Anda di halaman 1dari 18

STATUS PASIEN POLI MATA RSUD.

MARZOEKI MAHDI

A. ANAMNESIS
I. Identitas
Nama
Umur
Alamat
Pekerjaan
Status Pernikahan
Pendidikan Terakhir
Datang ke Poli Mata

: Tn. CA
: 59 tahun
: GG. Merpati II, Bogor Barat, Jawa Barat
: Buruh
: Menikah
: SD
: 30 April 2012

II. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Mata RS.Marzoeki Mahdi dengan keluhan penglihatan pada
mata kiri buram sejak 10 bulan yang lalu. Mata kiri terasa buram dan semakin lama
semakin memburuk, selain itu pasien sering merasa sakit kepala. Keluhan lain seperti
nyeri mata saat pergerakan, pengelihatan warna, pengelihatan seperti tertutup kabut,
pengelihatan ganda disangkal oleh pasien. riwayat sakit mata berait, mata merah,
keluar kotoran dan gatal disangkal oleh pasien. riwayat trauma disangkal oleh pasien.
Pasien tidak pernah memakai obat apapun dan belum pernah memeriksakan
matanya ke dokter sebelumnya.
III. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat penyakit Kencing Manis ataupun hipertensi disangkal oleh pasien.
IV. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Pasien mengatakan di keluarganya tidak ada riwayat kencing manis ataupun
hipertensi.
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Status Generalis
Kepala
: Normocephali
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/Leher
: Thyroid ttm,
Thorax
: cor
: S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-)
pulmo : SN vesikuler, Ronkhi -/-, Wheezing -/Abdomen
: supel, hangat, BU (+) normal
Ekstremitas
: Akral hangat +/+/+/+ ,
II. Status Lokalis
1

Palpebra :
Skuama
Edema
Luka robek
Konjungtiva :
Warna
Injeksi
Pigmen
Penebalan
Benda asing
Sekret
Edema
Kornea :
Jernih
Benda asing
Infiltrat
Sikatriks
Arcus senilis
Striae
COA :
Isi
Volume
Iris :
Warna
Kripta
Pupil :
Besar
Warna
RCL / RCTL
Posisi
IOL
Lensa :
Gerak Bola Mata :
Visus :

OD

OS

Jernih
-

Jernih
-

+
+
-

+
+
-

Normal
Normal

Normal
Normal

Coklat
+

Coklat
+

3 mm
Hitam
+/+
Ortoposisi
Keruh

3 mm
Hitam
+/+
Ortoposisi
Keruh

0,5F

1/60

C. Pemeriksaan Lapang Pandang


Tidak dilakukan
D. Funduskopi
Batas papil tidak tegas
CDR : 0,3

E. Diagnosis
OS : Neuritis optik
F. Terapi
1. RG Choline 1x1 tab
2. Optimax 2x1 tab
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Saraf Optik


Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dari retina menuju otak. Saraf
optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel ganglion retina yang
memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik berkisar antara 35-55 mm (rata-rata 40
mm) dan secara anatomis terbagi menjadi segmen intaokular, intraorbital, intrakanalikular dan
intakranial yang berakhir sebagai kiasma optik.

Gambar 1. Nervus Optik


Segmen intraokular saraf optik sepanjang 1 mm terbagi menjadi lapisan serabut-serabut
saraf superfisial, bagian prelaminar, laminar (lamina kribosa) dan retrolaminar. Papil saraf optik
(diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf optik berbentuk oval, 1,5 mm horizontal dan
1,75 mm vertikal dengan cekungan (cup shaped depression) agak ke temporal. Papil saraf optik
merupakan daerah keluarnya akson-akson sel ganglion terletak sekitar 3-4 mm sebelah nasal
fovea. Bagian prelaminar dan laminar terdiri dari akson-akson sel ganglion retina tak bermielin,
astrosit dan arteri-vena retina sentralis yang keluar dari bagian tengah papil saraf optik. Aksonakson bergabung menjadi fasikulus dan menembus sklera 200-300 lubang pada lamina kribosa.
Setelah melewati lamina kribosa (bagian retrolaminar) diameter saraf optik bertambah menjadi
4

