari seorang
ahli bedah mulut jika tanggalnya gigi dan penyakit gusi menjadi berat.
B. DISFAGIA
Walaupun disfagia dianggap konsekuensi normal akibat penuaan, penyebab
struktural, vaskular atau neurogenik sekarang telah dikenali sebagai patologi
yang mendasari. Disfagia menunjukkan patologi yang signifikan pada lansia.
Tanpa meperhatikan penyebabnya, mukosa esophagus biasanya mengalami
iritasi akibat makanan yang statis. Perasaan jantung seperti terbakar atau nyeri
dada biasanya diketahui. Secara umum makanan padat dapat ditelan lebih

mudah daripada cairan, kecuali jika terjadi lesi structural.regurgutasi dan


aspirasi pulmonal sering terjadi, juga keluahan-keluahan makanan yang
menyangkut di kerongkongan dan batuk selama menelan.
1. Pencegahan primer
Disfagia dapat terjadi dari paralisis, iritasi tenggorokan, efek samping
obat, lesi structural (tumor atau striktur), atau perubahan vascular (disfagia
aortika). Stroke dan gangguan neuromuscular seperti penyakit Parkinson,
polimiosititis, miastenia gravis, hipertiroidisme, dan sclerosis amiotropik
lateral dapat menyebabkan disfagia. Disfagia yang diakibatkan dari
penyebab vascular dapat terjadi dari dilatasi atau aneurisma aorta. Seluruh
atau sebagian esophagus dapat dipengaruhi abnormalitas structural atau
neurogenic. Permulaan dari mekanisme menelan dan pergerakan makanan
ke dalam lambung dapat terganggu.
2. Pencegahan sekunder
Pengumpulan riwayat penyakit sangat penting untuk menentukan respon
klien terhadap disfagia. Perawat harus mengobservsi klien pada waktu
makan dan memperhatikan bagaimana ia dapat mengatur cairan atau
makanan dengan konsistensi yang berbeda. Kemampuan klien untuk
menghasilkan saliva harus dikaji. Saliva yang adekuat dapat membantu
pembentukan bolus makanan. Saliva yang kental dan mulur dapat
mengganggu makan. Seperti juga halnya jika terdapat xerostomia (mulut
kering)

makanan

dapat

terpecah-pecah

di

dalam

mulut,

yang

menyebabkan pasien tersedak. Saat perawat berbicara dengan pasien,


keabnormalan pola bicara dan nada suara dapat diketahui. Palatum dan
orofaring yang mengalami paralisis dapat menyebabkan nada suara
hipernasal. Suara yang serak dapat diseabbkan oleh paralisis parsial dari
saraf kranial ke 10. Pencegahan regurgitasi dan aspirasi adalah suatu
keharusan dan pengkajian kemampuan klien untuk menelan adalah
langkah pertama kearah pencegahan. Hufler merekomendasikan 3
pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi reflex menelan klien:

Minta klien untuk meletakkan lidahnya pda palatum. Pergerakan ini penting

untuk mendorong makanan masuk ke kerongkongan.


Usap arkus tonsiler pasien dan palatum mole dengan usapan kapas lembab
dan tanyakan apakah usapan ini dapat dirasakan. Beberapa perasaan sangat

penting pada area-area ini agar menelan dapat dilakukan.


