Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok penyakit yang dikarakteristikan
oleh hiperglikemia akibat dari kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
(Lemone & Burke, 2008). Definisi lain menyebutkan bahwa DM adalah gangguan
metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi
klinis berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2005).
Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) terdapat 382 juta orang di
dunia menderita DM dimana orang tersebut berusia 40-59 tahun. Dari jumlah tersebut
laki-laki memiliki angka kejadian lebih tinggi yaitu 198 juta dibandingkan dengan
wanita 184 juta kasus, serta 80% dari penderita DM

hidup di negara-negara

berpenghasilan rendah dan menengah. Penderita DM di dunia tahun 2035 diperkirakan


akan meningkat sebanyak 591,9 juta orang atau satu dari 10 orang dewasa. Hal ini
setara dengan sekitar tiga kasus baru setiap 10 detik, atau hampir 10 juta per tahun .
Penderita DM tertinggi di dunia terdapat di negara Pasifik bagian barat 138,2 juta kasus,
Asia tenggara 72,1 kasus, Eropa 56,3 kasus, Amerika Utara dan Karibia 36,7 kasus,
Timur Tengah dan Afrika Utara 34,6 kasus, Amerika Selatan dan Tengah 24,1 kasus,
dan Afrika 19,8 kasus (IDF, 2013).
Dari semua sub kawasan diatas, khusus di kawasan Asia tenggara, prevalensi
jumlah penderita DM tertinggi terdapat di negara Cina yaitu 98,4 juta orang, diikuti oleh
India 65,1 juta orang dan Indonesia berada pada urutan kedelapan dengan 8,5 juta orang
penderita DM (IDF, 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun
2007, provinsi Riau merupakan urutan kedua penderita DM di Indonesia dengan
prevalensi sebesar 11,1% (Sartika, Sumangkut, Wenny, Supit, Franly, & Onibala, 2013).
1

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012) diperoleh jumlah
penderita DM sebanyak 2829 orang. Sedangkan jumlah penderita DM dari bulan januari
tahun 2012 hingga bulan desember tahun 2013 di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
sebanyak 500 orang.
Salah satu bentuk komplikasi dari DM yaitu terjadinya gangguan pada fungsi
saraf perifer yang dikenal dengan istilah neuropati perifer. Neuropati perifer secara
umum dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu neuropati otonom, neuropati sensorik
dan neuropati motorik. Neuropati sensorik merupakan kerusakan yang sangat umum
terjadi pada pasien dengan DM. Hal ini terjadi akibat memburuknya fungsi saraf
terhadap tekanan, iskemia dan kelainan metabolik (Watkins, Amiel, Howell, & Turner,
2003). Gejala khas dari neuropati sensorik adalah kesemutan, nyeri pada tangan dan
kaki, serta berkurangnya sensitivitas atau mati rasa. Berkurangnya sensasi pada kaki
tanpa disadari dapat menyebabkan trauma terutama akibat pemakaian sepatu, terkena
paku atau batu saat berjalan tanpa alas kaki, luka bakar dari air panas, dan lainnya yang
pada akhirnya menyebabkan infeksi. Hal ini semakin parah karena kaki yang terluka
tersebut tidak dirawat dan mendapat perhatian serius, serta ditambah dengan adanya
gangguan aliran darah ke perifer yang disebabkan karena komplikasi makrovaskular
dari DM, mengakibatkan luka tersebut sukar untuk sembuh dan akan menjadi borok
atau ulkus (Waspadji, 2006).
Ulkus diabetikum berkembang umumnya pada ujung jari kaki dan pada plantar
khususnya pada permukaan kepala metatarsal. Ulkus biasanya sering didahului dengan
pembentukan kalus. Jika kalus tidak dibuang maka perdarahan dan nekrosis jaringan
akan terjadi hingga akhirnya menyebabkan munculnya ulserasi atau ulkus. Penyebab
utama ulkus adalah infeksi sekunder oleh stafilokokus, streptokokus, organisme gram
negatif, dan bakteri anaerob (Latov, 2007).

