MARZOEKI MAHDI
A. ANAMNESIS
I. Identitas
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Status Pernikahan
Pendidikan Terakhir
Datang ke Poli Mata
: Tn. CA
: 59 tahun
: GG. Merpati II, Bogor Barat, Jawa Barat
: Buruh
: Menikah
: SD
: 30 April 2012
Palpebra :
Skuama
Edema
Luka robek
Konjungtiva :
Warna
Injeksi
Pigmen
Penebalan
Benda asing
Sekret
Edema
Kornea :
Jernih
Benda asing
Infiltrat
Sikatriks
Arcus senilis
Striae
COA :
Isi
Volume
Iris :
Warna
Kripta
Pupil :
Besar
Warna
RCL / RCTL
Posisi
IOL
Lensa :
Gerak Bola Mata :
Visus :
OD
OS
Jernih
-
Jernih
-
+
+
-
+
+
-
Normal
Normal
Normal
Normal
Coklat
+
Coklat
+
3 mm
Hitam
+/+
Ortoposisi
Keruh
3 mm
Hitam
+/+
Ortoposisi
Keruh
0,5F
1/60
E. Diagnosis
OS : Neuritis optik
F. Terapi
1. RG Choline 1x1 tab
2. Optimax 2x1 tab
TINJAUAN PUSTAKA
3-4 mm akibat pembentukan mielin akson-akson sel ganglion retina, adanya oligodendroglia
(yang membentuk mielin akson) dan selubung meningeal yang terdiri dari piamater, arakhnoid
dan duramater. Bagian prelaminar dan laminar diperdarahi terutama oleh arteri siliaris posterior
brevis yang beranastomosis dengan pleksus pial dan pembuluh darah koroid peripapilar
membentuk siklus Zinn-Haller.
Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang dari jarak
antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak pada pergerakan bola
mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh anulus Zinn sebelum berlanjut ke
kanal optik. Saraf optik berjalan kearah porteromedial dan meninggalkan orbita melalui foramen
optik (optic ring) menuju kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita diperdarahi oleh cabangcabang intraneural dan cabang-cabang dari arteri retina sentral.
Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki panjang 4-10 mm.
Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian ini diperdarahi oleh cabang
arteri oftalmika.
Segmen Intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik sampai kiasma
optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah superomedial arteri karotis interna
sehingga diperdarahi langsung oleh cabang-cabang arteri tersebut.
Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun
demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus. Pada neuritis optikus,
serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja
normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan.
5
Gambar 2.
Neuritis Optik
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai macam
penyakit. Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000
sedangkan angka prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai
dengan 40 tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic
Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32 7
tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi demielinisasi dengan atau
tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik
merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.
Etiologi
1. Idiopatik. Terjadi pada beberapa kasus yang tidak tidak dapat diidentifikasi penyebabnya.
2. Neuritis optikus herediter.
3. Demyelinating disorders. Gangguan demielinasi adalah yang paling sering menyebabkan
Neuritis optikus. Beberapa penyakit yang termasuk pada gangguan demielinisasi
diantaranya Multiple sclerosis dan Optik neuromyelitis (Devic's disease). Sekitar 70%
kasus Multiple sclerosis dilaporkan dapat mengakibatkan terjadinya Neuritis optikus.
4. Parainfeksius Neuritis optikus. Dikaitkan dengan berbagai infeksi virus yang terjadi
seperti campak, gondok, cacar air, batuk rejan dan demam kelenjar. Dapat juga terjadi
setelah pemberian imunisasi.
5. Infectious Neuritis optikus. Neuritis optikus yang terjadi mungkin terkait (dengan
Ethmoiditis akut) atau yang berhubungan dengan Cat scratch fever, Sifilis (pada tahap
primer atau sekunder), Lyme disease, dan Kriptokokal meningitis.
Klasifikasi
Papilitis
Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf
optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.
Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta.
Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang disertai
demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau infeksi saluran
napas bagian atas.
Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering dijumpai
dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn. Cara pemerikasaan, mata pasien secara bergantian
diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah membesar. Kelainan ini
menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.
Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit secara
konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.
Neuritis Retrobulbar
Neuritis retrobulbar rmerupakan peradangan saraf optik yang terdapat dibelakang bola mata
sehingga tidak menimbulkan kelainan fundus mata.
Gejala dan Tanda
Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax, pasien juga mengeluhkan
bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata. Rasa sakit akan
bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala. Pada neuritis gambaran
fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik
dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat
papil pucat dengan batas tegas.
Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen
intraorbita sampai segmen intrakranial dan sesuai dengan lokasinya.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada
neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada pemeriksaan
11
oftalmoskopi tidak ditemukan apa-apa, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP) dan serologi.
Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah:
1.
2.
a.
yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai
menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan
gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi
white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI
otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran
nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah
terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel
adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area
periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.
12
dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked potentials
menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang
lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.
d.
Pemeriksaan darah
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica. Pasien
dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi apakah
13
14
15
Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi,
yaitu:
a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari
tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).
b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6 jam selama 3
hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4 hari
tappering off (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).
c. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap
kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua
pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
a.
b.
16
c.
Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau lebih baik. Dan
sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan
dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi
penentu terhadap prognosis penglihatan. Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau
bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi
kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan
tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%),
lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89-100%), reaksi pupil afferent (5592%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked potensial (63-100%).
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Neuritis Optikus & Sklerosis Multipel. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000 : 274-87.
17
2. Ilyas Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006 : 17988.
3. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 1999: 1-14, 18-23.
4. Anonim. http://www.osbbd.com/pdf/Optic%20Neuritis%20CME.pdf. Di akses pada
tanggal 3 mei 2012.
5. Wijana N S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 6. Jakarta: Abdi Tegal, 1993: 332-42.
6. Mardjono M . Neurologi Klinis Dasar. Edisi 10. Jakarta: Dian Rakyat, 2004: Hal 116-26.
7. Guyton A, Hall J. Neurofisiologi penglihatan sentral. edisi 9. Jakarta, 1997. Hal 825.
8. Lumbantobing S. Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai Penerbit FKUI,
2006 : 25-46.
18