Periksa kontraksi normal faring dengan meransang askus tonsiler dengan
usapan kapas. Apusan kapas tersebut harus dilembabkan dengan air jeruk
dingin untuk mendapatkan informasi tentang kontraksi otot-otot faring.
Perawat dapat membantu klien memposisikan lidahnya pada palatum
dengan cara mealkukan maneuver ini di depan cermin. Kemudian, arkus
tonsiler dimasase dengan apusan kapas lembab, yang akan membantu
menjaga otot-otot farin. Jika klien memperoleh kembali reflex menelannya,
diet yang lunak seperti pudding atau makanan bayi yang lunak dapat mulai
diberikan. Untuk mencegah asprasi klien harus diposisikan dengan leher agak
direfleksikan ke depan. Maneuver ini mendorong trakea untuk tertutup dan
esophagus untuk terbuka. Cairan harus dihindari pada awalnya karena pasien
disfagia biasanya memiliki kesulitan untuk menelan cairan. Untuk itu
sejumlah cairan harus dicampurkan dengan makanan.
Perawat mengobservasi kehilangan berat badan klien atau tanda-tanda
dehidrasi. Klien harus ditimbang dengan interval yang teratur. Ketakutan
tersedak dapat menyebabkan klien membatasi asupan makanan dan cairan.
Jika tersedak menjadi suatu masalah, siapkan alat pengisap di dekat klien.
Asuhan keperawatan dapat meliputi pemberian obat-obatan nitrat untuk
mengurangi nyeri akibat spasme esophagus. Klien harus diinfoemasikan
tentang efek samping dari obat-obatan.
REFLUKS GASTROESOFAGUS DAN HERNIA HIATAL
Refluks gastroesofagus adalah aliran balik getah lambung masuk kedalam

esofagus. Dinding esofagus lebih tipis dan lebih sensitif pada lansia. Selain itu,
dilatasi esofagus bagian bawah dengan relaksasi sfingter esofagus bawah (lower
esophageal spihinkter [LES]) membuat refluks esofagus lebih cenderung terjadi.

Hernia hiatal sering terlihat dengan tekanan LES. namun,, banyak lansia yang
mengalami gejala refluks tanpa hernia hiatal. Hernia hiatal adalah masuknya lambung
dan organ-organ dalam abdomen lainnya ke dalam rongga toraks melalui suatu
pembesaran hiatus esofagus dalam diagfragma. Hernia hiatal hiatal terjadi pada 40
sampai 60% orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun. Terdapat dua tipe hernia
hiatal. Tipe 1 atau hernia pergeseran (sliding hernia) adalah herniasi lambung ke atas
masuk ke dalam hiatus diafragma yang mengalami sedikit pembesaran. Hernia tipe 1
ini lebih sering terjadi dari pada hernia tipe 2, atau hernia bergulung (rolling hernia),
yaitu adanya herniasi dari sebagian lambung disepanjang esofagus, yang
memperbesar taut gastroesofagus.
Manifestasi Klinik
Gejala-gejala refluks esofagus mungkin tidak ada atau bervariasi. Keluhan
biasanya termasuk rasa terbakar pada jantung,regurgitasi,lambung yang asam,
disfagia, dan odinofagia (nyeri saat menelan). Rasa terbakar pada jantung
dimanifestasikan dengan adanya rasa terbakar retrosternal, biasanya setelah makan,
yang terjadi ketika membungkuk atau berbaring telentang.
Sebagian besar hernia hiatal tidak menimbulkan gejala. Jika gejala terjadi,
lansia dapat mengalami beberapa derajat rasa terbakar pada dada, flatulensi,
bersendawa, disfagia, atau rasa nyaman pada epigastrium setelah memakan jenis-jenis
makanan tertentu. Gejala-gejala hernia hiatal biasanya berhubungan dengan refluks
esofagus, yang terjadi akibat regurgitasi getah lambung masuk kedalam esofagus
bawah, yang menyebabkan iritasi mukosa esofagus. Jika refluks esofagitis berat
terjadi, ulserasi peptikum dan striktur dapat terjadi. Refluks gastroesofagus lebih
cenderung terjadi pada tipe 1. Nyeri yang dihasilkan dari refluks esofagus harus
dibedakan dari nyeri angina. Nyeri refluks biasanya dihubungkan dengan makan atau
berbaring telentang, dan tidak dihubungkan dengan perubahan tanda-tanda vital.
2. pencegahan sekunder