Prevalensi ulkus pada populasi DM adalah 4-10% dimana kondisi ini lebih sering
terjadi pada pasien yang lebih tua, sebagian besar (60-80%) dari ulkus kaki akan
sembuh, sedangkan 10-15% dari mereka akan tetap aktif, dan 5-24% akan
menyebabkan amputasi anggota tubuh dalam jangka waktu 6-18 bulan (Alexiadou &
Doupis, 2012). Menurut Waspadji (2006 dalam Ferawati, 2014), ulkus diabetikum di
Indonesia merupakan permasalahan yang belum dapat terkelola dengan baik. Prevalensi
terjadinya ulkus diabetikum di Indonesia sebesar 15% dan sering kali berakhir dengan
kecacatan dan kematian.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Philips, et al (1994 dalam
Baranoski & Ayello, 2004) berjudul A Study of the Impact of Leg Ulcer on Quality of
Life: Financial, Social, and Psychological Implication menyimpulkan bahwa pada
pasien dengan luka kronik di kaki dan tingkat kekambuhan yang tinggi memperlihatkan
banyak yang merasa pesimis terhadap potensial penyembuhan luka. Interview pada
lebih dari 73 pasien dengan luka di kaki mengindikasikan hanya 3% saja yang merasa
yakin luka kronik di kaki mereka akan mencapai proses penyembuhan. Penelitian yang
dilakukan oleh Winkley, Stahl, Chalder, Edmonds, dan Ismail (2009) tentang Quality of
life in people with their first diabetic foot ulcer: a prospective cohort study. Sampel dari
penelitian ini adalah berjumlah 253 orang dengan pengalaman pertama terkena ulkus
diabetikum selama 18 bulan. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah studi kohort
prospektif dengan menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menujukkan bahwa dari 253
orang dengan pengalaman pertama terkena ulkus diabetikum, 40 orang meninggal
dunia, 36 orang menjalani amputasi, 99 orang mengalami ulkus berulang, 52 orang
mengalami ulkus tanpa penyembuhan. Terdapat penurunan kualitas hidup yang
signifikan pada pasien yang mengalami ulkus yang tidak sembuh dan ulkus berulang.
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Amidah (2002, dalam Rahmat, 2010) berjudul

Gangguan kecemasan pada penderita DM menyatakan bahwa secara sosial penderita


DM akan mengalami beberapa hambatan utamanya berkaitan dengan pembatasan dalam
diet yang ketat dan keterbatasan aktifitas karena komplikasi yang muncul. Dalam
bidang ekonomi, biaya untuk perawatan penyakit dalam jangka panjang dan rutin
merupakan masalah yang menjadi beban tersendiri bagi pasien. Beban tersebut masih
dapat bertambah lagi dengan adanya penurunan produktifitas kerja yang berkaitan
dengan perawatan ataupun akibat penyakitnya. Kondisi tersebut berlangsung kronis dan
bahkan sepanjang hidup pasien, dan hal ini akan menurunkan kualitas hidup pasien DM
tersebut.
Organisasi Kesehatan Dunia mendefinisikan kualitas hidup (QOL) sebagai
persepsi individu terhadap posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan
sistem nilai yang mereka anut dan dalam kaitannya dengan tujuan mereka, harapan,
standar dan juga perhatian. Kualitas hidup dipengaruhi oleh kesehatan fisik seseorang,
keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, dan hubungan lingkungan
mereka. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 7 pasien DM disertai
ulkus diperoleh pasien pertama yang akan direncanakan amputasi mengatakan sangat
cemas, jantungnya berdebar-debar, ketakutan, merasa putus asa, dan merasa hidupnya
tidak berguna lagi, pasien kedua dan ketiga yang sudah pernah debridemen berulang
mengatakan pasrah dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan, sedangkan empat pasien
lainnya yang datang dengan perawatan luka saja mengatakan merasa malu, tidak
percaya diri, dan ketergantungan dengan obat-obatan. Berdasarkan fenomena di atas
maka peneliti tertarik untuk meneliti apakah ada hubungan stadium ulkus diabetikum
dengan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2.
B. Rumusan Masalah

DM adalah suatu keadaan yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam
darah atau dikenal dengan istilah hiperglikemia. Secara umum ada banyak komplikasi
yang ditimbulkan akibat kontrol glukosa yang buruk pada pasien dengan diabetes
melitus yaitu neuropati perifer yang ditandai dengan terjadinya ulkus diabetikum.
Selama mengalami ulkus diabetikum ada banyak hal yang dirasakan oleh pasien yang
dapat mempengaruhi kesehatan fisik

seseorang, keadaan psikologis, tingkat

kemandirian, hubungan sosial, dan hubungan lingkungan mereka. Berdasarkan latar


belakang permasalahan diatas maka peneliti ingin mengetahui hubungan antara stadium
ulkus diabetikum dengan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan stadium ulkus diabetikum dengan kualitas hidup pada
pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi Provinsi Riau.
2. Tujuan khusus
a) Mengidentifikasi kualitas hidup pasien DM tipe 2 di RSUD Petala Bumi Provinsi
Riau
b) Mengidentifikasi stadium ulkus diabetikum pasien DM tipe 2 di RSUD Petala
Bumi Provinsi Riau
c) Mengetahui hubungan stadium ulkus diabetikum dengan kualitas hidup pada
pasien DM tipe 2 di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca sebagai
informasi cara meningkatkan kualitas hidup pada penderita DM yang mengalami

ulkus diabetikum. Selain itu dapat dijadikan Evidence Base bagi praktik keperawatan
di semua tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di masyarakat.
2. Bagi Penderita Diabetes Melitus
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penderita DM untuk
mencegah terjadinya ulkus diabetikum dengan pengetahuan yang cukup akan
mengubah pola hidup yang adaptif bagi penderita DM, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup.
3. Bagi Dunia Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai sumber data untuk mengetahui tentang ulkus
diabetikum serta kualitas hidup penderita DM.

Anda mungkin juga menyukai