BAB I Terbaru
BAB I Terbaru
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok penyakit yang dikarakteristikan
oleh hiperglikemia akibat dari kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya
(Lemone & Burke, 2008). Definisi lain menyebutkan bahwa DM adalah gangguan
metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi
klinis berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2005).
Berdasarkan International Diabetes Federation (IDF) terdapat 382 juta orang di
dunia menderita DM dimana orang tersebut berusia 40-59 tahun. Dari jumlah tersebut
laki-laki memiliki angka kejadian lebih tinggi yaitu 198 juta dibandingkan dengan
wanita 184 juta kasus, serta 80% dari penderita DM
hidup di negara-negara
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2012) diperoleh jumlah
penderita DM sebanyak 2829 orang. Sedangkan jumlah penderita DM dari bulan januari
tahun 2012 hingga bulan desember tahun 2013 di RSUD Petala Bumi Provinsi Riau
sebanyak 500 orang.
Salah satu bentuk komplikasi dari DM yaitu terjadinya gangguan pada fungsi
saraf perifer yang dikenal dengan istilah neuropati perifer. Neuropati perifer secara
umum dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu neuropati otonom, neuropati sensorik
dan neuropati motorik. Neuropati sensorik merupakan kerusakan yang sangat umum
terjadi pada pasien dengan DM. Hal ini terjadi akibat memburuknya fungsi saraf
terhadap tekanan, iskemia dan kelainan metabolik (Watkins, Amiel, Howell, & Turner,
2003). Gejala khas dari neuropati sensorik adalah kesemutan, nyeri pada tangan dan
kaki, serta berkurangnya sensitivitas atau mati rasa. Berkurangnya sensasi pada kaki
tanpa disadari dapat menyebabkan trauma terutama akibat pemakaian sepatu, terkena
paku atau batu saat berjalan tanpa alas kaki, luka bakar dari air panas, dan lainnya yang
pada akhirnya menyebabkan infeksi. Hal ini semakin parah karena kaki yang terluka
tersebut tidak dirawat dan mendapat perhatian serius, serta ditambah dengan adanya
gangguan aliran darah ke perifer yang disebabkan karena komplikasi makrovaskular
dari DM, mengakibatkan luka tersebut sukar untuk sembuh dan akan menjadi borok
atau ulkus (Waspadji, 2006).
Ulkus diabetikum berkembang umumnya pada ujung jari kaki dan pada plantar
khususnya pada permukaan kepala metatarsal. Ulkus biasanya sering didahului dengan
pembentukan kalus. Jika kalus tidak dibuang maka perdarahan dan nekrosis jaringan
akan terjadi hingga akhirnya menyebabkan munculnya ulserasi atau ulkus. Penyebab
utama ulkus adalah infeksi sekunder oleh stafilokokus, streptokokus, organisme gram
negatif, dan bakteri anaerob (Latov, 2007).
Prevalensi ulkus pada populasi DM adalah 4-10% dimana kondisi ini lebih sering
terjadi pada pasien yang lebih tua, sebagian besar (60-80%) dari ulkus kaki akan
sembuh, sedangkan 10-15% dari mereka akan tetap aktif, dan 5-24% akan
menyebabkan amputasi anggota tubuh dalam jangka waktu 6-18 bulan (Alexiadou &
Doupis, 2012). Menurut Waspadji (2006 dalam Ferawati, 2014), ulkus diabetikum di
Indonesia merupakan permasalahan yang belum dapat terkelola dengan baik. Prevalensi
terjadinya ulkus diabetikum di Indonesia sebesar 15% dan sering kali berakhir dengan
kecacatan dan kematian.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Philips, et al (1994 dalam
Baranoski & Ayello, 2004) berjudul A Study of the Impact of Leg Ulcer on Quality of
Life: Financial, Social, and Psychological Implication menyimpulkan bahwa pada
pasien dengan luka kronik di kaki dan tingkat kekambuhan yang tinggi memperlihatkan
banyak yang merasa pesimis terhadap potensial penyembuhan luka. Interview pada
lebih dari 73 pasien dengan luka di kaki mengindikasikan hanya 3% saja yang merasa
yakin luka kronik di kaki mereka akan mencapai proses penyembuhan. Penelitian yang
dilakukan oleh Winkley, Stahl, Chalder, Edmonds, dan Ismail (2009) tentang Quality of
life in people with their first diabetic foot ulcer: a prospective cohort study. Sampel dari
penelitian ini adalah berjumlah 253 orang dengan pengalaman pertama terkena ulkus
diabetikum selama 18 bulan. Rancangan penelitian yang dilakukan adalah studi kohort
prospektif dengan menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menujukkan bahwa dari 253
orang dengan pengalaman pertama terkena ulkus diabetikum, 40 orang meninggal
dunia, 36 orang menjalani amputasi, 99 orang mengalami ulkus berulang, 52 orang
mengalami ulkus tanpa penyembuhan. Terdapat penurunan kualitas hidup yang
signifikan pada pasien yang mengalami ulkus yang tidak sembuh dan ulkus berulang.
Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Amidah (2002, dalam Rahmat, 2010) berjudul
DM adalah suatu keadaan yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam
darah atau dikenal dengan istilah hiperglikemia. Secara umum ada banyak komplikasi
yang ditimbulkan akibat kontrol glukosa yang buruk pada pasien dengan diabetes
melitus yaitu neuropati perifer yang ditandai dengan terjadinya ulkus diabetikum.
Selama mengalami ulkus diabetikum ada banyak hal yang dirasakan oleh pasien yang
dapat mempengaruhi kesehatan fisik
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi pembaca sebagai
informasi cara meningkatkan kualitas hidup pada penderita DM yang mengalami
ulkus diabetikum. Selain itu dapat dijadikan Evidence Base bagi praktik keperawatan
di semua tatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di masyarakat.
2. Bagi Penderita Diabetes Melitus
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penderita DM untuk
mencegah terjadinya ulkus diabetikum dengan pengetahuan yang cukup akan
mengubah pola hidup yang adaptif bagi penderita DM, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup.
3. Bagi Dunia Penelitian
Penelitian ini diharapkan sebagai sumber data untuk mengetahui tentang ulkus
diabetikum serta kualitas hidup penderita DM.