Ketika mengkaji riwayat penyakit, perawat harus menanyakan tentang adanya


rasa terbakar pada jantung, disfagia, bersendawa, lambung yang asam, atau
regurgitasi. Perawat harus menentukan jenis makanan apakah yang berhubungan
denagn awitan terjadinya gejala dan apakah aktivitas-aktivitas tertentu ( misalnya
berjongkok, membungkuk, atau berbaring terlentang) yang mengurangi atau
memperberat gejala.
PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan pada lansia dengan refluks esfagus atau hernia hiatal
melibatkan pengkajian yang berkelanjutan, pengajaran pasien, dan pemantauan
respons terhadap terapi. Karena modifikasi perilaku gaya hidup dapat membantu
mengurangi gejala-gejala, klien harus diinstruksikan tentang tindakan-tindakan yang
dapat menurunkan tekanan intrabdomen dan membantu digesti, juga tentang obatobatan yang diresepkan dan efek sampingnya. Klien harus dianjurkan untuk
menghilangkan zat-zat yang dapat menimbulkan gejala dari dietnya.

GANGGUAN-GANGGUAN PADA USUS HALUS


Penyakit malabsorpsi
Gangguan yang paling sering terjadi pada usus halus yang berkaitan dengan
klien lansia adalah malabsorpsi, yaitu gangguan asimilasi nutrien dari usus halus.
Penurunan sekresi asam lambung dan penggunaan antasid dalam waktu lama
mendorong ke arah pertumbuhan bekteri secara berlebihan, sering menyebabkan
malabsorpsi pada lansia. Malabsorpsi dapat juga dihubungkan dengan operasi usus
sebelumnya

atau

obat-obatan,

seperti

antikolinergik,

dan

narkotik

yang

memperlambat motilitas usus yang kemudian meningkatkan pertumbuhan bakteri.

Ketika mekanisme imun usus mengalami gangguan, seperti karena infeksi usus kronis
akibat Giardia lambia, diare berat akibat malabsorpsi. Pankreatitis kronis mungkin
dapat menyebabkan keadaan malabsorpsi karena aliran getah pankreas berkurang,
sehingga hanya sebagian makanan yang diingesti yang dapat diabsorpsi. Penyakit
celiac pada orang dewasa atau gluten enterophaty juga dapat menyebabkan
malabsorpsi karena gluten dalam diet dapat menyebabkan pengecilan vili usus halus
dan mengurangi area permukaan yang tersedia untuk absorpsi nutrien.
Malabsorpsi pada pasien lansia dapat juga terjadi akibat iskemia mesentrika.
Bila aliran darah ke usus terganggu, efisiensi usus mengalami penururnan, oleh
karena itu menyebabkan malabsorpsi. Kontaminasi usus halus oleh bakteri abdomen (
sindrom blind loopl lengkung buta) juga dapat menyebabkan malabsorpsi. Bakteri
bersaing dengan vitamin B12 Dan juga menyerang garam empedu, menganggu fungsi
deterjen mereka dalam absorpsi lemak. Kondisi malabsorpsi ini lebih sering
dihubungkan dengan divertikulosis usus halus, statis akibat usus yang konstriksi, dan
statis setelah gastrektomi parsial.
Manifestasi Klinik
Malabsorpsi bukan akibat yang normal dari penuaan, walaupun masalah
malabsorpsi dapat muncul pada lansia, sering dengan manifestasi lain yang
menyertainya. Tanda dan gejala malabsorpsi sering terlihat dalam hubungannya
dengan gangguan inflamasi usus. Diare, nyeri abdomen, dan perdarahan rektum
adalah gejala-gejala yang paling jelas. Orang-orang yang mengalami penyakit celiac
dapat mengalami osteomalasia yang terjadi akibat gangguan absorpsi vitamin D dan
kehilangan kalsium secara tidak normal dalam feses. Lansia sering tampak kurus dan
semakin kurus akibat sakit, dengan membran mukosa yang pucat dan kulit yang
kering dan berisik. Tekanan darah mungkin rendah dan demam dapat terjadi jika
terdpat pertumbuhan bakteri yang berlebih dalam usus.
1. Pencegahan primer