3-4 mm akibat pembentukan mielin akson-akson sel ganglion retina, adanya oligodendroglia
(yang membentuk mielin akson) dan selubung meningeal yang terdiri dari piamater, arakhnoid
dan duramater. Bagian prelaminar dan laminar diperdarahi terutama oleh arteri siliaris posterior
brevis yang beranastomosis dengan pleksus pial dan pembuluh darah koroid peripapilar
membentuk siklus Zinn-Haller.
Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang dari jarak
antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak pada pergerakan bola
mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh anulus Zinn sebelum berlanjut ke
kanal optik. Saraf optik berjalan kearah porteromedial dan meninggalkan orbita melalui foramen
optik (optic ring) menuju kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita diperdarahi oleh cabangcabang intraneural dan cabang-cabang dari arteri retina sentral.
Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki panjang 4-10 mm.
Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian ini diperdarahi oleh cabang
arteri oftalmika.
Segmen Intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik sampai kiasma
optikum. Bagian ini berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah superomedial arteri karotis interna
sehingga diperdarahi langsung oleh cabang-cabang arteri tersebut.
Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi inflamasi ataupun
demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis optikus. Pada neuritis optikus,
serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja
normal atau berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami peradangan.
5

2.2. Anatomi dan Fisiologi Jaras Visual


Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I). kemudian
diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang berasal dan sisi nasal
kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum sedangkan yang berasal dari sisi temporal
tidak bersilangan di daerah kiasma ini. Selanjutnya serabut saraf ini akan melanjutkan
perjalanannya sebagai traktus optikus. Traktus optikus ini selanjutnya menuju ke thalamus
sebagai kumpulan sel-sel saraf yang mengolah dan bertindak sebagai stasiun informasi ke II.
Bagian thalamus yang berhubungan dengan fungsi visual disebut Corpus Geniculaturn Laterale
(CGL). Stasiun ke II ini bertugas menyampaikan informasi ke korteks serebri bagian oksipital.
Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan hal-hal yang terlihat oleh mata dapat
disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual juga disebarkan ke seluruh SSP yang mempunvai
hubungan dengan indera penglihatan. ke pusat keseimbangan motorik, medulla spinalis,
pendengaran, dan sebagainya.

Gambar 2.

Neuritis Optik

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai macam
penyakit. Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000
sedangkan angka prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai
dengan 40 tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic
Neuritis Treatment Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32 7
tahun. Sebagian besar kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi demielinisasi dengan atau
tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik
merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.
Etiologi
1. Idiopatik. Terjadi pada beberapa kasus yang tidak tidak dapat diidentifikasi penyebabnya.
2. Neuritis optikus herediter.
3. Demyelinating disorders. Gangguan demielinasi adalah yang paling sering menyebabkan
Neuritis optikus. Beberapa penyakit yang termasuk pada gangguan demielinisasi
diantaranya Multiple sclerosis dan Optik neuromyelitis (Devic's disease). Sekitar 70%
kasus Multiple sclerosis dilaporkan dapat mengakibatkan terjadinya Neuritis optikus.
4. Parainfeksius Neuritis optikus. Dikaitkan dengan berbagai infeksi virus yang terjadi
seperti campak, gondok, cacar air, batuk rejan dan demam kelenjar. Dapat juga terjadi
setelah pemberian imunisasi.
5. Infectious Neuritis optikus. Neuritis optikus yang terjadi mungkin terkait (dengan
Ethmoiditis akut) atau yang berhubungan dengan Cat scratch fever, Sifilis (pada tahap
primer atau sekunder), Lyme disease, dan Kriptokokal meningitis.
Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasinya neuritis optik terbagi menjadi dua, yaitu:


-

Papilitis

Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf
optik dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi.