Pencengahan primer terhadap malabsorpsi bertujuan untuk memodifikasi atau


menghilangkan faktor-faktor yang turut berperan. Pasien harus diperingatkan tentang
penggunaan antasida berlebihan yang menyebabkan pertumbuhan bakteri secara
berlebihan yang dapat berbahaya bagi pasien, yang membawa ke arah kondisi
malabsorpsi. Pemantauan secara seksama dan terus-menerus pada kklien yang
menggunakan berbagai macam obat yang diresepkan sangat penting untuk mencegah
penurunan mortilitas usus yang disebabkan oleh obat-obatan.
Pasien lansia harus diajarkan untuk membaca label dan mewaspadai makananmakanan yang menimbulkan tanda-tanda intoleransi, seprerti susu dan produk-produk
yang mengandung susu. Produk-produk susu yang difermentasikan, seperti yogurt,
sering dapat ditoleransi lebih baik dari pada produk-produk yang mengandung susu.
Intoleransi laktosa mungkin dapat dikurangi dengan susu yang laktosanya telah
dihidrolisis atau produk enzim yang dijual bebas, seperti lact-acid.
Klien dapat mempunyai masalah malabsorpsi akibat isolasi atau situasi
kehidupan yang penuh stress. Evaluasi dan modifikasi stresor pada situasi lansia
harus ditujukkan dengan cara memberikan makana-makanan yang mudah dicerna
dalam suatu lingkungan yang nyaman. Kontak sosial dan dukungan adalah faktor
penting yang meningkatkan kebiasaan makan yang sehat untuk banyak lansia.
2. Pencegahan Sekunder
Pasien harus ditanyai tentang pola eliminasi dan asupan diet yang normalnya.
Jika diare sering terjadi, karakter, konsistensi, warna, dan bau feses harus dicatat.
Pengkajian klien meliputi pengawasan terhadap tanda dan gejala dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dengan memeriksa berat badan klien setiap hari,
karakter membran mukosa, dan hipotensi postural.
Riwayat diet memberikan suatu dasar untuk membuat modifikasi yang
diperlukan.

Klien

dapat

diajarkan untuk

memodifikasi

diet dengan

cara

menghilangkan gluten dan latktose. Karena pembatasan diet yang ketat sering

merupakan sesuatu yang sangat sulit bagi lansia, dukungan yang terus-menerus
mungkin diperlukan untuk memastikan kepatuhan klien dan untuk menghilangkan
masalah-masalah malabsorpsi lebih lanjut. Ketika kondisi pasien telah semakin
membaik, sejumlah kecil gluten atau laktose mungkin dapat ditoleransi oleh klien.
Konsultasi secara periodik dapat membantu menjamin dukungan nutrisi yang
adekuat. Klien dapat hanya menunjukkan tanda-tanda penyakit malabsorpsi yang
samar-samar. Mungkin hanya anemia, diare, dan penurunan berat badan yang menjadi
tanda bahwa malabsorpsi sedang terjadi. Perawat mungkin mampu mendeteksi tandatanda ini, yang tidak tampak penting bagi klien. Edukasi pasien secara berkelanjutan
diperlukan untuk memberikan penguatan tentang pentingnya gejala-gejala penyerta
ini.
PENYAKIT-PENYAKIT PADA USUS BESAR
Gangguan yang sering terjadi pada usus besar yang mempengaruhi lansia
adalah divertikulosis, kanker, konstipasi dan diare.
PENYAKIT DIVERTIKULAR
Penyakit divertikular sering terjadi pada lansia. Pada usia 80 tahun, sedikitnya
40% orang-orang terkena penyakit ini. Kultur barat dan diet yang secara khas rendah
serat mungkin menyebabkan insidensi divertikulosis yang tinggi. Divertikulum
kolonik adalah suatu kantong diluar atau herniasi melalui mukosa kolon. Biasanya
terdapat penebalan dinding kolon yang jelas. Kolon sigmoid paling sering
terpengaruh dan mungkin merupakan satu-satunya bagian usus yang terkena pada 50
sampai 65% pasien.
Sebagian besar orang dengan divertikulosis adalah tanpa gejala; namun,
sebagian orang dapat mengalami konstipasi, kembung, dan rasa tidak nyaman serta
distensi abdomen. Komplikasi dari divertikulosis timbul ketika terdapat inflamasi
akut (divertikulitis), ruptur dari satu atau lebih divertikula, perdarahan atau obstruksi.
Divertikulitis terjadi ketika ada mikroperforasi dan kebocoran isi usus ke dalam

jaringan-jaringan disekitarnya, yang menyebabkan inflamasi. Pasien dapat mengalami


nyeri, nyeri tekan abdomen, demam, dan sering terdapat massa yang dapat diraba.
Perdarahan gastrointestinal bagian bawah terjadi sampai 15% dari pasien dengan
penyakit divertikular. Perdarahan sering terjadi tanpa nyeri abdomen yang signifikan.
Gangguan mortilitas usus dianggap merupakan predisposisi pembentukan
divertikula pada lansia. Terjadinya ruptur divertikulum dapat mengancam jiwa, yang
akhirnya perlu pembedahan besar dan sering kali suatu kolostomi sementara.
Obstruksi usus dan penyakit divertikular adalah penyebab kematian terbanyak yang
berhubungan dengan gastrointestinal pada lansia.
1. Pencegahan Primer
Klien lansia harus dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan darah samar di
dalam feses setiap tahunnya. Diet yang seimbang dengan asupan serat yang adekuat
sangat dianjurkan. Pasien yang mengalami perubahan kebiasaan buang air besar
secara tiba-tiba atau adanya perdarahan gastrointestinal harus segera mendapatkan
perhatian medis. Gaya hidup yang aktif harus dianjurkan karena latihan dan kontak
sosial yang berarti dapat meningkatkan pola makan dan eliminasi yang sehat.

2. Pencegahan Sekunder
Pengajuan pertanyaan yang seksama tentang kebiasaan buang air besar,
khususnya perubahan dalam konstipasi dan diare, adalah bagian yang penting dalam
pengkajian. Diare atau konstipasi yang terjadi secara bergantian yang berkembang
menjadi mual dan muntah merupakan tanda adanya ruptur atau suatu obsrtuksi
divertikulum. Status nutrisi pasien, kebiasaan makan, dan pengetahuan umum tentang
proses penyakit harus dikaji.

Asuhan keperawatan terhadap lansia dengan penyakit divertikular termasuk


penatalaksanaan nyeri dan manipulasi diet. Upaya-upaya untuk menangani nyeri
harus menghindari penggunaan opiat, yang dapat meningkatkan tekanan intralumen
sigmoid. Manipulasi diet adalah kebutuhan terus-menerus yang secara aktif
melibatkan klien dan pemberi perawatan. Oleh karena itu, edukasi dimulai selama
fase akut proses penyakit untuk mengajarkan klien tentang pentingnya serat dalam
diet, menghindari makanan yang pedas, dan mengendalikan konstipasi tanpa
menggunakan laksatif secara berlebihan.
OBSTRUKSI USUS
Obstruksi usus adalah penghentian sebagian atau keseluruhan dari majunya
aliran isis usus, biasanya terjadi sebagai akibat dari penutupan lumen usus yang
aktual. Obstruksi dapat disebabkan oleh adhesi mekanis (dari pembedahan
sebelumnya), volvolus, intusepsi, tumor, atau ileus neurogenik atau paralitik, atau
penyakit usus iskemik. Kanker kolon mungkin merupakan penyebab obstruksi yang
paling sering pada lansia.
Usus secara normal mensekresikan dan mereabsorpsi kira-kira 7 sampai 8 liter
cairan yang kaya elektrolit setiap harinya. Ketika suatu obsrtuksi terjadi, sejumlah
besar cairan, bakteri yang berfermentasi, dan udara yang tertelan berkumpul pada
bagian proksimal dari obstruksi tersebut. Pasien mengalami mual, muntah, dan
distensi. Pertukaran cairan sering terjadi dan permeabilitas kapiler menurun, yang
menyebabkan kebocoran isis usus yang masuk ke dalam rongga peritoneal.
Pada awalnya, pasien dengan obstruksi usus akan memiliki tanda dan gejala
yang berhubungan dengan upaya tubuh untuk mengatasi obstruksi tersebut. Peristaltik
akan berusaha untuk meningkatkan kecepatan untuk mencoaba melewati isis usus
melalui sistem tersebut. Pasien akan mengalami bisisng usus dengan kecepatan tinggi
dengan nyeri kram. Seiring dengan perkembangan obstruksi, bising usus menjadi
hipoaktif, distensi abdomen meningkat, dan muntah, sering menyemprot, jika selang
nasogastrik tidak digunakan. Pasien akan tetap memiliki pergerakan usus bahkan