Gambaran 3. Funduskopi pada Papilitis


Patogenesis
Nervus optikus mengandung serabut-serabut saraf yang mengantarkan informasi visual
dari sel-sel nervus retina ke dalam sel-sel nervus di otak. Retina mengandung sel fotoreseptor,
merupakan suatu sel yang diaktivasi oleh cahaya dan menghubungkan ke sel-sel retina lain
disebut sel ganglion. Kemudian mengirimkan sinyal proyeksi yang disebut akson ke dalam otak.
Melalui rute ini, nervus optikus mengirimkan impuls visual ke otak. Inflamasi yang terjadi pada
neuritis optik yang akan menyebabkan sinyal visual terganggu dan pandangan menjadi lemah.

Gejala dan Tanda


9

Dalam waktu yang cepat visus akan sangat menurun, kadang-kadang sampai buta.
Keluhan ini disertai dengan rasa sakit dimata terutama saat penekanan. Kadang-kadang disertai
demam atau setelah demam biasanya pada anak yang menderita infeksi virus atau infeksi saluran
napas bagian atas.
Pada pemeriksaan pupil ditemui adanya RAPD yaitu kelainan pupil yang sering dijumpai
dengan adanya tanda pupil Marcus Gunn. Cara pemerikasaan, mata pasien secara bergantian
diberi sinar, pada sisi mata yang sakit pupil tidak mengecil tetapi malah membesar. Kelainan ini
menunjukan adanya lesi N.II pada sisi tersebut.

Gambar 4.Tanda pupil Marcus Gunn


Pada pemeriksaan fundus ditemukan hiperemi papil saraf optik dengan batas yang kabur,
pelebaran vena retina sentralis dan edema papil. Kadang-kadang sekitar papil terlihat bergarisgaris disebabkan edema, sehingga serabut saraf menjadi renggang.
10

Gangguan lapang pandang dapat terjadi pada penglihatan perifer dan menyempit secara
konsentris, didapatkan juga skotoma sentral, sekosentral atau para sentral.

Neuritis Retrobulbar

Neuritis retrobulbar rmerupakan peradangan saraf optik yang terdapat dibelakang bola mata
sehingga tidak menimbulkan kelainan fundus mata.
Gejala dan Tanda
Visus sangat terganggu dan disertai dengan amaurosis fugax, pasien juga mengeluhkan
bola mata bila digerakkan akan terasa berat dibagian belakang bola mata. Rasa sakit akan
bertambah bila bola mata ditekan yang disertai dengan sakit kepala. Pada neuritis gambaran
fundus normal pada awal, namun lama kelamaan akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik
dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat
papil pucat dengan batas tegas.
Gangguan lapang pandang pada neuritis retrobulbar dapat terjadi sepanjang segmen
intraorbita sampai segmen intrakranial dan sesuai dengan lokasinya.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, tanda dan gejala klinis, namun pada
neuritis retrobulbar yang kelainannya cukup jauh di belakang diskus optik dan pada pemeriksaan

11

oftalmoskopi tidak ditemukan apa-apa, maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
MRI, analisis cairan serebrospinal, Visually Evoked Potensials Test (VEP) dan serologi.
Dasar perlunya dilakukan pemeriksaan penunjang diatas pada kasus neuritis optik adalah:
1.

Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses inflamasi


atau non inflamasi, idiopatik, dan infeksi.

2.

Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang


secara klinis menjadi multipel sklerosis.

a.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin,

yang mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai
menderita neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan
gadolinium sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi
white matter. MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI
otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran
nervus optikus. Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah
terdapat lesi ke arah sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel
adalah terdapat lesi white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area
periventrikular dan menyebar ke ruangan ventrikular.

12

Lesi white matter pada MRI


b.

Pemeriksaan cairan serebrospinal


Protein ologinal banding pada cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis multipel.

Terutama dilakukan terhadap pasien-pasien dengan pemeriksaan MRI normal.


c.