dengan adanya obstruksi karena kolon distal akan terus mengosongkan isinya. Lansia,
yang mungkin mengalami dehidrasi, ringan sebelum episode akut, akan dengan cepat
mengalami penurunan volume cairan. Tanda-tanda sepsis dapat terjadi akibat
kebocoran usus kedalam rongga abdomen.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan obstruksi usus pada klien lansia dapat dicapai dengan
memberikan pendidikan kepada mereka tentang tanda-tanda peringatan kanker kolon.
Hal ini melibatkan kebutuhan utnuk melaporkan perubahan-perubahan kebiasaan
buang air besar kepada pemberi perawatan primer. Pemeriksaan darah samar pada
feses secara periodik, bersama-sama dengan pendididikan tentang faktor risiko yang
lain, seperti riwayat keluarga dan kebiasaan diet yang buruk, juga sangat penting.
2. Pencegahan Sekunder
Pengkajian keperawatan termasuk pengkajian riwayat nyeri pasien secara
seksama. Pengkajian abdomen harus meliputi auskultasi bising usus dan palpasi.
Pengkajian tekanan darah posisi telentang dapat menunjukkan defisit volume cairan.
Data laboratorium dapat menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan peningkatan
hemoglobin dan hematokrit yang disebabkan oleh hemokonsentrasi dan defisit
volume cairan. Pasien dapat mengalami demam atau temperatur dibawah normal jika
terjadi sepsis akut.
Penatalaksanaan keperawatan akan memfokuskan pada penggantian cairan
dan elektrolit yang hilang melaui muntah atau drainase nasogastrik secara seksama.
Cairan harus diganti secara perlahan-lahan untuk mencegah kompilkasi gagal jantung
kongestif. Klien biasanya dipertahankan untuk istirahat di tempat tidur selama fase
akut. Perawatan harus terstruktur untuk menghindari komplikasi yang berhubungan
dengan imobilitas. Penatalaksanaan nyeri yang bijaksana sangat penting untuk
menghindari komplikasi yang berhubungan dengan imobiltas. Penataksanaan nyeri
yang bijaksana sangat penting untuk memberikan penurunan rasa nyeri sementara

menghindari masalah lebih lanjut akibat konfusi dan disorientasi. Selain itu, jika
obstruksi tidak dapat dihilangkan dalam waktu 48 jam, penambahan nutrisi harus
dilakukan.
KONSTIPASI
Peristaltik mengandalkan suatu sistem yang kompleks dari integrasi antar
sistem saraf simpatis, parasimpatis, saraf gaster, dan efek neuron lokal dan sistem
saraf pusat. Makanan-makanan tertentu, aktivitas, pengobatan, dan emosi semuanya
mepengaruhi peristaltik. Konstipasi adalah masalah umum yang disebabkan oleh
penurunan motilitas, kurang aktivitas, dan penururnan kekuatan dan tonus otot.
Defisiensi diet dalam asupan cairan dan serat juga dapat menimbulkan konstipasi.
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpulan sensasi saraf,
tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal
untuk defekasi.
Konstipasi adalah suatu penurunan frekuensi pergerakan usus yang disertai
dengan perpanjangan waktu dan kesulitan pergerakan feses. Konstipasi dapat
dikategorikan lebih lanjut sebagai konstipasi yang diimajinasikan, konstipasi kolonik,
atau konstipasi rektal.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan konstipasi pada lansia dimulai dengan memodifikasi kepercayaan
tentang eliminasi. Pemberian edukasi tentang kandungan cairan, selulosa, dan serat
dalam diet dan menetapkan laithan rutin yang sesuai akan membantu dalam eliminasi
yang sehat. Diet yang berserat sangat membantu dalam mencegah konstipasi karena
serat menahan cairan, membuat feses menjadi lebih berbentuk, lunak, dan mudah
untuk dikeluarkan. Karena lansia mengalami perlambatan motilitas gastrointestinal,
tambahan diet berserat akan menururnkan waktu yang diperlukan bagi suatu zat untuk
bergerak melalui usus. Jumlah asupan diet serat setiap hari yang dianjurkan adalah
dari 20 sampai 35 gram. Suatu campuran gandum, saus apel, dan jus kismis telah

ditemukan merupakan metode yang efektif dalam meningkatkan eliminasi usus yang
normal.
Kegiatan pengajaran termasuk memberikan informasi tentang pemberian obatobatan katartik, laksatif, dan purgatif. Purrgatif tidak digunakan karena dapat
menyebabkan hal-hal seperti feses encer dan kram yang berbahaya. Katariktik dapat
mengakibatkan feses lunak, tetapi juga dihubungkan dengan beberapa kram abdomen.
Laksatif juga bekerja pada usus besar dan diklasifikasikan sebagai pemberi bentuk,
osmotik, surfaktan (zat yang membasahi), kontak (stimulan, iritan), lubrikan, atau
supositoria dan enema. Suatu regimen untuk usus terdiri dari suposituria sesuai
kebututhan jika dipilih untuk dosis harian dari Susu Magnesium atau Metamucil.
Cairan, terutama air bening, adalah pelembut feses yang alami. Anjurkan untuk
minum beberapa gelas air putih setiap harinya. Kopi, teh, dan jus bekerja sebagai
deuretik, menarik air daris usus, sehingga menghasilkan feses yang keras. Walaupun
kopi dan teh, terutama sebagai rutinitas pagi hari, dapat menstimulasi kerja usus
harian, asupannya harus minimal.
Latihan fisik adalah suatu faktor yang penting dalam menghindari konstipasi.
Untuk klien yang mengalami imobilitas yang telah mengalami perlambatan motilitas
usus, bahkan ketika berganti posisi di tempat tidur atau memindahkan berat seseorang
di kursi dapat memiliki efek yang positif terhadap peristaltik. Suatu program untuk
meningkatkan aktivitas yang dimulai dengan latihan rentang gerak pasif adlah suatu
komponen esensial dalam mencegah konstipasi.
2. Pencegahan Sekunder
Perawat yang mengkaji konstipasi pada lansia harus:

Menetukan jenis konstipasi melalui suatu riwayat buang air besar.


Mengidentifikasi faktor-faktor yang menempatkan pasien pada risiko tinggi

untuk mengalami konstipasi.


Mengisolasi dan memodifikasi elemen-elemen yang turut berperan terhadap
masalah kostipasi.