Test Visually Evoked Potentials


Test Visually evoked potentials adalah suatu test yang merekam sistem visual, auditorius

dan sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Test Visually evoked potentials
menstimulasi retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang
lambat sebagai hasil dari kerusakan daerah nervus.

d.

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica. Pasien

dengan neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksan ini untuk mendeteksi apakah
13

berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte


sedimentation rate (ESR)) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat
menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding mata tenang visus turun mendadak, adalah:
1. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy
Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara klinis
dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy.
2. Syndrom viral dan post viral
Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3 minggu,
tetapi dapat juga sebagai fenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak daripada
dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi nervus optikus.
Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi sering bilateral.
Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.
3. Ablasio Retina
Keadaan dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina.
Ablasio retina akan memeberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang kadang-kadang
terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapat riwayat adanya pijar api (fotopsia) pada lapang
penglihatan. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna pucat
dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna merah.

14

4. Oklusi Arteri Vena Sentralis


Gangguan vaskular retina dengan potensial menimbulkan kebutaan yang sering terjadi
dan mudah didiagnosis. Pasien datang dengan penurunan penglihatan mendadak yang tidak
nyeri. Biasanya pada usia lebih dari 50 tahun dan mengidap penyakit kardiovaskular terkait
lainnya.
5. Papil Edema
Kongesti non inflamasi diskus optik yang berkaitan dengan peningkatan tekanan
intrakranium. Keluhan yang dirasakan pasien biasanya nyeri kepala hebat, mual, muntah namun
ketajaman penglihatan masih normal. Pada funduskopi didapatkan papil sembab, batas kabur,
kapiler dan vena retina melebar dan berkelok, terdapat perdarahan, eksudat dan terdapat
penonjolan papil yang melebihi 3 dioptri. Tidak terdapat gangguan pada lapang pandang.
Keadaan ini biasanya ditemukan bilateral.
Penatalaksanaan
The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif tentang
penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam penelitiannya ONTT
melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut unilateral. Data
follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study (LONS))
menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang, penglihatan
yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan resiko
berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis (CDMS).

15

Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi,
yaitu:
a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari
tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).
b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6 jam selama 3
hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4 hari
tappering off (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).
c. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.
Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap
kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua
pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
a.

Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat pulihnya


penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila
dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan terapi
dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.

b.

Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja


didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan
dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai
dengan follow up 5 tahun.

16

c.

Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan menggunakan


metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan ke arah CDMS
selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena persentase
perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok prednison oral dan placebo.
Prognosis
Sebagian besar pasien sembuh sempurna atau mendekati sempurna setelah 6-12 minggu.

Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien pulih mencapai visus 20/40 atau lebih baik. Dan
sebagian besar pasien mencapai perbaikan maksimal dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan
dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi
penentu terhadap prognosis penglihatan. Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau
bahkan lebih baik, banyak pasien dengan acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi
kelainan pada penglihatan yang mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan
tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%),
lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%), terang gelap (89-100%), reaksi pupil afferent (5592%), diskus optikus (60-80%), dan visual-evoked potensial (63-100%).

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan & Asbury. Neuritis Optikus & Sklerosis Multipel. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000 : 274-87.
17

2. Ilyas Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006 : 17988.
3. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 1999: 1-14, 18-23.
4. Anonim. http://www.osbbd.com/pdf/Optic%20Neuritis%20CME.pdf. Di akses pada
tanggal 3 mei 2012.
5. Wijana N S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 6. Jakarta: Abdi Tegal, 1993: 332-42.
6. Mardjono M . Neurologi Klinis Dasar. Edisi 10. Jakarta: Dian Rakyat, 2004: Hal 116-26.
7. Guyton A, Hall J. Neurofisiologi penglihatan sentral. edisi 9. Jakarta, 1997. Hal 825.
8. Lumbantobing S. Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai Penerbit FKUI,
2006 : 25-46.

18

Anda mungkin juga menyukai