Penatalaksanaan

keperawatan

untuk

lansia

dengan

konstipasi

yang

dibayangkan atau dipersepsikan harus memfokuskan pada pendidikan tentang


defekasi yang normal. Perawat dapat membantu klien utnuk memeriksa sumber dari
sikap dan kepercayaannya tentang eliminasi. Klien dianjurkan untuk menetapkan
tujuan dari eliminasi setiap hari dan untuk menyimpan kalender atau catatan harian
sebagai pengingat selama fase awal perubahan perilaku. Jika terdpat penyalahgunaan
laksatif jangka panjang, konstipasi kolonik dapat terjadi ketika obat-obat ini
dihentikan. Oleh karena itu, klien akan perlu diajarkan tentang tindakan-tindakan
preventif.
Tindakan-tindakan tambahan untuk lansia yang mengalami konstipasi kolonik
termasuk menetapkan rutinitas defekasi dengan privasi yang adekuat. Waktu yang
paling sering untuk buang air besar adalah 1 jam setelah sarapan pagi. Jika riwayat
defekasi klien menunjukkan adanya pola eliminasi pada malam hari, 1 jam setelah
makan malam mungkin lebih produktif. Memberikan cairan hangat dengan makanan
dan membantu klien pada posisi duduk tegak yang nyaman akan membantu
pergerakan feses. Kostipasi rektal memerlukan semua intervensi yang telah
disebutkan sebelumnya. Selain itu, lansia dengan konstipasi rektal mungkin
memerlukan latihan otot-otot pelvis kembali.
DIARE
Diare adalah defekasi yang meningkat dalam frekuensi, lebih cair, dan sulit
untuk dikendalikan. Infeksi bakteri dan virus, impaksi fekal, pemberian makanan
melalui slang, dan diet yang berlebihan (terutama pisang) dapat menyebabkan diare
akut pada lansia. Diare dapat mengganggu gaya hidup normal. Untuk lansia yang
aktif secara fisik, diare dapat membatasi interaksi sosialnya. Ketika klien harus
berada ditempat tidur atau kurang mobilisasi, diare dapat menimbulkan masalah
serius, seperti infeksi saluran kemih atau ulkus dekubitus.
Diare kronis dapat disebabkan oleh malabsorpsi, penyakit divertikular,
gangguan inflamasi usus, atau obat-obatan, terutama antasid, antibiotik, antidisritmia,

dan antihipertensi. Penyakit sistemik seperti tirotoksikosis, penyakit hati, neuropati


diabetik, dan uremia dapat menyebabkan diare. Penyakit iskemi diantara lansia,
terutama mereka dengan masalah jantung, dapat mengarah pada kolitis iskemik
dengan diare. Prosedur pembedahan, seperti gastrektomi dan gangguan psikogenik
juga dapat menyebabkan diare.
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer pada lansia dengan diare bertujuan untuk memebrikan
pendididkan pada klien tentang penyebab diare dan mempertahankan diet yang
seimbang. Karena diare mungkin merupakan akibat dari gangguan yang lebih serius
seperti obstruksi usus atau keganasan, semua lansia harus dianjurkan untuk mencari
bantuan medis jika diare tetap terjadi.
2. Pencegahan Sekunder
Lansia dengan awitan diare akut biasanya mengalami penururnan volume dan
dapat mengalami demam, takikardia, dan hipotemsi postural, turgor kulit buruk.
Peningkatan hemoglobin dan hematokrit, seperti juga perubahan kadar kalium dan
natrium serum, dapat terjadi. Pada awalnya, perawat memeriksa pasien untuk
mengetahui adanya impaksi fekal. Perhitungan banyaknya feses dan pengukuran
asupan dan haluaran yang akurat perlu dicatat. Pemberian makanan melalui selang
yang terlalu cepat atau memiliki osmolaritas terlalu tinggi dapat menyebabkan diare.
Pengobatan pasien harus ditinjau ulang untuk mengobservasi obat-obatan dengan
diare sebagai potensial efek sampingnya. Kaji adanya nyeri atau daerah nyeri tekan
terlokalisasi pada abdomen.
Fokus utama penatalaksanaan keperawatan adalah untuk mempertahankan
nutrisis yang adekuat dan keseimbangan elektrolit serta untuk mencegah kerusakan
kulit, sementara menemukan dan menghilangkan penyebab diare. Malnutrisi dapat
menjadi penyebab dan akibat dari diare pada lansia. Formula asam amino bebas yang
diberikan secara perlahan (20 sampai 30 mi/jam) melalui selang lambung mungkin

diperlukan untuk mengatasi malnutrisi dan meningkatkan absorpsi. Selain itu, klien
harus diberikan hidrasi secara adekuat sebelum program pemberian makanan jenis
apa pun mulai dilakukan.
Pencegahan kerusakan kulit selama episode-episode diare memerlukan
pengawasan secara ketat. Kulit harus langsung diberikan dengan sabun ringan dan air
hangat dan dikeringkan dengan baik setelah buang air besar. Krim pelembap protektif
dapat memberikan perlindungan terhadap keasaman enzim digestif.

Anda mungkin juga menyukai